Kisah ini saya kutip dari kiriman WA seorang teman. Semoga bermanfaat.
Ada sebuah energi yang luar biasa ketika beberapa hari yang lalu kudengar cerita dari beberapa sahabatku. Mereka berasal dari Palestina, Bahrain, Jordan, Syiria, Pakistan, India, Srilanka Mesir, Afrika dan Saudi Arabia . Salah satunya adalah teman dari Sudan. Aku mengenalnya dengan nama Ammar Mustafa, dia salah satu muslim kulit hitam yang juga bekerja di hotel ini. Beberapa bulan belakangan aku tak lagi melihatnya. Biasanya ia bekerja bersama pekerja lain menggarap proyek bangunan di tengah terik matahari kota Riyadh . Hari itu Ammar tidak terlihat, karena penasaran, saya coba tanyakan kepada Iqbal . “Oh kamu tidak tahu?” jawabnya balik bertanya dengan bahasa Inggris khas India. “Iya, beberapa minggu ini dia tak terlihat di mushola.” Selepas itu tanpa diduga Iqbal bercerita panjang lebar tentang Ammar. Ternyata Amar datang ke kota Riyadh lima tahun lalu. Ia datang ke negeri ini dengan tangan kosong, dan nekad pergi meninggalkan keluarganya di Sudan untuk mencari kehidupan di kota ini. Saudi Arabia memang memberikan free visa untuk negara negara Arab lainnya termasuk Sudan, maka Ammar bisa bebas mencari kerja disini asal punya pasport dan tiket. Sayang, kehidupan memang tidak selamanya bersahabat. Do’a Ammar untuk mendapat kehidupan yang lebih baik di kota ini demi keluarganya ternyata saat itu belum terkabul. Dia bekerja berpindah pindah dengan gaji yang sangat kecil, uang gajinya tidak sanggup untuk membayar apartemen hingga ia tinggal bersa,a teman temannya. Meski demikian, Ammar tetap gigih mencari pekerjaan. Ia tetap mencari kesempatan agar bisa mengirim uang untuk keluarganya di Sudan. Bulan pertama berlalu kering, bulan kedua semakin berat, bulan ketiga hingga tahun tahun berikutnya kepedihan Ammar tidak kunjung berakhir. Waktu bergeser lamban dan berat, telah lima tahun Ammar hidup berpindah pindah di kota ini. Bekerja dibawah tekanan panas matahari dan suasana kota yang garang, tapi amar tetap bertahan dalam kesabaran. Kota metropolitan akan lebih parah dari hutan rimba jika kita tidak tahu caranya untuk mendapatkan uang, dihutan bahkan lebih baik. Di hutan kita masih bisa menemukan buah buah, tapi di kota? Kota adalah belantara penderitaan yang akan menjerat siapa saja yang tidak mampu bersaing. Riyadh adalah ibu kota Saudi Arabia, hanya berjarak 7 jam dari Dubai dan 10 Jam jarak tempuh dengan bis menuju Makkah. Di hampir keseluruhan kota ini tidak ada pepohonan untuk berlindung saat panas. Disini hanya terlihat kurma kurma yang berbuah satu kali dalam setahun.. Amar seperti terjerat di belantara kota ini. Pulang ke Sudan bukan pilihan terbaik, ia sudah melangkah, ia harus membawa perubahan untuk kehidupan keluarganya disana, itu tekadnya. Ammar tetap tabah dan tidak berlepas diri dari keluarganya. Ia tetap mengirimi mereka uang meski sangat sedikit, meski harus ditukar dengan lapar dan haus untuk raganya disini. Sering ia melewatkan harinya dengan puasa menahan dahaga dan lapar sambil terus melangkah, berikhtiar mencari suap demi suap nasi untuk keluarganya di Sudan. Tapi Ammar pun manusia. Di tahun kelima ini ia tidak tahan lagi menahan malu dengan teman temannya yang ia kenal, sudah lima tahun ia berpindah pindah kerja dan numpang di teman temannya tapi kehidupannya tidak kunjung berubah. Ia memutuskan untuk pulang ke Sudan, tekadnya telah bulat untuk kembali berkumpul dengan keluarganya di Sudan. Saat itu ia tidak memiliki uang meski sebatas untuk tiket pulang. Ia terpaksa menceritakan keinginannya untuk pulang kepada teman2 terdekatnya. Dan salah satu teman baik Ammar memberinya sejumlah uang untuk membeli tiket ke Sudan. Hari itu juga Ammar berpamitan pada teman2nya, ia pergi ke sebuah agen perjalanan di Olaya- Riyadh, untuk membeli tiket. Sayang, ternyata semua penerbangan Riyadh-Sudan minggu ini susah didapat karena konflik di Libya, negara tetangganya. Saat itu tiket hanya tersedia untuk kelas executive saja. Akhirnya ia membeli tiket untuk penerbangan minggu berikutnya. Tiket sudah ditangan, dan jadwal terbang masih minggu depan. Ammar sedikit kebingungan dengan nasibnya.Tadi pagi ia tidak sarapan , siang inipun belum ada celah untuk makan siang. Tapi baginya ini bukan hal pertama. Ia hampir terbiasa dengan keadaan itu. Adzan dzuhur bergema, semua toko toko, supermarket, bank, dan kantor pemerintah serentak menutup pintu dan menguncinya. Security kota berjaga jaga di luar kantor menunggu hingga waktu shalat berjamaah selesai. Ammar tergesa menuju sebuah masjid di pusat kota Riyadh. Ia mengikatkan tas kosongnya di pinggang, kemudian mengambil wudhu, membasahi wajahnya yang hitam legam, mengusap rambutnya yang keriting dengan air. Lalu ia masuk ke dalam mesjid, shalat 2 rakaat untuk menghormati masjid. Ia duduk menunggu mutawwa memulai shalat berjamaah. Hanya disaat shalat itulah dia merasakan kesejukan, Ia merasakan terlepas dari beban dunia yang menghimpitnya, hingga hatinya berada dalam ketenangan ditiap menit yang ia lalui. Shalat telah selesai. Ammar masih bingung kemana harus melangkah, sedangkan penerbangan masih seminggu lagi. Dilihatnya beberapa mushaf Al Qur’an yang tersimpan rapi di pilar pilar mesjid yang kokoh itu. Ia mengambil salah satunya, bibirnya mulai bergetar membaca taawudz dan terus membaca al Qur’an hingga adzan ashar tiba menyapanya, selepas maghrib ia masih di sana. Akhirnya Ammar memutuskan untuk tinggal disana hingga jadwal penerbangan ke Sudan tiba. Ammar memang telah terbiasa bangun awal di setiap harinya, seperti pagi itu, ia adalah orang pertama yang terbangun di sudut kota. Ia selalu mengumandangkan suara indahnya memanggil jiwa jiwa untuk shalat, membangunkan seisi kota saat fajar menyingsing. Adzannya memang khas, hingga bukan sebuah kebetulan juga jika Prince (Putra Raja Saudi) di kota itu juga terpanggil untuk shalat subuh berjamaah disana. Adzan yang juga ia kumandangkan disetiap pagi dalam sisa seminggu terakhirnya di kota Riyadh. Di tiket tertulis jadwal penerbangan ke Sudan jam 05:23am, artinya ia harus sudah ada di bandara jam 3 pagi atau 2 jam sebelumnya. Ammar bangun lebih awal dan pamit kepada pengelola masjid, untuk mencari bis menuju bandara King Abdul Azis, Riyadh yang hanya berjarak kurang dari 30 menit dari pusat Kota. Amar sudah duduk diruang tunggu bandara, tampaknya penerbangan sediikit tertunda. Ammar melamun dan kecemasan mulai menghantui dirinya. Ia harus pulang tanpa uang sedikitpun, padahal lima tahun ia terus bekerja keras. Namun ia memahami, inilah kehidupan dan dunia hanyalah persinggahan sementara. Ia tidak pernah ingin mencemari kedekatannya dengan Penggenggam Alam semesta dengan mengeluh. Ia tetap berjalan walau tertatih memenuhi kewajiban sebagai Hamba Allah, dan sebagai imam dalam keluarganya. Tiba tiba dari speaker bandara terdengar suara memanggil namanya. Belum hilang rasa terkejutnya, tiba2 datang sekelompok orang berbadan tegap menghampirinya. Mereka membawa Ammar ke mobil tanpa basa basi, mereka hanya berkata “Prince memanggilmu”. Ammar semakin bingung ada apa Prince memanggilnya? Kerajaan Saudi memiliki banyak Prince dan Princess (Putra dan Putri Kerajaan) , mereka tersebar hingga ratusan diseluruh jazirah Arab ini dan tinggal di istana masing masing. Setiap kali Ammar adzan Prince selalu bangun dan merasa terpanggil untuk sholat. Hingga suatu hari suara Ammar beradzan tak terdengar lagi . Prince merasa kehilangan dan saat mengetahui bahwa sang muadzin pulang kenegerinya. dia langsung memerintahkan pihak bandara untuk menunda penerbangan dan segera menjemput Ammar . Ammar sudah tiba di istana dan Prince menyambutnya dengan ramah sambil menanyakan mengapa Ammar ingin kembali ke negerinya. Lalu ia mulai bercerita bahwa sudah lima tahun bekerja di kota Riyadh tapi tak pernah mendapatkan kesempatan kerja yang tetap serta gaji yang cukup untuk menghidupi keluarganya di Sudan. Prince mengangguk nganguk dan bertanya: “Berapakah gajimu dalam satu bulan?” Amar kebingungan, karena gaji yang ia terima tidak pernah tetap. Bahkan sering ia tidak punya gaji berbulan bulan. Prince memakluminya, lalu beliau bertanya lagi: “Berapa gaji paling besar dalam sebulan yang pernah kamu terima ?” Dahi Ammar berkerut mengingat kembali catatan hitamnya selama lima tahun ini. “Alhamdulilah, SR 1.400 “, jawab Ammar. Prince langsung memerintahkan bendahara untuk menghitung 1.400 Real dikali dengan 5 tahun (60 bulan) dan hasilnya adalah SR 84.000 (84 Ribu Real = Rp. 184. 800.000). Lalu Prince menyerahkan uang tersebut kepada Ammar. Tubuh Amar gemetar melihat keajaiban dihadapannya, belum selesai bibir mengucapkan Al Hamdalah, Prince menghampiri dan memeluknya seraya berkata: “Aku tahu cerita tentang keluargamu yang menantimu di Sudan. Pulanglah temui istri dan anakmu dengan uang ini, lalu kembalilah setelah 3 bulan. Saya siapkan tiket untuk kamu dan keluargamu kembali ke kota Riyadh. Jadilah Bilal di masjidku dan hiduplah bersama kami di Palace ini.“ Ammar tak dapat menahan air matanya, ia bukan terharu karena menerima sejumlah uang walau uang itu sangat besar artinya bagi keluarganya yang miskin. Ammar menangis karena keyakinannya selama ini benar, Allah sungguh sungguh memperhatikan hambanya, kesabaran selama lima tahun berakhir dengan indah.Inilah buah dari kesabaran dan keikhlasan Ammar. Semua berubah dalam sekejap, lima tahun itu adalah masa yang lama bagi Ammar. tapi nothing imposible for Allah, tidak ada yang tidak mungkin jika Allah berkehendak. Ini kisah nyata yang tokohnya masih berada di kota Riyadh, saat ini Ammar hidup cukup di sebuah rumah di dalam istana milik Prince. Ammar dianugerahi Allah hidup yang baik didunia, menjabat sebagai Muadzin di Masjid Prince Saudi Arabia di pusat kota Riyadh. Subhanallah….seperti itulah buah dari kesabaran. “Jika sabar itu mudah, tentu semua orang bisa melakukannya. Jika kamu mulai berkata sabar itu ada batasnya, itu cukup berarti pribadimu belum mampu menetapi kesabaran, *karena Sabar itu tak ada batasnya. Batas kesabaran itu terletak didekat pintu Syurga dalam naungan keridhaan Nya”.* (NAI) وَمَا يُلَقَّاهَا إِلا الَّذِينَ صَبَرُوا وَمَا يُلَقَّاهَا إِلا ذُو حَظٍّ عَظِيمٍ *”Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang besar.”* (Al Fushilat 35) Allahu akbar! Maha Benar Allah dengan segala Firman Nya. Kisah nyata yang memberi pelajaran pada kita semua. Insya Allah yg terbaik akan diberikan Allah pada mereka yang berdo'a dengan ikhlas dan terus berusaha. *Semoga bermanfaat ...* www.HefliaNet.com www.HelfiaStore.com
0 Comments
AMINAH ASSILMI Tak banyak orang yang mengenal Aminah Assilmi. Ia adalah Presiden Internasional Union of Muslim Women yang meninggal dunia pada 6 Maret 2010, dalam kecelakaan mobil di Newport, Tennesse, Amerika Serikat. Perjalanannya menuju Islam cukup unik. Semuanya berawal dari kesalahan kecil sebuah komputer. Mulanya, ia adalah seorang gadis jemaat Southern Baptist – aliran gereja Protestan terbesar di AS, seorang feminis radikal, dan jurnalis penyiaran. Nama baptisnya adalah Janice Huff. Sewaktu muda, ia bukan gadis yang biasa-biasa saja, tapi cerdas dan unggul di sekolah sehingga mendapatkan beasiswa. Satu hari, sebuah kesalahan komputer terjadi. Siapa sangka, hal itu membawanya kepada misi sebagai seorang Kristen dan mengubah jalan hidupnya secara keseluruhan. Tahun 1975 pertama kali komputer dipergunakan untuk proses pra-registrasi di kampusnya. Sebenarnya, ia mendaftar ikut sebuah kelas dalam bidang terapi rekreasional, namun komputer mendatanya masuk dalam kelas teater. Kelas tidak bisa dibatalkan, karena sudah terlambat. Membatalkan kelas juga bukan pilihan, karena sebagai penerima beasiswa juga berisiko. Lantas, suaminya menyarankan agar Janice Huff menghadap dosen untuk mencari alternatif dalam kelas pertunjukan. Dan betapa terkejutnya ia, karena kelas dipenuhi dengan anak-anak Arab. Tak sanggup, ia pun pulang ke rumah dan memutuskan untuk tidak masuk kelas lagi. Tidak mungkin baginya untuk berada di tengah-tengah orang Arab. ”Tidak mungkin saya duduk di kelas yang penuh dengan orang kafir!” ujarnya kala itu. Suaminya coba menenangkannya dan mengatakan mungkin Tuhan punya suatu rencana di balik kejadian itu. Selama dua hari Janice Huffe mengurung diri untuk berpikir, hingga akhirnya ia berkesimpulan mungkin itu adalah petunjuk dari Tuhan, agar ia membimbing orang-orang Arab untuk memeluk Kristen. Jadilah ia memiliki misi yang harus ditunaikan. Di kelas ia terus mendiskusikan ajaran Kristen dengan teman-teman Arab-nya. ”Saya memulai dengan mengatakan bahwa mereka akan dibakar di neraka jika tidak menerima Yesus sebagai penyelamat." Mereka sangat sopan, tapi tidak pindah agama. Kemudian saya jelaskan, "betapa Yesus mencintai dan rela mati di tiang salib untuk menghapus dosa-dosa mereka.” Tapi ajakannya tidak manjur. Teman-teman di kelasnya tak mau berpaling sehingga ia memutuskan untuk mempelajari alquran untuk menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang salah dan Muhammad bukan seorang nabi. Ia pun melakukan penelitian selama satu setengah tahun dan membaca alquran hingga tamat. Namun secara tidak sadar, ia perlahan berubah menjadi seseorang yang berbeda, dan suaminya memperhatikan hal itu. ”Saya berubah, sedikit, tapi cukup membuat dirinya terusik. Biasanya kami pergi ke bar tiap Jumat dan Sabtu atau ke pesta. Dan saya tidak lagi mau pergi. Saya menjadi lebih pendiam dan menjauh.” Melihat perubahan yang terjadi, suaminya menyangka ia selingkuh, karena bagi pria itulah yang membuat seorang wanita berubah. Puncaknya, karena konflik rumah tangga, ia diminta meninggalkan rumah dan tinggal di apartemen yang berbeda. Ia terus mempelajari Islam, sambil tetap menjadi seorang Kristen yang taat. Hingga akhirnya, hidayah itu datang. Akhirnya pada 21 Mei 1977, jemaat gereja yang taat itu menyatakan (bersyahadat): ”Saya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya.” Namanya menjadi Aminah Assilmi. Perjalanan setelah mengucapkan dua kalimat syahadat, seperti halnya mualaf lain, bukanlah perkara yang mudah. Aminah kehilangan segala yang dicintainya. Ia kehilangan hampir seluruh temannya, krn dianggap tdk menyenangkan lagi. Ibunya tidak bisa menerima dan berharap itu hanyalah semangat membara yang akan segera padam. Saudara perempuannya yang ahli jiwa mengira ia gila. Ayahnya yang lemah lembut mengokang senjata dan siap untuk membunuhnya. Tak lama kemudian ia pun mengenakan hijab. Pada hari yang sama ia kehilangan pekerjaannya. Lengkap sudah. Ia hidup tanpa ayah, ibu, saudara, teman dan pekerjaan. Jika dulu ia hanya hidup terpisah dengan suami, kini perceraian di depan mata. Di pengadilan ia harus membuat keputusan pahit dlm hidupnya; "melepaskan Islam dan tdk akan kehilangan hak asuh atas anaknya , atau tetap memegang Islam namun harus meninggalkan anak2. Itu adalah 20 menit yg paling menyakitkan dlm hidup saya,” kenangnya. Bertambah pedih krn dokter telah memvonisnya tdk akan lagi bisa memiliki anak akibat penyakit yg dideritanya. ”Saya berdoa melebihi dari yang biasanya. Saya tahu, tidak ada tempat yang lebih aman bagi anak-anak saya daripada berada di tangan Allah. Jika saya mengingkari-Nya, maka di masa depan tidak mungkin bagi saya menunjukkan kod mrk betapa menakjubkannya berada dekat dg Allah.” Ia pun memutuskan melepaskan anak-anaknya, sepasang putra-putri kecilnya. Namun, Allah Maha Pengasih dan Penyayang. Ia diberikan anugerah dengan kata-katanya yang indah sehingga membuat banyak orang tersentuh dengan perilaku Islami-nya. Dia telah berubah menjadi orang yang berbeda, jauh lebih baik. Begitu baiknya sehingga keluarga, teman dan kerabat yang dulu memusuhinya, perlahan mulai menghargai pilihan hidupnya. Dalam berbagai kesempatan ia mengirim kartu ucapan untuk mereka, yang ditulisi kalimat-kalimat bijak dari ayat Al-Quran atau hadist, tanpa menyebutkan sumbernya. Beberapa waktu kmdn ia pun menuai benih yg ditanam. Orang pertama yang menerima Islam adalah neneknya yg berusia lebih dari 100 tahun. Tak lama setelah masuk Islam sang nenek pun meninggal dunia. ”Pada hari ia mengucapkan syahadat, seluruh dosanya diampuni, dan amal-amal baiknya tetap dicatat. Sejenak setelah memeluk Islam ia meninggal dunia, saya tahu buku catatan amalnya berat di sisi kebaikan. Itu membuat saya dipenuhi suka cita!” Selanjutnya yang menerima Islam adalah orang yang dulu ingin membunuhnya, sang Ayah. Keislaman sang ayah mengingatkan dirinya pd kisah Umar bin Khattab. Dua tahun setelah Aminah memeluk Islam, ibunya barulah menelepon dan berkata menghargai keyakinannya yg baru. Dan ia berharap Aminah akan tetap mempertahankannya. Beberapa tahun kemudian ibu meneleponnya lagi dan bertanya apa yang harus dilakukan seseorang jika ingin menjadi Muslim. Aminah menjawab bahwa ia harus percaya bahwa hanya ada satu Tuhan dan Muhammad adalah utusan-Nya. ”Kalau itu semua orang bodoh juga tahu. Tapi apa yang harus dilakukannya?” tanya ibunya lagi. Dikatakan oleh Aminah, bahwa jika ibunya sdh percaya berarti ia sudah Muslim. Ibunya lantas berkata, ”OK, baiklah. Tapi jangan bilang2 ayahmu dulu,” pesan ibunya. Ibunya tidak tahu bahwa suaminya (ayah tiri Aminah) telah menjadi Muslim beberapa pekan sebelumnya. Dgn dmk mereka tinggal bersama selama beberapa tahun tanpa saling mengetahui bhw pasangannya telah memeluk Islam. Saudara perempuannya yang dulu berjuang memasukkan Aminah ke rumah sakit jiwa, akhirnya memeluk Islam. Putra Aminah beranjak dewasa. Memasuki usia 21 tahun ia menelepon sang ibu dan berkata ingin menjadi Muslim. Enam belas tahun setelah perceraian, mantan suaminya juga memeluk Islam. Katanya, selama 16 tahun ia mengamati Aminah dan ingin agar putri mrk memeluk agama yg sama spt ibunya. Pria itu datang menemui dan meminta maaf atas apa yang pernah dilakukannya. Ia adalah pria yang sangat baik dan Aminah telah memaafkannya sejak dulu. Mungkin hadiah terbesar baginya adalah apa yg ia terima selanjutnya. Aminah menikah dg orang lain, dan meskipun dokter telah menyatakan ia tdk bisa punya anak lagi, Allah ternyata menganugerahinya seorang putra yg tampan. Jika Allah berkehendak memberikan rahmat kpd seseorang, maka siapa yang bisa mencegahnya? Maka putranya ia beri nama Barakah. Ia yang dulu kehilangan pekerjaan, kini menjadi Presiden Persatuan Wanita Muslim Internasional. Ia berhasil melobi Kantor Pos Amerika Serikat untuk membuat perangko Idul Fitri dan berjuang agar hari raya itu menjadi hari libur nasional AS. Sekarang di negara bagian New York, iedul fitri jadi hari libur. Pengorbanan yg dulu diberikan Aminah demi mempertahankan Islam seakan sudah terbalas. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman : إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَن يَشَاءُ ۚ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ ٨:٥٦ “Sesungguhnya engkau (Muhammad) tidak akan dapat memberi hidayah (petunjuk) kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi hidayah kepada orang yang Dia kehendaki, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk”. [QS. Al Qashash/28 : 56] Dalam hadits Qudsi, Allah Ta’ala berfirman: “Wahai hamba-hamba-Ku, kalian semua tersesat kecuali orang yang Aku beri petunjuk, maka mintalah petunjuk kepada-Ku niscaya Aku akan berikan petunjuk kepada kalian." (HR. Muslim) Allah Ta’ala yang maha sempurna rahmat dan kebaikannya, memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya untuk selalu berdoa memohon hidayah taufik kepada-Nya, yaitu dalam surah Al Fatihah: اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ “Berikanlah kepada kami hidayah ke jalan yang lurus." Saudara-riku tercinta... Semoga kisah Aminah As silmi ini menyadarkan kita akan besarnya nikmat Allah kepada kita, yakni nikmat Hidayah. |
ISLAM
Cari artikel? Gunakan Search Box di pojok kanan atas halaman ini. Kebenaran Quran dan Ajaran IslamMenyampaikan bukti-bukti kebenaran Quran dan ajaran Islam melalui tulisan dan pengakuan ahli ilmu pengetahuan dunia yang diambil dari berbagai sumber.
Archives
July 2024
Categories
All
kirim pesan [email protected]
|