Ketika kita mendengar himbauan untuk berbuat baik kepada oranglain mungkin kita akan segera menyetujuinya. Tetapi dalam khotbah Jum'at tadi siang saya agak terkesima mendengar ajakan khotib untuk berbuat baik kepada diri sendiri. Himbauan itu terdengar agak asing. Bukankah sudah sewajarnya kita berbuat baik kepada diri sendiri. Apakah ada orang yang tidak berbuat baik kepada dirinya sendiri? Secara akal sehat manusia pasti akan berbuat baik kepada dirinya sendiri. Tetapi kalau kita renungkan lebih jauh, ternyata manusia tidak selalu bertindak berdasarkan akal sehatnya. Seringkali manusia bertindak berdasarkan emosinya. Akibatnya sering terjadi penyesalan yang tidak berkesudahan. Begitu pula halnya dengan himbauan untuk berbuat baik kepada diri sendiri. Meskipun sesuai dengan akal sehatnya, banyak orang yang justru melakukan perbuatan yang merusak dirinya sendiri bahkan sampai nekad bunuh diri.
Bagaimana sebenarnya berbuat baik kepada diri sendiri itu? Dalam ajaran Islam berbuat baik kepada diri sendiri adalah dengan melakukan semua hal yang diperintahkan Allah Swt dan menjauhi semua larangan-larangannya. Mengapa itu semua termasuk tindakan berbuat baik kepada diri sendiri? Allah Swt menciptakan manusia dengan ilmu Nya. Dialah yang Maha Mengetahui kelemahan dan kekuatan diri kita sebagai makhluk ciptaan Nya. Segala sesuatu yang Dia perintahkan pastilah untuk kebaikan diri kita bukan untuk kepentingan Dia. Kalau kita menjalankan perintahnya sesuai petunjuk Nya pasti kita akan mendapatkan kebaikan untuk diri kita sendiri. Allah tidak membutuhkan apa-apa dari manusia. Manusialah sebagai makhluknya yang membutuhkan Allah. Demikian pula segala sesuatu yang dilarang Nya pastilah karena itu berdampak buruk terhadap diri kita. Dengan alasan-alasan itulah makanya kalau kita menjalankan semua perintah Nya dan menjauhi semua larangan Nya itu sekaligus berarti kita telah berbuat baik kepada diri sendiri. Sekarang, manakah yang harus kita dahulukan apakah berbuat baik kepada diri sendiri ataukah berbuat baik kepada oranglain. Dalam konteks ini maka berbuat baik kepada diri sendiri haruslah lebih diutamakan. Pastikan diri kita sudah mengikuti semua perintah Allah Swt dan menjauhi semua larangan Nya sebelum kita mengajak oranglain melakukan hal yang sama. Bagaimana mungkin kita akan bisa mengajak oranglain untuk berbuat baik kepada dirinya kalau kita sendiri tidak berbuat baik kepada diri kita sendiri. Kita dibesarkan dengan ajaran yang menganjurkan selalu mendahulukan kepentingan oranglain sehingga ketika di atas pesawat seorang pramugari mengajarkan untuk menggunakan alat bantu pernapasan kepada diri kita lebih dulu sebelum membantu anak kita menggunakan alat itu, kita merasa seperti ada sesuatu yang salah. Padahal apabila kita mendahulukan memasang alat bantu pernapasan kepada anak kita, kemungkinan kita tidak akan sempat memasang alat bantu pernapasan dan anak kitapun mungkin terancam bahaya kalau kita sampai lemas atau pingsan. Jadi, marilah kita dahulukan berbuat baik kepada diri sendiri. Kemudian setelah itu marilah kita juga berbuat baik kepada sesama. Wallahu 'alam bissawaab. Hanya Allah Yang Maha Mengetahui segala sesuatu sehingga kepada Nya lah hendaknya kita selalu meminta petunjuk. Helfia Nil Chalis, Helfia Network
0 Comments
Masjid Al-Aqsha, Yerussalem (Palestina), www.helfia.net
"Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba Nya pada suatu malam dari Al-Masjidil Haram ke Al-Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat". Qur'an - Al Isra' (17) ayat 1. Saya ingin mengajak Anda kali ini untuk merenungkan satu ayat dari ribuan ayat dalam Al-Qur'an yang khusus memberikan kesaksian bahwasanya Allah Swt telah memperjalankan hamba Nya malam itu dari Al-Masjidil Haram ke Al-Masjidil Aqsha. Ayat ini diturunkan Allah Swt melalui malaikat Jibril setelah peristiwa besar itu terjadi.
Surat Al Isra' dimulai dengan bersumpah 'Maha Suci Allah' Bagi saya hal ini mengisyaratkan pentingnya kita sebagai muslim bahwa apa yang disampaikan setelah sumpah itu memang benar adanya meskipun peristiwa itu sama sekali tidak bisa diterima oleh akal manusia pada saat itu bahkan sampai sekarang dijaman modern ini. Apakah manusia demikian angkuhnya akan menolak fakta yang tidak mampu dia nalar dengan akal sehatnya? Allah Maha Suci. Allah bebas dari kesalahan atau dusta. Meskipun manusia tidak mengakuinya, fakta bahwa Allah telah memperjalankan hamba Nya pada malam itu benar-benar telah terjadi. Masjidil Aqsha dulunya kiblat umat Islam sebelum dipindahkan Allah ke Ka'bah di Masjidil Haram Masjidil Haram berada di Mekkah sedangkan Masjidil Aqsha berada di Yerusalem (Palestina yang sekarang dicoba terus untuk dijajah oleh Israel). Di awal-awal Islam berkembang, kiblat umat Islam adalah Masjidil Aqsha. Kemudian Allah memerintahkan Rasulullah untuk memindahkan kiblat ke Ka'bah di Masjidil Haram - Mekkah. Perjalanan malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha sebelum ke Sidratul Muntaha (Langit ke Tujuh) seolah mempertegas bahwa asal-usul agama Islam yang dibawa Muhammad SAW tidak terlepas dari ajaran yang dibawa oleh para nabi dan rasul sebelumnya seperti Nabi Musa AS dan Nabi Isa AS. Memang sesungguhnya ajaran yang dibawa itu adalah ajaran tauhid seperti yang diajarkan oleh Nabi Ibrahim AS. Islam turun melalui Rasullullah Muhammad SAW untuk menyempurnakan ajaran itu agar bisa menjadi petunjuk bagi semesta alam sampai akhir jaman. Muhammad SAW adalah hamba Allah bukan Tuhan dan tidak boleh dikultuskan Ayat ini juga memilih kata 'memperjalankan hamba Nya' bukan dengan kata misalnya 'memperjalankan rasul Nya'. Bagi saya ini mengisyaratkan perjalanan itu tidak boleh sampai membuat umat Islam mengatakan Muhammad SAW adalah anak Allah seperti persangkaan umat kristen terhadap Nabi Isa AS. Meskipun apa yang beliau alami sungguh luarbiasa dan menakjubkan. Ketika ditanya para sahabat setelah peristiwa itu, Rasulullah bisa menggambarkan dengan jelas bentuk Masjidil Aqsha meskipun sebelumnya beliau belum pernah ke sana. Dengan diberkahi sekeliling Masjidil Haram sampai Masjidil Aqsha perjalanan jadi mudah Selanjutnya ayat itu mengatakan 'yang telah kami berkahi sekelilingnya'. Kata berkah mungkin bisa kita setarakan dengan 'efisien' kalau istilah sekarang. Kalau kita melakukan sesuatu dengan usaha yang kecil tetapi membuahkan hasil yang besar, maka itulah berkah. Bersedekahlah kamu agar mendapat berkah dari Allah, karena Allah akan melipat gandakan sedekahmu. Malam Lailatul Qadar dikatakan juga malam yang diberkahi karena kadarnya sama dengan 1000 malam. Jadi kalau kita shalat dimalam itu kadarnya setara dengan shalat 1000 malam. Itu adalah pengertian berkah menurut saya. Bukankah mirip dengan 'efisien'? Terkait dengan Masjidil Haram dan Masjidil Aqsha yang telah diberkahi Allah sekelilingnya pada malam isra' tsb, mungkin mengisyaratkan bahwa Rasullullah dan Jibril pada waktu diperjalankan itu hampir tidak memerlukan upaya ekstra apapun. Satu langkah mereka sudah menjadi setara dengan ribuan langkah bahkan lebih yang mengantarkan mereka dengan mudah dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha. Wallahu'alam bis sawab. Saya berlindung kepada Allah dari dosa, kekhilafan dan kesalahan, karena hanya Allah yang mengetahui kebenaran atas segala sesuatu. Helfia Nil Chalis, mencari uang di internet |
ISLAM
Cari artikel? Gunakan Search Box di pojok kanan atas halaman ini. Kebenaran Quran dan Ajaran IslamMenyampaikan bukti-bukti kebenaran Quran dan ajaran Islam melalui tulisan dan pengakuan ahli ilmu pengetahuan dunia yang diambil dari berbagai sumber.
Archives
July 2024
Categories
All
kirim pesan [email protected]
|