Sejak dulu musuh-musuh Islam sangat tidak suka terhadap muslim yang taat menjalankan ibadahnya sesuai tuntunan Al Qur'an dan sunnah Rasulullah SAW. Semakin taat mereka, semakin dalam kebenciannya. Itu pulalah yang oleh penjajah kolonial selalu menjadi momok. Secara halus mereka melarang Al Qur'an untuk diterjemahkan. Hal ini diamini oleh beberapa ulama-ulama kala itu. Tidak lain agar tidak memunculkan generasi yang mereka sebut sebagai teroris, pemberontak sehingga mereka bebas menjalankan praktek-praktek kolonialismenya. Sekarangpun cara-cara yang sama secara terstruktur dan sistematis di seluruh dunia termasuk di Indonesia. Labelisasi Islam teroris, Islam radikal, Islam garis keras tak lain adalah untuk menghambat dan menindas munculnya generasi-generasi Islam mujahid. Generasi Islam yang mempersembahkan hidup dan matinya semata-mata untuk mencari ridha Allah. Mereka tidak meninggalkan kehidupan duniawinya, tetapi mereka mencari rejeki di dunia semata-mata dalam rangka mengharapkan ridha Allah. Mereka tidak ragu sedikitpun untuk berkorban baik harta, keluarga, maupun jiwanya. Ini tentu saja sangat menakutkan bagi mereka yang terlanjur mengalami Islamophobia. Anda bisa bayangkan seorang yang fobi terhadap tikus bisa lari menjerit-jerit melihat tikus yang sedang santai menikmati roti. Begitulah para Islamophobia saat ini melihat generasi mujahid Islam ini. Maka dari itu tak perlulah kita ikut memisah-misahkan seperti maunya musuh2 Islam itu dengan ikut-ikut mengatakan memang ada Islam garis keras, Islam radikal, Islam teroris. Ibarat sebuah pohon maka apa yang dikatakan mereka sebagai Islam garis keras adalah akar dan pohonnya. Selebihnya yang menjadi ranting, daun, bunga dan buah adalah Islam juga yang juga tetap patuh dan selalu menjadikan Al Qur'an dan sunnah Rasulullah. Mereka ini tunduk pada arahan mereka yang saat ini dituduh sebagai Islam garis keras itu. Mereka adalah Islam. Andaikan ada yang harus dipisahkan juga, maka itulah mereka "Islam" tak bergaris yang pada hakikatnya mereka telah keluar dari ajaran Islam yang murni. Mereka tidak lagi menjadikan Al Qur'an dan Sunnah Rasulullah sebagai pegangan utama dalam hidupnya karena beranggapan tafsir dan ajarannya sudah banyak diselewengkan oleh nafsu manusia. Mereka ibarat ranting, daun, bunga dan buah yang berguguran terlepas dari pohonnya. Silahkan cap mereka sebagai teroris tapi mereka bukan Islam teroris atau Islam radikal atau Islam garis keras. Mereka tak pantas diakui sebagai Islam. Wallahu'alam. Semoga Allah senantiasa memberikan petunjuk Nya kepada kita semua menghadapi berbagai fitnah dari musuh-musuh Allah. Aamiin. www.HelfiaNet.com
0 Comments
Tausyiah KH Hasyim Muzadi dalam acara peringatan Maulid Nabi di Istana Negara 2016. Tema dari penyelenggara adalah "Meneladani integritas karakter Rasulullah sebagai insan kamil dalam membangun karakter bangsa". Namun oleh KH Hayim Muzadi di sederhanakan menjadi "Baldatun Thoyyibatun wa Robbun Ghafuur". Berikut ceramah beliau. Ternyata tidak semua dari kita mampu secara maksimal meneladani Rasullullah SAW. Bahkan banyak juga orang Islam tetapi kurang meneladani Rasulullah SAW. Ini disebabkan untuk meneladani Rasulullah SAW diperlukan suasana batin yang memungkinkan dia meneladani Rasulullah SAW. Maka di dalam ayat Nya: "Laqod kaanalakum fii rasulillahi uswatun hasanah.. limaan kaana yarjullah wal yaumal aakhiir wa zakarallahu katsiira". Suasana batin haruslah suasana yang selalu mengharapkan ridha Allah Swt. Orang-orang yang merasa mampu hidup sendiri, mampu lahir sendiri, mampu mengurusi urusannya sendiri, mampu memberesi kematiannya sendiri, adalah orang-orang yang merasa tidak memerlukan Allah maka tentu menjadi kendala untuk uswatun hasanah dari Rasulullah SAW. Yang kedua bahwa dia haruslah sadar bahwa hidup di sini tapi menuju kepada akhirat. Akhirat adalah daerah pertanggungjawaban. Seluruh hidup kita harus dipertanggungjawabkan pada seluruh aspek-aspeknya. Apakah itu keilmuan, harta benda, status, peluang, maka harus dipertanggungjawabkan. Pada saat dia merasa akan bertanggungjawab maka akan memudahkan dia meneladani Rasulullah SAW. Yang ketiga dia ingat kepada Allah banyak-banyak. Ada satu ketika Imam Al Ghazali ra ditanya oleh santrinya kalau orang zikir banyak apa saya tidak harus kerja? Apa saya tidak ke ladang? Apa saya tidak ke kantor? Zikir terus. Imam Al Ghazali menjawab: semua pekerjaan yang berangkatnya dari Allah dan sadar bahwa itu kewajiban, maka itu adalah zikir pada bidangnya masing-masing. Oleh karenanya maka yang diperlukan bukan bentuk dari pada zikir tapi esensi dari pada zikir itu. Bisa dengan lisan, bisa dengan pikiran ketika pikiran kita menuju ke sana, bisa dengan kerja keras karena itu memang kewajiban, bisa dengan berbagai macam bentuk: perdagangan, ekonomi, penegakan hukum dsb. Sepanjang dia benar, dia sedang berzikir kepada Allah Swt. Untuk memberikan gambaran terhadap ajara agama Rasulullah SAW dalam waktu yang singkat ini karena judulnya panjang-panjang oleh penyelenggara: "Meneladani integritas karakter Rasulullah SAW sebagai insan kamil dalam membangun karakter bangsa". Mungkin unutk kiyai ini terlalu muluk. Padahal itu maunya "Baldatun Thoyyibatun wa Robbun Ghafuur". Iya inilah bedanya kiayai dengan intelektual. Kalau kiayi itu suka menyampaikan sesuatu yang sulit dengan cara yang mudah, maka kalau intelektual itu suka menyampaikan sesuatu yang mudah dengan cara yang sulit-sulit. Ada tiga episode yang bisa kita jadikan patokan gambaran keteladanan Rasulullah SAW. 1) Turunnya wahyu di Gua Hira, 2) Isra' dan Mi'raj yang melengkapi ibadah kita kepada Allah Swt, 3) Hijrah Rasulullah SAW yang menggeser dan melengkapi hablum minallah menjadi tembus sampai hablum minan naas baik dalam masalah-masalah tata nilai kemasyarakatan maupun tata nilai kenegaraan yang disusun sendiri oleh Nabi Besar Muhammad Rasulullah SAW. Baiklah kita mulai yang pertama. Surat yang pertama "Iqra' bismi robbikallazii khalaq. Khalaqal insaana min 'alaq. Iqra' wa robbukal akramullazii 'allamal bil qalam. 'Allamal insaana maa lam ya' lam". Berisi dua hal, 1) Keimanan, 2) Keilmuan. Allah adalah satu dan selain Allah bukanlah Tuhan, dia mahluk Allah. Selain Allah adalah alam. Tidak ada unsur ketuhanan di dalam alam dan tidak ada unsur alam dalam Zat Tuhan. Ini tidak boleh meleset di dalam hati dan pikiran ummat Muhammad Rasulullah SAW. Pergaulan kita dengan yang lain tentu itu adalah kewajiban kita hidup bermasyarakat. Tetapi "Laa haula wa laa quwwata illaa billaah" jangan bergeser dari hati kita masing-masing. Yang kedua. Posisi manusia kepada Allah dijelaskan secara jelas, langsung diperintahkan untuk mencari ilmu dengan kata-kata "iqra'". Padahal Rasulullah SAW tidak bisa membaca. Tapi wahyu yang pertama justru disuruh membaca. Rasulullah SAW tidak bisa membaca mempunyai hikmah besar. Jangan disamakan dengan kita. Dengan tidak bisanya membaca, Rasulullah SAW berarti apa yang keluar dari Rasulullah SAW orisinil. Bukan karena referensi dari manapun tetapi dari Allah Swt. Jadi tidak ada duplikasi d dalam ajaran Rasulullah SAW. Kalau kita tidak bisa membaca dan menulis memang bodoh ada di mana-mana. Oleh karenanya khususiyati Rasulullah SAW jangan disamakan dengan keadaan kita. Yang menarik adalah bahwa perintah membaca tidak dijelaskan membaca apa dan tidak dijelaskan dengan apa kita membaca. Di dalam kaidah-kaidah ilmu ushul fikih kalau ada perintah tapi tidak dijelaskan perintahnya apa maka berarti diperintah secara umum. "Iqra'.. bacalah... ya sudah baca saja!". Nah di dalam kompilasi berbagai macam tafsir-tafsir yang mu'tabar atau otentik ada beberapa hal yang harus dibaca oleh manusia. Pertama. Membaca ajaran Allah, ayat-ayat Allah. Kedua. Membaca bukti-bukti kebenaran ajaran itu. Karena bukti itu ada di mana-mana. Hanya kita saja yang tidak melihat karena penglihatan mata kita tidak dibersamai dengan mata batin kita. "wa fil ardhi aayatulil muuquniin wa fil anfusikum afalaa tatafakkaruun". Dunia ini penuh dengan bukti-bukti kebenaran ajaran bahkan di dalam dirimu sendiri. Masak kamu tidak melihatnya. "Masihkan kamu ingkar kepada Allah padahal kamu asalnya mati, yakni ketika berada di kandungan sebelum 4 bulan? Habis itu dihidupkan oleh Allah. Jadi ruh dengan jasad itu datangnya lebih belakangan ruh. Kemudian hidup... dimatikan lagi.. dihidupkan lagi.. dikembalikan kepada Allah Swt. Orang yang yakin mati ... dia akan mati. Orang yang berani mati .. akan mati... Bahkan orang yang takut mati dia mati duluan daripada yang berani mati. Tentara-tentara kita itu semua teken mati tetapi kok tidak mati-mati ya... masih pensiun..ini..itu.. sementara yang takut mati... mati duluan. Saya masih ingat seorang hakim yang memutuskan hukuman mati untuk seorang terdakwa ternyata hakim itu lebih dulu mati dari pada yang dihukumnya. Berarti proses ini bukan kita... nafas itu bukan proses kita... aliran darah bukan proses kita.. Bacalah itu semua... Ayat-ayat dalam arti tanda bukti kebenaran ajaran. Yang kedua baca ayat-ayat alam. Karena Allah Swt memberikan ilmu kepada setiap bintik dari pada benda itu baik yang makro maupun yang mikro... tetapi harus dengan penyelidikan... setelah diselidiki jadilah ilmu... Ilmu semakin tinggi ternyata semakin sempit. Kalau kita masuk ke kedokteran umum S1 itu banyak, bisa menyuntik... balsem... segala macam... tetapi ketika sudah mau tinggi lagi.. dia harus spesialis... mata saja.. ada sajanya... karena untuk ilmu yang lain tidak muat kita... mungkin nanti tinggi lagi hanya tulang saja. Perhatikan betapa ilmu itu diletakkan pada setiap benda dan itu harus dibaca. Maka salah besar orang yang memisahkan ilmu agama dengan ilmu science dan teknologi.. karena dia bersumber dari kekuasaan Allah yang sama. Ilmu ini diberikan kepada seluruh manusia tanpa memandang agama sebagai bagian dari rahmaniyatullah... Orang Kristen yang sekolah dokter in shaa Allah bisa jadi dokter. Tapi orang NU tidak sekolah dokter tetap gak bisa jadi dokter. Jadi dukun sudah alhamdulillah. Jadi ini kompetitif bukan otoritatif. Siapapun yang mengambil ini bisa dapat. Tapi .. yang harus dilihat adalah iqra' itu tadi melakukan discovery dari seluruh science & technology harus dikaitkan dengan kekuasaan Allah. Karena yang diselidiki adalah benda-benda bikinan Allah. Tapi karena kesombongan, orang semakin pintar semakin menjauhi Allah. Orang yang ilmunya tambah tinggi tapi hidayahnya hilang, ilmu bisa diambil oper oleh nafsunya... maka dipakailah untuk tujuan kemungkaran. Kerusuhan-kerusuhan, kekacauan ternyata tidak dilakukan oleh orang bodoh, tapi dilakukan oleh orang pintar. Rusaknya hutan in shaa Allah bukan karena orang hutan tapi orang-orang yang berada di luar hutan itu dan pasti dia pintar. Maka yang namanya iqra' harus bismi robbika tapi kita yang suka zikir yang bismi robbika ini mengapa tidak iqra' ya? Sehingga dengan demikian ilmu dan teknologi diambil orang menjadi bagian dari serangan kepada ummat Muhammad Rasulullah SAW. Ada yang menarik yang ke tiga. Yang menjadi sasaran iqra'. Fenomena kejadian-kejadian sebenarnya di dalam Al Quran ada patokan dan rumusan-rumusannya. Kalau sesuatu begini akan jadi begini. Jadi selain sosiologi ada sosiometri di dalam Al Quran itu yang hampir pasti sebuah gejala akan menghasilkan apa.. .tapi untuk bisa membaca fenomena ini diperlukan Ulul Al baab... diperlukan orang yang hatinya bersih.. pikirannya juga bersih. Gabungan antara benar dan pintar ini yang akan menjadi manusia limpad.... thoyyibun wa robbun ghafuur.. orang-orang yang hatinya masih hidup, pikirannya juga hidup dalam kehalalan pemikiran. Dia akan diberi oleh Allah kelebihan untuk melihat sesuatu yang tidak tembus pandang. Di sinilah tempatnya orang-orang yang waskito. Dan ternyata kerusakan-kerusakan ini disebabkan karena ilmu yang tidak terkendali. Kita perlu orang pintar tapi kita juga perlu orang benar. Sayangnya untuk menuju pada pengertian fenomenologi ini diperlukan hati yang hidup dan hati yang hidup itu hanya mungkin dimiliki orang yang hidupnya halal... sah menuruh Allah Swt. Halal rezekinya, halal istri-istrinya. Kalau istrinya in shaa Allah halal.. Mungkin yang tersenyum berpengalaman pada bidangnya masing-masing. Halal hartanya, halal ilmunya, halal jabatannya, dan halal tindakannya maka dia akan diberikan karunia luar biasa. Dia bisa melihat, merasakan sesuatu. Mungkin yang sudah terjadi dan yang akan terjadi. Itu bisa kita capai sesuai dengan zikir kita kepada Allah Swt. Apa saja instrumen-instrumen manusiawi yang harus kita pakai di dalam membaca tiga hal tadi? Ternyata bukan hanya mata dan pancaindra. Pikiran kita harus dipakai membaca. Dalam Al Quran dikatakan: "afalaa tatafakkaruun"... apakah kamu tidak mikir?... "afalaa ttazakkaruun" ....apakah kamu tidak ingat fenomena sejarah, romantika sejarah, timbul tenggelamnya bangsa dsb itu ada patokan-patokannya... "afalaa ta'qiluun" ... apakah kamu tidak menggunakan akal? Yang paling menusuk hati kita adalah "afalaa tubshiruun".... apakah penglihatan mata dan bashirah mu tidak kamu pakai? Maka baik pancaindra, akal, rasa, nurani, ini secara simultan harus kita pakai. Pada saat ini semuanya hidup maka kita akan bisa meneladani Nabi Besar Muhammad Rasulullah SAW. Orang yang rasa itu mati dia tidak akan malu bertengkar di muka anak-anaknya sendiri, dsb. Maka pakailah seluruh instrumen yang diberikan oleh Allah yang sangat dahsyat pada manusia kita-kita ini untuk menuju baldatun thoyyibatun wa robbun ghafuur. Bagian yang kedua adalah peristiwa Isra' dan Mi'raj Nabi Besar Muhammad Rasulullah SAW yang melengkapi ibadah. Ibadah ini adalah alat dan metode pengembangan iman yang paling efektip. Tidak perlu iman didiskusikan ndaki-ndaki. Cukup shalat saja. Kualitas dan kuantitasnya ditinggikan maka seluruh instrumen itu pelan-pelan juga akan hidup dan dihidupkan oleh Allah Swt. Asal tidak terkendala dengan tindakan-tindakan kita di mana kehidupan kita adalah kehidupan yang haram. Yang ketiga peristiwa hijrah Nabi Besar Muhammad Rasulullah SAW. Peristiwa hijrah ini adalah melengkapi hablum minallah menjadi hablum minan naas. Di situ diatur perdagangan, hak milik, hak perorangan dan hak kolektif, bagaimana mengatur titik-titik ekonomi bagaimana bedanya ekonomi dan hukum, bagaimana mempertahankan budaya, seluruhnya ada pada periode Madinah. Ada dua aspek di situ: 1) Aspek kemasyarakatan, 2) Aspek sistem kenegaraan. Seringkali ibadah dan tauhid kita yang menumbuhkan hablum minallah menjadi kesalehan pribadi itu tidak tembus menjadi kesalehan sosial. Ini harus diakui kelemahan ummat Islam. Mungkin di seluruh dunia. Adanya pertarungan-pertarungan antar ummat Islam pasti karena iman dan tauhid tidak tembus kepada muamalah tata sosial itu. Kadang-kadang kita malu terhadap orang yang tidak menggunakan Islam tetapi dia lebih tertib dari kita. Memang saya pernah datang ke sebuah negara. Negara itu katakanlah bukan negara muslim. Banyak penduduknya makan babi. Tapi khusus untuk hak milik dan perlindungan konsumen itu sangat diperhatikan. Sehingga kalau ada koper ketinggalan di bandara tidak bakal hilang. Karena mengembalikan adalah biaya negara dan tidak mengembalikan adalah kriminalitas yang bisa ditangkap. Handphone kita ketinggalan di taksi pasti kembali. Saya kadang-kadang berpikir "ini negara non muslim. Barang yang hilang ketemu semua. Sementara di negara yang mayoritas Islam barang yang ada hilang semua". Ini yang menyebabkan Rasulullah SAW pada tahun kedua hijrah membuat sebuah aturan negeri Madinah. Namanya menarik. Bukan negara Islam tapi Piagam Madinah. Artinya konsensus penduduk Madinah. Jadi lebih mengedepankan demokrasi bottom-up daripada penindasan sekalipun itu oleh ideologi. Memang ketika itu hampir semua orang beragama Islam di Madinah. Tapi tidak semuanya. Ada yang Kristen, ada yang Yahudi, ada yang agama lokal. Kalau kita ya mungkin kejawen. Yang menarik adalah bahwa Piagam Madinah itu tidak disebut sebagai Daulah Islamiyah. Tapi disebut sebagai konsensus negeri Madinah yang memungkinkan dan dia diberi ruang siapapun untuk mengembangkan agama Rasulullah SAW tanpa harus mematikan orang yang beragama lain. Ini contoh oleh Rasulullah SAW sendiri, bukan oleh orang lain. Di sinilah perbedaannya Nabi Muhammad SAW dengan Muhammad-muhammad yang belakangan ini yang kadang-kadang otoriternya keluar sama sekali. Kiranya Rasulullah SAW sebagai rasul yang dilengkapi dengan mukjizat tentu juga diberitahu bagaimana kelanjutan dari pada dunia ini. Tidak mungkin semua dalam bentuk yang sama. Tapi yang penting tata nilai kebenaran itu bisa terus dijalankan sesuai dengan kapasitas yang dimiliki penduduk itu sendiri. Saya tidak hapal isinya karena di situ ada 47 pasal. Tapi yang saya ingat pasal yang pertama itu tentang ukhuwah bainal muslimin. Persaudaraan di kalangan ummat Islam. Kenapa tidak disebut ukhuwah islamiyah. Kenapa tidak disebut ukhuwah Islamiyah? Karena di dalam Islam, ukhuwah itu sudah dengan sendirinya. Yang ribut ini kan umat Islam. Bukan Islamnya. Islam sebagai konsep kehidupan dunia akhirat tidak mungkin dikalahkan dengan yang lain. Tetapi umatnya bisa kalah di mana-mana sesuai dengan tingkat keislaman dan penyerapan keislaman itu sendiri. Kalau beda-beda sedikit... ya, sudahlah gak apa-apa. Dulu NU sama Muhammadiyah ribut tentang qunut tapi alhamdulillah sekarang sudah tidak ada karena sudah pada gak sembahyang subuh jadi sudah kelewat. Ya.. selisih begitu-begitu itu ya sudahlah. Silahkan saja sebagai sebuah variasi pemikiran-pemikiran. Dulu kalau beda hari raya ribut. Padahal yang beda bukan hari rayanya... tanggalnya yang beda. Nah, tanggal yang beda itu karena ada yang harus melihat tanggal ada yang pokoknya konjungsi, jalan... masuk bulan yang baru. Nah untuk melihat perlua 2 derajat. Ini yang dilakukan umumnya oleh orang-orang NU cuman Muhammadiyah sudah konjungsi sudah.. akhirnya ribut terus. Satu ketika saya dipanggil oleh Bapak Menko Kesra ketika itu namanya Yusuf Kala. Saya dipanggil bersama-sama Pak Syafii Maarif. "Ini Muhammadiyah kok ribut terus?". Nadak bisa ya dicocokan ini hari rayanya? Ini urusannya soal derajat saja, kan? Lalau terus bagaimana kata saya, pak Menko. "Bagaimana kalau NU turun sedikit, Muhammadiyah naik". "Oooh kalau gitu 'cash & carry'". Jadi logika-logika bisnis ini masuk juga di dalam syariat. Menurut saya ya gak bisa ini. Yang ada adalah pemahaman bahwa itu bagian dari kemungkinan perbedaan-perbedaan. Baru kalu perbedaannya itu sangat berat harus didiskusikan. Kalau dia keluar dari Islam harus tegas dibilang ini tidak Islam karena akan merusak Islam yang rahmatan lil alamin. Yang kedua ada ukhuwah bainal addiin... jadi lintas agama. Aturannya juga jelas. Untuk urusan duniawi yang tidak menyangkut tata nilai... bareng... Pembangungan fisik segala macam. Nah kalau ibadah... itu biar sendiri-sendiri saja. Tapi baik ibadah yang di luar maupun di dalam harus menghasilkan sebuah integritas diri dan juga komunitas sosial yang homogen. Jadi tidak usahlah ada orang Kristen terus Jumatan... itu gak usah.. nanti sandalnya hilang. Saya ini kan suka diledek sama teman-teman Kristen: "Gimana orang Jumatan sandalnya kok hilang?". "Ya, mesti saja karena sandalnya tidak dipakai, pak. Kalau sampeyan kan sepatunya dipakai... jadi yang hilang sepeda motornya yang di luar itu". Jadi kita tidak usah memaksa sama sesuatu yang tidak sama tetapi jangan membeda-bedakan sesuatu yang sesungguhnya sama. Humanitas dan Keadilan itu sama. Bahwa ekonomi dan hukum dibedakan dalam Piagam Madinah. Kalau hukum itu sama rata sama rasa... harus sama. Tidak perlu dia yang mulia, yang terhormat atau yang terhormat pindah jadi yang mulia, atau yang sangat mulia atau yang masya Allah mulianya... sama. Sehingga Rasulullah SAW berkata "Seandainya Fatimah mencuri, saya akan potong tangannya". Memotong tangan ini jangan diartikan selalu fisik, tetapi memotong kesempatan untuk mencuri. Tetapi kalau ekonomi itu sama-sama merasakan jadi rata. Pokoknya negara menyiapkan pemerataannya saja. Bahwa setelah ini diberi kesempatan, rakyatnya majunya seberapa tergantung kapasitas, intelektualitas dan kompetensi masing-masing. Tidak mungkin orang tambal ban minta rejeki sama dengan yang pabrik ban. Itu menghayal. Tetapi hendaknya dia juga kebagian rejeki dan rejeki yang halalan thoyyiban mubarokan yang membuat orang yang menerima rejeki itu mulia, karena rejekinya memang mulia. Allah memberikan rejeki dua jenis. Ada rejeki yang mulia, ada istidraj. Orang-orang yang mendapat rejeki yang mulia hatinya akan bersih, doanya akan nyampai. Banyak orang desa yang bodoh, miskin tapi bersih dan berdoa.... anaknya jadi ulama, jadi intelektual, jadi presiden, jadi tokoh dunia. Sementara yang sudah pinter tadi anaknya kena narkoba, kena ini dan itu. Jadi kebersihan melahirkan kebesaran tapi penggunaan kebesaran yang tidak bertanggungjawab dia akan memukul dirinya sendiri. Yang penting "Wahai para orang-orang yang bertugas, penyelenggara-penyelenggara negara, kalau mengambil rejeki dari perut bumi (SDA), mengumpulkan uang fek, mengumpulkan pajak-pajak, kalau sudah terkumpul bagi rata untuk miskin, anak gelandangan, itu posnya harus jelas. Supaya apa? Peringatan Al Qur'an: "Supaya rejeki tiu jangan hanya berputar-putar di antara orang yang kaya-kaya saja". Kalau itu terjadi, akan terjadi keresahan dilanjutkan dengan kerusuhan dilanjutkan dengan kerusakan. Oleh karenanya ancaman Allah: "wataqullah innallaha syadiidul iqob". Kehancuran demi kehancuran akan bisa timbul dari sini. Oleh karenannya maka ktia tidak wajib untuk menjadikan seorang menjadi kaya tetapi wajib memberi peluang kepada seluruh negeri ini untuk bisa hidup secara layak. Mudah-mudahan ini semua menjadi peringatan kita karena itu digariskan sendiri oleh Rasulullah SAW. Bukan dibuat pada jaman setelah Rasulullah SAW meninggal. Jadi sangat otentik. Ada lagi yang istimewa. Kalau Madinah diserang, maka seluruh agama-agama dan potensi negara itu harus bersama-sama melawan. Inilah nasionalisme Islam. Kalalu istilah Bung Karno: "Satukan kekuatan untuk menghadapi orang dari luar". Maka nasionalisme sebetulnya inheren dengan seluruh ajaran Nabi Besar Muhammad Rasulullah SAW. Ketika itu kita lakukan maka kita kan menuju "Baldatun Thoyyibatun wa Rabbun Ghafuur". Tetapi kalau kita kerjakan sebaliknya dari pada itu maka kita harus mempertanggungjawabkan kepada Allah di akhirat nanti. Di dunia hukum itu relatif. Kadang-kadang hukum tidak berdaya. Maka harus ada keadilan yang sesungguhnya dan itu tempatnya adalah di Mahkamah Allah Swt. Semoga Allah melindungi negara kita, melindungi iman kita, melindungi keimanan kita. Mudah-mudahan Allah melindungi ibadah kita kemudian dalam komunitas menuju Allah dalam suasana Rabbun Ghafuur dalam konteks Islam yang rahmatan lil alamiin. Kurang lebihnya saya mohoh maaf. Wassalaumalaikum wa rohmatullahi wa barokaatuh. www.HelfiaNet.com Sahabat... saya ingin mengajak marilah berhati-hati dengan intelektualitas atau akal kita. Janganlah sampai kita tersesat karena hanya mengandalkan akal sehat kita semata. Sesuatu yang tampak logis belum tentu benar adanya bahkan bisa sangat jauh dari kebenaran. Karena kalau semua yang logis adalah benar, maka semua cerita fiksi bisa kita anggap sebagai sebuah kebenaran. Padahal kita telah tertipu. Sebaik dan selogis apapun sebuah cerita fiksi tetaplah fiksi bukan ilmiah dan bisa sangat jauh dari kenyataan atau kebenaran.
Akal haruslah dituntun oleh iman yang benar agar terhindar dari jalan yang salah atau sesat. Allah berfirman dalam Surah Al Baqarah ayat 2 bahwa Al Quran adalah petunjuk bagi orang bertakwa yaitu yang beriman kepada yang gaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezekinya, mereka beriman kepada Al Quran dan kitab-kitab sebelumnya serta yakin akan adanya akhirat. Allah menjamin merekalah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka dan merekalah orang-orang yang beruntung. Iman itu pulalah yang membimbing para sahabat Rasulullah serta merta meyakini ketika beliau bercerita telah diperjalankan Allah dari Masjid Haram di Mekkah ke Masjid Aqsa di Yerussalem dan dari sana dibawa ke Langit ke Tujuh Sidratul Muntaha dalam satu malam. Akal sehat apalagi di jaman itu mustahil bisa membenarkannya. Namun sekarang manusia sudah bisa berjalan-jalan dalam semalam keliling dunia bahkan sudah mampu ke bulan. Secara pelan tapi pasti manusia membuktikan sendiri kebenaran cerita Rasulullah pada waktu itu. Begitupun dalam banyak hal yang lain seperti diharamkannya babi. Sebagai muslim yang baik kita mengikutinya tanpa banyak tanya. Barulah sekarang terungkap secara ilmiah apa yang menyebabkan babi di larang. Namun andai akibat memakan babi itu bisa dinetralisasi dengan ilmu pengetahuan, kita tetap akan mengharamkan babi semata-mata karena Allah memerintahkannya.. titik.. tanpa perlu alasan apapun juga. Jika kita ingin menguji sesuatu gunakanlah alat uji yang kebenarannya mendekati absolut. Dalam hal menguji petunjuk hidup maka kitapun, perlu mencari alat uji apa yang kebenarannya mendekati absolut atau bahkan memang absolut alias pasti. Ibarat sebuah mesin yang canggih, pastilah oleh pembuatnya disertakan buku manual yang menjelaskan tentang cara penggunaannya, cara merawatnya, dll. Maka manusia yang jauh lebih canggih dari sebuah mesin tentulah Allah Sang Pencipta manusia dan alam semesta ini telah menyediakan buku manualnya. Sejak manusia diciptakan, petunjuk itu sudah ada bersama eksistensi manusia yang diwariskan secara turun temurun sampai sekarang. Hanya karena ulah manusia, petunjuk itu menjadi kabur bagi kebanyakan manusia. Al Qur'an menjelaskan bahwa agama yang dibawa oleh Nabi Adam AS, Nabi Nuh AS, Nabi Ibrahim AS, Nabi Daud AS, Nabi Sulaiman AS, Nabi Musa AS, Nabi Isa dan Nabi Muhammad SAW semuanya sama yaitu agama Islam. Perbedaannya hanya dalam masalah cara beribadah yang disesuaikan dengan keadaan manusia pada jamannya masing-masing. Tidak satupun para Nabi mengajarkan untuk menyembah tuhan yang lain selain Allah. Kalau ada tuhan yang lain maka tentu aturan alam semesta yang sebagiannya kita kenal dengan sebutan ilmu pengetahuan akan mustahil bisa dipelajari manusia karena masing-masing tuhan akan membuat aturannya sendiri-sendiri. Meskipun Allah menurunkan kitab-kitabnya sebagai petunjuk bagi manusia, namun Allah mengatakan dalam Al Baqarah ayat 2 itu bahwa Al Qur'an tidak dapat menjadi petunjuk bagi manusia yang tidak meyakini kebenarannya. Apalagi mereka yang mendustakannya. Al Qur'an hanya bisa menjadi petunjuk bagi orang yang bertakwa. Ayat 3 Al Baqarah menjelaskan orang yang bertakwa adalah mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezeki dari Allah dan mereka beriman kepada Al Qur'an dan kitab-kitab Allah yang diturunkan sebelumnya, serta mereka yakin akan adanya kehidupan akhirat. Semoga kita termasuk orang yang mendapat jaminan Allah untuk tetap mendapat petunjuk Nya dan termasuk orang-orang yang beruntung. Aamiin. Wallahualam bis sawab. www.HelfiaNet.com |
ISLAM
Cari artikel? Gunakan Search Box di pojok kanan atas halaman ini. Kebenaran Quran dan Ajaran IslamMenyampaikan bukti-bukti kebenaran Quran dan ajaran Islam melalui tulisan dan pengakuan ahli ilmu pengetahuan dunia yang diambil dari berbagai sumber.
Archives
July 2024
Categories
All
kirim pesan [email protected]
|