Perasaan Khadijah
Setelah beberapa bulan, kafilah Mekah pun datang kembali. Di tempat perhentian Marr Al Zahran, sehari perjalanan dari Mekah, para agen biasanya mendahului datang ke Mekah untuk memberi laporan perdagangan. Muhammad pun demikian. Ia lebih dulu tiba di Mekah. Namun, sebelum bertemu Khadijah, ia berthawaf dulu tujuh keliling mengelilingi Ka'bah. Dari atas balkonnya yang megah, Khadijah bergegas datang menyambut dan Muhammad pun melaporkan hasil penjualan, barang yang dibeli, serta berbagai pengalaman kecil dalam perjalanan. Saat itu, Khadijah sudah sangat terkesan dengan hasil yang diperoleh Muhammad, tetapi itu belum seberapa. Setelah Muhammad pulang, Maisarah menceritakan sendiri kesan-kesannya terhadap Muhammad. "Sungguh, belum pernah aku melihat pemuda yang demikian sempurna memandang masa depan. Keputusan-keputusannya selalu tepat dan perkiraannya tidak pernah salah. Ia juga sangat jujur dan sopan," demikian sebagian kisah Maisarah. Khadijah betul-betul sangat terkesan dengan agen barunya itu. Waraqah bin Naufal pun datang dan mendengar sendiri kisah Maisarah tentang Muhammad. Ada hal yang aneh pada diri Maisarah. Biasanya, ia sangat menekankan laporannya pada masalah-masalah bisnis. Akan tetapi, kini persoalan dagang seolah-olah menjadi hal kecil. Yang dibicarakan Maisarah kali ini hanya tentang Muhammad, Muhammad, dan Muhammad. Padahal, keuntungan yang mereka dapat kali ini benar-benar luar biasa. Jika dikatakan bahwa Khadijah memiliki "Sentuhan Emas", tepatlah apabila Muhammad disebut memiliki "Sentuhan penuh berkah". Ketika Waraqah telah mendengar semua itu, ia tenggelam dalam pemikiran yang sungguh-sungguh. Setelah cukup lama berdiam diri, ia berkata kepada Khadijah, "Mendengar darimu dan dari Maisarah mengenai Muhammad dan juga dari apa yang kulihat sendiri, aku berpendapat bahwa ia memiliki semua sifat dan kemampuan sebagai seorang utusan Allah. Mungkin dialah yang ditakdirkan untuk menjadi salah seorang di antara para rasul pada masa yang akan datang." Pernikahan Agung Khadijah memiliki teman seorang wanita bangsawan bernama Nafisah binti Munyah. Nafisah tahu setelah suami kedua Khadijah meninggal, banyak bangsawan Quraisy yang melamarnya, namun Khadijah menolak. Nafisah tahu bahwa Khadijah takut semua lamaran itu hanya bertujuan mengincar hartanya. Lebih dari itu, Nafisah juga tahu bahwa yang diinginkan Khadijah adalah seorang laki-laki berakhlak agung. Nafisah juga tahu bahwa ada satu laki-laki yang seperti itu di Mekah, ia adalah Muhammad. Karena itulah, begitu Khadijah membuka diri kepadanya tentang Muhammad, Nafisah tidak terkejut lagi. Khadijah meminta Nafisah mencari jalan untuk mengetahui bagaimana pandangan Muhammad tentang dirinya. Maka, ketika Muhammad dalam perjalanan pulang dari Ka'bah, Nafisah menghentikannya. Nafisah pun bertanya, "Wahai Muhammad, Anda telah menjadi seorang pemuda. Banyak lelaki yang lebih muda dari Anda telah menikah dan beberapa di antaranya bahkan telah mempunyai anak. Mengapa Anda tidak menikah?" "Aku belum mampu menikah, ya Nafisah. Aku belum mempunyai kekayaan yang cukup untuk menikah." "Apa jawaban Anda jika ada seorang wanita yang cantik, kaya, dan terhormat mau menikah dengan Anda walaupun Anda belum mampu?" Muhammad balik bertanya dengan sedikit terperangah, "Siapakah wanita itu?" Nafisah tersenyum, "Wanita itu adalah Khadijah putri Khuwailid." Alis Muhammad tambah terangkat, "Khadijah? Bagaimana mungkin Khadijah mau menikah denganku? Bukankah Anda tahu bahwa banyak bangsawan kaya raya dan kepala-kepala suku di Arab ini yang telah melamarnya dan ia telah menolak mereka semua?" "Jika Anda mau menikahinya, katakan saja dan serahkan semuanya kepadaku. Aku akan mengurus semuanya." Ketika itu Abu Thalib menyetujuinya, Muhammad pun mengiyakan Nafisah. Maka, pernikahan pun dilangsungkan. Sebagai pengantin, Muhammad datang didampingi paman-pamannya yang ikut berbahagia. Perawakan Muhammad Jarang ada pernikahan dilangsungkan demikian agung. Dalam acara itu, semua pemimpin Quraisy dan pembesar Mekah diundang. Mempelai laki-laki menunggang kuda yang gagah diiringi para pemuda Bani Hasyim yang menghunus pedang. Sementara itu, kaum wanita Bani Hasyim berjalan lebih dulu dan telah diterima di rumah mempelai wanita. Rumah Khadijah yang megah saat itu telah diterangi cahaya lilin dalam lampion-lampion yang digantung dengan rantai-rantai emas. Setiap lampion terdiri atas 7 batang lilin. Semua pembantu Khadijah diberi seragam khusus untuk menyambut para tamu yang datang menjelang sore hari. Kamar pengantin benar-benar istimewa. Kain sutera dan brokat digantung begitu serasi. Lantainya tertutup karpet putih dan diharumi dupa dari guci perak. Khadijah sendiri begitu anggun hingga tampak bercahaya seperti matahari terbit. Ia mengenakan pakaian pengantin yang sangat indah dan jarang ada duanya saat itu. Abu Thalib adalah wakil mempelai laki-laki dalam memberi sambutan, sedangkan Waraqah bin Naufal adalah wakil pengantin wanita. Tidak ada laki-laki segagah Muhammad. Paras wajahnya tampan dan indah. Perawakannya sedang, tidak terlampau tinggi, juga tidak pendek. Rambutnya hitam sekali dan bergelombang. Dahinya lebar dan rata di atas sepasang alis yang lengkung, lebat dan bertaut. Sepasang matanya lebar dan hitam, di tepi putih matanya agak kemerahan, tampak lebih menarik dan kuat. Pandangannya tajam dengan bulu mata yang hitam pekat. Hidungnya halus dengan barisan gigi yang bercelah-celah. Cambangnya lebar, berleher jenjang, dan indah. Dadanya lebar dengan kedua bahu yang bidang. Warna kulitnya terang dan jernih dengan kedua telapak tangan dan kaki yang tebal. Jika berjalan, badannya agak condong ke depan, melangkah cepat-cepat, dan pasti. Air mukanya membayangkan renungan dan penuh pikiran, pandangan matanya menunjukkan kewibawaan, membuat orang patuh kepadanya. Bersambung
0 Comments
Pembicaraan Abu Thalib
Pada musim semi tahun 595 Masehi, para pedagang Mekah kembali mulai menyusun kafilah perdagangan musim panas mereka, untuk membawa barang dagangan ke Syria. Khadijah juga sedang mempersiapkan barang dagangannya, tetapi ia belum menemukan seseorang untuk menjadi pemimpin kafilahnya. Beberapa nama diusulkan orang, namun, tidak satu pun yang berkenan di hatinya. Mendengar itu, Abu Thalib mendatangi Khadijah dan menawarkan kepadanya Muhammad, keponakannya yang baru berusia 25 tahun, untuk menjadi agen Khadijah. Abu Thalib tahu bahwa Muhammad belum cukup berpengalaman, tetapi ia sangat yakin bahwa Muhammad lebih dari sekadar mampu. Sebagaimana penduduk Mekah yang lain, Khadijah pun telah mendengar nama Muhammad. Satu hal yang Khadijah yakin adalah kejujuran Muhammad. Bukankah orang Mekah menjulukinya "Al Amin" atau "Orang yang bisa dipercaya". Maka, Khadijah menyetujui tawaran Abu Thalib. Bahkan ia hendak memberi imbalan dua kali lipat kepada Muhammad dari yang biasa diberikan kepada orang lain. Oleh karena itu, Abu Thalib pulang dengan gembira. Segera saja Abu Thalib dan Muhammad menemui Khadijah yang kemudian menerangkan tentang seluk beluk perdagangan. Otak Muhammad yang cerdas bekerja dengan tangkas. Ia segera memahami semuanya. Tidak satu penjelasan pun yang ia minta untuk diterangkan ulang. Maka, kafilah pun disiapkan dengan suara riuh rendah. Khadijah menyertakan seorang pembantu laki-lakinya yang terpercaya, Maisarah, untuk mendampingi Muhammad di perjalanan. Diantar Abu Thalib dan paman-pamannya yang lain, Muhammad datang pada hari yang telah ditentukan. Mereka disambut seorang paman Khadijah yang sedang menanti mereka dengan surat-surat perdagangan. Pemimpin kafilah membunyikan tanda dan semuanya segera berangkat. Pada musim panas, kafilah Mekah berangkat menjelang senja dan terus berjalan pada malam hari. Mereka beristirahat pada siang hari karena perjalanan siang akan sangat melelahkan semua orang. Maka, berangkatlah Muhammad menempuh jalur yang pernah ditempuh bersama pamannya 13 tahun yang lalu. Imbalan untuk Muhammad Imbalan yang diberikan Khadijah untuk seorang agen adalah dua ekor unta. Akan tetapi, Abu Thalib minta empat ekor unta. Maka, Khadijah pun menjawab, "Kalau permintaan itu bagi orang yang jauh dan tidak kusukai saja akan kukabulkan, apalagi buat orang yang dekat dan kusukai." Berdagang ke Syam Dalam perjalanan, Muhammad mengenali bahwa Maisarah adalah teman yang baik. Dengan senang hati, Maisarah menunjukkan dan menceritakan sejarah berbagai tempat menarik yang mereka lewati. Muhammad juga menemui bahwa anggota kafilah yang lain sangat ramah dan akrab terhadapnya. Setelah satu bulan berjalan, tibalah mereka di Syria. Setelah beristirahat beberapa hari, mulailah para pedagang menuju ke pasar. Walaupun ini adalah pengalaman pertama. Muhammad sama sekali tidak bingung dengan tugasnya. Maisarah tercengang melihat kelihaian Muhammad mengambil keputusan, pikirannya yang tajam, serta kejujurannya. Semua barang yang mereka bawa laku terjual dengan jumlah keuntungan yang belum pernah didapatkan Khadijah sebelum itu. Setelah itu, Muhammad membeli barang-barang berkualitas yang akan dibawa pulang ke Mekah untuk dijual dengan harga tinggi. Di Syria, setiap orang yang berjumpa dengan Muhammad pasti sangat terkesan olehnya. Penampilan Muhammad sangat memesona, ramah, dan sangat besar perhatiannya pada setiap orang. Di tengah-tengah kesibukan itu, Maisarah melihat bahwa Muhammad selalu memanfaatkan setiap waktu senggang untuk menyendiri dan berpikir. Ini benar-benar tidak lazim bagi Maisarah. Ia tidak menyadari bahwa tuan mudanya ini memang sangat terbiasa meluangkan waktu untuk memikirkan nasib umat manusia. Muhammad juga amat heran melihat perpecahan berbagai kelompok Nasrani di Syria. Setiap masing-masing dari mereka memiliki jalan dan pendapat sendiri padahal seharusnya mereka bergabung dalam satu kelompok. Manakah yang paling benar dari semuanya itu. Pikiran-pikiran seperti ini membuat mata Muhammad selalu terbuka pada saat orang-orang lain terlelap tidur. Akhirnya, waktu untuk pulang pun tiba. Oleh-oleh untuk handai tolan pun dibeli dan semua barang dikemas. Waktu pulang adalah waktu yang paling menggembirakan karena mereka akan berjumpa lagi dengan orang-orang tercinta di kampung halaman. Mereka tidak sabar lagi mendengar tawa ria anak-anak mereka saat kembali nanti dan mereka sadar jika waktu itu tiba, tidak akan kuat lagi mereka menahan air mata. Hari Jum'at Hari Jum'at pada zaman jahiliyah adalah hari bersuka ria di seluruh jazirah. Semua orang sibuk di pasar. Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa, pernah terjadi, khutbah Jum'at Rasulullah hampir terganggu, karena saat itu datang kafilah membawa barang dagangan. Pada hari Jum'at, semangat berdagang mengaliri darah semua orang pada saat itu. Bersambung Khadijah
Namanya Khadijah binti Khuwalid. Sosoknya cantik dan anggun. Setelah ayah dan ibunya meninggal, saudara-saudara Khadijah saling membagi harta kekayaan peninggalan orangtuanya. Namun, Khadijah sadar bahwa kekayaan dapat membuat orang hidup menganggur dan berfoya-foya. Dia dikaruniai kecerdasan yang luar biasa dan kekuatan sikap untuk mengatasi godaan harta. Maka dari itu, Khadijah pun memutuskan untuk membangun kekayaannya sendiri berbekal warisan orangtuanya. Tidak lama kemudian, Khadijah telah membuktikan bahwa kalau pun tidak mendapat harta warisan, dia mampu mendapatkan kekayaan itu dari hasil jerih payahnya sendiri. Dengan harta yang diperolehnya, Khadijah membantu orang-orang miskin, janda, anak-anak yatim, dan orang-orang cacat. Jika ada seorang gadis yang tidak mampu, Khadijah menikahkan dan memberi mas kawinnya. Khadijah lembut dan ramah. Walau menjadi pemimpin tertinggi dalam menjalankan bisnis keluarga sepeninggal Ayahnya, dia juga mau menerima saran-saran orang lain. Khadijah tidak menyukai adanya jarak hubungan antara atasan dan bawahan. Dia menganggap bawahan sebagai rekan kerja yang pantas dihormati. Khadijah sendiri selalu tinggal di rumah. Karena itu, biasanya dia minta bantuan seorang agen, jika sebuah kafilah sedang dipersiapkan untuk pergi ke luar negeri. Orang yang dimintai bantuan itu bertanggungjawab membawa barang-barang dagangannya untuk dijual ke pasar-pasar asing. Khadijah sangat teliti memilih seorang agen. Dia juga sangat lihai merencanakan waktu keberangkatan kafilah dan tempat tujuannya sebab barang akan terjual dengan cepat pada waktu dan tempat yang tepat. Begitu suksesnya Khadijah sebagai seorang saudagar, sampai-sampai jika sebuah kafilah Quraisy berangkat dari Mekah, bisa dipastikan lebih dari separuhnya adalah harta perdagangan milik Khadijah. Dia seperti mempunyai sentuhan emas. Diibaratkan jika dia menyentuh debu, debu ini akan berubah menjadi "emas". Karena itu penduduk Mekah menjulukinya "Ratu Quraisy" atau "Ratu Mekah". Kalau hanya kekayaan yang menjadi ukuran, tentu Allah tidak akan menjadikan Khadijah (kelak) sebagai istri seorang rosul. Pasti ada sifat lain yang lebih utama yang membuatnya sepadan dengan Muhammad. Catatan Sebuah kafilah dagang pada masa itu ibarat kampung bergerak. Hewan beban berjumlah 1000 sampai 2500 ekor dan diiringi seratus sampai tiga ratus orang. Kafilah perlu organisasi yang baik, biaya besar, dan keberanian yang cukup. Jika ada perampok, seluruh anggota kafilah harus berani menyabung nyawa untuk mempertahankan harta yang dibawanya. Wanita Suci Khadijah mempunyai seorang paman bernama Waraqah bin Naufal. Waraqah adalah sanak saudara Khadijah yang paling tua. Dia sangat mengutuk kebiasaan bangsa Arab Jahiliah yang menyembah berhala sehingga menyimpang jauh dari apa yang diajarkan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail. Waraqah sendiri adalah hamba Allah yang setia dan lurus. Dia tidak pernah meminum minuman keras dan berjudi. Dia murah hati terhadap orang-orang miskin yang membutuhkan pertolongannya. Khadijah sangat terpengaruh pemikiran Waraqah bin Naufal. Khadijah juga sangat membenci berhala dan patung-patung sesembahan. Bersama beberapa keluarganya, Khadijah adalah pengikut setia ajaran Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail. Jika mendengar ada seorang anak perempuan akan dikubur hidup-hidup. Waraqah dan Khadijah akan segera menemui sang Ayah dan mencegah perbuatannya. Jika kemiskinan yang menjadi alasan rencana pembunuhan itu, Khadijah dan Waraqah akan membeli anak itu dan membesarkannya seperti anak kandung sendiri. Sering kali beberapa waktu setelah itu, ayah si anak menyesali perbuatannya dan mengambil putrinya kembali. Waraqah dan Khadijah akan memastikan dulu bahwa anak itu akan diasuh dengan benar dan disayangi, setelah itu barulah dia mengizinkan sang Ayah membawa pulang anaknya kembali. Budi pekerti Khadijah yang agung, santun, lembut dan penuh keteladanan ini membuat semua orang menjulukinya juga sebagai Khadijah At Thahirah atau Khadijah yang suci. Pertama kalinya dalam bangsa Arab seorang wanita dijuluki demikian, padahal orang Arab pada masa jahiliah itu sangat mengagungkan laki-laki dan merendahkan wanita. Catatan Selain Khadijah, ada pula beberapa saudagar wanita terkenal. Di antaranya adalah: ~ Hindun, istri Abu Sofyan dan ~ Asma binti Mukharribah, ibu Abu Jahl. Para Saudagar wanita ini biasanya juga menjual keperluan wanita, seperti pakaian, parfum, perhiasan emas dan perak, permata dan obat-obatan. Barang-barang ini tidak memerlukan banyak ruang, ringan dan laku keras di mana-mana. Bersambung HILFUL FUDHUL
Selain mengikuti peperangan, Muhammad yang masih remaja juga mengikuti sebuah perjanjian yang amat baik. Perjanjian itu kelak dikenal dengan nama Hilful Fudhul. Perjanjian ini bertujuan untuk melindungi hak-hak para pedagang asing yang sering kali terdzalimi. Pencetus perjanjian ini adalah protes seorang pedagang asing dari Yaman. Saat itu, Ash bin Wa'il, seorang saudagar Mekah, tidak mau membayar utang kepada si pedagang. Pedagang itu lalu menggubah syair dan membacakannya di depan umum. Syair ini amat menggugah perasaan para pemuka Quraisy. Mereka khawatir apabila dibiarkan terus, para pedagang Asing tidak mau lagi memasuki Mekah. Apalagi Perang Fijar mengakibatkan mulai terjadinya perpecahan di pihak Quraisy. Sepeninggal Abdul Muthalib, orang-orang Quraisy dari keluarga yang lain sudah mulai berani mencoba menentang kekuasaan pemerintahan Quraisy. Maka dari itu, atas usulan Zubair bin Abdul Muthalib, seorang paman Muhammad, orang-orang Quraisy dari keluarga Hasyim, Zuhra, Taim berkumpul. Mereka bersepakat dan berjanji atas nama Tuhan Maha Pembalas bahwa Tuhan akan berada di pihak yang terdzalimi, sampai orang itu tertolong. Pertemuan ini sendiri berlangsung di rumah Abdullah bin Jud'an At Taimi yang megah. Perjanjian Hilful Fudhul ini menjamin perlindungan terhadap hak-hak orang lemah. Muhammad ikut menyaksikan perjanjian dan amat menyukainya. Di kemudian hari, setelah diutus menjadi seorang Rosullullah, Muhammad bersabda: "Aku tidak suka mengganti perjanjian yang kuhadiri di rumah Ibn Jud'an itu dengan jenis unta yang baik. Kalau sekarang aku diajak, pasti akan kutolak." Besarnya Diyat Diyat adalah pembayaran ganti rugi. Untuk kematian/wajah cacat total ganti ruginya sebanyak 100 ekor unta. Satu kaki/tangan/mata jadi buta diganti dg 50 ekor unta. Jika wajah cacat total, nilai gantinya 100 unta. Luka sampai menembus otak, 33 ekor unta. Cacat kelopak mata, 25 ekor unta. Satu jari hilang/tulang retak, 15 ekor unta. Luka sampai tulang kelihatan, 10 ekor unta. Satu gigi copot, 5 ekor unta. Demikian seterusnya dalam ketetapan yang rinci. MENGGEMBALAKAN KAMBING Muhammad melewati masa remajanya dengan menggembalakan kambing. Beliau pernah berkata kepada para sahabatnya, "Musa diutus, dia menggembala kambing. Daud diutus, dia menggembala kambing. Aku diutus juga menggembala kambing keluargaku di Ajyad." Sambil menggembala, pikiran Muhammad menerawang, "Siapa yang menciptakan bintang-bintang yang begitu kemilau? Siapa yang membuat udara untuk kuhirup? Siapa yang membuat jantungku berdetak? Siapa yang membuat matahari mengejar bulan dan bulan mengejar matahari?" Ribuan pertanyaan seperti itu membuat Muhammad selalu sibuk berpikir. Hal itu membuat akhlak beliau terjaga demikian baik dari perbuatan buruk yang sering terjadi di Mekah. Pada saat itu, orang menyembah patung di mana-mana, laki-laki dan perempuan yang bukan suami istri sering pergi berduaan, orang-orang melakukan thawaf tanpa busana, pesta mabuk-mabukan setiap malam, dan masih banyak keburukan lain. Meski demikian, pernah juga Muhammad ingin pergi ke kota untuk melihat sebuah pesta pernikahan. "Tolong jaga kambing-kambingku," pinta Muhammad kepada seorang teman gembalanya. "Baiklah, memang sudah giliranmu yang pergi bersenang-senang," kata teman Muhammad. "Selama ini, kami selalu ada di padang gembala seperti seorang pertapa." Muhammad pun pergi memasuki Mekah. Di ujung kota, ia melihat ada sebuah pesta pernikahan yang dipenuhi berbagai hiburan dan musik. Namun, belum sempat Muhammad tiba dirumah itu, tubuhnya tiba tiba disergap keletihan. Muhammad duduk bersandar di dinding dan tertidur lelap sampai pagi. Ia tidak sempat melihat tontonan di pesta sedikit pun. Esok harinya, Muhammad datang lagi ke Mekah dengan maksud yang sama. Kali ini, sebelum ia tiba di tempat pesta, telinganya mendengar musik indah yang turun dari langit, musik yang jauh lebih indah daripada semua musik di dunia ini. Musik itu membuai Muhammad dan ia pun kembali tertidur. Sejak itu, Muhammad tidak lagi berminat untuk melihat pertunjukan musik di pesta. Agar terhindar dari kenakalan yang sering dibuat para pemuda seusianya. Akhlak Muhammad yang demikian baik selagi muda membuatnya disayang dan dipercaya semua orang hingga ia pun dijuluki Al Amin, artinya "Yang Dipercaya". Bersambung Perlindungan Allah
Abu Thalib segera melaksanakan apa yg disarankan oleh Buhaira, karena peringatan itu memang beralasan. Segera, setelah Abu Thalib dan Muhammad meninggalkan rumah Buhaira, datanglah 3 orang ahli kitab bernama Zurair, Daris, dan Tammam kepada Buhaira. Ketiganya menyandang senjata di pinggang. Mereka bertanya kepada Buhaira apakah ia juga melihat seorang anak dengan ciri-ciri seperti ini dan itu. Buhaira tahu bahwa mereka mencari Muhammad. Rupanya, ketiga orang ini juga telah mendengar tentang Muhammad. Buhaira memandang senjata2 yang mereka bawa dengan perasaan ngeri. Buhaira tahu mereka mencari Muhammad dengan maksud membunuhnya. Oleh karena itu, Buhaira berusaha memberikan perlindungan kepada Muhammad. Tidak henti-hentinya Buhaira menasihati ketiga tamunya akan adanya kekuasaan Allah. Diingatkannya bahwa bagaimanapun usaha mereka, mereka tidak akan mampu mendekati Muhammad untuk membunuhnya. Akhirnya, ketiganya pun melihat kebenaran dalam perkataan Buhaira. Batallah niat mereka untuk mengejar dan membunuh Muhammad, kemudian berlalulah mereka dari hadapan Buhaira. Allah menjaga Muhammad dari kejahatan dan kotoran-kotoran jahiliyah. Allah membimbing Muhammad tumbuh menjadi orang yang paling ksatria, paling baik akhlaknya, paling mulia asal-usulnya, paling baik pergaulannya, paling agung sikap santunnya, paling murni kejujurannya, paling jauh dari keburukan dan akhlak yang mengotori kaum lelaki sehingga semua orang menjulukinya "Al Amin" karena Allah mengumpulkan sifat-sifat itu pada diri Muhammad. Kelak setelah menjadi Rasul, Muhammad bercerita tentang perlindungan Allah kepadanya sejak masa kecil dari segala bentuk kejahiliyahan. Rasulullah bersabda, "Pada masa kecilku, aku bersama anak-anak kecil Quraisy mengangkut batu untuk satu permainan yang biasa dilakukan anak-anak. Semua dari kami melepas baju untuk alas di atas pundak (sebagai ganjalan) untuk memikul batu. "Aku maju dan mundur bersama mereka. Namun, tiba-tiba seseorang yang belum pernah aku lihat sebelumnya menamparku dengan tamparan yang amat menyakitkan. Ia berkata, 'Kenakan pakaianmu!' Kemudian, aku mengambil pakaianku dan memakainya. Setelah itu, aku memikul batu di atas pundakku dengan tetap mengenakan pakaian dan tidak seperti teman temanku." Membantu Paman Muhammad juga pernah menjadi gembala sewaan, untuk membantu Abu Thalib yang hidup dalam kemiskinan. Perang Fijar Sebagai seorang remaja yang tumbuh di lingkungan Jazirah Arab. Muhammad juga mengalami perang. Perang itu disebut Perang Fijar. Saat peperangan dimulai, Umur Muhammad memasuki lima belas tahun. Perang itu sendiri disebabkan sebuah pembunuhan. Barradz bin Qois dari Bani Kinanah membunuh Urwa Ar-Rahhal bin Utba dari Bani Hawazin, hanya karena Barradz jengkel ketika Urwa dipilih untuk memimpin kafilah dagang Nu'man bin Mundhir yang kaya. Diam diam, Barradz mengikuti kafilah Urwa dari belakang dan membunuh Urwa. Padahal ketika itu adalah bulan suci, bulan yang tidak diperkenankan bagi siapa pun untuk menumpahkan darah. Karena Quraisy pelindung Barradz, Bani Hawazin mengumumkan perang terhadap Quraisy untuk membalas kematian Urwa. Perang pun pecah pada bulan suci. Selama empat tahun berturut-turut, kedua belah pihak saling menyerang. Dalam pertempuran itu, awalnya Muhammad bertugas memunguti anak panah lawan yang berjatuhan dan memberikannya kepada paman-pamannya. Namun, pada tahun-tahun berikutnya, dia juga meluncurkan panah ke arah lawan untuk melindungi paman-pamannya. Perang pun berakhir dengan perdamaian ala pedalaman: pihak yang menderita lebih sedikit korban manusianya harus membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sejumlah selisih kelebihan korban. Dalam hal ini, pihak Quraisy yang lebih sedikit menderita korban harus membayar kelebihan korban sebanyak dua puluh orang Hawazin. Barradz bin Qois Barradz bin Qois, si penyebab Perang Fijar, adalah seorang pemabuk. Karena merusak citra sukunya, dia diusir dan mendapat naungan suku lain. Namun di sana, dia juga mabuk berat dan membuat onar kemudian diusir lagi. Akhirnya, Harb bin Muawiyah, ayah Abu Sofyan, menampungnya walaupun hampir saja Barradz bin Qois diusir lagi, karena terus berbuat onar. Dikarenakan perlindungan Harb dari Quraisy inilah, Bani Hawazin menyerang Quraisy ketika Barradz bin Qois membunuh Urwa bin Utba. Bersambung Percakapan Buhaira
Akan tetapi, segera saja Buhaira merasakan ada sesuatu yang kurang dari rombongan Quraisy itu. Maka, ia kembali mengulangi permintaannya, "Hai Orang-orang Quraisy, jangan sampai ada yang tidak makan makananku ini." Salah seorang Quraisy berkata, "Hai Buhaira, tidak ada seorang pun tertinggal yang layak datang kepadamu, kecuali anak muda yang paling kecil di antara kami. Ia berada di tempat perbekalan rombongan." Buhaira menggeleng-geleng kepala, "Kalian jangan seperti itu. Panggil dia untuk makan bersama kalian!." Orang-orang Quraisy merasa malu. Salah seorang dari mereka bahkan berkata, "Demi Lata dan Uzza, adalah aib dari kami kalau putra Abdullah bin Abdul Muthalib tidak ikut makan bersama kami." Setelah Muhammad dipanggil, Buhaira memeluknya dan mendudukkannya bersama rombongan Quraisy yang lain. Sambil menyaksikan tamu-tamunya makan, sebenarnya mata Buhaira tertuju kepada Muhammad dengan seksama. Dari hasil pengamatannya itulah, Buhaira mengambil kesimpulan dalam hati, "Anak ini mempunyai sifat-sifat kenabian." Jamuan selesai. Sambil mengucapkan terimakasih, rombongan Quraisy pun membubarkan diri menuju tempat perkemahan mereka untuk beristirahat. Namun, Buhaira tidak membiarkan Muhammad pergi. Diajaknya anak itu untuk duduk dan bicara. "Hai anak muda," panggil Buhaira, "dengan menyebut nama Lata dan Uzza, aku akan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepadamu dan engkau harus menjawabnya." Wajah Muhammad tampak berubah dan ia menjawab, "Jangan bertanya tentang apa pun kepadaku sambil menyebut nama Lata dan Uzza. Demi Allah, tidak ada yang sangat aku benci melainkan keduanya." Buhaira tersenyum dan mengulangi permintaannya, "Baiklah, kalau begitu aku akan bertanya kepadamu dengan menyebut nama Allah dan engkau harus menjawab pertanyaanku." Wajah Muhammad berubah cerah dan ia mengangguk, "Tanyakan kepadaku apa saja yang ingin engkau tanyakan." اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمَّد Saran Buhaira kepada Abu Thalib Buhaira menanyakan banyak sekali hal kepada Muhammad, tentang tidur Muhammad, tentang postur tubuh Muhammad, dan banyak lagi hal lainnya. Muhammad menjawab semua itu dan semua jawaban itu sesuai benar dengan perkiraan Buhaira. Kemudian, Buhaira melihat punggung Muhammad dan mendapati tanda kenabian di antara kedua bahu Muhammad. Tanda kenabian itu seperti bekas orang berbekam. Setelah itu, Buhaira mendekati Abu Thalib dan bertanya kepada nya, ''apakah anak muda ini anakmu? '' ''Iya, dia anakku." Jawab Abu Thalib. Buhaira menggeleng. "Tidak, dia bukan anakmu. Anak muda ini tidak pantas mempunyai ayah yang masih hidup". Abu Thalib agak tercengang, lalu dia pun mengangguk. "Kau benar. Dia bukan anakku, dia anak saudaraku". Buhaira mengangguk-angguk puas lalu bertanya lagi. "Apa yang dikerjakan ayahnya?". "Ayahnya telah meninggal dunia ketika dia masih berada dalam kandungan ibunya ". "Engkau benar" kata Buhaira menghela nafas dalam-dalam. Kemudian, sambil berbisik, dia menyampaikan sebuah saran dengan sangat sungguh-sungguh. "Sekarang, dengar saranku baik-baik. Bawa anak saudara mu ini ke negeri asalmu sekarang juga! Jaga dia dari orang-orang Yahudi! Demi Allah, jika mereka melihat padanya seperti apa yang aku lihat, mereka pasti akan membunuhnya. sesungguhnya, akan terjadi sesuatu yang besar pada diri anak saudaramu ini. Karena itu, segera bawa pulang dia ke negeri asalmu!". Abu Thalib tampak ketakutan dengan peringatan itu. Dia yakin bahwa apa yang dikatakan Buhaira itu benar. Maka dari itu, segera setelah urusan perdagangannya selesai, Abu Thalib segera membawa Muhammad pulang. Sesulit apa pun beban hidupnya, Abu Thalib tidak pernah lagi pergi berdagang ke tempat jauh demi melindungi keponakannya itu. Bushra (kota di mana Buhaira tinggal) Jalur yang dilewati kafilah Abu Thalib adalah jalan kafilah Barat yang menyusuri Laut Merah, Madyan, Wadi Al Qurra, Hijir, dan Kota Bushra. Kota Bushra atau Bostra telah lama didirikan Romawi sebagai ibu kota wilayah Hauran, untuk menahan serbuan Badui pedalaman. Di kota ini, Romawi memusatkan pasukan dan mengumpulkan pajak dari para kafilah. Bagi kafilah sendiri, Bostra adalah pusat perdagangan paling ramai sebelum tiba di Syria yang terletak lebih ke Utara. Bersambung Mengikuti Paman
Hati Muhammad kecil merasa pengap dengan kehidupan di Mekah. Setiap hari, dilihatnya anak-anak fakir miskin seusianya bekerja bersama-sama dengan bertelanjang tanpa rasa malu. Muhammad juga melihat setiap malam pintu rumah orang-orang kaya tertutup rapat. Di dalam, mereka berpesta pora, menyaksikan para penari, dan bermabuk-mabukan sampai pagi sambil dijaga oleh para budak. Padahal, di tempat lain, ia melihat orang-orang berjuang mencari rezeki antara hidup dan mati. Muhammad sering sekali melintas di depan gubuk-gubuk reyot dan rumah-rumah kumuh. Pintu-pintu mereka juga tertutup rapat, tetapi di dalamnya tinggal orang-orang yang hidup menderita. Orang-orang itu jika tidak memiki bahan makanan, besok atau lusa terpaksa menggadaikan anak gadis, istri atau ibunya untuk dikumpulkan menjadi budak para saudagar demi melepaskan diri dari lilitan hutang. Di depan gubuk-gubuk itu, Muhammad melihat para pemuda berkumpul. Pikiran mereka dipenuhi impian tentang datangnya mukjizat yang akan mampu membebaskan Mekah dari kebiadaban. Para pemuda itu berkumpul mengelilingi seorang laki-laki yang bercerita tentang legenda-legenda indah orang-orang terdahulu yang berjuang melawan raja yang sewenang-wenang. Suatu saat, pada usia Muhammad 12 tahun, Abu Thalib berniat pergi berdagang ke Syam untuk mencari nafkah. "Ajaklah aku, Paman!" pinta Muhammad. "Tetapi, perjalanan padang pasir begitu sulit dan jauh! Aku tidak tega mengajak anak sekecilmu menempuh kesulitan sedemikian berat!". Saat itu, hanya Abu Thalib tempat Muhammad berlindung. Ia merasa amat kesepian jika harus menghadapi kehidupan Mekah seorang diri, tanpa ada paman di sampingnya. "Kepada siapakah Paman akan meninggalkan aku seorang diri apabila Paman pergi nanti?" tanya Muhammad begitu mengiba. Abu Thalib sangat terharu, "Demi Allah, aku pasti membawanya pergi. Ia tidak boleh berpisah denganku dan aku tidak boleh berpisah dengannya selama-lamanya." Lihb Si Peramal Orang-orang Quraisy sering mendatangi Lihb dengan membawa anak-anaknya untuk diramal. Suatu hari, Lihb melihat Muhammad. "Kemarilah, hai anak muda!" serunya. Namun, Abu Thalib segera menyembunyikan Muhammad dan membawanya pergi hingga Lihb berteriak-teriak, "Celakalah kalian, bawa ke sini anak muda yang aku lihat tadi! Demi Allah, anak ini akan menjadi orang besar di kemudian hari!" اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمَّد Jamuan Buhaira Berangkatlah rombongan kafilah Quraisy menuju ke Syam 1). Ketika tiba di Busra, mereka melewati rumah ibadah seorang pendeta Nasrani bernama Buhaira. Ia adalah pendeta yang pandai. Di rumah ibadahnya, selalu ada pendeta dan umat Nasrani yang menuntut ilmu kepada Buhaira. Biasanya, Buhaira tidak pernah menggubris rombongan Quraisy yang setiap tahun melintas di tempat itu. Namun, kali ini ada yang berubah pada diri Buhaira. Ketika rombongan Quraisy, termasuk Abu Thalib dan Muhammad, singgah di dekat rumah ibadahnya, Buhaira memerintahkan para pembantunya untuk membuat masakan yang banyak. Buhaira berbuat begitu karena dari jendela rumah ibadahnya, ia melihat hal yang aneh pada rombongan Quraisy. Ada awan kecil yang bergerak pelan mengikuti ke mana pun kafilah pergi. Ada sesuatu atau seorang di dalam kafilah yang dilindungi awan itu dari terik matahari. Buhaira bergegas mendatangi kafilah yang tengah beristirahat di bawah pepohonan rindang dan berkata "Hai orang-orang Quraisy, sungguh aku telah membuat makanan untuk kalian. Aku ingin kalian semua, anak kecil, orang dewasa, budak, dan orang merdeka, singgah di rumahku". Salah seorang Quraisy bertanya, "Demi Allah, hai Buhaira, alangkah istimewanya apa yang engkau perbuat kepada kami hari ini. Padahal, kami sering melewati tempat mu ini. Apa yang sebenarnya terjadi padamu?" "Engkau benar," jawab Buhaira, "dulu aku memang seperti yang engkau katakan. Namun, kalian, semuanya, adalah tamuku kali ini dan aku ingin menjamu kalian. Aku telah membuat makanan dan kalian semuanya harus ikut makan." Dengan senang hati, rombongan Quraisy pun masuk ke rumah Buhaira untuk memenuhi undangannya. Hanya saja, Muhammad tidak ikut karena ia masih kecil. Ia ditugaskan menjaga perbekalan kafilah. __________________ 1) Negeri Syam Abu Thalib berangkat tahun 582 Masehi ke negeri Syam. Syam saat itu adalah sebuah negeri yang wilayahnya (sekarang) meliputi Syria, Yordania, dan Palestina. Syam berada di bawah pemerintahan Romawi Timur. Bersambung Abdul Muthalib Wafat
Muhammad dibawa pulang oleh Ummu Aiman. Ia pulang sambil menangis hatinya pilu karena kini sebatang kara. Muhammad makin merasa kehilangan. Ia menjalani takdir sebagai seorang anak yatim-piatu. Terasa olehnya hidup yang makin sunyi dan semakin sedih. Baru beberapa hari yang lalu, ia mendengar dari ibunya cerita keluhan duka kehilangan ayahandanya semasa ia dalam kandungan. Kini, ia melihat sendiri di hadapannya, ibunya pergi untuk tidak kembali lagi, sebagaimana ayahnya dulu. Muhammad yang masih kecil itu kini memikul beban hidup yang berat, sebagai seorang yatim-piatu. Ketika tiba di Mekah, Abdul Muthalib menyambut kedatangan cucunya itu dengan rasa iba yang dalam. Kecintaan Abdul Muthalib pun semakin bertambah kepada Muhammad. Rasa duka Muhammad mungkin agak ringan apabila kakeknya, Abdul Muthalib, dapat hidup lebih lama lagi. Namun, Allah سبحانه و تعال sudah menentukan lain. Pada usia 80 tahun, sang kakek pun meninggal dunia. Saat itu, Muhammad berusia delapan tahun. Ia mengiringi jenazah kakeknya ke kubur sambil berlinangan air mata. Kenangan sedih sebagai anak yatim-piatu membekas begitu dalam pada diri Rasulullah, sehingga di dalam Al Quran pun disebutkan ketika Allah mengingatkan Rasulullah ﷺ akan nikmat yang dianugerahkan kepadanya di tengah kesedihan itu, أَلَمْ يَجِدْكَ يَتِيمًا فَآوَىٰ Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu? Surah Ad-Duha (93:6) وَوَجَدَكَ ضَالًّا فَهَدَىٰ Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk. Surah Ad-Duha (93:7) Keluarga Umayyah Kematian Abdul Muthalib merupakan pukulan yang berat bagi keluarga Hasyim. Tidak ada anak-anak Abdul Muthalib yang memiliki keteguhan hati, kewibawaan, pandangan tajam, terhormat, dan berpengaruh di kalangan Arab seperti dirinya. Kemudian keluarga Umayyah tampil ke depan mengambil tampuk pimpinan yang memang sejak dulu mereka idam-idamkan, tanpa menghiraukan ancaman yang datang dari keluarga Hasyim. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ سيدنا مُحَمَّد Diasuh Abu Thalib Sebelum wafat, Abdul Muthalib menunjuk salah seorang anaknya untuk mengasuh Muhammad. Ia tidak menunjuk Abbas yang kaya, namun agak kikir. Ia juga tidak menunjuk Harist, putranya yang tertua karena Harist adalah orang yang tidak mampu. Abdul Muthalib menunjuk Abu Thalib untuk mengasuh Muhammad karena sekalipun miskin, Abu Thalib memiliki perasaan yang halus dan paling terhormat di kalangan Quraisy. Abu Thalib juga amat menyayangi kemenakannya itu. Budi pekerti Muhammad yang luhur, cerdas, suka berbakti, dan baik hati, sangat menyenangkan Abu Thalib. Ia bahkan lebih mendahulukan kepentingan Muhammad daripada anak-anaknya sendiri. Begitu pun sebaliknya, Muhammad amat mencintai pamannya. Ia tahu pamannya memiliki banyak anak kecil dan hidup dalam kemiskinan. Namun demikian, pamannya tidak pernah berhutang kepada orang lain. Abu Thalib lebih suka bekerja keras memeras keringat untuk menafkahi keluarganya. Karena itulah, tanpa ragu, Muhammad ikut bekerja seperti anak-anak Abu Thalib yang lain. Ia ikut membantu pekerjaan keluarga Abu Thalib, menggembalakan kambing, dan mencari rumput. Abu Thalib merasa bahwa Muhammad kelak akan menjadi orang yang bersih hatinya dan dijauhkan dari dosa. Ia yakin, jika mengajak Muhammad berdoa, Tuhan akan mengabulkan permohonannya. Seperti yang dilakukannya ketika orang-orang Quraisy berseru "Wahai Abu Thalib, lembah sedang kekeringan dan kemiskinan melanda. Marilah berdoa meminta hujan". Maka, Abu Thalib keluar bersama Muhammad. Ia menempelkan punggung Muhammad ke dinding Ka'bah dan berdoa. Kemudian, mendung pun datang dari segala penjuru, lalu menurunkan hujan yang sangat deras hingga tanah di lembah-lembah dan di ladang menjadi gembur. Bersambung Bertemu Kakek dan Ibunda
Tidak lama kemudian, datanglah seseorang bernama Waraqah bin Naufal dan seorang temannya dari Quraisy. Keduanya menyerahkan Muhammad kepada Abdul Muthalib, "Ini anakmu, kami menemukannya di Mekah Atas." Alangkah lega dan gembiranya Abdul Muthalib. "Cucuku!" katanya sambil mendekap Muhammad. Abdul Muthalib memperhatikan cucunya dengan wajah berseri-seri, "Apakah kamu mau kakek ajak menunggangi unta yang hebat?" "Mau. Tetapi, mana untanya kek?" Sambil tertawa, orang tua itu mengangkat Muhammad dan mendudukkannya di atas bahu. "Kau kini telah menduduki untanya, Nak! Ha....ha....ha...." "Wah, unta hebatnya kok sudah tua ya Kek?" "Biar tua, tapi ini unta yang hebat, cucuku! Lihat unta ini mampu mengajakmu berthawaf mengelilingi Ka'bah." Abdul Muthalib membawa Muhammad berthawaf di Kabah. Setelah itu ia memintakan perlindungan Tuhan untuk cucunya itu dan mendoakannya. "Mari kita menemui ibumu sekarang," ajak Abdul Muthalib. Alangkah senangnya anak dan ibu itu ketika mereka saling bertemu. Walaupun demikian, tersisip kesedihan di hati Muhammad ketika ia melepas Halimah As Sa'diyah, ibu susu yang selama ini telah merawatnya dengan limpahan kasih yang demikian besar. "Selamat tinggal Muhammad. Jadilah orang besar seperti yang pernah dikatakan ibumu," kata Halimah sambil beranjak pergi. Sampai dewasa, Muhammad tidak pernah memutuskan tali silaturahim dengan ibu susunya itu. Gembala Kambing Mulai dari hidupnya di Bani Sa'ad sampai masa kecilnya di Mekah, hidup Nabi Muhammad dilalui sebagai seorang gembala. Waraqah bin Naufal Waraqah bin Naufal adalah paman Khodijah (kelak menjadi istri Muhammad). Waraqah bin Naufal tidak menyukai berhala. Ia tetap mengikuti ajaran Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail, menjadi hamba Allah yang setia. Ia tidak meminum minuman keras dan tidak berjudi. Ia bermurah hati terhadap orang orang miskin yang membutuhkan pertolongannya. Di Bawah Asuhan Kakek Sejak itu, Abdul Muthalib bertindak sebagai pengasuh cucunya. Ia mengasuh Muhammad dengan sungguh-sungguh dan mencurahkan segala kasih sayangnya. Abdul Muthalib adalah pemimpin seluruh Quraisy dan seluruh Mekah. Untuk dia, diletakkan hamparan khusus tempatnya duduk di bawah naungan Ka'bah. Anak-anak beliau, paman-paman Muhammad, tidak ada yang berani duduk di tempat itu. Mereka duduk di sekeliling hamparan itu sebagai penghormatan kepada ayah mereka. Suatu saat, Muhammad kecil yang montok itu duduk di atas hamparan tersebut. Serentak paman-paman beliau langsung memegang dan menahan Muhammad agar tidak duduk di atas hamparan. Namun, ketika Abdul Muthalib datang dan melihat kejadian tersebut, berkata: "Biarkan anakku itu," katanya, "Demi Allah, sesungguhnya dia akan memiliki kedudukan yang agung." Kemudian, Abdul Muthalib duduk di atas hamparan tersebut sambil memangku Muhammad. Dielus-elusnya punggung Muhammad penuh sayang. Abdul Muthalib bergembira dengan apa yang dilakukan cucunya itu. Lebih-lebih lagi, kecintaan kakek kepada cucunya itu timbul ketika Aminah kemudian berniat membawa Muhammad ke Yatsrib untuk diperkenalkan kepada saudara-saudara ibunya dari keluarga Najjar. Perjalanan ini juga bertujuan menengok makam Abdullah, ayah Muhammad. Sudah lama Aminah memendam keinginan untuk menengok makam suami tercintanya itu. Kini, ia akan berangkat dengan ditemani putranya seorang. Aminah Wafat Dalam perjalanan itu, Aminah membawa Ummu Aiman, budak perempuan peninggalan Abdullah. Sesampainya di Yatsrib, mereka disambut oleh saudara-saudara Aminah. Kepada Muhammad diperlihatkan rumah tempat ayahnya meninggal dulu serta tempat ia dikuburkan. Itu adalah saat pertama Muhammad benar-benar merasa dirinya sebagai anak yatim. Apalagi ia mendengar ibunya bercerita panjang lebar tentang sang ayah tercinta yang setelah beberapa waktu tinggal bersama-sama, kemudian meninggal dunia. (Di kemudian hari, setelah hijrah, pernah juga Rasulullah SAW menceritakan kepada sahabat-sahabatnya tentang kisah perjalanan masa kecil beliau ke Yatsrib yang saat itu telah berubah nama menjadi Madinah. Beliau amat terkenang dengan perjalanan bersama ibunya itu, kisah perjalanan penuh cinta pada Madinah, kisah penuh duka pada orang yang ditinggalkan keluarganya.) Sesudah cukup sebulan tinggal di Madinah, mereka pun bersiap pulang. Mereka berjalan dengan menggunakan dua ekor unta yang mereka bawa dari Mekah. Akan tetapi, di tengah perjalanan, di sebuah tempat bernama Abwa*), Aminah menderita sakit hingga kemudian meninggal di tempat itu. "Ibu! Ibu!" panggil Muhammad kepada ibunya yang sudah wafat. Dalam pelukan Ummu Aiman, dengan air mata meleleh, Muhammad menyaksikan tubuh ibunya dikuburkan di tempat itu. Pada usia enam tahun. Muhammad SAW telah menjadi seorang anak yatim piatu. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمَّد *) Abwa Abwa adalah sebuah dusun yang terletak di antara Madinah dengan Juhfa. Jaraknya 37 km dari Madinah Bersambung Percakapan dengan Aminah
Karena kejadian itu, Halimah kembali ke Mekah dan menyerahkan Muhammad kepada ibunya. Aminah menerima kedatangan mereka dengan rasa heran, "Mengapa engkau mengantarkannya kepadaku, wahai ibu susuan? Padahal sebelumnya engkau meminta ia tinggal denganmu?" "Ya," jawab Halimah, "Allah telah membesarkan Muhammad. Aku sudah menyelesaikan apa yang menjadi tugasku. Aku merasa takut karena ada banyak kejadian terjadi padanya. Jadi, ia aku kembalikan kepadamu seperti yang engkau inginkan." "Sebenarnya, apa yang terjadi?" tanya Aminah, "berkatalah dengan benar kepadaku." Halimah terdiam sejenak, lalu bercerita dengan rasa berat, "Ada dua orang berbaju putih membawanya ke puncak bukit. Mereka membelah dan mengeluarkan sesuatu dari dalam dadanya." Setelah berkata demikian, Halimah mengangkat wajahnya memandang Aminah, tetapi ia terkejut melihat wajah Aminah demikian tenang. "Apakah engkau takut setanlah yang mengganggunya?" tanya Aminah. Halimah mengangguk, "Itulah sebenarnya yang membuatku khawatir sehingga cepat-cepat mengembalikannya kepadamu." Aminah menarik napas. "Demi Allah," katanya, "Setan tidak akan mendapatkan jalan untuk masuk ke dalam jiwa Muhammad. Sesungguhnya, anakku akan menjadi orang besar di kemudian hari. Ketika aku mengandungnya, aku melihat sinar keluar dari perutku. Dengan sinar tersebut aku bisa melihat istana-istana Busra di Syam menjadi terang-benderang. Demi Allah, aku belum pernah melihat orang mengandung yang lebih ringan dan lebih mudah seperti yang kurasakan. Ketika aku melahirkannya, ia meletakkan tangannya di tanah dan kepalanya menghadap ke langit." Halimah mendengar semua itu dengan takjub. Aminah menyentuh tangan Halimah dan berkata lembut, "Biarkan ia bersamamu dan pulanglah dengan tenang." Muhammad kecil pun kembali dibawa pulang. Namun, lagi-lagi terjadi sebuah peristiwa yang akhirnya membuat Halimah benar-benar kawatir dan mengembalikan Muhammad kepada ibunya. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمَّد Orang-Orang Habasyah "Kak, tunggu!" seru Muhammad sambil berlari menuruni bukit. Saat itu, usia Muhammad sudah 5 tahun. Ia sedang berlari mengejar saudara-saudaranya, yaitu anak-anak Halimah. Mereka sedang menggembala kambing. "Ayo Muhammad kejar kami kalau bisa!" ujar Syaima, anak perempuan sulung Halimah sambil tertawa. Anak-anak itu terus bermain. Diam-diam, ada beberapa orang Nasrani dari Habasyah sedang memperhatikan mereka. "Lihat, Kak! Itu Ibu datang!" seru Muhammad. Anak-anak menoleh. Mereka memekik senang melihat Halimah datang menjemput. Namun, wajah Halimah tampak khawatir. Ia mencurigai beberapa bayangan yang sedang mengintai sambil berbisik-bisik di kejauhan. Hatinya makin berdebar ketika orang-orang Habasyah itu datang mendekat. Tanpa memedulikan dirinya, mereka langsung mendekati Muhammad. "Paman mau apa?" tanya Muhammad. "Berbaliklah, Nak! Kami ingin melihat punggungmu!" perintah salah seorang dari mereka. Muhammad membalikkan badan, lalu orang-orang Habasyah itu saling pandang dengan wajah terkejut. Tanpa berkata apa-apa lagi, mereka berbalik ke tempat semula dan kembali berunding berbisik-bisik. "Kalian bermainlah lagi, Ibu akan mencari tahu apa yang mereka bicarakan!" kata Halimah kepada Muhammad dan saudara-saudaranya. Diam-diam, Halimah mendekati tempat orang-orang Habasyah itu berada dan terkejut mendengar apa yang mereka katakan, "Kita harus merampas anak ini dan membawanya kepada raja di negeri kita. Kita telah mengetahui seluk beluk tentang dia! Ada tanda di punggungnya yang meramalkan anak ini kelak akan menjadi orang besar." Diam-diam, Halimah menjauh, "Aku harus melarikan Muhammad dari mereka sekarang juga!" Tanda-Tanda Rasul Terakhir pada Injil Orang-orang Nasrani Habasyah itu tahu bahwa seorang Rasul terakhir akan dibangkitkan dan mereka diperintahkan mengikutinya seperti yang tertera pada Injil di bagian Kitab Ulangan (18): 15-22, "Bahwa seorang Nabi di antara kamu, dari antara segala saudaramu dan yang seperti aku ini, yaitu akan dibangkitkan oleh Tuhan Allah-mu bagi kamu, maka dia haruslah kamu dengar." اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ و عَلَى آلِ مُحَمَّد Muhammad Menghilang Halimah cepat-cepat mengajak Muhammad pergi, namun dari kejauhan orang-orang Habasyah itu terlihat bergegas mengikuti mereka. Untunglah Halimah mengenal daerah itu dengan baik, sehingga mereka bisa melepaskan diri dari kejaran orang-orang Habasyah walaupun dengan susah payah. Tidak berapa lama kemudian, Halimah berkemas menyiapkan Muhammad untuk segera kembali ke Mekah. Sedih sekali Muhammad harus berpisah dengan saudara-saudaranya. Syaima, Unaisah, dan Abdullah. "Muhammad, jangan lupakan kami ya?" pinta Syaima dengan mata berkaca-kaca. Muhammad mengangguk sambil memeluk mereka satu persatu. Kemudian, berangkatlah Muhammad meninggalkan dusun Bani Sa'ad dengan semua kenangan indah yang tidak akan pernah hilang dari benaknya seumur hidup. Halimah mengelus kepala Muhammad penuh sayang, "Bergembiralah, Muhammad. Engkau akan berjumpa dengan ibu dan kakekmu." Mekah pada malam hari sangat ramai ketika mereka tiba. Saat melalui kerumunan orang itulah, Muhammad terpisah dan hilang. Halimah kebingungan. Ia takut orang-orang Habasyah itu diam-diam masih mengikuti mereka dan mengambil kesempatan ini untuk menculik Muhammad. Sambil menangis, Halimah mendatangi Abdul Muthalib, "Sungguh, pada malam ini, aku datang dengan Muhammad, namun ketika aku melewati Mekah Atas, ia menghilang dariku. Demi Allah, aku tidak tahu di mana kini ia berada." Setelah memerintahkan orang untuk mencari, Abdul Muthalib berdiri di samping Ka'bah, lalu berdoa kepada Allah agar Dia mengembalikan Muhammad kepadanya. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمَّد Bersambung |
ISLAM
Cari artikel? Gunakan Search Box di pojok kanan atas halaman ini. Kebenaran Quran dan Ajaran IslamMenyampaikan bukti-bukti kebenaran Quran dan ajaran Islam melalui tulisan dan pengakuan ahli ilmu pengetahuan dunia yang diambil dari berbagai sumber.
Archives
July 2024
Categories
All
kirim pesan [email protected]
|