Ikrar
Mereka mengulurkan tangan kepada Rasulullah dan berikrar. Inilah yang tercatat dalam sejarah sebagai Baiat Aqabah kedua. Dalam Ikrar kedua ini, mereka berkata, "Kami berikrar mendengar dan setia pada waktu suka dan duka, pada waktu bahagia dan sengsara, kami hanya akan berkata yang benar di mana saja kami berada, dan kami tidak takut kritik siapa pun atas jalan Allah ini." Rasulullah menjabat tangan para lelaki, tetapi tidak menyentuh tangan wanita. Setelah itu, beliau berkata, "Pilihlah dua belas orang pemimpin dari kalangan Tuan-Tuan yang akan menjadi penanggung jawab masyarakatnya." Mereka lalu memilih sembilan orang Khazraj dan tiga orang Aus. Kepada para pemimpin itu, Rasulullah berkata, "Tuan-Tuan adalah penanggung jawab masyarakat seperti pertanggungjawaban pengikut-pengikut Isa binti Maryam. Terhadap masyarakat saya, sayalah yang bertanggung jawab." Peristiwa ini selesai tengah malam di celah Gunung Aqabah, jauh dari masyarakat ramai. Saat itu, mereka berharap hanya Allah saja yang mengetahui urusan mereka. Namun, ternyata ada orang lain yang kebetulan sedang lewat dan merasa curiga dengan suara-suara dari puncak bukit. Orang itu memanjati lereng gunung dan menyaksikan baiat Aqabah kaum Muslimin. Ketentuan Perang Salah satu isi penting ikrar Aqabah kedua ini adalah dicantumkannya ketentuan tentang perang. Pihak Anshar berjanji akan membela Rasulullah sekali pun harus berperang dan mengorbankan jiwa. Semua itu dilakukan kaum Anshar tanpa pamrih sama sekali tidak mengharapkan apa pun dari Rasul kecuali keridhaan Allah. Quraisy Terkejut Orang yang mengintai peristiwa ikrar tadi berteriak, memberi tahu penduduk Quraisy yang tinggal di Mina, tidak jauh dari Aqobah. "Muhammad dan orang-orang yang pindah agama itu sudah berkumpul! Mereka akan memerangi kamu!" Walau cuma mendengar selintas, orang itu mengetahui maksud kaum Muslimin. Dengan berteriak keras-keras, ia bermaksud mengacaukan baiat kaum Muslimin. Orang itu berharap kaum Muslimin jadi takut, gelisah, dan membatalkan perjanjian mereka dengan Rasulullah. Namun, tekad kaum Muslimin sudah tidak lagi tergoyahkan. Bahkan, dengan semangat menyala, Abbas bin Ubadah berkata kepada Rasulullah, "Demi Allah yang telah mengutus Tuan atas dasar kebenaran, kalau sekiranya Tuan berkenan, penduduk Mina itu besok akan kami habiskan dengan pedang kami!" Rasulullah menjawab, "Kami tidak diperintahkan untuk itu. Kembalilah ke kemah Tuan-Tuan." Dengan cepat dan diam-diam, kaum Muslimin kembali ke kemah mereka dan tidur sampai pagi, seolah-olah tidak pernah terjadi apa pun. Akan tetapi, pagi itu, orang Quraisy sudah mengetahui berita adanya ikrar. Mereka benar-benar sangat terkejut. Para pemuka Quraisy berkumpul dengan cepat dan segera bertindak. Mereka mendatangi para pemimpin rombongan Aus dan Khazraj. "Apa yang terjadi? Kami dengar tadi malam kalian menjanjikan sesuatu kepada Muhammad!" ujar pemimpin Quraisy setengah menuduh. Tidak semua rombongan Aus dan Khazraj adalah Muslim. Kebetulan para pemimpin rombongan adalah mereka yang belum beriman. "Tidak! Kalian pasti salah! Tidak seorang pun dari rombongan kami keluar perkemahan tadi malam!" bantah para pemimpin rombongan dari Yatsrib itu. Tadi malam, kaum Muslimin memang bergerak diam-diam. Mereka tidak memberi tahu anggota rombongan yang belum beriman tentang perjanjian mereka dengan Rasulullah. Akhirnya, orang-orang Quraisy kembali dengan hati ragu. Sementara itu, dengan tenang, anggota rombongan dari Yatsrib berkemas dan berangkat pulang. Hijrah Kaum Anshar atau 'para penolong', demikianlah Rasulullah menjuluki para sahabat barunya dari kota Yatsrib. Sebelum kaum Anshar datang, rasanya dakwah Islam akan berputar di sekitar Mekah saja. Padahal, seluruh penduduk Mekah sudah diancam habis-habisan oleh para pemimpin Quraisy agar tidak menjadi pengikut Rasulullah. Di mata orang Quraisy, tiba-tiba saja Islam sudah menjadi kuat nun jauh di Yatsrib sana dan itu di luar jangkauan mereka. Tanpa membuang waktu lagi, Rasulullah memerintahkan para sahabatnya menyusul kaum Anshar ke Yatsrib. Dengan sangat cerdik, beliau memerintahkan kaum Muslimin hijrah dengan berpencar-pencar dan diam-diam agar tidak menimbulkan kepanikan Quraisy. Mulailah mereka berhijrah sendiri-sendiri dalam kelompok-kelompok kecil. Cara seperti itu berbeda dengan yang dilakukan Nabi Musa yang membawa kaumnya berhijrah dalam kelompok besar sekaligus. Ketika orang Quraisy tahu, mereka mulai panik. "Tahan mereka yang mencoba mengungsi itu! Kurung orang yang mencoba pergi!" perintah seorang pemimpin. "Mengapa tidak kita bunuh saja?" seru yang lain. "Apa kamu sudah tidak waras? Kalau kita bunuh, kabilahnya akan menuntut balas! Quraisy akan dipecah dalam perang saudara! Itu sudah pasti akan menguntungkan Muhammad! Tidak, tidak ada yang dibunuh. Bujuk saja supaya mereka kembali kepada sesembahan lama. Iming-imingi dengan harta kalau perlu. Jika tidak mau juga, siksa dengan keras!" Demikian keras orang Quraisy bertindak, sampai-sampai ada istri yang dipisahkan dari suaminya. Kalau istrinya orang Quraisy, ia tidak boleh ikut suaminya hijrah. Jika tidak menurut, wanita itu akan mereka kurung. Semua itu rela dijalani kaum Muslimin. Mereka rela berpisah dari keluarga bahkan meninggalkan harta untuk berhijrah demi kebebasan menyembah Allah. Bersambung Bagian-1 klik di sini Bagian-57 klik di sini
0 Comments
Pengiriman Mush'ab bin Umair
Setelah baiat terlaksana dengan sempurna, semua orang kembali ke perkemahan masing-masing sambil menyimpan kejadian itu baik-baik di dalam hati. Musim haji pun segera selesai. Ketika rombongan Muslim Yatsrib berangkat pulang. Rasulullah menyertakan seorang duta pertama. Tugas duta ini adalah mengajarkan syariat Islam dan pengetahuan agama kepada kaum Muslimin. Selain itu, ia juga berkewajiban menyebarkan ajaran Islam kepada orang-orang yang masih menyembah berhala. Rasulullah memilih Mush'ab bin Umair untuk melaksanakan tugas ini. Mush'ab termasuk pemeluk Islam pertama dan terpercaya dalam pengetahuan tentang hukum-hukum Allah, bacaan Al-Qur'an, serta ketaatannya. Setelah sahabat Rasulullah itu datang, semakin banyak orang Yatsrib memeluk Islam. Seiring dengan itu, persatuan Aus dan Khazraj semakin kuat sampai akhirnya hilanglah rasa permusuhan di hati mereka masing-masing. Jum'at Pertama Melihat Islam berkembang demikian pesat, orang-orang Yahudi Yastrib amat khawatir. Mereka takut agamanya lenyap terdesak oleh Islam. Oleh karena itu, setiap hari Sabtu mereka berkumpul di suatu tempat dan mengadakan keramaian untuk menunjukkan keagungan agama mereka. Ketika mendengar hal ini, Rasulullah memerintahkan Umair untuk mengumpulkan kaum Muslimin setiap hari Jum'at untuk mengerjakan shalat dua rakaat berjamah. Mush'ab segera mengumpulkan kaum Muslimin di Hazmun-Nabit. Itulah shalat jum'at pertama dalam sejarah Islam. Shalat pertama itu diikuti oleh empat puluh orang. Abdurrahman bin Auf Rasulullah juga pernah memerintahkan Abdurrahman bin Auf secara diam-diam pergi ke daerah Damatul Jandal untuk berdakwah. Selama tiga hari, Abdurrahman bin Auf berdakwah sampai akhirnya pemimpin mereka Al Ashbag pun masuk Islam. Baiat Aqabah Kedua Satu tahun berikutnya, jumlah jama'ah haji dari Yatsrib lebih banyak, termasuk dalam rombongan itu tujuh puluh lima muslim. Dua di antaranya kaum perempuan. Saat itu tahun 622 Masehi, tiga belas tahun sudah Rasulullah berdakwah dengan lemah lembut, mengalah terhadap segala siksaan, serta menanggung semua kesakitan dengan kesabaran dan pengorbanan. Tidak selamanya Allah mengajarkan umat-NYA untuk terus mengalah. Suatu saat pukulan harus dibalas pukulan, serangan pun harus dibalas serangan. Dengan tujuan inilah Rasulullah mengadakan pertemuan dengan ke tujuh puluh lima Muslim itu. Mereka bersepakat bertemu tengah malam di bukit Aqabah pada hari-hari tasyriq. Hari Tasyriq adalah tiga hari berturut-turut setelah hari Raya Qurban (Idhul Adha). Kali ini mereka tidak bertemu di kaki bukit, tetapi di puncaknya. Semua orang mendaki lereng-lereng Aqabah yang curam, termasuk kedua Muslimah tersebut. Saat itu, Rasulullah disertai pamannya, Abbas bin Abdul Muthalib. Abbas menyadari bahwa pertemuan ini dapat berakibat perang terhadap orang yang memusuhi keponakannya. "Saudara-saudara dari Khazraj," demikian Abbas berkata, "posisi Muhammad di tengah-tengah kami sudah diketahui bersama. Kami dan mereka yang sepaham dengannya telah melindunginya dari gangguan masyarakat kami sendiri. Dia adalah orang yang terhormat di kalangan masyarakatnya dan mempunyai kekuatan di negerinya sendiri. Namun, dia ingin bergabung dengan Tuan-Tuan juga. Jadi, kalau memang Tuan-Tuan merasa dapat menepati janji seperti yang Tuan-Tuan berikan kepadanya dan dapat melindungi dari mereka yang menentangnya, silahkan Tuan-Tuan laksanakan. Akan tetapi kalau Tuan-Tuan akan menyerahkan dia dan membiarkannya terlantar sesudah berada di tempat Tuan-Tuan, dari sekarang lebih baik tinggalkan saja." Orang-orang Yatsrib pun menjawab, "Sudah kami dengar yang Tuan katakan. Sekarang silahkan Rasulullah bicara. Kemukakanlah yang Tuan senangi dan disenangi Allah." Setelah membaca ayat Al-Qur'an dan memberi semangat Islam, Rasulullah bersabda, "Saya minta ikrar Tuan-Tuan untuk membela saya seperti membela istri-istri dan anak-anak Tuan-Tuan sendiri." Kesetiaan Kaum Anshar Saad bin Ubadah, seorang pemimpin Anshar berkata kepada Rasulullah, "Hanya kepada kamilah Rasulullah menghendaki sesuatu. Demi jiwaku yang ada ditangan-NYA, andaikan engkau menyuruh agar kami menceburkan diri ke dalam samudra, tentulah kami akan melakukannya." Dialog Sebelum Ikrar Seorang pemuka masyarakat yang tertua disitu, Al Bara' bin Ma'rur, berkata, "Rasulullah, kami sudah berikrar. Kami adalah orang peperangan dan ahli bertempur yang sudah kami warisi dari leluhur kami." Namun, sebelum Al Bara' selesai bicara, Abu Haitham bin Tayyihan menyela, "Rasulullah, kami memutuskan perjanjian dengan orang-orang Yahudi. Namun, apa jadinya kalau apa yang kami lakukan ini lalu kelak Allah memberikan kemenangan kepada Tuan, apakah Tuan akan kembali kepada masyarakat Tuan dan meninggalkan kami?" Rasulullah tersenyum dan berkata, "Tidak, saya sehidup semati dengan Tuan-Tuan. Tuan-Tuan adalah saya dan saya adalah Tuan-Tuan. Saya akan memerangi siapa saja yang Tuan-Tuan perangi dan saya akan berdamai dengan siapa saja yang Tuan-Tuan ajak berdamai." Tatkala mereka siap berikrar, Abbas bin Ubadah menyela, "Saudara-saudara dari Khazraj, untuk apakah kalian memberikan ikrar kepada orang ini? Kamu menyatakan ikrar dengan dia untuk melakukan perang terhadap yang hitam dan yang merah (perang habis-habisan melawan siapa pun). Kalau Tuan-Tuan merasa bahwa jika harta benda Tuan-Tuan binasa dan para pemuka Tuan-Tuan terbunuh, Tuan-Tuan hendak menyerahkan dia kepada musuh, lebih baik dari sekarang tinggalkan saja dia. Kalau pun itu yang Tuan-Tuan lakukan, ini adalah perbuatan hina dunia dan akhirat. Sebaliknya, jika Tuan-Tuan dapat menepati seperti yang Tuan-Tuan berikan kepadanya itu, sekali pun harta benda Tuan-Tuan habis dan para pemimpin Tuan-Tuan terbunuh, silahkan saja Tuan-Tuan terima dia. Itulah suatu perbuatan yang baik, dunia dan akhirat." Orang-orang pun menjawab, "Akan kami terima, sekali pun harta benda kami habis dan bangsawan kami terbunuh. Namun, Rasulullah, kalau dapat kami tepati semua ini, apa yang akan kami peroleh?" Rasulullah menjawab dengan tenang dan pasti, "Surga." Kepribadian yang Mengagumkan Kesetiaan kaum Anshar pada saat baiat menunjukkan begitu dalamnya kepercayaan yang tertanam dalam hati mereka kepada Rasulullah. Rasulullah memiliki kepribadian yang daya pesonanya tidak dapat dijangkau kedalamannya. Siapa pun yang bergaul dengan beliau, pasti akan luluh dalam pesona itu. Bersambung Rintangan dari Abu Lahab
Selain terus-menerus berdakwah kepada orang-orang Mekah, Rasulullah juga menyampaikan ajaran Islam kepada orang-orang yang datang ke Mekah. Bangsa Arab berkumpul di Mekah pada pekan-pekan tertentu beberapa kali dalam setahun, misalnya di Pasar Ukazh, yang diadakan selama bulan Syawal, kemudian Pasar Mujannah, yang berlangsung setelah bulan Syawal selama dua puluh hari. Jika Rasulullah tahu ada rombongan datang, Beliau segera pergi mendatangi mereka sambil berkata, "Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Allah memerintahkan kamu sekalian supaya menyembah kepada-NYA dan janganlah kamu menyekutukan Dia dengan sesuatu." "Wahai sekalian manusia ucapkanlah olehmu, Tiada Tuhan melainkan Allah, supaya kamu berbahagia !" Namun, di mana pun Rasulullah datang pasti di belakang beliau Abu Lahab datang mengikuti sambil berseru keras-keras, "Hai sekalian manusia, sesungguhnya orang ini memerintahkan kamu sekalian supaya meninggalkan agama orangtua-orangtuamu terdahulu! Hai sekalian manusia, janganlah kamu dengarkan perkataan orang ini karena dia itu pendusta !" Bahkan sesekali jika marahnya sudah memuncak, Abu Lahab melempar kepala Rasulullah dari belakang dengan batu. Akibat tindakan Abu Lahab ini, sangat sedikit orang yang mau menerima seruan Islam. Orang-orang Islam pun bahkan belum berani menunjukkan keislamannya secara terang-terangan. Kebanyakan orang mencaci, mencemooh, mengusir, dan mendustakan Rasulullah. Akan tetapi, beliau tidak pernah berputus asa. Beliau terus berdakwah semakin gencar dan semakin bersemangat. Berkat kegigihan yang luar biasa inilah, Allah mulai menunjukkan tanda-tanda kemenangan dari sebuah kota bernama Yatsrib. Utbah bin Rabi'ah Selain Abu Lahab, salah seorang yang memusuhi Rasulullah adalah Utbah bin Rabi'ah. Namun, Utbah lebih lembut. Utbah memberi Rasulullah anggur ketika beliau diusir dari Tha'if. Orang-Orang Yatsrib (Suatu saat kelak, Rasululllah mengubah nama Yatsrib menjadi Madinah). Orang-orang Yatsrib termasuk rombongan orang Arab yang sering datang ke Mekah. Mereka terpecah menjadi dua golongan orang Aus dan orang Khazraj. Kedua suku ini saling berperang satu sama lain selama 120 tahun. Suatu saat kaum Aus menang. Pada saat lain, orang Khazraj yang mengalahkan Aus. Suatu malam di Bukit Aqabah, Mina, Rasulullah bertemu dengan enam orang Khazraj. Mula-mula beliau mengajukan pertanyaan, kemudian orang-orang itu menjawab dengan sopan. Kemudian Rasulullah memperkenalkan diri dan bertanya, "Bagaimana keadaan kalian di Yatsrib ?" Sesudah itu beliau mengajak mereka duduk bersama dan memenuhi ajakan itu dengan penuh rasa ingin tahu. Sesudah saling bertanya, Rasulullah mengajak mereka ke tempat yang sunyi, sedikit jauh dari penglihatan orang. Di tempat itu, Rasulullah membacakan ayat-ayat Al-Qur'an. Keenam orang Khazraj itu mengerti dan tertarik segala apa yang beliau serukan. Setelah Rasulullah yakin dengan kesungguhan orang-orang ini, beliau mengajak berpindah tempat lagi ke bawah Bukit Aqabah. Tempat itu benar-benar terlindung dari jangkauan penglihatan orang. Di tempat aman itulah, Rasulullah mengajak mereka mendukung kenabian beliau. Rasulullah meminta agar mereka ikut menyebarkan ajaran Islam di kota asal mereka, Yatsrib. Orang-orang itu minta waktu untuk berunding. "Rupanya ini adalah jalan yang diberikan Tuhan," demikian salah satu dari mereka berkata, "Aku sudah bosan berperang dengan Aus, mudah-mudahan ajaran Islam ini akan menyatukan kita dan Aus dalam perdamaian." Setelah selesai, mereka menyatakan percaya dan sungguh-sungguh mendukung penyebaran Islam di Yatsrib. Rasulullah kemudian menasihati agar mereka seiya sekata, tolong-menolong, dan bantu-membantu dalam menjalankan tugas mulia ini. Baiat Aqabah Pertama Keenam orang itu kembali ke Yatsrib dan menyerukan Islam kepada seluruh penduduknya. "Muhammad adalah nabi terakhir utusan Tuhan yang didustakan kaumnya sendiri," demikian kata mereka. Segera saja nama Rasulullah menjadi terkenal di kalangan penduduk Yatsrib. Pada musim haji berikutnya, lima dari enam orang itu kembali ke Mekah bersama tujuh orang rekan mereka. Dua berasal dari Aus dan sepuluh orang berasal dari Khazraj. Mereka menemui Rasulullah di Bukit Aqabah. Saat itu, sudah dua belas tahun lamanya Rasulullah menyebarkan Islam. Setelah Rasulullah membacakan ayat-ayat Al-Qur'an mereka menyatakan percaya akan seruan beliau. Rasulullah pun kemudian membaiat (sumpah setia) mereka. Inilah yang terkenal sebagai Baiat Aqabah pertama. Dalam baiat ini, Rasulullah mengajak mereka bersumpah untuk : 1. Menyembah Allah dan tidak menyekutukan-NYA 2. Tidak mencuri 3. Tidak bergaul dengan wanita yang belum dinikahi 4. Tidak membunuh anak-anak, seperti yang saat itu banyak terjadi 5. Tidak berdusta dan tidak membuat kedustaan 6. Tidak menolak perkara yang baik 7. Hendaknya selalu mengikuti Rasulullah, baik saat senang maupun susah 8. Hendaknya selalu mengikuti Rasulullah, baik terpaksa maupun sukarela 9. Jangan begitu saja merebut suatu perkara kecuali Allah memberikan bukti tanda-tanda kekafiran kepada orang yang mengerjakannya 10. Hendaklah mengatakan kebenaran di mana pun berada dan tidak takut akan celaan orang Sebagai penutup, Rasulullah bersabda, "Hendaklah kalian menepati janji-janji ini, kelak kalian akan menerima balasan Allah berupa surga. Namun, jika ada yang menyalahi janji ini, aku serahkan urusannya kepada Allah semata." Ucapan Baiat Ucapan baiat atau sumpah setia ini sebenarnya adalah menjulurkan tangan kanan ke depan telapak tangan menghadap keatas, sedangkan pembaiat menjabat dengan posisi tangan di sebelah atas. Baiat Aqabah yang pertama dikenal dengan nama Ba’iatun Nisaa’ (baiat wanita) sebab Rasulullah belum meminta mereka membela beliau dengan berperang. Bersambung Bagian 1 klik di sini Bagian 55 klik di sini Quraisy Gempar
Saat itu, di dekat Ka'bah telah berkumpul para pembesar Quraisy. Mereka melihat Rasululllah, Abu Jahal bertanya dengan congkak, "Hai Muhammad ! Adakah engkau mendapat suatu perkara baru lagi ?" "Ya, aku baru mendapat suatu perkara yang baru." "Apa itu? Ceritakanlah," Abu Jahal bersiap mengejek. "Semalam aku pergi ke Baitul Maqdis." Senyum Abu Jahal melebar, "Ke Baitul Maqdis dan pagi-pagi begini sudah kembali tiba di sini?" "Ya, semalam aku pergi di Baitul Maqdis." Abu Jahal tertawa sambil menggeleng-geleng heran, "Apakah kamu berani menyatakan hal ini di muka kaumku? Kalau memang berani, saya akan memanggil mereka. Ceritakanlah kepada mereka hal yang telah kamu katakan kepadaku tadi !" "Baik panggil mereka kemari," tegas Rasulullah. Seketika itu juga, Abu Jahal pergi memanggil semua pembesar Quraisy dan orang-orang biasa. Dalam waktu singkat, semua orang berduyun-duyun ke hadapan Rasulullah. "Hai Muhammad !" Seru Abu Jahal. "Katakanlah kepada kaumku sekarang seperti yang kamu katakan tadi kepadaku !" Rasulullah pun bersabda, "Semalam saya pergi ke Baitul Maqdis." Orang-orang terperangah. Semua orang yang hadir di situ bersikap seolah-olah kurang jelas mendengar kata-kata Rasulullah. "Pergi kemana, Muhammad ?" "Semalam saya pergi ke Baitul Maqdis." Seketika itu, gemparlah suasana. Suara tawa dan cemooh menggemuruh. Mengalahkan suara-suara itu Abu Jahal berteriak, "Muhammad itu memang selalu mengada-ada dengan ucapannya!" Olok-olok makin terdengar riuh. Ada yang mengejek, ada yang tertawa, ada yang bertepuk tangan. Bagi bangsa Arab, tepuk tangan adalah bukan tanda semangat. Tepuk tangan atau menaruh tangan diatas kepala adalah tanda mengejek dan hinaan bagi seseorang yang kata-katanya dianggap tidak bisa dipercaya. Orang-orang itu memanggil Abu Bakar. Mereka ingin tahu yang akan dikatakan Abu Bakar, orang yang selama ini begitu kukuh kepercayaannya kepada Rasulullah. Abu Bakar Membenarkan Cerita Rasulullah "Kalian berdusta," kata Abu Bakar kepada orang-orang yang datang kepadanya. "Sungguh, Muhammad kini berada di Ka'bah sedang berbicara dengan orang banyak." "Kalaupun itu yang dikatakannya," kata Abu Bakar, "Tentu dia bicara yang sebenarnya. Dia mengatakan kepadaku bahwa ada berita dari Tuhan, dari langit ke bumi pada waktu malam atau siang aku percaya. Padahal tadi itu lebih mengherankan daripada berita sekarang ini." Abu Bakar kemudian mendatangi Rasulullah. Saat itu, orang-orang Quraisy sedang meminta Rasulullah menggambarkan bentuk Baitul Maqdis. Mereka tahu, Rasulullah belum pernah satu kali pun berkunjung ke tempat itu. Sementara itu, beberapa orang dari mereka telah terbiasa berdagang sampai ke Syam dan melewati Baitul Maqdis berkali-kali. Abu Bakar adalah salah seorang yang pernah berdagang ke sana. Mendengar Rasulullah begitu tepat menggambarkan keadaan Baitul Maqdis, Abu Bakar berkata di hadapan semua orang, "Rasulullah, saya percaya !" Bahkan, orang-orang kafir sekali pun menggeleng-geleng kepala, heran bercampur kagum mendengar kata-kata Abu Bakar. Mereka menghormati kesetiaan dan tingginya rasa percaya Abu Bakar kepada Rasulullah. Rasulullah sendiri sangat gembira mendengar perkataan Abu Bakar. Padahal saat itu, semua orang dihadapannya tengah bertanya-tanya, mengejek, dan mencaci. Bahkan yang lebih menyakitkan, beberapa orang yang sudah memeluk Islam kembali murtad karena tidak percaya dengan apa yang Rasulullah sampaikan. Sejak saat itu Rasulullah memberi julukan kehormatan dan kesayangan "As-Shiddiq" kepada Abu Bakar. Artinya adalah "yang tulus hati", "yang sangat jujur." Bukti dari Kafilah Merasa belum cukup mendengar betapa tepat gambaran Rasulullah tentang Baitul Maqdis, orang-orang Quraisy meminta bukti yang lain. Rasulullah mengatakan, bahwa dalam perjalanan, beliau melewati beberapa kafilah yang sedang dalam perjalanan menuju Mekah atau ke arah Syam. Rasulullah mengatakan bahwa di salah satu kafilah, seekor unta terjerembab karena terkejut oleh kehadiran Buraq. Rasulullah juga mengatakan tempat kafilah itu berada. "Saya melanjutkan perjalanan," demikian sabda Rasulullah, "sampai tiba di Dhajanan, melewati sebuah kafilah bani fulan. Kutemukan mereka semua sedang tertidur. Mereka mempunyai sebuah guci yang tertutup. Saya membuka tutupnya dan meminum air itu lalu menutupnya kembali." Sudah menjadi kebiasaan kafilah Arab untuk menyediakan guci minum yang bisa dinikmati oleh siapa pun tanpa perlu izin lagi. Bahkan biasanya yang disediakan adalah susu. "Sebagai bukti kafilah itu sekarang sedang menuruni dataran tinggi Baydha di celah Tan'im. Kafilah itu dipimpin seekor unta berwarna kelabu dengan muatan dua kantong, yang satu hitam dan yang lain belang." Orang-orang kemudian bergegas menuju celah itu. Mereka menemukan bahwa unta pertama yang mereka jumpai sedang memimpin kafilah memang persis seperti yang digambarkan Rasulullah. Orang-orang juga bertanya kepada anggota kafilah itu tentang guci air. "Ketika kami bangun pada pagi hari tadi, guci itu masih tertutup, tetapi isinya kosong. Padahal semalam guci itu penuh berisi air," jawab anggota kafilah. Orang-orang saling berpandangan mengakui yang Rasulullah katakan. Terlebih lagi setelah itu, mereka bertanya pada rombongan kafilah lain tentang unta yang terjerembab. "Kami memang terkejut mendengar sesuatu seperti apa yang bergerak cepat di langit. Sesuatu itu membuat seekor unta kami terkejut dan terjerembab." Demikian bukti-bukti kebenaran Isra' Mi'raj sudah begitu kuat. Namun, orang-orang seperti Abu Jahal tidak bisa berubah menjadi orang beriman. Bersambung Ke Langit Berikutnya
Rasulullah melanjutkan perjalanannya bersama Jibril. Beliau melihat orang-orang berbibir seperti bibir unta. Di mulut mereka ada potongan api berbentuk batu yang mereka telan lalu keluar lagi lewat duburnya, kemudian ditelan lagi begitu seterusnya. "Siapakah mereka ini?" Rasulullah bertanya-tanya. "Mereka adalah para pendosa yang memakan harta anak yatim." Setelah itu, beliau melihat orang-orang seperti keluarga Fir'aun. Perut mereka membesar, sedangkan serombongan unta-unta gila menginjak-injak perut mereka di neraka. Orang-orang itu tidak mampu lagi menghindar. "Siapakah orang-orang ini?" tanya Rasulullah. "Orang-orang itu adalah para pemakan riba. Mereka biasa meminjamkan uang kepada orang lain, tetapi meminta uang pinjaman itu dikembalikan dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan uang yang dipinjam." Setelah itu, Rasulullah melihat orang-orang yang di hadapan mereka ada dua jenis daging, satu empuk dan lezat, sedang yang satu lagi kesat dan busuk. Akan tetapi, orang-orang itu memakan daging yang busuk. "Siapakah mereka ini?" kembali Rasulullah bertanya. Dijelaskan kepada beliau bahwa orang-orang itu menelantarkan istrinya dan mendekati perempuan lain yang tidak halal. Dalam perjalanan berikutnya, Rasulullah dibawa ke langit kedua. Beliau berjumpa dengan Nabi Isa dan Nabi Yahya (Putra Nabi Zakaria). Keduanya adalah saudara sepupu dari garis ibu. Di langit ketiga, beliau berjumpa dengan seorang nabi yang wajahnya begitu tampan seperti bulan purnama. Itu adalah Nabi Yusuf. Di langit keempat, Rasulullah bertemu dengan Nabi Idris yang telah dimuliakan Allah dengan diangkat dari dunia ke tempat yang tinggi. Di langit kelima, Rasulullah bertemu Nabi Harun (putra Imran). Nabi Harun adalah nabi yang dikasihi kaumnya. "Belum pernah saya bertemu orang segagah dia," demikian sabda Rasulullah tentang Nabi Harun. Menerima Perintah Shalat Di langit keenam, Rasulullah bertemu dengan Nabi Musa. Lalu, di langit ketujuh, beliau bertemu dengan seorang laki-laki yang sedang duduk di atas singgasana gerbang surga (Baitul Makmur). Setiap hari, 70 ribu malaikat masuk lewat gerbang itu dan tidak keluar lagi sampai Hari Kebangkitan. "Belum pernah saya melihat orang yang lebih menyerupai saya," Laki-laki itu ayah saya, Nabi Ibrahim. Kemudian, ia membawa saya ke surga dan di situ saya melihat seorang gadis berbibir merah gelap, dan saya tanyakan dia, milik siapa ia sebab ia begitu gembira ketika berjumpa dengan saya, dan jawabnya, "Saya milik Zaid bin Haritsah." Kemudian Rasulullah dibawa ke hadapan Arasy sehingga bertemu Allah. Segalanya tidak dapat dilukiskan dengan lidah dan di luar jangkauan daya otak manusia. Bertemu dengan Allah Yang Maha Agung membuat Rasulullah merasakan kesejukan sampai ke tulang punggungnya. Kemudian, rasa tenang dan damai membanjiri perasaan beliau, begitu terasa nikmat. Pada saat itulah, Rasulullah, Allah memerintahkan agar setiap Muslim melakukan shalat lima kali sehari semalam. Kemudian, Rasulullah kembali ke Bumi dengan menuruni tangga. Buraq pun membawa Rasulullah kembali ke Mekah. Mengabarkan Isra Mi'raj Menjelang fajar Rasulullah membangunkan Ummu Hani dan keluarganya. "Oh Ummu Hani," sabda Rasulullah, "seperti engkau maklum, semalam aku shalat malam terakhir bersama kamu. Kemudian aku ke Baitul Maqdis dan shalat di sana. Baru saja, saat ini, kita shalat subuh bersama." Rasulullah kemudian bangkit, meninggalkan Ummu Hani yang masih terperangah. Ummu Hani tahu beliau akan keluar dan mengabarkan Isra' dan Mi'raj kepada orang banyak. Rasulullah berdiri dan berjalan ke pintu begitu cepat seolah-olah tidak sabar lagi untuk mengabarkan perjalanan ini. Padahal, beliau tahu apa akan dikatakan orang Quraisy yang selama ini memusuhinya. Namun, semangat Rasulullah tidak terhalangi oleh hal-hal semacam itu. Rasa khawatir Ummu Hani menggunung seketika. Begitu cepatnya langkah Rasul sehingga Ummu Hani terpaksa menarik jubah Rasul dengan tergesa-gesa. "Ya Rasulullah, jangan mengatakannya pada khalayak ramai. Nanti mereka menuduh engkau berdusta dan mereka akan menghinamu." Rasulullah tersenyum menentramkan, "Demi Allah, saya akan tetap mengatakannya." Ummu Hani tidak bisa berkata apa-apa lagi melihat tekad Rasulullah yang sudah demikian kuat. Ketika Rasulullah pergi, dilihatnya beliau dengan pandangan khawatir. Ummu Hani segera memanggil seorang hamba sahayanya, seorang perempuan dari Habasyah. "Pergilah, ikuti Rasulullah dan dengar yang dikatakan kaumnya terhadap beliau." Hamba sahaya itu pun bergegas pergi. Bersambung Bagian-1 klik di sini Bagian-53 klik di sini Bagian-55 klik di sini Aisyah dan Saudah
Walau keadaan semakin berat, Rasulullah tetap berjuang dengan gigih. Namun demikian, semakin gigih pula suku-suku pengembara Arab menolak beliau. Pada saat penuh perjuangan itulah, Rasulullah menikah dengan Aisyah, putri Abu Bakar. Pernikahan itu bertujuan mempererat tali persaudaraan dengan para pendukung Islam yang setia. Tali persaudaraan yang erat itu sangat penting pada saat-saat sulit seperti itu. Pernikahan Rasulullah dengan Aisyah merupakan penghargaan setingi-tingginya bagi Abu Bakar, ayah Aisyah sekaligus sahabat Rasulullah. Pernikahan ini merupakan suatu bentuk kemenangan dalam persaudaraan yang penuh cinta kasih antara Abu Bakar dan Rasulullah sejak masa sebelum diangkat menjadi Rasul. Sebelumnya Rasulullah menikahi Saudah. Saat itu Saudah telah menjadi janda setelah suaminya meninggal di Habasyah. Tujuan pernikahan itu adalah untuk menolong Saudah yang hampir hidup terlunta-lunta setelah suaminya wafat. Saudah adalah wanita yang pertama dinikahi Rasulullah sepeninggal Khadijah. Setelah berduka ditinggal Abu Thalib dan Khadijah, kesukaran yang dihadapi Rasulullah bertambah dengan semakin kerasnya orang Quraisy memusuhi beliau. Pada saat itulah, Allah menghibur Rasulullah dengan sebuah perjalanan luar biasa yang tidak pernah kita temui lagi kedasyatannya dalam sejarah. Isra' Pada suatu malam yang hening, Malaikat Jibril mendatangi Rasulullah. Wajahnya putih berseri dan berkilau seperti salju. Demikian heningnya saat itu sampai tidak terdengar suara burung malam, gemericik air, dan siulan angin. "Hai orang yang sedang tidur, bangunlah!" sapa Malaikat Jibril. Rasulullah bangun. Saat itu, beliau sedang tidur di rumah sepupunya, Ummu Hani binti Abu Thalib. Jibril membawa Buraq kehadapan Rasulullah. Buraq adalah hewan yang bentuknya lebih kecil dari kuda tapi lebih besar dari keledai dengan sayap di kedua sisi tubuhnya. Warnanya putih. Setiap kali ia melangkah, jauhnya sama dengan jarak pandang. Setelah Rasulullah naik ke punggungnya. Buraq pun meluncur seperti anak panah, sedangkan Jibril terbang mengiringi dalam jarak yang dekat sekali. Mereka terbang melintasi padang-padang pasir menuju ke utara. Ifrit Dalam perjalanan Isra', satu Ifrit mengejar Rasulullah sambil membawa obor. Ifrit adalah bangsa jin yang amat jahat. Jibril mengajarkan sebuah doa kepada Rasulullah yang membuat obor Ifrit padam dan Ifrit tersungkur jatuh. Akhirnya Rasulullah tiba di Baitul Maqdis, Yerusalem, Palestina. Di atas Baitul Maqdis Rasulullah bertemu Nabi Ibrahim, Nabi Musa, dan Nabi Isa. Ketiga nabi mulia itu ditemani nabi-nabi lain. Rasulullah kemudian memimpin shalat semua nabi dan rasul itu. Selesai shalat, dibawakan kehadapan Rasulullah tiga buah bejana. Satu berisi khamr, satu berisi air, dan satu lagi berisi susu. Mi'raj Rasulullah mendengar sebuah suara berkata, "Kalau ia memgambil air, ia akan tenggelam dan begitu juga umatnya. Kalau ia mengambil khamr, ia akan tersesat dan begitu pula umatnya. Kalau dia mengambil susu, ia akan dibimbing dan begitu juga umatnya." Oleh karena itu, Rasulullah mengambil bejana berisi susu dan meminumnya dengan menyebut nama Allah. Jibril pun berkata kepada Rasulullah, "Anda telah diberkati dan begitu pula umat Anda, Muhammad." Setelah itu, beliau dibawa naik sampai ke langit. Tangga dipancangkan di atas batu Yaqub. Mi'raj berarti tangga. Saat naik ke langit, Rasulullah meniti Mi'raj, bukan lagi menaiki Buraq. Buraq menunggu di bawah ditambatkan di pintu Baitul Maqdis. Oleh Jibril, tangga ini diletakkan di atas batu besar dan ujungnya terus menjulang sampai ke langit. Dengan tangga itu, Rasulullah naik ke atas langit berlapis tujuh. Setiap tingkatan langit di jaga oleh malaikat agar tidak ada setan yang bisa mencuri-dengar rahasia-rahasia langit. Di langit pertama, Rasulullah melihat semua malaikat tersenyum, kecuali satu saja. Rasulullah bertanya kepada Jibril, lalu Jibril menjawab bahwa itu adalah Malik, malaikat penjaga neraka, Rasulullah bertanya lagi kepada Jibril, "Bisakah engkau memerintahkannya untuk memperlihatkan neraka?" "Malik, perlihatkan neraka kepada Muhammad." Lalu Malik mengangkat penutup neraka dan api berkobar tinggi sampai Rasulullah mengira bahwa ia akan membakar segalanya. Illiyyin dan Sijjin Illiyyin adalah nama suatu tempat di surga tertinggi. Sementara itu, Sijjin adalah tempat yang terletak di bawah Neraka Jahanam. Rasulullah meminta agar Jibril memerintahkan Malik mengendalikan kobaran api yang sangat dahsyat itu. Malaikat Malik pun melakukannya dan menutup kembali pintu neraka. Setelah itu, Rasulullah melihat seorang laki-laki sedang duduk melihat roh-roh manusia yang lewat dihadapannya. Jika roh itu baik, ia akan mengucapkan selamat seraya berkata, "Roh yang baik dari tubuh yang baik." Jika yang lewat itu roh yang buruk, wajah laki-laki itu jadi keruh sambil berkata, "Huh! Roh yang jelek dari tubuh yang jelek!" "Siapa laki-laki itu, wahai Jibril?" tanya Rasulullah. Jibril menjelaskan bahwa itu adalah Nabi Adam yang sedang menilai roh keturunannya. Roh orang yang beriman membuat Nabi Adam gembira, sedangkan roh orang kafir dan murtad membuat beliau kesal dan murung. Bersambung Di Kebun Anggur
Melihat penderitaan yang begitu buruk dialami Rasulullah, Utbah dan Syaibah merasa iba. Mereka menyuruh seorang budak mereka untuk memberikan buah anggur kepada Rasulullah. Rasulullah menjulurkan tangan untuk memgambil anggur seraya mengucap, "Bismillah." Budak itu terkejut keheranan mendengar ucapan itu. "Kata-kata itu tidak pernah diucapkan oleh penduduk negeri ini." ujarnya. Kemudian, Rasulullah bertanya kepada sang budak siapa namanya dan dari negeri mana dia berasal, serta apa agamanya. "Namaku Addas, aku berasal dari Niniveh di Mesopotamia. Aku beragama Nasrani." Rasulullah kemudian berkata lagi, "Dari negeri baik-baik, Yunus bin Matta." Dengan rasa heran yang lebih besar daripada sebelumnya, Addas bertanya, "Darimana Tuan tahu nama Yunus bin Matta?" "Dia saudaraku," jawab Rasulullah, "dia seorang nabi dan aku juga seorang nabi." Mendengar itu, hati Addas dipenuhi rasa haru yang menyengat. Tanpa berkata apa-apa lagi, dia mencium kepala, tangan, dan kaki Rasulullah. Utbah dan Syaibah memerhatikan hal itu dengan heran. "Lihat, ia merusak budakmu," kata Syaibah. Ketika Addas kembali, mereka bertanya dengan marah, "Mengapa pula engkau cium kepala, tangan, dan kaki orang itu?" "Itulah laki-laki yang paling baik di negeri ini," jawab Addas. "Ia mengatakan sesuatu yang hanya diketahui oleh para nabi." Utbah dan Syaibah saling pandang sebelum berkata dengan keras, "Addas, jangan sampai orang itu memalingkan engkau dari agamamu. Agamamu itu lebih baik daripada agamanya." Saat Paling Getir Jibril dan Malaikat Penjaga Gunung, menawarkan diri untuk menghancurkan Tha'if. Namun, Rasulullah menolak, beliau bahkan mendoakan kebaikan bagi penduduk Tha'if. Kembali ke Mekah Setelah Abu Thalib meninggal, Abu Lahab lah yang terpilih sebagai pemimpin kabilah Bani Hasyim. Abu Lahab langsung mengumumkan kepada khalayak bahwa Bani Hasyim kini tidak lagi melindungi Rasulullah. Hal itu berarti Rasulullah boleh dianiaya, bahkan sampai dibunuh oleh siapa pun tidak akan ada yang menuntut balas kematiannya. Dalam perjalanan kembali ke Mekah, keadaan Nabi yang tanpa perlindungan ini merisaukan Zaid. Zaid pun bertanya, "Wahai Rasulullah, apa yang akan kita lakukan jika kita kembali ke Mekah tanpa perlindungan? Aku khawatir jika orang akan berbuat sewenang-wenang kepada Anda." Rasulullah menatap Zaid dengan pandangan menghibur sambil berkata dengan keyakinan penuh, "Allah akan melindungi agama dan Rasul-NYA." Tiba-tiba di luar Mekah, melalui seorang penduduk, Rasulullah menghubungi Al Akhnas bin Syariq untuk menanyakan apakah ia mau memberi perlindungan. Namun, Al Akhnas menolak. Rasulullah kemudian menghubungi Suhail bin Amr dari Bani Amr bin Lu'ay, tetapi ia juga menolak. Akhirnya Al Muth'im bin Adi bersedia memberi perlindungan. Esok paginya, Al Muth'im menuju Ka'bah dan memgumumkan perlindungannya. Abu Lahab datang dan memprotes dengan ejekan, "Kamu memberi perlindungan atau menjadi pengikutnya?" "Kami memberi perlindungan kepada orang yang seharusnya engkau lindungi", jawab Al Muth'im. Suatu hari, Rasulullah pergi ke Ka'bah, Abu Jahal melihatnya dan berseru kepada sekumpulan orang Quraisy dengan nada menghina, "Wahai keturunan Abdu Manaf, inilah Nabi kalian." Menanggapi olokan itu, Utbah bin Rabi'ah berkata, "Peduli apa pula engkau, apakah kita ini mempunyai seorang nabi atau raja?" Rasulullah mendekati keduanya dan berkata, "Wahai Utbah, demi Allah ucapanmu adalah tanggunganmu sendiri. Sementara untukmu, Abu Jahal, nasib jelek akan menimpamu sehingga kelak engkau akan sedikit tertawa dan banyak menangis." Saat Penuh Perjuangan Setelah Abu Thalib meninggal ruang gerak dakwah Rasulullah di Mekah semakin sempit. Beliau pun mencoba mengalihkan dakwah Islam ke suku-suku Arab lain yang sering berdatangan ke Mekah pada bulan-bulan haji. Setiap hari Rasulullah mengunjungi perkemahan Badui, setiap kali itu pula Abu Lahab mengikuti beliau. Setelah beliau beranjak pergi, Abu Lahab mendekat dan berkata, "Orang yang tadi hanya ingin menukar kepercayaan Anda kepada Latta dan Uzza, serta jin-jin sekutu Anda, dengan agama sesat yang dibawanya." Seorang pemuka kabilah Badui pernah bertanya kepada Rasulullah, "Kalau kami jadi pengikutmu dan Tuhan memberimu kemenangan menghadapi lawanmu, apakah kami akan berkuasa setelah Anda?" Rasulullah menjawab, "Kekuasaan adalah pemberian Allah ketika Ia menghendaki." Dengan muka masam, pemimpin kabilah itu berkata ketus, "Dugaan saya, Anda ini mengharap kami melindungi Anda dari orang Badui dengan dada kami, lalu kalau Anda menang orang lain akan memetik untung! Tidak, terima kasih." Bersambung Tindakan Bengis Abu Lahab
Sepeninggal Abu Thalib, Abu Lahab terpilih sebagai ketua Bani Hasyim. Segera setelah ia terpilih, Abu Lahab menyatakan melepas perlindungan terhadap diri Rasulullah dengan memberikan pengumuman secara terbuka di Pasar Ukazh dan di Ka'bah. Ini adalah tindakan yang amat kejam, sampai Rasulullah sempat minta perlindungan dari keluarga selain Bani Hasyim. Bani Hasyim adalah satu di antara sekian banyak kabilah. Pemimpin sebuah kabilah dipilih karena bijak, berani, dan tegas. Pemimpin kabilah menduduki kedudukan terhormat. Pemimpin kabilah biasanya dipilih setelah berusia 40 tahun. Dalam pertempuran, kaum muda berjuang di garis depan melindungi pemimpin kabilah dan sesepuh di garis belakang. Cara Rasulullah Berdakwah Ada 6 cara yang dilakukan Rasulullah untuk berdakwah: 1. Mengumpulkan orang. 2. Mendatangi tempat-tempat pertemuan dan keramaian. 3. Mendatangi kota-kota lain. 4. Menugasi setiap muslim untuk berdakwah. 5. Menugasi muslim pilihan untuk mengajar. 6. Mengirimkan surat dan utusan kepada para raja dan pemimpin. Tha'if Rasulullah berdakwah ke Tha'if pada tahun 10 kenabian (akhir Mei 619). Tha'if terletak 100 kilometer sebelah Tenggara Mekah. Tha'if adalah kota pegunungan dengan ketinggian hampir 2.000 meter diatas permukaan laut. Tha'if adalah kota dagang dengan hasil bumi dan perkebunan buah seperti anggur. Rasulullah mencoba mengalihkan dakwah langsung keluar Kota Mekah. Bersama Zaid bin Haritsah, Rasulullah pergi ke kota Tha'if. Tiba di kota itu, Rasulullah menemui tiga orang pembesar kota dan menawarkan Islam kepada mereka. Apa tanggapan mereka? "Bahkan akan kusobek-sobek selubung Ka'bah untuk membuktikan bahwa demikian tidak percayanya aku padamu!" ujar seseorang. Mendengar temannya bicara seperti itu, yang lain tersenyum mengejek sambil berkata, "Apakah Tuhan tidak mendapatkan orang yang lebih baik daripada kamu? Kalau engkau seorang nabi, pastilah engkau terlalu mulia untuk menjadi teman bicaraku. Kalau bukan, maka engkau terlalu rendah kulayani." Rasulullah meminta tiga pembesar Tha'if yaitu Mas'ud, Abdu Yalail, dan Habib, tidak mengumumkan kepada masyarakat penolakan mereka terhadap beliau. Akan tetapi, ketiga pembesar itu tidak mengabulkan permintaan Rasulullah. Mereka malah menghasut agar para pemuda mengolok-olok Rasulullah. Mereka keluar dan berteriak kepada orang banyak, "Wahai penduduk Tha'if! Lihat orang ini! Ia mencoba mengganti para berhala kita dengan satu Tuhan baru yang tidak terlihat!" Para pemuda mulai datang bergerombol dengan wajah memerah karena murka. "Orang ini rupanya berniat menipu dan membodohi kalian! Apa yang akan kalian perbuat?" "Usir dia!" "Jangan cuma diusir, lempar dia dengan batu agar jera dan tidak berani membawa kegilaannya kemari!" Kemudian, mulailah para pemuda melempari Rasulullah dengan batu. Melihat hal itu, orang-orang kaya tidak mau ketinggalan. Mereka menyuruh budak-budaknya, "Hei, tunggu apalagi? Ambil batu dan lempari dia! Sekaranglah saatnya kalian bersenang-senang!" Rasulullah dan Zaid berlari di sepanjang jalan ke luar Kota Tha'if. Mereka diikuti hujan batu disertai gemuruh caci maki dan cemooh gerombolan pemuda dan budak. Batu-batu terbang berbunyi debag-debug menghantam seluruh tubuh Rasulullah meski sudah dilindungi Zaid. Darah suci Rasulullah berceceran di sepanjang jalan. Doa Rasululllah Setelah jauh keluar dari kota, gerombolan orang yang mengejar Rasulullah pun membubarkan diri dengan senyum puas dan mengejek. Saat itu Rasulullah bertemu dengan seorang istri pembesar Tha'if dari Bani Jumah yang sedang lewat. Perempuan itu memandang Rasulullah dengan rasa kasihan bercampur heran. "Lihatlah, apa yang ditimpakan kepada kami oleh rakyat suamimu," sabda Rasulullah. Mendengar orang Tha'iflah yang menganiaya beliau, perempuan itu berlalu dengan perasaan takut jika diketahui orang bahwa ia menunjukkan belas kasihan kepada Rasulullah. Untuk melepas lelah dan membasuh luka, Rasulullah dan Zaid berlindung di sebuah kebun anggur milik Utbah dan Syaibah. Keduanya anak Rabi'ah, seorang pembesar Quraisy. Saat itu, keluarga Rabi'ah memperhatikan Rasulullah dari jauh, tetapi mereka tidak berbuat apa pun. Setelah napasnya kembali normal, Rasulullah mengangkat kepala dan menengadah ke langit. Beliau memanjatkan doa yang amat mengharukan. "Allahuma ya Allah, kepada-Mu juga aku mengadukan kelemahanku, kurangnya kemampuanku, serta kehinaanku di hadapan manusia." "Oh Tuhan Maha Pengasih, Maha Penyayang, Engkaulah Pelindungku." "Kepada siapa hendak Engkau serahkan aku? Kepada orang jauh yang berwajah muram, kepadaku, atau kepada musuh yang akan menguasai diriku?" "Asalkan Engkau tidak murka kepadaku, aku tidak peduli, karena sungguh luas kenikmatan yang Engkau limpahkan kepadaku." "Aku berlindung kepada nur wajah-Mu yang menyinari kegelapan, dunia, dan akhirat." "Janganlah kemurkaan-Mu menimpa aku." "Kepada-Mu lah aku menghamba sampai Engkau puas sesuai kehendak-Mu. Tiada yang lebih kuat dan kuasa dari pada-Mu." Bersambung Bagian-1 klik di sini. Bagian-50 klik di sini. Bagian-52 klik di sini. Kenangan akan Khadijah
Kenangan akan Khadijah tetap hidup di hati Rasulullah sampai beliau wafat. Rasulullah ingat pernikahan mereka yang penuh berkah. Itulah satu-satunya pernikahan di dunia ini yang dipenuhi berkah surga dan dunia sekaligus. Saat pernikahan itu, Khadijah mengadakan jamuan buat semua orang, mulai dari yang paling kaya sampai yang paling miskin. Bangsa Arab yang saat itu hanya mengenal air putih, dalam walimah pernikahan Rasulullah dan Khadijah, disuguhi minuman segar sari buah dan sirup mawar. Selama beberapa hari, semua orang, baik tua maupun muda, makan di rumah Khadijah. Kepada orang-orang miskin, Khadijah memberikan beberapa keping uang emas dan perak serta pakaian. Kepada para janda, Khadijah menyumbangkan kebutuhan hidup yang belum pernah mereka rasakan sebelumnya. Rasulullah juga terkenang saat setelah menikah, Khadijah tidak lagi tertarik pada perdagangan serta kesuksesan yang diraihnya. Pernikahan telah mengganti perhatian Khadijah. Beliau telah mendapatkan Muhammad Al Musthafa sebagai hartanya yang paling berharga di dunia ini. Begitu Khadijah menjadi istri Rasulullah semua perak, emas, dan berlian kehilangan harga di matanya. Rasullullah menjadi satu-satunya yang Khadijah sayangi, perhatikan, dan cintai. Beliau mengabdikan diri sepenuhnya pada kehidupan Rasulullah. Saat-saat didampingi Khadijah boleh dikatakan merupakan saat-saat yang sangat membahagiakan Rasulullah. Dari rahim Khadijah-lah lahir dua orang putra dan empat orang putri Rasulullah, termasuk puteri terkecil mereka Fatimah Az Zahra, yang menjadi cahaya mata ayahnya. Tidak ada laki-laki lain yang cocok mendampingi Khadijah selain Rasulullah. Begitu serasinya mereka sampai ada ahli sejarah yang menduga bahwa seandainya Khadijah tidak bertemu Rasulullah dalam hidupnya, kemungkinan besar Khadijah tidak akan menikah sampai akhir hidupnya, karena bukanlah kekayaan, ketampanan, dan keturunan yang menarik hati Khadijah, melainkan keluhuran budi yang mampu meluluhkan hatinya. Itulah yang ada dalam diri Rasulullah. Rumah di Surga Dalam Shahih Al Bukhari, Abu Hurairah berkata, Jibril mendatangi rumah Rasulullah seraya berkata, "Wahai Rasulullah, inilah yang datang Khadijah sambil membawa bejana yang di dalamnya ada lauk atau makanan atau minuman. Jika ia datang, sampaikan salam padanya dari Rabb-nya dan sampaikan kabar kepadanya tentang sebuah rumah di Surga yang di dalamnya tidak ada hiruk-pikuk dan keletihan." Khadijah Wanita Sempurna Sebelum kedatangan Islam, Khadijah dijuluki Ratu Mekah. Namun, ketika cahaya Islam terbit, Allah memberi beliau kedudukan sebagai ibu kaum beriman (ummulmukminin). Saat itu, sebagian kaum Muslimin adalah orang-orang miskin. Mereka tidak bisa mencari nafkah, karena orang-orang kafirlah yang menguasai perdagangan. Orang-orang itu tidak memberikan kesempatan bagi kaum Muslimin untuk bekerja. Pada saat itu, kaum Muslimin bisa terhindar dari kelaparan berkat bantuan Khadijah. Khadijah juga memberi mereka tempat tinggal. Khadijah menggunakan begitu banyak uangnya untuk orang-orang Muslim di Mekah yang miskin akibat boikot orang-orang musyrik. Pertolongan Khadijah telah mematahkan tujuan orang-orang musyrik untuk menarik para pengikut Rasulullah yang miskin pada kekafiran lagi. Khadijah tidak pernah menyisakan sampai uang terakhir yang dimilikinya demi kesejahteraan para pemeluk Islam. Cinta Khadijah kepada mereka tidak berbeda dengan cinta ibu kepada anaknya. Kalian tahu, seorang ibu rela mengorbankan nyawanya sendiri demi keselamatan anak-anaknya. Seorang ibu bisa merasakan lapar, namun jika anak-anaknya kelaparan, ia akan mengutamakan anak-anaknya lebih dulu. Ia akan memberikan jatah makannya untuk anak-anaknya dan rela menahan lapar. Bahkan jika anak-anaknya merasa kenyang dan senang, itu sudah cukup membuat seorang ibu juga merasa senang dan kenyang sehingga ia lupa rasa lapar yang dideritanya sendiri. Cinta seorang ibu tidak mengenal syarat. Cinta seorang ibu penuh perlindungan dan penuh kasih. Dengan keluhuran budi istrinya yang begitu agung sangat wajar jika Rasulullah merasa amat berduka ketika Khadijah wafat. Rasulullah Amat Mencintai Khadijah Begitu besarnya cinta Rasulullah kepada Khadijah sampai beliau bersabda, "Demi Allah! Allah tidak menggantikan Khadijah dengan seorang yang lebih baik. Ia telah beriman kepadaku pada saat orang-orang mengingkari risalahku. Ia percaya kepadaku pada saat orang-orang mendustaiku. Ia telah mengorbankan hartanya padahal orang lain tidak mau melakukannya, dan Allah telah melimpahkan karunia bagiku anak-anak melalui Khadijah. Setelah Abu Thalib Tiada Ketika ibunya wafat, Fatimah Az Zahra baru berusia tiga tahun. Anak perempuan yang matanya masih basah karena baru kehilangan ibunya itu kini melihat ayahnya dihina orang sejadi-jadinya. Para tetangga mereka seperti Hakam bin Ash, Uqbah bin Abu Muith, Adi bin Hamra, dan Abu Lahab sangat sering melempar batu ketika ayahnya sedang shalat. Bahkan tidak cuma batu, tetapi juga jeroan kambing. Jeroan kambing itu pernah mereka melemparkan ke dalam panci masakan Rasulullah yang siap disajikan. Kejadian paling ringan yang pernah menimpa Rasulullah adalah ketika seorang Quraisy pandir mencegatnya di jalan dan secara tiba-tiba menyiramkan tanah ke atas kepala beliau. Rasulullah tidak membalas hinaan itu. Beliau pulang ke rumah dengan kepala yang penuh tanah. Di rumah, Fatimah membersihkan kepala ayahnya sambil menangis. Tidak ada yang lebih pilu rasanya hati seorang ayah dibanding mendengar tangis anaknya. Apalagi yang menangis ini adalah anak perempuan yang baru saja ditinggal mati ibunya. Hampir kaku rasanya Rasulullah karena begitu pilu, bahkan beliau hampir saja ikut menangis. Muhammad adalah ayah yang bijaksana dan penuh kasih sayang pada putri-putrinya. Tak ada lagi yang beliau lakukan menghadapi tangis pilu putrinya selain memohon pertolongan kepada Allah dengan keimanan sepenuh hati. "Jangan menangis, putriku," begitu yang Rasulullah bisikkan kepada Fatimah sambil menghapus air matanya, "sesungguhnya Allah akan melindungi ayahmu." Rasulullah kemudian berkata, "Sebelum wafat Abu Thalib, orang-orang Quraisy itu tidak seberapa menggangguku." Apa yang kemudian beliau lakukan untuk melepaskan diri dari tekanan Quraisy yang semakin menjadi-jadi? Bersambung Bagian-1 klik di sini. Bagian-49 klik di sini. Bagian-51 klik di sini. Abu Thalib Sakit Keras
Beberapa bulan setelah piagam dihapus, Rasulullah kembali mengalami ujian besar. Kali ini bukan penyiksaan dari pihak lawan, melainkan berupa kehilangan orang yang beliau cintai. Karena sudah lanjut usia dan menderita kehidupan berat di pengasingan selama tiga tahun, Abu Thalib jatuh sakit. Saat itu usianya sudah delapan puluh tahun. Mengetahui Abu Thalib sakit keras, orang-orang Quraisy khawatir akan terjadi perang antara kaum Quraisy dan Rasulullah beserta para pengikutnya. Apalagi dipihak Rasulullah ada Hamzah dan Umar yang terkenal garang dan keras. Selama ini, Abu Thalib selalu bisa menjadi penengah kedua belah pihak. Para pemuka Quraisy menemui Abu Thalib dipembaringan dan berkata, "Abu Thalib, engkau adalah keluarga kami juga. Sekarang ini, keadaan antara kami dan kemenakanmu sudah sangat mencemaskan kami. Panggillah dia. Kami dan dia akan saling memberi dan menerima. Biarlah dia dengan agamanya dan kami dengan agama kami pula". Rasulullah Kemudian datang. Mengetahui maksud kedatangan mereka, Rasulullah bersabda, "Sepatah kata saja saya minta yang akan membuat mereka merajai semua orang Arab dan bukan Arab." "Katakanlah, demi ayahmu," kata Abu Jahal, "sepuluh kata sekali pun silahkan!" Rasulullah bersabda, "Katakan, tidak ada Tuhan selain Allah dan tinggalkan segala penyembahan selain Allah." "Muhammad," seru mereka, "maksudmu tuhan-tuhan itu dijadikan satu saja?" Para Pembesar Quraisy saling pandang dengan kecewa menghadapi keteguhan Rasulullah. "Pulanglah," kata mereka satu sama lain, "orang Ini tidak akan memberikan apa-apa seperti yang kamu kehendaki. Pergilah Kalian!" Abu Thalib Wafat Rasulullah duduk di sisi pembaringan pamannya. Dengan sedih, ditatapnya wajah bijaksana orang tua itu. Hati Rasulullah dipenuhi rasa duka, tidak hanya karena melihat sakit sebelum maut yang diderita Abu Thalib, tetapi juga karena sampai saat itu, pamannya belum juga membuka hatinya kepada Islam. Rasulullah menggenggam tangan pamannya dengan lembut. Inilah Abu Thalib yang dulu mengajaknya berdagang ke Syam karena tidak tega berpisah dengannya. Inilah pamannya yang dulu merawatnya penuh kasih sayang, bahkan mencintainya melebihi kecintaan kepada anak-anaknya sendiri. Inilah Abu Thalib yang membuka jalan pertemuannya dengan Khadijah dan mendorongnya menjadi pemimpin kafilah dagang Khadijah. Inilah Abu Thalib yang selalu menjadi pelindungnya sejak dirinya menjadi yatim sampai menjadi utusan Allah. Abu Thalib membuka matanya yang sayu dan memandang Rasulullah, "Demi Allah, wahai anak saudaraku, aku tidak melihatmu menawarkan sesuatu yang berat kepada para pemuka kaummu." Sejenak timbul harapan Rasulullah akan keislaman pamannya itu, "Wahai pamanku, ucapkanlah satu kalimat maka dengan kalimat tersebut engkau berhak mendapat syafaatku pada Hari Kiamat." Akan tetapi, Abu Thalib tetap enggan menerima ajakan tersebut. Kemudian wafatlah ia. Kini, hilang sudah seorang pelindung Rasulullah. Mulai saat ini, Rasulullah harus menghadapi semuanya sendiri. Kata-Kata Terakhir Abu Thalib Ketika Rasulullah mengajak Abu Thalib mengucapkan syahadat pada saat-saat terakhirnya, Abu Thalib berkata, "Kalau saja aku tidak khawatir nasib keluargaku akan dianiaya setelah kepergianku dan kaum Quraisy bakal mengatakan, bahwa aku berucap karena gentar menghadapi sakaratul maut, aku tentu mengucapkannya. Kalau pun kuucapkan, itu sekadar menyenangkan hatimu." Khadijah Wafat Seusai penguburan Abu Thalib, Rasulullah kembali ke rumah dan menemukan Khadijah jatuh sakit. Rasulullah menggenggam tangan Khadijah yang kini terasa panas. Dari hari ke hari, wajah Khadijah semakin pucat dan gemetar, Rasulullah amat terharu. Pada saat-saat seperti ini, istrinya itu tetap berusaha menguatkan hatinya. Seolah-olah Khadijah tahu bahwa perjuangan suaminya masih sangat panjang dan berliku, sedangkan perjuangannya sendiri sudah mencapai titik akhir. Akhirnya saat perpisahan sepasang suami istri yang mulia itu pun tiba. Hanya beberapa hari setelah Abu Thalib meninggal, Khadijah pun wafat dengan tenang. Dalam beberapa hari saja, Rasulullah kehilangan dua orang yang sangat berarti dalam hidupnya, paman yang mengasuh dan melindunginya serta istri yang setia mendampingi dalam menempuh semua suka dan duka, terutama setelah beliau diangkat menjadi Rasul selama sepuluh tahun terakhir kehidupan mereka. Masa-masa duka ini dikenal dengan nama 'Amul Huzni (tahun kesedihan). Saat itu, seolah-olah semua kegembiraan di hati Rasulullah pudar. Indahnya kehidupan seolah-olah ikut terkubur bersama jasad dua orang kesayangan itu. Rasulullah tertunduk di samping pusara Khadijah. Air mata beliau mengalir tanpa tertahan. Beliau ingat, betapa besar penderitaan pamannya dan kesengsaraan yang dipikul istrinya saat mereka bertindak melindungi beliau. Rasanya, hidup Khadijah lebih banyak dilalui dengan menanggung begitu berat beban perjuangan dibanding menikmati manisnya kehidupan. Keluarga dan sahabat merasakan betul kesedihan Rasulullah. Sekuat tenaga, mereka berusaha menghibur Rasulullah. Inilah saat-saat ketika para pengikut, yang biasanya dihibur dan dikuatkan hatinya oleh Rasulullah, berganti menghibur dan menguatkan hati Rasulullah. Sungguh pada saat yang mengharukan, tetap ada keindahan yang tampak dalam persaudaraan mereka. Bersambung Bagian-1 klik di sini. Bagian-48 klik di sini. Bagian-50 klik di sini. |
ISLAM
Cari artikel? Gunakan Search Box di pojok kanan atas halaman ini. Kebenaran Quran dan Ajaran IslamMenyampaikan bukti-bukti kebenaran Quran dan ajaran Islam melalui tulisan dan pengakuan ahli ilmu pengetahuan dunia yang diambil dari berbagai sumber.
Archives
February 2023
Categories
All
|