Sahabat-sahabat Rasul yang sakit
Aisyah رضي الله عنهما mengisahkan saat Rasulullah sampai di Madinah, Madinah kala itu merupakan bumi Allah yang paling potensial untuk wabah penyakit demam. Dampaknya banyak sahabat Rasulullah yang terjangkit sakit demam. Allah menjaga Rasulullah ﷺ sehingga beliau tidak terjangkit wabah demam. Abu bakar, Amir bin Fuhairah, dan Bilal tinggal satu rumah. Mereka semua terjangkit wabah demam. Lalu Aisyah menjenguk mereka. Peristiwa ini terjadi saat hijab belum diwajibkan. Mereka bertiga diserang demam tinggi yang hanya Allah saja yang tahu. Aisyah mendekat kepada Abu Bakar dan bertanya, "Bagaimana kabar ayahanda?" Abu bakar menjawab: Semua manusia disambut ria oleh keluarganya di pagi hari. Sementara maut lebih dekat padanya daripada tali sandalnya sendiri. Aisyah berkata, "Demi Allah, ayah tidak sadar akan apa yang ia katakan." Aisyah mendekat kepada Amir bin Fuhairah, dan bertanya, "Bagaimana kabarmu wahai Amir?" Amir Bin Fuhairah menjawab: Telah aku jumpai kematian sebelum mencicipinya. Sesungguhnya kematian datang pada para pengecut dari atasnya. Setiap orang itu berjuang dengan kekuatannya. Sebagaimana sapi jantan menjaga kulitnya dengan tanduknya. Aisyah berkata, "Demi Allah, Amir tidak menyadari apa yang dikatakannya." Adapun Bilal, bila demam menyerangnya, ia berbaring di emperan rumah, dengan mengangkat suaranya sambil berkata: Wahai, bisakah aku kembali bermalam di Fakh (tempat di luar Mekah), Sementara di sekitarku terdapat Idzkhir (nama pohon beraroma wangi) dan Jalil (nama tumbuh-tumbuhan), Mampukah suatu saat aku berada di mata air Majannah? Adakah Gunung Syamah dan Gunung Thafil terlihat olehku? Aisyah lalu menceritakan apa yang ia dengar kepada Rasulullah. Doa untuk Para Sahabat Aisyah ra berkata kepada Rasulullah, "Mereka bertiga bicara asal-asalan dan tidak sadar dengan apa yang mereka ucapkan akibat serangan demam tinggi." Rasulullah SAW berdoa, "Ya Allah, jadikanlah kami mencintai Madinah sebagaimana telah Engkau jadikan kami mencintai Mekah, atau kokohkanlah rasa cinta kami kepada Madinah. Berilah kami keberkahan di dalam mud, dan sha' Madinah (yakni makanannya). Alihkan serangan wabahnya ke Mahyaa'h." Mahyaa'h adalah Al-Juhfah. Akibat serangan demam ini banyak sahabat yang mengerjakan shalat dengan cara duduk. Rasulullah SAW keluar menemui mereka yang kala itu menunaikan shalat dengan cara duduk dan berkata, "Ketahuilah wahai sahabat-sahabatku bahwa shalat orang yang duduk itu pahalanya setengah shalat orang yang berdiri." Maka para sahabat berupaya untuk berdiri sekuat mungkin walaupun mereka demikian lemah dan sedang sakit dengan harapan mendapatkan pahala. Penanggalan Hijrah Rasulullah sampai di Madinah pada hari senin 12 Rabiul Awwal. Pada saat waktu Dhuha berakhir, saat matahari tidak begitu panas. Rasulullah sampai di Madinah saat usia beliau 53 tahun, 13 tahun setelah beliau diutus menjadi Nabi dan Rasul. Rasulullah tinggal di Madinah pada akhir Rabiul Awwal, Rabiul Akhir, Jumadil Ula, Jumadil Akhir, Rajab, Sya'ban, Ramadhan, Syawal, Dzul Qa'dah, dan Dzul Hijjah. Pada bulan-bulan inilah dan bulan Muharram tahun berikutnya Rasulullah tidak berperang melawan kaum musyrikin. Pada bulan Shafar, tepat setahun setelah kedatangan Rasulullah ke Madinah, beliau keluar untuk berperang dan berjihad untuk melawan musuhnya sesuai yang Allah perintahkan, serta memerangi orang-orang musyrik. Rasulullah menunjuk Sa'ad Bin Ubadah sebagai penggantinya di Madinah selama beliau berada di medan jihad. Diijinkan Berperang Dalam situasi genting yang dapat mengancam eksistensi kaum muslimin di Madinah di mana kaum Quraisy tidak sadar dari kesesatannya dan sama sekali tidak mau menghentikan kejahatannya, Allah mengizinkan kaum muslim untuk berperang. Allah berfirman, أُذِنَ لِلَّذِينَ يُقَاتَلُونَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا ۚ وَإِنَّ اللَّهَ عَلَىٰ نَصْرِهِمْ لَقَدِيرٌ Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu, Surah Al-Hajj (22:39) Ayat tersebut turun dalam rangkaian ayat yang menunjukkan kepada mereka bahwa izin tersebut hanyalah untuk menyingkirkan kebatilan dan menegakkan syiar-syiar Allah. الَّذِينَ إِنْ مَكَّنَّاهُمْ فِي الْأَرْضِ أَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ وَأَمَرُوا بِالْمَعْرُوفِ وَنَهَوْا عَنِ الْمُنْكَرِ ۗ وَلِلَّهِ عَاقِبَةُ الْأُمُورِ (yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sholat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma´ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan. Surah Al-Hajj (22:41) Pendapat yang benar dan tidak ada pilihan lain bahwa izin tersebut diturunkan di Madinah, setelah hijrah tidak di Mekah. Sikap bijak harus diambil untuk menghadapi kondisi saat itu di mana sumber utamanya adalah kekuatan dan kesewenang-wenangan kaum Quraisy. Kaum muslimin harus membentangkan kekuasaan mereka pada jalur perdagangan dari Mekkah ke Syam. Dalam hal ini Rasulullah ﷺ menempuh dua langkah yaitu: Pertama mengadakan perjanjian persekutuan atau perjanjian untuk tidak melakukan permusuhan dengan kabilah-kabilah yang berdekatan dengan jalur perdagangan itu. Di samping itu mengadakan perjanjian persekutuan atau tidak mengadakan permusuhan dengan kabilah Juhairah, sebelum melakukan kegiatan militer. Kedua melakukan ekspedisi-ekspedisi secara bergantian ke jalur tersebut Bersambung
0 Comments
Tulisan berikut ini diambil dari salah satu ceramah Ustad Ihsan Tanjung. Informasi yang penting untuk diwaspadai oleh umat Islam, bahkan oleh seluruh umat manusia dewasa ini.
Kita sudah bahas bahwa kita sekarang berada di babak ke 4, fase ke 4, perode ke 4, perjalanan sejarah umat Islam yang disebut dengan Era Mulkan Jabariyan, Era Para Penguasa Yg Memaksakan Kehendak Mereka. Dan era ini baru berjalan 100 tahun Islam, yaitu sejak tahun 1342 H. Dalam kalender Masehi itu sejak 3 Maret 1924 M atau sekarang 97 tahun (Masehi). Kita berada di babak ke 4 pakai hitungan kalender Masehi. Nanti 2024 baru persis 100 tahun kalau pakai hitungan kalender Masehi. Babak ke 4 ini merupakan babak paling kelam dalam sejarah umat Islam. Makanya dalam skema ini garis putus-putus ini berada di bawah garis merah. Garis merah ini adalah batas kapan umat Islam sedang berjaya dan kapan umat Islam sedang terpuruk. Nah, kita waktu masih di babak pertama, babak ke dua, babak ke tiga, kita merupakan umat yang berjaya. Dan itu berjayanya lama sekali. 1432 tahun sejak peristiwa hijrah. Kita berjaya, kita memimpin umat manusia. Namun sunnatullah, sunnatut tadawul terjadi, Allah cabut kepemimpinan dunia dari tangan umat Islam, dan Allah serahkan kepada kaum kafir Barat, Yahudi dan Nasrani. Dan sudah barang tentu semenjak mereka yang memimpin dunia ini, tidak mungkin mereka melanjutkan sistem iman tauhid, karena mereka beriman tidak, bertauhid juga tidak. Lalu yang mereka perkenalkan sistem apa? Sistem kafir syirik. Mau tidak mau. Mana mungkin orang kafir memimpin tapi memakai sistem iman, kan gak mungkin. Mustahil itu. Sebagaimana mustahilnya, ketika orang beriman yang memimpin dengan kepemimpinan yang benar yang menegakkan sistem iman tauhid, dia akan membiarkan ada sistem kafir yang tetap tegak. Tidak mungkin. Makanya logika dasarnya sederhana. Kalau ada orang mengaku beriman, memimpin sebuah keadaan dimana sistem kafir tetap tegak, ini kepemimpinan yang perlu dipertanyakan. Nah, jadi saudaraku rohimakumullah, mereka Al Yahud wan Nashara dalam memimpin kita di babak ke 4 ini, ternyata semakin hari semakin berusaha mengkonsolidasi kekuatan mereka sehingga sistem yang mereka kembangkan ini, lebih layak disebut sebagai sistem Dajjal. Sistem yang dibangun untuk menggelar karpet merah penyambutan Al Masih Al Dajjal. Sang juru selamat palsu. Otomatis nilai-nilai yang berkembang di dunia sekarang ini, adalah nilai-nilai yang gelap. Nilai-nilai kesyirikan, kesombongan, kekufuran, kemunafikan, kefasikan, kezoliman, kemaksiatan, kemungkaran dan seterusnya. Sesuai dengan hadis nabi yang mengatakan: “Bersegeralah kalian beramal, sebelum datangnya era penuh fitnah, seperti sepotong malam yang gelap gulita”. Itulah era kita sekarang ini. Era dimana-mana kita temukan fitnah, dengan aneka ragam bentuknya, sementara makin hari makin gelap dunia ini karena dikepung oleh nilai-nilai yang gelap. Yang jelas, ada satu sunnatullah yang juga harus kita yakini. Apa itu? Ketika Allah menilai bahwa peradaban telah melampaui batas kezolimannya, maka Allah yang Maha Pemberi Balasan pasti akan menimpakan azab yang pedih yang skalanya sesuai dengan skala kezoliman itu. Kalau kezolimannya skalanya lokal, azabnya azab lokal. Kalau skalanya skala regional, azabnya azab regional. Kalau skalanya global, azabnya global juga. Dan perlu kita ketahui, bahwa sistem kafir syirik yang sekarang berkembang ini, semakin hari semakin menunjukkan keasliannya. Seperti contoh: kita sekarang ini mungkin tidak menyadari, bahwa pengkondisian kita untuk benar-benar menyaksikan tegaknya New World Order, Tatanan Dunia Baru, itu sudah semakin jelas. Sudah makin kelihatan. Tidak tahu anda mengikuti atau tidak, tapi saya sarankan untuk coba mengikuti sekalipun sumber-sumbernya kebanyakan bukan berbahasa Indonesia, tapi berbahasa Inggris. Sudah mulai banyak pakar di Barat yang memberikan sinyal peringatan bahwa para pemimpin-pemimpin kelas dunia ini merancang sebuah skenario yang namanya The Great Reset. Anda tahu reset? Kalau HP anda sudah mulai susah mengirim pesan, mulai terasa berat, anda harus reset atau merestart. Ini mereka, para pemimpin dunia sekarang ini, termasuk orang-orang kaya dunia sekarang ini, mereka itu melontarkan sebuah ide namanya The Great Reset. Maksudnya dunia ini harus melakukan reset besar-besaran. Dan ini dikaitkan dengan apa? Dikaitkan dengan covid. Seperti kita ketahui efek dari menyebarnya covid ini, apalagi semenjak WHO mengumumkan ini sebuah pandemic, maka pemerintahan berbagai negara memberlakukan lock down. Lockdown itu otomatis mempengaruhi ekonomi. Makanya gagasan The Great Reset ini yang pertama kali melontarkan siapa? Yang pertama kali melontarkan adalah ketua sebuah badan dunia yang namanya World Economic Forum. Forum Ekonomi Dunia. Mereka orang-orang pintar dan orang-orang berpengaruh, banyak pimpinan-pimpinan negara, banyak taipan-taipan kelas dunia, berkumpul di situ, terus mereka membicarakan: ini bahaya, nih. Dengan covid ini, lockdown maka banyak ketimpangan ekonomi terjadi, resesi ekonomi terjadi, maka kita kelihatannya harus menggagas sebuah ide solutif, mereka akhirnya menggagas yang namanya The Great Reset. The Great Reset ini ke mana arahnya? Arahnya adalah pembentukan One Global Government. Sebuah pemerintahan global tunggal. Tapi tidak berhenti di situ. Ada kata sifatnya di situ. Sifatnya apa? Totalitarian. One Global Totalitarian Government. Sebuah pemerintahan totaliter tunggal. Totaliter itu sama dengan otoritarian atau otoriter. Jadi sebuah pemerintahan tunggal dunia yang punya watak memaksakan kehendak. Slogan yang diangkat diantaranya berbunyi: YOU WILL OWN NOTHING, BUT YOU WILL BE HAPPY. Anda tidak akan memiliki apa-apa, tetapi anda akan hidup bahagia. Slogan seperti ini adalah slogan yang sangat cocok dengan faham, ideologi komunis. Kalau di negara komunis itu, orang gak punya private property. Tidak punya kepemilikan pribadi. Semua milik negara. Tetapi hidupnya senang karena apa? Karena semua keperluannya dipenuhi oleh negara. Dunia mau diarahkan ke sana sehingga yang ada semua sekarang mulai mengalami, dibikinlah aturan begini, aturan begitu, dengan kalimat keren bernama protokol, itu adalah latihan. Anda dilatih untuk tunduk pada satu pemerintahan tunggal dunia itu. Itu sebabnya sekarang seragam di mana-mana. Solusinya: 3M. Itu jangan anda pikir hanya berlaku di Indonesia. Tidak. 3M ini berlaku di mana-mana. Orang kena covid karena 3M tidak dipatuhi. Orang tidka kena covid karena 3M dipatuhi. Kita harus paham bahwa kalau ini berjalan terus begini, berarti mereka bisa memaksakan kehendak mereka untuk melakukan hal-hal yang dalihnya kebaikan masyarakat luas. Tetapi ujung akhirnya adalah kepentingan dari yang berkuasa. Oleh karena itu saya katakan, ketika Allah menilai bahwa peradaban ini sudah melampaui batas, maka Allah Al Muntaqim, Yang Maha Pemberi Balasan, pasti akan menimpakan azab pedih yang skalanya sesuai dengan skala kezolimannya. Kalau skala kezolimannya kelas dunia, azabnya juga kelas dunia. Pelan tapi pasti, kita semua menuju titik tersebut. Itu sebabnya saya peringatkan diri saya dan kita semua, marilah kita benar-benar menjadi hamba-hamba Allah yang semakin hari semakin tawakkal kepada Allah. Semakin bergantung kepada Allah Swt. Karena jujur, apa yang kita alami ke depan ini akan semakin berat. Saya ambil contoh saja tadi di perjalanan, yang menjemput bertanya, ustad bagaimana caranya kita mensikapi vaksin. Jadi sekarang ini kan masih ada pro kontra. Termasuk yang wilayahnya akan diberlakukan divaksin kena Rp 300.000, tidak divaksin kena penalty Rp 5.000.000. Itu kan di wilayah tertentu seperti itu. Tidak di semua wilayah. Tetapi pelan namun pasti, ini akan menjadi sesuatu yang disebut dengan mandatory vaccine. Vaksin itu akan menjadi wajib untuk seluruh penduduk planet bumi ini. Kecuali siapa? Kecuali mereka yang membuat aturannya. Atau mereka tampil juga kelihatan di suntik, tapi suntikannya suntikan yang punya kemampuan semaunya. Ada kan videonya yang nyuntik tapi gak nyuntik atau nyuntik tapi belok suntikannya. Atau isinya vitamin C. Dalam dunia science disebut dengan placebo. Jadi, tidak ada isinya. Isinya cuma cairan biasa saja. Barangkali NaCl atau garam. Ini semua adalah sesuatu yang kita tidak boleh tutup kemungkinannya akan terjadi. Kalau tidak bisa dikatakan justru memang akan mengarah ke sana. Merindukan Mekah
Dapatkah kita bayangkan perasaan kaum Muhajirin yang terusir paksa dari Mekah, tanah kelahiran mereka sendiri. Rasa rindu akan Mekah semakin lama semakin besar. Banyak sekali hal yang membuat kaum Muhajirin merasa demikian sebab Mekah bukan sekedar tempat lahir, melainkan juga merupakan kota yang luar biasa. Di Mekah terdapat Ka'bah, rumah Allah yang dibangun oleh Nabi Ibrahim, tempat para penduduk dan bahkan seluruh orang Arab berziarah. Kewajiban berziarah ke Ka'bah sudah begitu mendarah daging dalam diri orang Arab, baik itu Muslim maupun bukan. Kewajiban suci itu tidak bisa dilepaskan begitu saja, meski orang Quraisy pasti akan mencegah kedatangan setiap Muslim. Selain itu, di Mekah masih tertinggal keluarga yang mereka cintai walaupun masih dalam kehidupan syirik karena menyembah berhala. Keluarga inilah yang sudah sangat ingin mereka ajak ke dalam kehidupan Islam. Di Mekah pula masih tertinggal harta benda dan barang perdagangan yang disita Quraisy tatkala mereka berhijrah. Rasa rindu kaum Muhajirin pada Mekah semakin besar karena mereka telah keluar dari kota itu akibat tindakan keras Quraisy. Bukan menjadi adat orang-orang Mekah untuk menyerah terhadap ketidakadilan tanpa melakukan pembalasan. Bahkan Rasulullah sendiri tidak kuasa melupakan Mekah. Di Mekah sana terkubur jasad Khadijah, kekasih yang sangat beliau cintai. Tidak ada negeri yang lebih beliau sayangi melebihi Mekah, tanah tumpah darah yang menimbulkan begitu banyak kenangan. Suatu hari, seorang lelaki datang berhijrah dari Mekah. Ia menemui Rasulullah dan Aisyah. "Bagaimana situasi Mekah saat kau tinggalkan?" tanya Aisyah. Laki-laki itu menggambarkan keadaan rumah-rumah, padang-padang tandus, jalan, pasar-pasar yang hiruk pikuk, serta bunga-bunga yang tumbuh di tepi jalan menuju perbukitan. Suaranya penuh pilu dan sedih. Kerinduan Rasulullah begitu memuncak sehingga kedua mata beliau berkaca-kaca penuh linangan air mata. "Cukuplah, jangan kau bangkitkan kerinduanku," demikian ucap Rasulullah. Namun, di tengah kerinduan dan beban berat mengurus umat, Rasulullah juga dibahagiakan dengan pernikahan putri bungsunya, Fathimah Az Zahra. Orang-orang Munafik Salah satu tokoh paling berpengaruh yang ada di Madinah adalah Abdullah bin Ubay bin Salul Al-Aufi, salah seorang dari Bani Al-Hubla. Sebelum dan sesudahnya orang-orang Al-Aus dan Al-Khazraj tidak pernah menjadikan Pemimpin lain selain Abdullah bin Ubay bin Salul, sampai akhirnya Islam datang. Selain itu di Al-Aus terdapat tokoh berpengaruh lainnya yg ditaati dan dihormati kaumnya yaitu Abu Amir Abdu Ann Bin Shaifi bin An Nu'man, beliau adalah orangtua dari sahabat Rasulullah ﷺ yang bernama Hanzhalar Al-Ghasil. Abu Amir Bin Shaifi biasa dipanggil sebagai Pendeta oleh kaumnya. Adapun Abdullah bin Ubay bin Salul kaumnya telah mempersiapkan mutiara sebagai mahkota untuk disematkan padanya dan menjadikan dia Raja mereka. Maka ketika kaumnya berpaling kepada Islam, dia menaruh dendam permusuhan kepada Rasulullah ﷺ dan menuduh Rasul telah mengambil mahkota kepemimpinannya. Tatkala kaumnya masuk Islam, Abdullah bin Ubay bin Salul ikut masuk Islam namun tetap menyimpan kemunafikan dan dendam kesumat. Sementara Abu Amir Bin Shaifi memilih tetap pada kekafirannya, ia pergi bersama belasan kaumnya ke Mekah dengan meninggalkan Islam dan Rasulullah ﷺ. Rasul bersabda "Janganlah kalian memanggil dia Rahib (Pendeta), tetapi panggilah dia Fasiq." Sebelum berangkat ke Mekah Abu Amir menemui Rasulullah dan bertanya, "Agama apa yang engkau bawa?" Rasulullah bersabda, "Aku datang dengan agama yang lurus (hanifiyah). Agama Ibrahim." Abu Amir berkata, "Aku juga menganut agama Ibrahim." Rasulullah bersabda, "Engkau tidak menganut agama Ibrahim." Abu Amir menjawab, "Betul, aku menganut agama Ibrahim!" "Wahai Muhammad, Engkau telah memasukkan hal-hal baru ke dalam agama yang lurus (hanifiyah) yang bukan merupakan bagian darinya." Rasulullah bersabda, "Aku tidak pernah melakukan itu semua. Aku datang dengan agama Ibrahim dalam keadaan putih suci." Abu Amir berkata, "Seorang pendusta akan Allah matikan dalam keadaan terusir, terasing, dan sendirian." Rasulullah bersabda, "Benar! Barangsiapa berdusta, Allah akan lakukan itu." Demikianlah yang dilakukan musuh Allah, Abu Amir, ia beranjak ke Mekah. Abdullah Bin Ubay Abdullah Bin Ubay Bin Salul tetap terhormat pada pandangan kaumnya. Hanya saja dia selalu ragu-ragu hingga ia dikalahkan Islam. Dan dia masuk Islam secara terpaksa. Suatu hari, Rasulullah ﷺ pergi menunggang keledai bersama Usamah bin Zaid bin Haritsah, di atas keledainya ada kain pelana yang di atasnya terdapat selimut asal Fadak yang diikat dengan serat palem. Rasulullah berjalan melewati Abdullah Bin Ubay Bin Salul yang sedang bernaung di bawah benteng kecil yang bernama Muzahim. Abdullah Bin Ubay Bin Salul sedang bersama beberapa orang dari kaumnya. Tatkala Rasulullah melihat Abdullah Bin Ubay Bin Salul, Beliau ﷺ merasa malu melewatinya dengan mengendarai keledai, maka Rasulullah turun dari keledainya, dan mengucapkan salam lalu duduk sejenak. Rasulullah membacakan Al Quran kepada Abdullah Bin Ubay Bin Salul, dan mengajaknya kepada agama Allah, mengingatkannya tentang Allah, memberi peringatan keras, memberi kabar gembira, dan ancaman padanya. Abdullah Bin Ubay Bin Salul diam seribu bahasa. Setelah Rasulullah selesai berbicara, Abdullah Bin Ubay Bin Salul berkata, "Wahai Muhammad sesungguhnya tidak ada orang yang lebih baik perkatannya dari perkataanmu. Apabila yang engkau katakan itu benar, duduk sajalah di rumahmu. Siapa pun yang datang menemuimu, bicaralah engkau kepadanya. Sedangkan orang yang tidak datang menemuimu, tidak usahlah engkau bersusah payah datang kepadanya dan mengatakan sesuatu yang orang itu tidak menyukainya." Abdullah bin Rawahah yang sedang berada bersama beberapa dari kaum Muslimin berkata, "Benar sekali, biarkan kami yang mengajaknya ke majelis-majelis, kampung dan rumah-rumah kami. Demi Allah, inilah suatu hal yang kami sukai, sesuatu yang dengannya Allah jadikan kami mulia. Dan Dia memberi petunjuk bagi kami padanya." Ketika Abdullah Bin Ubay Bin Salul mendengar kaumnya menentang pendapatnya, ia bersyair: "Kala tuanmu menjadi musuhmu. Kau akan senantiasa hina dan lawanmu akan menjatuhkanmu. Biasakah burung elang harus terbang tanpa sayapnya. Jika suatu hari bulunya dicabut, ia kan jatuh." Rasulullah beranjak dari tempat tersebut lalu pergi ke rumah Sa'ad Bin Ubadah. Ucapan Abdullah Bin Ubay Bin Salul masih terbersit di wajah Rasulullah. Sa'ad Bin Ubadah berkata, "Wahai Rasulullah, aku melihat sesuatu terbersit di wajahmu, apakah Engkau baru mendengar hal yang tidak engkau sukai?" Rasulullah bersabda, "Betul sekali." Sa'ad Bin Ubadah berkata, "Wahai Rasulullah, bersikap lemah lembutlah kepada Abdullah Bin Ubay Bin Salul. Demi Allah ketika engkau datang kepada kami, kami telah mempersiapkan mahkota yang akan kami berikan padanya sebagai pemimpin. Ia beranggapan Engkau telah merampas mahkota kepemimpinan itu darinya." Bersambung Mengalihkan Kiblat ke Ka'bah
Orang-orang Yahudi mendatangi Rasulullah dan berkata, "Muhammad, tentu sudah engkau ketahui bahwa semua nabi dan rasul sebelummu pergi ke Baitul Maqdis. Di sanalah sebetulnya tempat tinggal mereka. Jika engkau benar-benar seorang rasul, engkau pasti akan pergi ke sana, bukan ? Anggap saja Madinah ini sebagai perantara hijrah kamu dan umatmu dari Mekah ke Baitul Maqdis !" Namun, saat itu juga Rasulullah tahu bahwa mereka berusaha melakukan tipu daya kepada beliau. Apalagi saat itu kiblat shalat kaum Muslimin adalah Baitul Maqdis, bukan Ka'bah di Mekah. Namun, sekali lagi, pendapat orang-orang Yahudi tadi dipecahkan oleh firman Allah yang memerintahkan Rasulullah dan kaum Muslimin menghadap Ka'bah saat sedang shalat. Saat itu, genap tujuh belas bulan Rasulullah berhijrah ke Madinah. Allah berfirman, قَدْ نَرَىٰ تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ ۖ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا ۚ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۚ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ ۗ وَإِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ لَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّهِمْ ۗ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan. Surah Al-Baqarah (2:144) Kaum Muslimin menyambut gembira peralihan kiblat ini. Sementara itu, orang-orang Yahudi sangat menyesalkan keputusan ini. Sekali lagi, mereka berusaha melakukan tipu daya dengan mengatakan, "Kami akan menjadi pengikutmu Muhammad, apabila kamu berada kembali mengubah kiblat ke arah Baitul Maqdis !" Kembali firman Allah turun membalas kata-kata berbisa ini : سَيَقُولُ السُّفَهَاءُ مِنَ النَّاسِ مَا وَلَّاهُمْ عَنْ قِبْلَتِهِمُ الَّتِي كَانُوا عَلَيْهَا ۚ قُلْ لِلَّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ ۚ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ إِلَىٰ صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ Orang-orang yang kurang akalnya di antara manusia akan berkata: Apakah yang memalingkan mereka (umat Islam) dari kiblatnya (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka telah berkiblat kepadanya ? Katakanlah: Kepunyaan Allah-lah timur dan barat; Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus. Surah Al-Baqarah (2:142) وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا ۗ وَمَا جَعَلْنَا الْقِبْلَةَ الَّتِي كُنْتَ عَلَيْهَا إِلَّا لِنَعْلَمَ مَنْ يَتَّبِعُ الرَّسُولَ مِمَّنْ يَنْقَلِبُ عَلَىٰ عَقِبَيْهِ ۚ وَإِنْ كَانَتْ لَكَبِيرَةً إِلَّا عَلَى الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ ۗ وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُضِيعَ إِيمَانَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ بِالنَّاسِ لَرَءُوفٌ رَحِيمٌ Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia. Surah Al-Baqarah (2:143) Yahudi Mengejek Firman Allah Di tengah pertentangan yang seru antara kaum Muslimin dan Yahudi di Madinah, datanglah delegasi Nasrani dari Najran. Mereka mengendarai enam puluh buah kendaraan. Dengan pakaian dari Yaman yang indah, memakai cincin emas dan selendang sutera, orang-orang Nasrani itu langsung menuju ke masjid dan mengerjakan shalat dengan menghadap ke Timur. Beberapa sahabat hendak menegur, tetapi Rasulullah mengisyaratkan agar mereka dibiarkan. Setelah shalat, orang-orang Nasrani menghadap Rasulullah dan memberi hadiah berupa permadani indah yang bergambar dan beberapa buah tikar dari bulu. Rasulullah menolak permadani bergambar dan menerima tikar dari bulu. Sebenarnya, tujuan orang-orang Nasrani ini adalah untuk menambah keributan antara kaum Muslimin dan orang Yahudi sehingga orang-orang Nasrani dapat diuntungkan. Begitu bertemu Rasulullah, orang-orang Nasrani berusaha menjelaskan mengapa mereka menganggap Nabi Isa adalah anak Allah dan mengapa mereka menyembah tiga tuhan. Satu per satu alasan itu dipatahkan Rasulullah. Bahkan, Rasulullah berbalik mengajak mereka menyembah Allah Yang Maha Esa dan menjelaskan kerasulannya. Namun, walau sudah demikian jelas Rasulullah menyampaikan kebenaran, para pendeta Nasrani itu terus bersikeras mendustakan beliau. Mereka tetap mengatakan bahwa Nabi Isa adalah putra Allah dan Allah itu hanya salah satu dari tiga tuhan. Akhirnya, atas perintah Allah, Rasulullah mengajak mereka ber-mubahalah dengan bersabda, "Marilah, kami ajak anak-anak kami dan anak-anak kamu, wanita kami dan wanita kamu, diri-diri kami dan diri-diri kamu bersama sungguh-sungguh berdoa, lalu kita jadikan laknat Allah menimpa kepada siapa di antara kita yang berdusta." Orang-orang Nasrani itu hendak menerima, namun Al Aqib, penasihat tertinggi mereka berkata, "Sesungguhnya, Muhammad itu adalah nabi yang diutus dan kamu telah mengetahui itu dengan pasti. Tidak ada suatu kaum yang ber-mubahalah dengan seorang nabi kecuali ia pasti hancur binasa." Mendengar itu, orang-orang Nasrani memutuskan untuk menolak usul Rasulullah. Mereka memilih untuk kembali ke Najran dengan tetap memeluk agama mereka. Sepupu Orang Arab dan Yahudi (Ibrani) bisa dikatakan merupakan sepupu. Nenek moyang mereka adalah Nabi Ibrahim. Putra sulung Nabi Ibrahim, yaitu Nabi Ismail ditempatkan di Mekah dan menjadi leluhur orang Arab. Sementara itu, putra Nabi Ibrahim yang lain, yaitu Nabi Ishaq, menurunkan bangsa Yahudi. Bersambung Orang-orang Yahudi Mengejek Rasulullah
Suatu saat, Rasulullah berdakwah kepada orang Yahudi. Saat itu, beliau diiringi oleh beberapa orang sahabat. Setelah Rasulullah berseru dengan panjang lebar, orang-orang Yahudi menyangkal dan tidak mempercayai beliau. Maka dari itu, para sahabat maju dan berkata, "Hai kaum Yahudi, hendaklah kamu sekalian takut kepada Allah! Demi Allah, sesungguhnya beliau adalah utusan Allah. Kamu dulu pernah menyebut-nyebut nama beliau kepada kami dan kamu dulu pernah juga menerangkan sifat-sifat beliau ini kepada kami, tetapi mengapa sekarang kamu ingkar?" Saat itu, seorang Yahudi bernama Wahab bin Yahudi menyahut, "Kami sekali-kali belum pernah berkata begitu kepada kamu. Dan Allah tidak akan menurunkan kitab lagi sesudah kitab Taurat dan tidak pula akan membangkitkan seorang utusan dan nabi lagi sesudah nabi Musa. Perkataanmu seluruhnya bohong! Begitu juga dengan seluruh perbuatan kamu, dan sahabatmu yang mengaku rasul itu?" Seketika itu juga, Allah menurunkan wahyu kepada Rasulullah yang berbunyi: يَا أَهْلَ الْكِتَابِ قَدْ جَاءَكُمْ رَسُولُنَا يُبَيِّنُ لَكُمْ عَلَىٰ فَتْرَةٍ مِنَ الرُّسُلِ أَنْ تَقُولُوا مَا جَاءَنَا مِنْ بَشِيرٍ وَلَا نَذِيرٍ ۖ فَقَدْ جَاءَكُمْ بَشِيرٌ وَنَذِيرٌ ۗ وَاللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ Hai Ahli Kitab, sesungguhnya telah datang kepada kamu Rasul Kami, menjelaskan (syari´at Kami) kepadamu ketika terputus (pengiriman) rasul-rasul agar kamu tidak mengatakan: Tidak ada datang kepada kami baik seorang pembawa berita gembira maupun seorang pemberi peringatan. Sesungguhnya telah datang kepadamu pembawa berita gembira dan pemberi peringatan. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Surah Al-Ma'idah (5:19) Masih sangat banyak ejekan dan bantahan orang Yahudi terhadap dakwah Rasulullah beserta para sahabatnya. Orang Yahudi mengatakan bahwa Allah itu fakir, sedangkan mereka kaya. Ada yang meminta agar Allah menurunkan Al Qur'an dalam bentuk catatan dari langit dan minta agar Allah memancarkan beberapa sungai di tanah Arab untuk orang Yahudi. Dengan mengejek dan menghina, mereka menyangka bisa merendahkan Islam dan utusan-Nya. Mereka bahkan berharap kepercayaan kaum Muslimin kepada Rasulullah dan firman Allah bisa digoyahkan. Namun, Rasulullah dan para pengikutnya tetap tegar. Kedengkian orang-orang Yahudi tidak berhenti sampai di situ. Mereka bahkan berani melakukan perbuatan yang sangat berbahaya bagi kaum Muslimin. Merasa Lebih Tinggi Keangkuhan orang Yahudi berasal dari kepercayaan mereka kepada Allah menjadikan mereka bangsa pilihan, bangsa yang lebih tinggi dari semua bangsa lain. Sikap ini membuat orang Yahudi sangat sulit menyatu dengan masyarakat di setiap negeri yang mereka tinggali. Yahudi Menghasut Syas bin Qais adalah salah satu pemimpin Yahudi yang paling keras memusuhi Rasulullah. Suatu hari, ia melewati tempat berkumpul kaum Muslimin. Hatinya panas melihat para pemuda Anshar dari suku Aus dan Khazraj duduk bersama dalam persaudaraan yang erat. Padahal, dahulu kedua suku itu bermusuhan. Syas bin Qais berkata kepada kawan-kawannya, "Orang-orang Bani Qaila (Aus dan Khazraj) sudah bersatu. Demi Allah, kita tidak berarti apa-apa kalau para pemuka Aus dan Khazraj telah terikat persatuan." Kemudian Syas mengirim seorang pemuda Yahudi yang berkawan karib dengan para pemuda Anshar. Dengan halus dan licik, pemuda Yahudi itu menyinggung-nyinggung kembali Perang Buath yang dahsyat di masa saat itu, pihak Aus dapat mengalahkan Khazraj. Ternyata, hal itu memang membangkitkan ingatan masa lampau yang pahit. Para pemuda Anshar dan Aus dan Khazraj lalu bersitegang, saling membanggakan diri, dan hanyut dalam pertengkaran. "Demi Allah! Kalau kamu mau, mari kita hidupkan kembali peperangan hebat itu!" sahut salah satu pihak berteriak marah. "Marilah kita lakukan! Marilah kita lakukan! Perjanjian kamu di Adh Dhahirah! Senjata! Senjata!" sahut yang lain panas. Dengan cepat peristiwa itu sampai ke telinga Rasulullah. Segera saja beliau pergi menemui kedua kelompok itu bersama beberapa orang sahabat. "Wahai kaum Muslimin! ALLAH! ALLAH!" demikian seru beliau. "Apakah kamu menyerukan kembali ke masa jahiliah sedang saya masih ada di hadapan kamu? Setelah Allah memberi petunjuk Islam kepadamu? Dan setelah Allah memuliakan kamu dengan Agama ini? Dan Ia telah memutuskan dari kamu urusan-urusan jahiliah? Dan Ia telah menyelamatkan kamu dari kekafiran? Dan Ia telah mempersatukan dan menjinakkan hati-hati kamu dengan Islam?" Rasulullah mengingatkan mereka bahwa Islam telah mempersatukan dan membuat mereka benar-benar bersaudara, membuat semua saling mencintai. Lalu, luruhlah segala kemarahan. Di depan Rasulullah, mereka berpelukan sambil menangis. Semuanya lalu beristighfar dan memohon semoga kiranya Allah mengampuni mereka. Wujud Ukhuwah Ukhuwah adalah persaudaraan. Salah satu wujudnya dalam Islam adalah mengucapkan salam kepada sesama Muslim, menengok yang sakit, menghibur orang yang tertimpa musibah, bersama menolak kejahatan, berbagi kegembiraan, memaafkan orang yang bersalah, dan menghentikan gosip tentang tetangga, entah gosip itu baik atau buruk. Bersambung Orang Yahudi Khawatir
Mereka yang tidak suka itu adalah orang-orang Yahudi. Padahal, suasana damai di Madinah sejak Rasulullah ﷺ datang sangatlah menguntungkan perdagangan kaum Yahudi. Namun, orang-orang Yahudi tidak rela melihat kaum Muslimin bertambah sejahtera dan Islam semakin menguat. Dakwah Islam sulit sekali menembus kalangan Yahudi karena kaum Yahudi tidak mengakui adanya seorang nabi yang bukan dari bangsa mereka. Itulah ajaran mereka. Begitu pun, seandainya saja para pemimpin Yahudi sudah menghalangi dakwah Rasulullah ﷺ, tentu banyak umat mereka yang memeluk Islam. Di antara segelintir yang berislam itu adalah seorang rabbi (pendeta Yahudi) yang bernama Abdullah bin Salam. Setelah memeluk Islam, Abdullah bin Salam pun mengajak keluarganya untuk turut serta. Usahanya berhasil. Seluruh keluarga Abdullah bin Salam bersama-sama memeluk Islam. Namun, Abdullah bin Salam masih merahasiakan keislamannya kepada teman-teman Yahudinya. “Ya Rasulullah, saya khawatir kaumku akan menghinaku dan merendahkan aku jika mereka tahu aku masuk Islam,” demikian kata Abdullah kepada Rasulullah ﷺ, “sudikah kiranya Anda menanyakan tentang saya kepada kaum saya.” Rasulullah ﷺۢ pun mengabulkan permintaan itu. Beliau menanyakan kepada orang Yahudi mengenai pendapat mereka tentang Abdullah bin Salam. Ternyata orang-orang Yahudi berkata yang baik-baik tentang Abdullah bin Salam. “Dia pemimpin kami, pendeta kami, dan cendekiawan kami.” Mendengar hal itu, Abdullah bin Salam pun keluar menemui kaumnya dan berkata, “Aku telah memeluk Islam. Kalau kalian menganggapku sebagai pemimpin, pendeta, dan cendekiawan, kalian bisa memercayaiku bahwa sungguh agama yang dibawa Rasulullah adalah agama yang benar.” Namun, apa yang terjadi? Wajah orang-orang Yahudi pucat kehilangan darah karena begitu terkejut. Sesaat, tidak seorang pun yang bicara. Kemudian, bukannya berpikir jernih, mereka menanggapi Abdullah bin Salam dengan marah, “Kamu pasti sudah dihinggapi kegilaan dengan meninggalkan agama kita.” Setelah itu, kata-kata kotor dan tidak baik mulai mereka lontarkan. Abdullah bin Salam dicaci dengan berbagai fitnah dan diumpat dengan kata-kata yang amat kasar. Demikianlah, sejak saat itu, kaum Yahudi mulai bersepakat untuk menghancurkan Islam. Orang Yahudi Kecewa Sebelum Rasulullah ﷺ diutus, orang-orang Yahudi sudah mengetahui dari Taurat bahwa dalam waktu dekat akan ada seorang nabi yang diangkat Allah ﷻ. Namun, mereka menduga bahwa nabi itu akan lahir dari kalangan Yahudi. Mereka suka membanggakan diri terhadap orang-orang Arab, “Sesungguhnya hampir datang seorang nabi yang akan segera dibangkitkan. Kami akan mengikutinya dan membantunya memerangi kalian, sebagaimana dulu kami memerangi kaum ‘Ad dan ‘Iram.” Namun, justru ketika nabi yang diharapkan itu datang, mereka malah ingkar, tidak mau percaya, dan mendustakan segala apa yang telah mereka katakan dan mereka ketahui sendiri. Para pendeta Yahudi mengejek dan menggunakan segala tipu daya untuk menghalangi seruan Rasulullah ﷺ. Beberapa ketua Yahudi mendatangi Rasulullah ﷺ dan bertanya congkak, “Hai Muhammad! Allah yang telah menciptakan segenap makhluk, lalu siapa yang menciptakan Allah?” Mendengar pertanyaan sekeji itu, wajah Rasulullah ﷺ berubah karena menahan marah. Seketika, turunlah Malaikat Jibril menenangkan Rasulullah ﷺ seraya menyampaikan firman Allah ﷻ yang pernah diturunkan di Mekah untuk menjawab, قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ Katakanlah: Dialah Allah, Yang Maha Esa. Surah Al-Ikhlas (112:1) اللَّهُ الصَّمَدُ Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Surah Al-Ikhlas (112:2) لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, Surah Al-Ikhlas (112:3) وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia. Surah Al-Ikhlas (112:4) Sesudah Rasulullah ﷺ membaca ayat tersebut, para ketua Yahudi terdiam dan saling mengejek, ia berkata, “Muhammad, coba engkau sifatkan kepada kami, bagaimana Allah itu. Berapa hasta tinggi-Nya, bagaimana lengan-Nya, bagaimana….” Sudah tentu Rasulullah ﷺ menjadi sangat marah, lebih marah daripada yang pertama. Namun, Jibril kembali turun memadamkan rasa marah Rasulullah ﷺ sambil menyampaikan firman Allah ﷻ untuk menjawab pertanyaan lancang itu, وَمَا قَدَرُوا اللَّهَ حَقَّ قَدْرِهِ وَالْأَرْضُ جَمِيعًا قَبْضَتُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَالسَّمَاوَاتُ مَطْوِيَّاتٌ بِيَمِينِهِ ۚ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَىٰ عَمَّا يُشْرِكُونَ Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya. Maha Suci Tuhan dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan. Surah Az-Zumar (39:67) Ajaran Yahudi tidak pernah menarik hati orang Arab karena orang Yahudi kurang mengajarkan nilai-nilai kesatriaan yang dijunjung tinggi orang Arab. Mereka juga sering menyembunyikan Taurat dan tidak mau mengajarkannya kepada orang lain. Bani Israil Dalam Al Qur’an, orang Yahudi disebut Bani Israil, artinya keturunan Israil. Israil adalah panggilan orang untuk Nabi Ya’qub. Nabi Ya’qub-lah yang menurunkan bangsa Yahudi. Bersambung Kesederhanaan Rasulullah
Kesederhanaan Rasulullah dalam berpakaian sama dengan kesederhanaan beliau dalam hal makanan. Suatu hari, ada seorang wanita memberikan sehelai pakaian kepada beliau. Kebetulan saat itu beliau memang memerlukan pakaian. Namun, kemudian datang seorang laki-laki yang meminta pakaian itu. Tanpa berpikir panjang lagi, Rasulullah pun memberikan pakaian itu. Pakaian beliau biasanya terdiri atas sebuah baju dalam dan baju luar yang terbuat dari wol, katun, atau sebangsa serat. Sesekali, beliau tidak menolak pakaian agak mewah yang dibuat dari tenunan Yaman jika ada acara yang menghendaki demikian. Alas kaki yang digunakan Rasulullah juga amat sederhana. Tidak pernah beliau menggunakan sepatu kecuali hadiah dari Najasy. Sungguh pun begitu, bukan berarti beliau menyiksa diri dengan semua kesederhanaan itu. Beliau hanya mengendalikan dan menjaga diri agar tidak berlebih-lebihan. Allah berfirman, وَظَلَّلْنَا عَلَيْكُمُ الْغَمَامَ وَأَنْزَلْنَا عَلَيْكُمُ الْمَنَّ وَالسَّلْوَىٰ ۖ كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ ۖ وَمَا ظَلَمُونَا وَلَٰكِنْ كَانُوا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ Dan Kami naungi kamu dengan awan, dan Kami turunkan kepadamu manna dan salwa. Makanlah dari makanan yang baik-baik yang telah Kami berikan kepadamu; dan tidaklah mereka menganiaya Kami; akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri. Surah Al-Baqarah (2:57) وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ ۖ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا ۖ وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ ۖ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ ۖ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. Surah Al-Qasas (28:77) Suatu ketika, Ali bin Abi Thalib bertanya tentang sunnah Rasulullah. Rasulullah pun menjawab, "Makrifat (mendekatkan diri kepada Allah) adalah modalku, akal pikiran adalah sumber agamaku, cinta adalah dasar hidupku, rindu adalah kendaraanku, berzikir kepada Allah adalah kawan dekatku, keteguhan adalah perbendaharaanku, duka adalah kawanku, ilmu adalah senjataku, ketabahan adalah pakaianku, kerelaan adalah sasaranku, fakir adalah kebanggaanku, menahan diri adalah pekerjaanku, keyakinan adalah makananku, kejujuran adalah perantaraku, ketaatan adalah ukuranku, berjihad adalah perangaiku, dan hiburanku adalah shalat." Rantai Emas Suatu ketika Rasulullah melihat Fathimah Az-Zahra, putrinya, sedang memakai rantai emas. Rasulullah bersabda, "Fathimah, gembirakah jika orang berkata, di tangan putri Rasulullah ada seikat rantai dari api neraka?" Fathimah kemudian menjual rantai itu dan uangnya digunakan untuk membebaskan seorang budak. Rasulullah pun berkata, "Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan Fathimah dari api neraka." Rasulullah Belajar Bertani Rasulullah tidak menempatkan dirinya sebagai seorang raja, meskipun banyak orang Anshar menginginkannnya. Seorang raja biasanya tinggal menikmati uang dan makanan. Tidak demikian dengan Rasulullah. Beliau mewajibkan bagi dirinya sendiri bekerja agar bisa makan. Beliau ikut belajar bertani, padahal saat itu usianya sudah di atas 53 tahun. Apalagi seperti kebanyakan orang Mekah, bertani adalah suatu pekerjaan baru yang masih asing bagi beliau. Rasulullah juga menganjurkan agar kaum pria meringankan beban pekerjaan kaum wanita. Demikian pula sebaliknya, beliau juga mempersilahkan kaum wanita yang tidak sedang sibuk dengan urusan rumah tangga, untuk turut membantu pria bekerja. Maka, banyaklah kaum wanita yang bekerja, termasuk mereka yang di Mekah dulu terbiasa hidup berkecukupan di balik dinding rumahnya. Asma binti Abu Bakar adalah contoh Muslimah yang bekerja dengan tangannya sendiri. Ia tidak peduli meski ayahnya adalah saudagar kaya yang sukses. Abu Bakar membawa seluruh kekayaannya saat berhijrah, tetapi beliau infakkan semuanya untuk memberikan santunan kepada mereka yang tidak mampu bekerja. Rasulullah segera menghimbau sahabat-sahabatnya yang mampu untuk mengikuti jejak Abu Bakar. Tidak pantas rasanya jika ada Muslim berpakaian mewah, sedangkan saudaranya keluar rumah dengan bajunya compang-camping. Malu rasanya jika ada Muslim kenyang memakan daging dan roti, sedangkan saudara-saudaranya hanya mampu memakan kurma basah. Kesejahteraan kaum Muslimin pun meningkat dengan pasti. Apalagi setelah Rasulullah meminta para saudagar kaya dari Muhajirin dan Anshar membeli tanah-tanah kosong untuk dijadikan lahan pertanian. Maka, sejumlah besar kaum Muhajirin pun mendapat lahan pekerjaan. Akibatnya, hasil panen meningkat dan membanjiri pasar-pasar Madinah. Dengan cepat kaum Muhajirin sudah tidak lagi menjadi beban saudara-saudara Anshar mereka. Namun, ada kalangan yang tidak menyukai perubahan ini. "Jika dibiarkan begini, orang-orang miskin itu akan meremehkan kita! Bayangkan, Muhammad mengajarkan bahwa dalam tiap harta orang kaya ada hak orang miskin! Enak betul mereka!" demikian kata salah seorang yang tidak suka itu. Bersambung Rasa Sayang Rasulullah
Rasulullah adalah orang yang paling penyayang. Apabila beliau tahu ada orang yang sedang menunggu, padahal beliau sedang shalat, beliau percepat shalat itu dan beliau tanya apa keperluannya. Sesudah beliau memenuhi keperluan orang tadi, beliau lanjutkan kembali ibadahnya. Dalam rumah tangga, Rasulullah ikut memikul beban keluarga. Beliau ikut mencari pakaian, menambal baju yang berlubang, serta memerah susu kambing. Beliau juga membetulkan sendiri sepatunya yang rusak. Beliau penuhi sendiri semua keperluan beliau, mulai mengambil minum sampai mengurus unta. Beliau duduk dan makan bersama dengan para pembantu dan mengurus keperluan orang yang lemah, menderita, dan miskin. Apalagi melihat ada orang yang membutuhkan sesuatu, beliau dan keluarganya mengalah, sekali pun beliau saat itu juga dalam kekurangan. Tidak ada sesuatu yang disimpan untuk esok, bahkan kelak ketika beliau wafat. Baju besi beliau sedang tergadai di tangan seorang Yahudi karena beliau memerlukan uang untuk belanja keluarga. Beliau sangat baik hati, mudah tersenyum, dan selalu memenuhi janji. Suatu ketika ada delegasi dari Raja Najasyi dari Habasyah datang berkunjung. Beliau sendiri yang melayani mereka. Para sahabat datang menegur, "Wahai Rasulullah, sudah cukuplah, bukankah ada orang lain untuk mengerjakannya?" "Mereka sangat menghormati sahabat-sahabat kita ketika berhijrah ke tempat mereka," jawab Rasulullah. "Saya ingin membalas sendiri kebaikan mereka." Begitu setianya beliau sehingga selalu ada yang menyebut nama Khadijah, kenangan indah muncul bagai pelangi menghiasi hati beliau. Suatu ketika, ada seorang wanita datang. Beliau menyambutnya begitu gembira dan beliau tanyai wanita itu baik-baik. Ketika wanita itu sudah pergi, beliau berkata, "Ketika masih ada Khadijah, ia suka mengunjungi kami. Mengingat hubungan baik masa lampau adalah termasuk iman." Begitu halus perasaan Rasulullah, begitu lembut hatinya, sampai beliau biarkan cucunya bermain-main dengannya ketika beliau sedang shalat. Bahkan beliau shalat dengan membawa Umamah, cucu beliau dari Zainab. Umamah beliau taruh di atas bahu. Saat beliau sujud, beliau letakkan Umamah, jika beliau berdiri, Umamah ditaruh lagi keatas bahunya. Rasulullah Menyayangi Binatang Kebaikan dan kasih sayang Rasulullah tidak terbatas kepada sesama manusia saja, tetapi juga kepada binatang. Suatu ketika, beliau pernah bangun dan membukakan pintu untuk seekor kucing yang sedang berlindung di tempat itu. Beliau juga pernah merawat seekor ayam jantan yang sedang sakit-sakitan. Rasulullah juga mengelus-elus seekor kuda penuh rasa sayang dengan lengan baju beliau. Suatu ketika, dilihatnya Aisyah menaiki seekor unta. Aisyah merasa sukar mengendalikan unta yang agak bandel itu sehingga Aisyah menarik-narik tali kekang dengan tidak sabar. Kemudian, Rasulullah mendekat dan menegur lembut, "Hendaknya engkau berlaku lemah lembut, ya Aisyah." Meskipun demikian, kasih sayang, kelembutan, dan rasa persaudaraan yang Rasulullah ajarkan bukan berarti menunjukkan kelemahan. Rasa kasih sayang dan kelembutan selalu harus bersama sikap yang adil. Rasulullah mengajarkan bahwa tanpa keadilan, persaudaraan sejati tidak mungkin ada. Sabda beliau, "Barang siapa menyerang kamu, seranglah dengan seimbang, seperti mereka menyerang kamu." Pada saat lain, Rasulullah juga berkata, "Hukum qishas (membalas perbuatan dengan seimbang, misalnya pembunuh yang terbukti bersalah harus dibalas dibunuh pula) berarti kelangsungan hidup bagi kamu, hai orang-orang yang mengerti." Jadi, kasih sayang yang diajarkan Rasulullah juga mengandung unsur kekuatan. Oleh sebab itu, seorang Muslim bisa bersikap lemah lembut sekaligus tegas jika memang diperlukan. Jika seseorang tidak dapat bersikap tegas, ia akan menjadi bulan-bulanan orang-orang berhati jahat. Rasulullah mengajarkan bahwa jiwa seorang Muslim harus kuat, tidak mengenal kata menyerah kecuali kepada Allah. Seorang Muslim yang taat kepada Allah tidak merasa lemah apabila menghadapi rintangan. Menangkap Burung untuk Permainan Dalam hadist riwayat Nasa'i dan Ibnu Hibban, Rasulullah bersabda, "Barang siapa menangkap seekor burung hanya untuk bermain-main, kelak pada hari kiamat, burung itu akan mengadu kepada Allah, "Wahai Tuhanku, orang itu telah membunuh aku untuk mainan belaka, tidak untuk mengambil manfaat dariku." Keseharian Rasulullah Rasulullah mengajarkan kepada kita bahwa, tidak boleh ada rasa takut dalam hati seorang Muslim, kecuali jika ia melakukan perbuatan maksiat dan dosa. Jiwa itu tidak akan menjadi kuat jika berada dalam kekuasaan orang lain. Karena itulah, Rasulullah mengajak para sahabatnya berhijrah ke Madinah. Jiwa akan jadi lemah jika sudah dikuasai oleh hawa nafsu. Nafsu akan harta, kendaraan, pakaian, makanan, dan banyak lagi. Jika seseorang sudah mencintai harta dunia seperti itu, kekuatan rohaninya melemah dan tidak lagi mampu berjuang, beribadah, serta berbakti layaknya seorang Muslim sejati. Rasulullah adalah contoh yang sangat ideal dalam mengendalikan hawa nafsu. Jiwa Rasulullah sudah begitu kuat sehingga tidak begitu peduli jika segala yang dimilikinya akan habis akibat beliau sangat suka memberi kepada orang lain. Sampai-sampai, ada orang yang berkata, "Dalam memberi, Rasulullah seperti sudah tidak takut kekurangan." Rasulullah mengajarkan agar kitalah yang menguasai kehidupan dunia, bukan kehidupan dunia yang menguasai kita. Beliau tidak menganjurkan kita agar hidup miskin, tetapi hidup sederhana dan tidak berlebihan. Alas tidur Rasulullah bukanlah kasur yang empuk, melainkan hanya terdiri atas kulit yang dilapisi serat. Tidak pernah beliau makan sampai kenyang. Beliau selalu menyudahi makannya sebelum kenyang. Tidak pernah Rasulullah makan roti dari tepung gandum dua hari berturut-turut. Sebagian besar makanan beliau adalah bubur. Pada hari lain, Rasul makan kurma. Jarang sekali beliau dan keluarganya dapat makan roti sop (roti yang dibasahi kuah kaldu dan daging). Bahkan sering sekali beliau harus menahan lapar. Beliau pernah mengganjal perutnya dengan batu yang dikaitkan dengan ikat pinggangnya agar rasa laparnya tertahan. Namun, bukan berarti Rasulullah berpantang makan makanan enak. Beliau dikenal suka sekali makan kaki kambing muda, labu, madu, dan manisan walupun amat jarang beliau dapatkan. Begitulah cara Rasulullah mengendalikan diri terhadap makanan. Bersambung Menikah dengan Aisyah
Suasana damai dan tentram menyelimuti Kota Madinah. Pada saat itulah Rasulullah yang sudah menikahi Aisyah binti Abu Bakar di Mekah, merayakan pernikahan beliau tersebut. Ketika itu, Aisyah sudah menjelang remaja. Beliau adalah seorang gadis yang lemah lembut dengan air muka yang manis dan sangat disukai banyak orang karena pandai bergaul. Pernikahan ini membuat persahabatan Rasulullah dengan Abu Bakar Ash Shiddiq semakin erat. Setelah menikah, Aisyah berpindah dari rumah ayahnya ke rumah Rasulullah di samping masjid. Tidak terkira rasa bahagia Aisyah. Ia melihat pada diri Rasulullah ada sesuatu yang lain dibandingkan kebanyakan orang. "Rasulullah adalah suami sekaligus ayahku," demikian pikir Aisyah dalam hati. "Beliau adalah suami yang penuh cinta kasih tapi juga tidak berkeberatan ikut bermain-main bersamaku. Subhanallah, beliau benar-benar manusia yang luar biasa. Aku benar-benar mencintainya setulus hatiku untuk selamanya, dari dunia sampai akhirat kelak." Setelah menikah dengan Aisyah yang cerdas dan periang, beban pikiran Rasulullah terkurangi. Mengurus umat satu kota penuh memerlukan konsentrasi yang amat tinggi hingga menyebabkan rasa lelah yang luar biasa. Namun, jika beliau pulang ke rumah dan bertemu Aisyah, segala lelah dan beban berat terasa hilang. Canda, senyum, dan bakti Aisyah menumbuhkan rasa riang dan semangat baru dalam hati Rasulullah. Tidak terkira besarnya kasih sayang Rasulullah kepada Aisyah. Suasana hati Rasulullah yang tenteram mengimbas luas kepada penduduk Madinah. Mereka merasakan kehidupan bersama Rasulullah jauh lebih baik daripada kehidupan mereka dahulu. Mungkin saat ini sebagian orang justru dalam keadaan lebih miskin dari dahulu. Akan tetapi, ketenangan dan kebahagiaan hidup bersama Islam jauh lebih mahal daripada apa pun, tidak akan terbeli oleh seberapa besar pun harta yang dapat dikumpulkan. Maka dari itu, kaum Muslimin pun melaksanakan tugas-tugas agama dengan penuh semangat. Mereka mulai menunaikan zakat dan mengerjakan shaum. Sedikit demi sedikit, ajaran Islam mulai menemukan kekuatannya. Ummu Abdillah Untuk menghibur Aisyah dari kesedihan karena tidak memiliki putra dan agar istri tercintanya itu merasa diperhatikan dan disayang, Rasulullah mengizinkan Aisyah mengangkat putra saudarinya, Asma binti Abu Bakar. Keponakan Aisyah itu bernama Abdillah sehingga Aisyah dikenal orang dengan panggilan Ummu Abdillah. Akhlaq dan Budi Pekerti Rasulullah Rasulullah mengajarkan bahwa kehidupan dalam Islam itu dilandasi oleh rasa persaudaraan. Beliau bahkan mengatakan bahwa tidak sempurna iman seseorang sebelum ia mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri. Seseorang bertanya kepada Rasulullah, "Perbuatan apakah yang baik dalam Islam?" Beliau menjawab, "Sudi memberi makan dan memberi salam kepada orang yang engkau kenal dan yang tidak engkau kenal." Rasulullah menjadikan dirinya teladan tertinggi bagi setiap Muslim. Beliau amat rendah hati dan tidak mau diagung-agungkan walaupun beliau adalah manusia terbaik. Beliau bersabda, "Jangan memujaku seperti orang-orang Nasrani yang memuja anak Maryam. Aku adalah hamba Allah. Sebut saja aku hamba Allah dan utusan-Nya." Pernah suatu ketika, beliau mengunjungi para sahabat yang sedang berkumpul. Serempak mereka berdiri menyambutnya seperti layaknya orang lain menyambut orang yang mereka hormati. Namun, Rasulullah tidak menyukai hal itu. Beliau bersabda, "Jangan kamu berdiri seperti orang-orang asing yang mau saling diagungkan." Setiap kali mengunjungi para sahabatnya, Rasulullah tidak pernah memilih-milih tempat duduk. Beliau duduk begitu saja di mana pun ada tempat luang. Ia bergurau dengan para sahabat, bergaul erat dengan mereka, diajaknya mereka berbincang-bincang. Jika para sahabat kebetulan disertai anak-anak mereka, Rasulullah mengajak anak-anak itu bermain-main. Kemudian, didudukkannya anak-anak itu dipangkuan beliau. Rasulullah tidak pernah menolak undangan. Beliau selalu datang apabila diundang, baik oleh orang merdeka, budak sahaya, maupun orang miskin. Dikunjunginya orang yang sakit walaupun letaknya jauh di ujung kota. Orang yang datang minta maaf selalu beliau maafkan. Beliau selalu yang memulai memberi salam kepada orang yang dijumpai. Beliau pasti selalu yang lebih dulu mengulurkan tangan menjabat sahabat-sahabatnya. Tidak akan pernah lagi kita menjumpai seorang pemimpin yang begitu lembut dan begitu menyayangi rakyatnya, pemimpin yang hidup sederhana seperti kebanyakan rakyatnya, pemimpin yang mampu memberi nasihat dan teladan, pemimpin yang selalu siap memberi dan mendapat tempat di lubuk hati terdalam setiap orang yang mengenalnya. لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ "Sungguh telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaan yang kamu alami, (dia) sangat menginginkan (keimanan dan keislaman) bagimu, penyantun dan penyayang terhadap orang-orang yang beriman." Surah At-Taubah (9:128) Shalat Rasulullah Shalat Rasulullah adalah shalat yang paling indah dibanding semua sahabatnya. Beliau melakukan shalat seakan sedang berjumpa dengan orang yang paling ia sayangi sehingga sulit rasanya untuk berpisah. Shalat beliau seakan-akan merupakan suatu pertemuan terakhir dengan orang yang dicintainya. Shalat beliau begitu khusyuk, seolah-olah beliau sedang bercakap-cakap dan memandang Allah. Bersambung Bertani dan Berdagang
Pada awal kehidupan mereka di Madinah, kaum Muhajirin benar-benar mengalami masa yang sulit. Sampai suatu hari, pernah paman Rasulullah, Hamzah bin Abdul Muthalib, datang kepada beliau dengan perut lapar sambil bertanya kalau-kalau Rasulullah punya sesuatu untuk dimakan. Berdagang adalah salah satu pekerjaan yang banyak dikuasai kaum Muhajirin. Abdurrahman bi Auf yang sudah dipersaudarakan Rasulullah dengan Sa'ad bin Rabi pernah ditawari Sa'ad separuh hartanya. Namun, Abdurrahman menolak pemberian itu. Ia hanya minta ditunjukkan jalan ke pasar. Di sana, mulailah Abdurrahman berdagang mentega dan keju. Dalam waktu tidak terlalu lama, berkat kepandaiannya berdagang, Abdurrahman bin Auf berhasil meraih kekayaannya kembali. Dapat pula ia menikahi dan memberikan mas kawin kepada seorang Muslimah dari Madinah. Sesudah itu, Abdurrahman bin Auf pun memiliki kafilah-kafilah yang pulang dan pergi membawa barang perdagangan. Selain Abdurrahman, banyak pula kaum Muhajirin yang melakukan pekerjaan serupa. Begitu pandainya penduduk Mekah berdagang sampai orang mengatakan bahwa dengan perdagangan, orang Mekah dapat mengubah pasir menjadi emas. Sementara itu, kaum Muhajirin yang lain, seperti Abu Dzar, Umar, dan Ali bin Abu Thalib memilih pekerjaan sebagai petani. Keluarga-keluarga mereka terjun menggarap tanah milik orang-orang Anshar bersama pemiliknya. Selain mereka, ada pula kaum Muhajirin yang tetap mengalami kesulitan hidup. Sungguh pun begitu, mereka tidak mau menjadi beban orang lain. Mereka membanting tulang melakukan pekerjaan apa pun yang halal. Ada lagi segolongan orang Arab yang datang ke Madinah dan menyatakan masuk Islam. Namun, keadaan mereka amat miskin dan serba kekurangan sampai ada yang tidak mempunyai tempat tinggal. Rasulullah menyediakan tempat tinggal untuk mereka di selasar masjid yang di sebut shuffah. Mereka yang tinggal di tempat itu di sebut ahli Shuffah. Belanja mereka diberikan oleh kaum Muslimin yang berkecukupan, baik dari kaum Muhajirin maupun dari kaum Anshar. Di Madinah kaum Muslimin sudah mengerjakan shalat lima waktu. Namun, dengan jumlah yang semakin banyak, sulitlah semua orang tahu bahwa waktu shalat telah tiba. Riwayat Adzan "Kita gunakan saja bendera, ya Rasulullah," usul seorang sahabat. "Bendera tidak membangunkan orang tidur, gunakan saja terompet," usul yang lain. "Terompet mungkin terlalu keras, bagaimana dengan lonceng?" tambah sesorang. "Mungkin tidak perlu semua itu, cukuplah menyuruh seseorang berseru, 'Ash Shalah!" usul sahabat yang lain. Rasulullah pun menyetujui usul terakhir ini. Lalu beliau bersabda, "Ya Bilal, bangunlah dan panggillah orang dengan 'Ash Shalah!" Maka, apabila waktu shalat tiba, Bilal pun berseru-seru, "Ash shalatu jami'ah! Shalatlah berjamaah! Shalatlah berjamaah!" Sampai suatu malam, Abdullah bin Zaid yang berada dalam keadaan setengah tertidur melihat seorang laki-laki membawa genta. Abdullah ingin membelinya untuk memanggil shalat. Orang itu berkata, "Akan kutunjukkan yang lebih baik daripada itu. Berserulah Allahu Akbar! Allahu Akbar! Asyhadu allaa ilaaha illallah! Asyhadu allaa ilaaha illallah! Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah! Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah! Hayya 'alasshalah! Hayya 'alasshalah! Hayya 'alal falah! Hayya 'alal falah! Allahu Akbar! Allahu Akbar! Laa ilaaha illallah!" Kemudian, orang tersebut berdiri ke tempat yang agak jauh dan mengajarkan bacaan iqamat. Keesokan harinya, Abdullah bin Zaid mengabarkan mimpinya kepada Rasulullah. Dengan wajah berseri, Rasulullah bersabda, "Itu mimpi yang benar, Insya Allah. Pergilah engkau menemui Bilal karena Bilal itu suaranya lebih tinggi dan lebih panjang. Ajarkanlah Bilal segala apa yang diucapkan orang dalam mimpimu itu. Hendaklah Bilal memanggil orang shalat dengan cara demikian itu!" Bilal pun kemudian mengumandangkan adzan dan iqamat seperti yang diajarkan Abdullah bin Zaid kepadanya. Mendengar Bilal, Umar bin Khattab datang tergopoh-gopoh menemui Rasulullah sambil berkata, "Ya Rasulullah! Demi Zat yang telah mengutus engkau dengan benar, sungguh semalam saya telah bermimpi bertemu seseorang dan berseru sebagaimana yang diucapkan Bilal." Rasulullah pun bersabda, "Segala puji bagi Allah, demikian itulah yang lebih tetap." Seorang Laki-Laki Penduduk Syurga Semakin lama, Bilal semakin dekat di hati Rasulullah, yang kemudian menyatakan Bilal sebagai seorang laki-laki penduduk surga. Akan tetapi, sikap Bilal tidak berubah. Ia tetap seorang yang mulia, besar hati, dan selalu memandang dirinya tidak lebih dari seorang Habasyah yang pernah menjadi budak belian. Perjanjian dengan Kaum Yahudi Sejak dari dulu Madinah bukan hanya dihuni oleh orang-orang Arab saja, melainkan juga kaum Yahudi. Ada tiga keluarga besar Yahudi yang menetap di Madinah. Bani Quraizhah, Bani Nadhir, dan Bani Qainuqa. Orang-orang Arab yang tinggal di Madinah dari suku Aus dan suku Khazraj pernah saling bermusuhan selama puluhan tahun. Setiap suku dipengaruhi oleh orang-orang Yahudi. Namun, ketika Islam datang mempersaudarakan mereka, lenyaplah rasa permusuhan itu untuk selamanya. Sejak saat itu, kaum Yahudi kehilangan pengaruh mereka atas orang Arab di Madinah. Semakin hari, semakin gemilang dan majulah kaum Muslimin. Hal itu tidak diterima dengan rela oleh kaum Yahudi. Mereka pun mendirikan persatuan sendiri untuk menghalangi kemajuan Islam. Melihat gelagat tidak baik ini, Rasulullah pun mengirimkan surat perjanjian kepada orang Yahudi. Isinya kurang lebih sebagai berikut :
Pada bagian akhir perjanjian disepakati bahwa apabila timbul perselisihan antara kedua belah pihak, Rasulullah akan menjadi hakimnya. Demikian dalam perjanjian ini tercantum kebebasan beragama, keselamatan harta benda, dan kebebasan mengutarakan pendapat. Kota Madinah dan sekitarnya menjadi tempat yang terhormat bagi seluruh penduduk karena penghuninya saling menghormati dan saling membela. Perjanjian ini menunjukkan bahwa Rasulullah adalah pemimpin yang sangat cerdas. Perjanjian ini belum pernah dilakukan oleh rasul-rasul terdahulu. Suka Menipu dan Berkhianat Perjanjian antara kaum Muslimin dan Yahudi ini kemudian dirusak oleh tabiat kaum Yahudi yang suka menipu dan berkhianat. Makanya kaum Yahudi tidak senang dengan isi perjanjian yang telah disepakati tersebut, lalu mereka melanggarnya dengan berbagai penipuan dan pengkhianatan. Bersambung |
ISLAM
Cari artikel? Gunakan Search Box di pojok kanan atas halaman ini. Kebenaran Quran dan Ajaran IslamMenyampaikan bukti-bukti kebenaran Quran dan ajaran Islam melalui tulisan dan pengakuan ahli ilmu pengetahuan dunia yang diambil dari berbagai sumber.
Archives
April 2024
Categories
All
|