Buletin Kaffah No. 156, 09 Muharram 1442 H/28 Agustus 2020 M KHILAFAH DALAM TIMBANGAN SYARIAH DAN SEJARAH FILM dokumenter Jejak Khilafah di Nusantara (JKdN) menjadi perbincangan hangat di tengah masyarakat. Film ini didasarkan pada sebuah riset ilmiah yang cukup panjang. Sebagaimana judulnya, film ini mengungkap jejak Khilafah di Nusantara dari sisi sejarah. Adanya jejak Khilafah di Nusantara antara lain terungkap dalam sambutan Sri Sultan Hamengkubuwono X pada Kongres Umat Islam Indonesia (KUII) VI, 9 Februari 2015, di Yogyakarta. Saat itu beliau tegas mengungkapkan bahwa Raden Patah dikukuhkan oleh utusan Sultan Turki Utsmani sebagai Khalifatullah ing Tanah Jawi (Perwakilan Khilafah Turki di Tanah Jawa). Disertasi Dr. Kasori di UIN Sunan Kalijaga yang berjudul Di Bawah Panji Estergon: Hubungan Kekhalifahan Turki Utsmani dengan Kesultanan Demak Pada Abad XV-XVI M (2020) makin menguatkan pernyataan Sri Sultan HB X tersebut. Dalam penelitiannya Kasori antara lain menyatakan, para raja atau sultan di Demak memerlukan gelar sultan dari Turki untuk menguatkan kedudukannya. Adanya hubungan Khilafah dengan Nusantara, khususnya kesultanan-kesultanan Islam di Nusantara, juga ditegaskan oleh Sejarahwan UIN Bandung, Dr. Moeflich Hasbullah. Ia mengatakan bahwa Khilafah waktu itu adalah negeri adidaya yang sangat besar. Jadi sangat logis jika Nusantara mempunyai hubungan dengan Khilafah (Mediaumat.news, 24/8/20). Pengaruh Khilafah Turki Utsmani juga telah diungkap Ermy Azziaty Rozali dalam disertasinya di Universitas Malaya Malaysia dan diterbitkan dengan judul Turki Uthmaniah: Persepsi dan Pengaruh Dalam Masyarakat Melayu (2016) (Hidayatullah.com, 23/8/20). Jelas, keberadaan Khilafah Islam adalah fakta sejarah. Tak bisa dibantah. Khilafah Islam pernah eksis selama tidak kurang dari 13 abad. Menguasai tidak kurang dari 2/3 wilayah dunia. Jejak Khilafah ini begitu jelas dalam lintasan sejarah di dunia. Termasuk di Nusantara. Meski demikian, fakta sejarah Khilafah bukanlah dalil atas kewajiban menegakkan kembali Khilafah. Fakta sejarah Khilafah hanya mengungkap satu hal, yaitu bahwa sebagai suatu kewajiban, Khilafah pernah dipraktikkan oleh kaum Muslim selama berabad-abad. Tidak kurang dari 14 abad. Sejak Khulafaur Rasyidin, Khilafah Umayah, Khilafah Abbasiyah hingga Khilafah Utsmaniyah yang pada tahun 1924 dibubarkan oleh Mustafa Kemal Attaturk, seorang keturunan Yahudi. Pembubaran Khilafah ini didukung penuh—bahkan sejak awal diinisiasi—oleh Inggris. Sebagai negara penjajah nomor satu saat itu, Inggris tentu berkepentingan besar untuk meruntuhkan Khilafah Turki Utsmani, yang dipandang sebagai salah satu penghalang bagi ambisi imperialismenya di Dunia Islam. Makna Khilafah Lalu apa dalil kewajiban penegakan Khilafah? Sebelum bicara dalil, perlu ditegaskan kembali makna Khilafah dalam pandangan syariah. Menurut Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, “Khilafah, Imamah Kubra dan Imarah al-Mu’minin merupakan istilah-istilah yang sinonim dengan makna yang sama.” (Az-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islâmi wa Adillatuhu, IX/881). Imam al-Mawardi menyatakan, “Imamah (Khilafah) diposisikan untuk menggantikan kenabian dalam hal memelihara agama dan mengurus dunia.” (Al-Mawardi, Al-Ahkam as-Sulthaniyyah, hlm. 3). Dr. Mahmud al-Khalidi, dalam disertasinya di Universitas al-Azhar, Mesir, menyatakan, “Khilafah adalah kepemimpinan umum atas seluruh kaum Muslim di dunia untuk menerapkan syariah dan mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia.” (Al-Khalidi, Qawâ’id Nizhâm al-Hukm fî al-Islâm, hlm. 226). Definisi ini sama dengan yang digunakan oleh Al-‘Allamah al-Qadhi Taqiyuddin an-Nabhani, pendiri Hizbut Tahrir (Lihat: An-Nabhani, Nizham al-Hukmi fi al-Islam, hlm. 34). Karena merupakan istilah syariah, Khilafah adalah bagian dari ajaran Islam sebagaimana shalat, puasa, zakat, haji dan yang lainnya. Bahkan Nabi saw. memerintahkan agar umatnya tidak hanya memegang teguh sunnah beliau, tetapi juga sunnah Khulafaur Rasyidin. Nabi saw. bersabda: عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِيْ وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ المَهْدِيِيِّنَ مِنْ بَعْدِيْ، وَعَضُّوْا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ Kalian wajib berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk setelahku. Gigitlah sunnah itu dengan gigi geraham (HR Abu Dawud dan at-Tirmidzi). Perintah untuk terikat dengan sunnah Khulafaur Rasyidin yang terpenting tentu mempertahankan Khilafah dan menegakkan kembali Khilafah jika Khilafah tidak ada, sebagaimana saat ini. Karena itulah semua ulama kaum Muslim sepanjang zaman sepakat, bahwa adanya Khilafah adalah wajib. Kewajiban ini antara lain berdasarkan dalil al-Quran, as-Sunnah dan Ijmak Sahabat. Dalil Syariah Pertama: Dalil al-Quran. Allah SWT berfirman: ﴿وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً…﴾ Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Sungguh Aku akan menjadikan di muka bumi Khalifah…” (QS al-Baqarah [2]: 30). Imam al-Qurthubi, ahli tafsir yang sangat otoritatif, menjelaskan, “Ayat ini merupakan hukum asal tentang kewajiban mengangkat Khalifah.” Bahkan beliau kemudian menegaskan, “Tidak ada perbedaan pendapat mengenai kewajiban (mengangkat Khalifah) ini di kalangan umat dan para imam mazhab, kecuali pendapat yang diriwayatkan dari al-‘Asham (yang tuli tentang syariah)...” (Al-Qurthubi, Al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’ân, I/264). Dalil al-Quran lainnya antara lain QS an-Nisa’ (4) ayat 59; QS al-Maidah (5) ayat 48; dll (Lihat: Syaikh ad-Dumaji, Al–Imâmah al–‘Uzhma ‘inda Ahl as–Sunnah wa al–Jamâ’ah, hlm. 49). Kedua: Dalil as-Sunnah. Di antaranya sabda Rasulullah saw.: مَنْ مَاتَ وَ لَيْسَ فِي عُنُقِهِ بَيْعَةٌ مَاتَ مِيْتَةً جَاهِلِيَّةً Siapa saja yang mati, sedangkan di lehernya tidak ada baiat (kepada Imam/Khalifah), maka ia mati jahiliah (HR Muslim). Berdasarkan hadis di atas, menurut Syaikh ad-Dumaiji, mengangkat seorang imam (khalifah) hukumnya wajib (Ad-Dumaiji, Al-Imâmah al-‘Uzhma ‘inda Ahl as-Sunnah wa al-Jamâ’ah, hlm. 49). Nabi saw. juga mengisyaratkan bahwa sepeninggal beliau harus ada yang memelihara agama ini dan mengurus urusan dunia. Mereka adalah para khalifah. Nabi saw. bersabda: كَانَتْ بَنُوْ إِسْرَائِيْلَ تَسُوْسُهُمُ الأَنْبِيَاءُ، كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ نَبِيٌّ، وَإِنَّهُ لاَ نَبِيَ بَعْدِيْ، وَسَيَكُوْنُ خُلَفَاءُ فَيَكْثُرُوْنَ Bani Israil dulu telah diurus oleh para nabi. Ketika seorang nabi wafat, dia akan digantikan oleh nabi yang lain. Sungguh tidak seorang nabi pun setelahku. Yang akan ada adalah para khalifah sehingga jumlah mereka banyak (HR Muslim). Ketiga: Dalil Ijmak Sahabat. Perlu ditegaskan, kedudukan Ijmak Sahabat sebagai dalil syariah—setelah al-Quran dan as-Sunnah—sangatlah kuat, bahkan merupakan dalil yang qath’i. Imam as-Sarkhashi menegaskan: وَمَنْ أَنْكَرَ كَوْنَ الإِجْمَاعُ حُجَّةً مُوْجِبَةً لِلْعِلْمِ فَقَدْ أَبْطَلَ أَصْلَ الدِّيْنِ…فَالْمُنْكِرُ لِذَلِكَ يَسْعَى فِي هَدْمِ أَصْلِ الدِّيْنِ. Siapa saja yang mengingkari kedudukan Ijmak sebagai hujjah yang secara pasti menghasilkan ilmu berarti benar-benar telah membatalkan fondasi agama ini…Karena itu orang yang mengingkari Ijmak berarti sedang berupaya menghancurkan fondasi agama ini.” (Ash-Sarkhasi, Ushûl as-Sarkhasi, I/296). Berkaitan dengan itu Imam al-Haitami menegaskan: أَنَّ الصَّحَابَةَ رِضْوَانُ اللهِ عَلَيْهِمْ أَجْمَعُوْا عَلَى أَنَّ نَصْبَ اْلإِمَامِ بَعْدَ اِنْقِرَاضِ زَمَنِ النُّبُوَّةِ وَاجِبٌ، بَلْ جَعَلُوْهُ أَهَمَّ الْوَاجِبَاتِ حَيْثُ اِشْتَغَلُّوْا بِهِ عَنْ دَفْنِ رَسُوْلِ اللهِ ﷺ. Sungguh para Sahabat—semoga Allah meridhai mereka—telah berijmak bahwa mengangkat seorang imam (khalifah) setelah zaman kenabian berakhir adalah wajib. Bahkan mereka menjadikan upaya mengangkat imam/khalifah sebagai kewajiban paling penting. Faktanya, mereka lebih menyibukkan diri dengan kewajiban itu dengan menunda (sementara) kewajiban menguburkan jenazah Rasulullah saw. (Al-Haitami, Ash-Shawâ’iq al-Muhriqah, hlm. 7). Ijmak Ulama Aswaja Berdasarkan dalil-dalil di atas—dan masih banyak dalil lainnya—yang sangat jelas, seluruh ulama Aswaja, khususnya empat imam mazhab (Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafii dan Imam Hanbali), sepakat bahwa adanya Khilafah, dan menegakkan Khilafah ketika tidak ada, hukumnya wajib. Syaikh Abdurrahman al-Jaziri menuturkan: إِتَّفَقَ اْلأَئِمَّةُ رَحِمَهُمُ اللهُ تَعَالىَ عَلىَ أَنَّ اْلإِمَامَةَ فَرْضٌ Para imam mazhab (yang empat) telah bersepakat bahwa Imamah (Khilafah) adalah wajib (Al-Jaziri, Al-Fiqh ‘ala al-Madzâhib al-Arba’ah, V/416). Hal senada ditegaskan oleh Ibnu Hajar al-Asqalani, “Para ulama telah sepakat bahwa wajib mengangkat seorang khalifah dan bahwa kewajiban itu adalah berdasarkan syariah. Bukan berdasarkan akal.” (Ibn Hajar, Fath al-Bâri, XII/205). Pendapat para ulama terdahulu di atas juga diamini oleh para ulama muta’akhirîn (Lihat: Abu Zahrah, Târîkh al-Madzâhib al-Islâmiyah, hlm. 88; Dr. Dhiyauddin ar-Rais, Al-Islâm wa al-Khilâfah, hlm. 99; Dr. Abdul Qadir Audah, Al-Islâm wa Awdha’unâ as-Siyâsiyah, hlm. 124; Al-‘Allamah al-Qadhi Syaikh Taqiyyuddin an-Nabhani (Pendiri Hizbut Tahrir), Asy-Syakhshiyyah al-Islâmiyyah, 2/15; Dr. Mahmud al-Khalidi, Qawâ’id Nizhâm al-Hukm fî al-Islâm, hlm. 248). Ulama Nusantara, Syaikh Sulaiman Rasyid, dalam kitab berjudul Fiqih Islam, juga mencantumkan bab tentang kewajiban menegakkan Khilafah. Bahkan bab tentang Khilafah juga menjadi salah satu materi di buku-buku madrasah (MA/MTs) di Tanah Air. [] Hikmah: Imam as-Syafii rahimahulLah berkata: أَنَّ لَيْسَ لاَحَدٍ أَبَدًا أَنْ يَقُوْلَ فِي شَئْ حِلٌّ وَ لاَ حَرَمٌ إِلاَّ مِنْ جِهَةِ الْعِلْمِ وَجِهَةُ الْعِلْمِ الخَبَرُ فِي الْكِتَابِ أَوْ السُّنَةِ أَوْ الإِجْمَاعِ أَوْ الْقِيَاسِ Seseorang tidak boleh menyatakan selama-lamanya suatu perkara itu halal dan haram kecuali didasarkan pada ilmu. Ilmu yang dimaksud adalah informasi dari al-Kitab (al-Quran), as-Sunnah (al-Hadis), Ijmak atau Qiyas. (Asy-Syafii, Ar-Risâlah, hlm. 39). Helfia Nil Chalis www.HelfiaNet.com www.HelfiaGoOnline.com
0 Comments
Suatu sore di tahun 1525 di sebuah Penjara di Spanyol, suasana di situ terasa hening mencengkam. Jendral Adolfo Roberto, pemimpin penjara yg terkenal bengis, tengah memeriksa setiap kamar tahanan. Setiap sipir penjara membungkukkan badannya serendah mungkin ketika 'Algojo Penjara' itu berlalu di hadapan mereka. Karena kalau tidak, sepatu 'Jungle' milik tuan Roberto itu akan mendarat di wajah mereka. Roberto marah besar ketika dari sebuah kamar tahanan terdengar suara seseorang membaca Ayat2 Suci yang amat ia benci. "Hai ... hentikan suara jelekmu ! Hentikan ...!!!" Teriak Roberto sekeras-kerasnya sembari membelalakkan mata. Namun apa yang terjadi ? Lelaki di kamar tahanan tadi tetap saja membaca & bersenandung dengan khusyu'nya. Roberto bertambah berang. Algojo penjara itu menghampiri kamar tahanan yg sempit. Dgn congak ia meludahi wajah renta sang tahanan yg keriput hanya tinggal tulang. Tak puas sampai di situ, ia lalu menyulut wajah dan seluruh badan orang tua renta itu dgn rokoknya yg menyala. Sungguh ajaib... tak terdengar secuil pun keluh kesakitan. Bibir yg pucat kering milik sang tahanan amat gengsi untuk meneriakkan kata kepatuhan kepada sang Algojo. Bibir keringnya hanya berkata lirih "Robbi, wa-ana 'abduka...". Tahanan lain yang menyaksikan kebiadaban itu serentak bertakbir sambil berkata, "Bersabarlah wahai ustadz... Inshaa ALLAH tempatmu di Syurga". Melihat kegigihan orang tua yang dipanggil ustadz oleh sesama tahanan, 'algojo penjara' itu bertambah memuncak amarahnya. Ia perintahkan pegawai penjara untuk membuka sel, dan ditariknya tubuh orang tua itu keras-keras hingga terjerembab di lantai. "Hai orang tua busuk...!! Bukankah engkau tahu, aku tidak suka bahasa jelekmu itu?!? Aku tidak suka apapun yang berhubung dengan agamamu...!!! Sang Ustadz lalu berucap, "Sungguh... aku sangat merindukan kematian, agar aku segera dapat menjumpai kekasihku yang amat kucintai, ALLAH SWT. Karena kini aku berada di puncak kebahagiaan karena akan segera menemui-Nya. Maka patutkah aku berlutut kepadamu, hai manusia busuk!?! Jika aku turuti kemauanmu, tentu aku termasuk orang² yg dzolim." Baru saja kata-kata itu terhenti, sepatu laras Roberto sudah mendarat di wajahnya. Laki-laki itu terhuyung-huyung. Kemudian jatuh terkapar di lantai penjara dengan wajah bersimbah darah. Ketika itulah dari saku baju penjaranya yang telah lusuh, meluncur sebuah 'Buku Kecil'. Adolfo Roberto bermaksud memungutnya. Namun tangan sang Ustadz telah terlebih dahulu mengambil dan menggenggamnya erat-erat. "Berikan buku itu, hai laki-laki dungu!" bentak Roberto. "Haram bagi tanganmu yang kafir dan berlumuran dosa untuk menyentuh barang suci ini!" ucap sang ustadz dgn tatapan menghina pada Roberto. Tak ada jalan lain, akhirnya Roberto mengambil jalan paksa untuk mendapatkan buku itu. Sepatu laras berbobot dua kilogram itu ia gunakan untuk menginjak jari-jari tangan sang ustadz yang telah lemah. Suara gemeretak tulang yang patah terdengar menggetarkan hati. Namun tidak demikian bagi Roberto. Laki-laki bengis itu malah merasa bangga mendengar gemeretak tulang yang terputus. Bahkan 'algojo penjara' itu merasa lebih puas lagi ketika melihat tetesan darah mengalir dari jari-jari musuhnya yang telah hancur. Setelah tangan renta itu tak berdaya, Roberto memungut buku kecil yang membuatnya penasaran. Perlahan Roberto membuka sampul buku yang telah lusuh Mendadak algojo itu termenung dan berkata dalam hatinya: "Ah ... sepertinya aku pernah mengenal buku ini. Tapi kapan? Ya, aku pernah mengenal buku ini." suara hati Roberto bertanya-tanya. Perlahan Roberto membuka lembaran pertama itu. Pemuda berumur 30 tahun itu bertambah terkejut tatkala melihat tulisan-tulisan "aneh" dalam buku itu. Rasanya ia pernah mengenal tulisan seperti itu dahulu. Namun, sekarang tak pernah dilihatnya di bumi Spanyol. Akhirnya Roberto duduk di samping sang ustadz yang sedang sakarat melepas nafas-nafas terakhirnya. Wajah bengis sang algojo kini diliputi tanda tanya yang dalam. Mata Roberto rapat terpejam.Ia berusaha keras mengingat peristiwa yang di alaminya sewaktu masih kanak-kanak dulu. Perlahan, sketsa masa lalu itu tergambar kembali dalam ingatan Roberto. Pemuda itu teringat ketika suatu sore di masa kanak-kanaknya terjadi kericuhan besar di negeri tempat kelahirannya ini. Sore itu ia melihat peristiwa yang mengerikan di lapangan Inkuisisi (lapangan tempat pembantaian kaum muslimin di Andalusia). Di tempat itu tengah berlangsung pesta darah dan nyawa. Beribu-ribu jiwa kaum muslimin yg tak berdosa berjatuhan di bumi Andalusia. Di ujung kiri lapangan, beberapa puluh wanita berhijab (jilbab) digantung pada tiang-tiang besi yang terpancang tinggi. Tubuh mereka bergelantungan tertiup angin sore yang kencang, membuat pakaian muslimah yang dikenakan berkibar-kibar di udara. Sementara, di tengah lapangan ratusan pemuda Islam dibakar hidup-hidup pada tiang-tiang salib, hanya karena tidak mau memasuki agama yang dibawa oleh para rahib. Seorang bocah laki-laki mungil tampan, berumur tujuh tahunan, malam itu masih berdiri tegak di lapangan Inkuisisi yang telah senyap. Korban-korban kebiadaban itu telah syahid semua. Bocah mungil itu mencucurkan airmatanya menatap sang ibu yang terkulai lemah di tiang gantungan. Perlahan-lahan bocah itu mendekati tubuh sang Ummi (ibu) yang sudah tak bernyawa, sembari menggayuti abaya hitamnya. Sang bocah berkata dengan suara parau, "Ummi.. ummi.. mari kita pulang. Hari sudah malam. Bukankah ummi telah berjanji malam ini akan mengajariku lagi tentang alif, ba, ta, tsa..? Ummi, cepat pulang ke rumah ummi..." Bocah kecil itu akhirnya menangis keras, ketika sang ummi tak jua menjawab ucapannya. Ia semakin bingung dan takut, tak tahu harus berbuat apa. Untuk pulang ke rumah pun ia tak tahu arah. Akhirnya bocah itu berteriak memanggil bapaknya, "Abi... Abi... Abi..." Namun ia segera terhenti berteriak memanggil sang bapak ketika teringat kemarin sore bapaknya diseret dari rumah oleh beberapa orang berseragam. "Hai... siapa kamu?!" teriak segerombolan orang yang tiba-tiba mendekati sang bocah. "Saya Ahmad Izzah, sedang menunggu Ummi..." jawab sang bocah memohon belas kasih. "Hah... siapa namamu bocah?!?" "Coba ulangi!" bentak salah seorang dari mereka. "Saya Ahmad Izzah..." sang bocah kembali menjawab dengan rasa takut. Tiba-tiba "plak!" sebuah tamparan mendarat di pipi sang bocah. "Hai bocah..! Wajahmu bagus tapi namamu jelek!" Aku benci namamu. Sekarang kuganti namamu dengan nama yang bagus. Namamu sekarang 'Adolfo Roberto'... Awas!!!" Jangan kau sebut lagi namamu yang jelek itu. Kalau kau sebut lagi nama lamamu itu, nanti akan kubunuh!" ancam laki-laki itu. Sang bocah meringis ketakutan, sembari tetap meneteskan air mata. Anak laki-laki mungil itu hanya menurut ketika gerombolan itu membawanya keluar dari lapangan Inkuisisi. Akhirnya bocah tampan itu hidup bersama mereka. Roberto sadar dari renungannya yang panjang. Pemuda itu melompat ke arah sang tahanan. Secepat kilat dirobeknya baju penjara yang melekat pada tubuh sang ustadz. Ia mencari-cari sesuatu di pusar laki-laki itu. Ketika ia menemukan sebuah 'tanda hitam' ia berteriak histeris, "Abi... Abi... Abi..." Ia pun menangis keras, tak ubahnya seperti Ahmad Izzah dulu. Pikirannya terus bergelut dengan masa lalunya. Ia masih ingat betul, bahwa buku kecil yang ada di dalam genggamannya adalah Kitab Suci milik bapaknya, yang dulu sering dibawa dan dibaca ayahnya ketika hendak menidurkannya. Ia juga ingat betul ayahnya mempunyai 'tanda hitam' pada bagian pusarnya. Pemuda beringas itu terus meraung dan memeluk erat tubuh renta nan lemah. Tampak sekali ada penyesalan yang amat dalam atas ulahnya selama ini. Lidahnya yang sudah berpuluh-puluh tahun alpa akan Islam, saat itu dengan spontan menyebut, "Abi... aku masih ingat alif, ba, ta, tsa..." Hanya sebatas kata itu yang masih terekam dalam benaknya. Sang ustadz segera membuka mata ketika merasakan ada tetesan hangat yang membasahi wajahnya. Dengan tatapan samar dia masih dapat melihat orang yang tadi menyiksanya habis-habisan kini tengah memeluknya. "Tunjuki aku pada jalan yang telah engkau tempuh Abi, tunjukkan aku pada jalan itu..." Terdengar suara Roberto memelas. Sang ustadz tengah mengatur nafas untuk berkata-kata, ia lalu memejamkan matanya. Air matanya pun turut berlinang. Betapa tidak, jika sekian puluh tahun kemudian, ternyata ia masih sempat berjumpa dengan buah hatinya, ditempat ini. Sungguh tak masuk akal. Ini semata-mata bukti kebesaran ALLAH. Sang Abi dengan susah payah masih bisa berucap. "Anakku, pergilah engkau ke Mesir. Di sana banyak saudaramu. Katakan saja bahwa engkau kenal dengan Syaikh Abdullah Fattah Ismail Al-Andalusy. Belajarlah engkau di negeri itu." Setelah selesai berpesan sang ustadz menghembuskan nafas terakhir dengan berbekal kalimah indah "Dua Kalimah Syahadat..! Beliau pergi menemui Robbnya dengan tersenyum, setelah sekian lama berjuang di bumi yang fana ini. Kemudian..... Ahmad Izzah telah menjadi seorang Ulama Besar di Mesir. Seluruh hidupnya dibaktikan untuk agama Islam, sebagai ganti kekafiran yang di masa muda sempat disandangnya. Banyak pemuda Islam dari berbagai penjuru dunia berguru kepadanya... Al-Ustadz Ahmad Izzah Al-Andalusy. Firman ALLAH : "Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama ALLAH, tetaplah atas fitrah ALLAH yang telah menciptakan manusia menurut fitrahnya itu. Tidak ada perubahan atas fitrah ALLAH. Itulah agama yang lurus,tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui." (QS. 30:30) Kisah Nyata. Ini kisah nyata yang dialami Pak Ust Uyad Albantani.. (Uy). Sekitar tahun 2014, beliau mendapat undangan ceramah keluar kota.. berangkatlah beliau dari rumah menuju bandara Soekarno-Hatta dengan taksi. Sepanjang perjalanan beliau ngobrol dengan pak supir.. (ST). Uy : "Ngomong², udah berapa lama nyupir taksi pak..? ST: "Owh belum lama pak.. baru beberapa bulan saja". Uy: "Ooh gitu.. emang sebelumnya kerja dimana..?" ST: "Dulu sempat kerja di perusahaan perkapalan di Surabaya pak.. kebetulan dulu pernah ambil jurusan Tehnik Mesin di ITS.. trus perusahaannya bangkrut.. jadi saya kena PHK.. lama nganggur di Surabaya akhirnya saya putuskan pindah ke Jakarta. Uy : "Wah, sayang sekali ya, ngomong² anak sudah berapa..?" ST: "Alhamdulillah sudah 4 pak.. yang besar malah udah mau tamat SMA". Uy: "Oh gitu.. kalo boleh tau, narik taksi sehari bersih bisa dapet berapa sih...?". ST: "Ya .. alhamdulillah pak.. kalo di rata² sehari bisa dapet 75 ribu, kalo lagi rame bisa sampe 150 ribu.. tpi. gak tentu jugalah pak". Uy: "Oh ya, tapi sebelumnya mohon maaf nih.. emang segitu cukup buat anak istri..?" ST: "Ya insya Allah cukup pak.. daripada gak ada sama sekali". Uy: "Masyaa Allah, kok bisa cukup ya pak.. ini di Jakarta lho..?" ST: "Ya kalo dihitung² sih gak cukup pak.. tapi sekarang saya merasa lebih tenang pak. Alhamdulillah.. sekarang saya kerja bisa sambil ngurus masjid... Alhamdulillah juga.. saya masih bisa rutin sedekah.. 10% dari hasil naksi. saya infakkan ke masjid". Uy:" Ya Allah.. jadi uang segitu masih dipotong lagi buat sedekah..?".( tak terasa air matanya menetes haru). ST: "Iya pak.. mumpung Allah lagi ngasih kesempatan saya bersedekah.. dulu waktu masih jaya.. boro² saya mau sedekah pak. Makanya lngsung habis apa yang saya miliki... Saya sekarang bersyukur.. bisa dekat sama Allah". Tak terasa.. mobil sudah memasuki portal menuju terminal 1B Soetta.. argo menunjukkan 115 ribu.. lalu dibayar oleh Pak Uyad 150 ribu. Karena rasa haru yang mendalam dari cerita supir taksi tadi.. sebelum keluar dari mobil.. pak uyad mengeluarkan lagi uang Rp. 2 juta.. dan diberikannya ke bapak supir tsb. "Ini buat anak istri dirumah ya.. salam buat keluarga"... sambil beranjak keluar dari mobil. Tapi.. Tiba² bapak supir keluar dari mobilnya dan menyusul Ust. Uyad... "Masyaa Allah pak.. ini kebanyakan".. sambil menyodorkan kembali uang tsb. "Oh gak papa.. kebetulan saya lagi ada titipan rezeki dari Allah.. dan saya mau sedekah sama orang yang Ahli Sedekah.. senang ketemu sama bapak.. Tolong jangan dikembalikan.. Berilah kesempatan.. Allah mencatat sebuah Amal Jariyah buat saya".. Jawab Ust. Uyad. Dengan mata yang berkaca².. pak supir menerima uang tersebut sambil memeluk Ust. Uyad. Mereka berpisah.. dan suasana haru itupun berlalu. Sebagaimana detik yang pergi meninggalkan waktu. Pada tahun 2016.. di suatu malam.. Ust. Uyad sedang bersilaturahmi dengan teman²nya di lobby Hotel JW Mariot.. ketika asik ngobrol tiba².. datang office boy menghampirinya sambil menyerahkan sebuah amplop. "Apa ini..?" tanya Ust. Uyad.. "Tdk tau pak.. saya disuruh sama bapak² diluar tadi.. itu titipan dari dia.. pesannya supaya diserahkan ke bapak".. jawab office boy.. "Bapak yang mana..?", tanya Ust. Uyad. "Wah, saya juga gak kenal pak.. orangnya diluar sana pak." jawab office boy. Melihat kejadian itu.. salah satu teman Ust. Uyad yang kebetulan berdinas di kepolisian memberi saran untuk segera membuka amplop tersebut.. dan ternyata didalamnya berisi uang US 2000 dollar.. ( saat itu.. senilai.. Rp. 20.000.000) Dalam kondisi keheranan dan terkejut.. muncul rasa penasaran dan curiga.. jangan² uang ini diberikan sebagai jebakan.. akhirnya Ust. Uyad berlari keluar hotel meninggalkan temannya di lobby. "Mana bapak yang ngasih amplop ini..?" tanyanya kembali ke office boy yang menyerahkan amplop tadi... "Itu pak, bapak itu masih diluar". Dengan setengah berlari.. Ust. Uyad akhirnya menemukan bapak yang ditunjuk ob tadi.. "Pak, maaf ya.. bapak yang ngasih amplop ini..? Apa maksudnya..?.. bapak siapa..?" tanyanya dengan nada agak meninggi.. karena beliau takut sedang menerima jebakan dari seseorang. "Iya saya pak.. saya memang udah lama mencari bapak.. saya supir taksi yang pernah nganterin bapak dulu ke bandara.. masak bapak lupa..?" "Waduh maaf pak.. mana saya inget.. saya sering naek taksi" jawab Ust. Uyad penasaran. "Saya supir taksi yang 2 tahun dulu pernah bapak kasih uang Rp 2 juta". "Masyaa Allah.. maaf pak.. saya bener2 gak inget". "Saya yang pernah anter bapak dari Lebak Bulus ke terminal 1B.. pas bapak mau ke Bangka Belitung". Ust. Uyad mulai mengingat kejadian 2 tahun yang lalu. 'Terus terang pak, saat itu saya memang sedang membutuhkan uang sebsar itu.. untuk bayar kontrakan yang sdh jatuh tempo hari itu juga.. sama.. saya harus bayar sekolah anak saya.. Dan saya tidak tau lagi kemana harus saya cari uang sebanyak itu. Jadi ketika bapak kasih Rp 2 juta itu.. saya kaget skali.. sampe nangis... Saya berterima kasih banyak sama bapak". "Masyaa Allah pak... maafkan saya., saya baru ingat.. Lagian itu kejadian 2 tahun yang lalu.. Terus ini kenapa kok bapak ngasih sebanyak ini..?". "Saya cuma ingin berterima kasih saja sama bapak... Alhamdulillah pak.. sekarang saya sudah bekerja di perusahaan konsultan teknik untuk proyek²". "Masyaa Allah pak.. ya udah pak saya terima.. tapi ini kebanyakan"..? sambil bermaksud menyerahkan amplop itu kembali... namun ditolak. "Ma'af pak.. tolong diterima pak.. jangan dikembalikan.. berilah kesempatan.. Allah mencatat sebuah Amal Jariyah buat saya". Pelukan dan air mata mengiringi haru pertemuan kembali dua hamba yang saling mencintai karena Allah. Terima kasih kepada Ust Uyad.. yang telah memberikan izin kepada penulis untuk menuliskan kembali kisah nyata ini. @surabaya.. Allah berfiman: "Barangsiapa membawa Amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat Amalnya.. Dan barangsiapa yang membawa perbuatan jahat.. maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan)... (QS. Al An'am : 160). Kisah Seorang Anak di Amsterdam, Belanda. Setiap selesai sholat Jum'at setiap pekannya, seorang imam (masjid) dan anaknya (yang berumur 11 tahun) mempunyai jadwal membagikan buku–buku Islam, diantaranya buku ath-Thoriq ilal Jannah (Jalan Menuju Surga). Mereka membagikannya di daerah mereka, di pinggiran Kota Amsterdam. Namun, tibalah suatu hari ketika kota tersebut diguyuri hujan yang sangat lebat dengan suhu yang sangat dingin. Sang anakpun mempersiapkan dirinya dengan memakai beberapa lapis pakaian demi mengurangi rasa dingin. Setelah selesai mempersiapkan diri, ia berkata kepada ayahnya, "Wahai ayahku, aku telah siap." Ayahnya menjawab, "Siap untuk apa?" Ia berkata, "Untuk membagikan buku (seperti biasanya)." Sang ayahpun berucap, "Suhu sangat dingin di luar sana, belum lagi hujan lebat yang mengguyur." Sang anak menimpali dengan jawaban yang menakjubkan, "Akan tetapi, sungguh banyak orang yang berjalan menuju Neraka di luar sana, dibawah guyuran hujan." Sang ayah terhenyak dengan jawaban anaknya seraya berkata, "Namun, Ayah tidak akan keluar dengan cuaca seperti ini." Akhirnya, anak tersebut meminta izin untuk keluar sendiri. Sang ayah berpikir sejenak, dan akhirnya memberikan izin. Iapun mengambil beberapa buku dari ayahnya untuk dibagikan, dan berkata, "Terima kasih, wahai ayahku." Di bawah guyuran hujan yang cukup deras, ditemani rasa dingin yang menggigit, anak itu membawa buku-buku itu yang telah dibungkusnya dengan sekantong plastik ukuran sedang agar tidak basah terkena air hujan, lalu ia membagikan buku kepada setiap orang yang ditemui. Tidak hanya itu, beberapa rumahpun ia hampiri demi tersebarnya buku tersebut. Dua jam berlalu, tersisalah 1 buku di tangannya. Namun, sudah tidak ada orang yang lewat di lorong tersebut. Akhirnya, ia memilih untuk menghampiri sebuah rumah di seberang jalan untuk menyerahkan buku terakhir tersebut. Sesampainya di depan rumah, ia pun memencet bel, tapi tidak ada respon. Ia ulangi beberapa kali, hasilnya tetap sama. Ketika hendak beranjak seperti ada yang menahan langkahnya, dan ia coba sekali lagi ditambah ketukan tangan kecilnya. Sebenarnya, ia juga tidak mengerti kenapa ia begitu penasaran dengan rumah tersebut. Pintupun terbuka perlahan, disertai munculnya sesosok nenek yang tampak sangat sedih. Nenek berkata, "Ada yang bisa saya bantu, Nak?" Si anak berkata (dengan mata yang berkilau dan senyuman yang menerangi dunia), "Saya minta maaf jika mengganggu. Akan tetapi, saya ingin menyampaikan bahwa Allah sangat mencintai dan memperhatikan Nyonya. Kemudian saya ingin menghadiahkan buku ini kepada Nyonya. Didalamnya, dijelaskan tentang Allah Ta'ala, kewajiban seorang hamba, dan beberapa cara agar dapat memperoleh keridhoannya." Satu pekan berlalu, seperti biasa sang imam memberikan ceramah di masjid. Seusai ceramah, ia mempersilahkan jama'ah untuk berkonsultasi. Terdengar sayup-sayup, dari shaf perempuan, seorang perempuan tua berkata, "Tidak ada seorangpun yang mengenal saya disini, dan belum ada yang mengunjungiku sebelumnya. Satu pekan yang lalu, saya bukanlah seorang muslim, bahkan tidak pernah terbetik dalam pikiranku hal tersebut sedikitpun. Suamiku telah wafat, dan dia meninggalkanku sebatang kara di bumi ini." Dan iapun memulai ceritanya bertemu anak itu, "Ketika itu cuaca sangat dingin disertai hujan lebat, aku memutuskan untuk mengakhiri hidupku. Kesedihanku sangat mendalam, dan tidak ada seorangpun yang peduli padaku. Maka tidak ada alasan bagiku untuk hidup. Akupun naik ke atas kursi, dan mengalungkan leherku dengan seutas tali yang sudah kutambatkan sebelumnya. Ketika hendak melompat, terdengar olehku suara bel. Aku terdiam sejenak dan berpikir, 'Paling sebentar lagi, juga pergi.' Namun suara bel dan ketukan pintu semakin kuat. Aku berkata dalam hati, 'Siapa gerangan yang sudi mengunjungiku? Tidak akan ada yang mengetuk pintu rumahku.' Kulepaskan tali yang sudah siap membantuku mengakhiri nyawaku, dan bergegas ke pintu. ketika pintu kubuka, aku melihat sesosok anak kecil dengan pandangan dan senyuman yang belum pernah kulihat sebelumnya. Aku tidak mampu menggambarkan sosoknya kepada kalian. Perkataan lembutnya telah mengetuk hatiku yang mati hingga bangkit kembali. Ia berkata, "Nyonya, saya datang untuk menyampaikan bahwa Allah Ta'ala sangat menyayangi dan memperhatikan nyonya," lalu dia memberikan buku ini (buku Jalan Menuju Surga) kepadaku. Malaikat kecil itu datang kepadaku secara tiba-tiba, dan menghilang dibalik guyuran hujan hari itu juga secara tiba-tiba. Setelah menutup pintu, aku langsung membaca buku dari malaikat kecilku itu sampai selesai. Seketika, kusingkirkan tali dan kursi yang telah menungguku, karena aku tidak akan membutuhkannya lagi. Sekarang, lihatlah aku. Diriku sangat bahagia, karena aku telah mengenal Tuhan-ku yang sesungguhnya. Akupun sengaja mendatangi kalian berdasarkan alamat yang tertera di buku tersebut untuk berterima kasih kepada kalian yang telah mengirimkan malaikat kecilku pada waktu yang tepat, hingga aku terbebas dari kekalnya api Neraka." Air mata semua orang mengalir tanpa terbendung. Masjid bergemuruh dengan isak tangis dan pekikan takbir, "Allahu akbar." Sang imam (ayah dari anak itu) beranjak menuju tempat dimana malaikat kecil itu duduk, dan memeluknya erat, dan tangisnyapun pecah tak terbendung di hadapan para jama'ah. Sungguh mengharukan. Mungkin tidak ada seorang ayahpun yang tidak bangga terhadap anaknya seperti yang dirasakan imam tersebut. (Judul asli: قصة رائعة جدا ومعبرة ومؤثرة | Penerjemah: Shiddiq Al-Bonjowiy –jazāhullāhu khairan wa waffaqahu–) Mari kita sebarkan kebaikan! Kita tidak pernah tahu, berapa banyak orang yang mendapatkan hidayah dengan sedikit langkah yg kita lakukan. Copas dari WAG. Buletin Kaffah No. 153, 17 Dzulhijjah 1441 H/7 Agustus 2020 M PERISAI ISLAM DAN UMAT Rasulullah saw. diutus oleh Allah SWT dengan membawa risalah Islam untuk menjadi rahmat bagi semesta alam (rahmatan lil ‘alamin) (QS al-Anbiya’ [21]: 107). Rahmatan lil ‘alamin mewujud dalam ragam kemaslahatan dan terhalanginya berbagai kemafsadatan. Rahmatan lil ‘alamin akan terwujud jika syariah Islam diterapkan secara menyeluruh dan total. Penerapan syariah Islam secara menyeluruh dan total jelas membutuhkan adanya kekuasaan. Karena itulah Rasul saw. diperintah untuk meminta kekuasaan kepada Allah SWT. وَقُلْ رَبِّ أَدْخِلْنِي مُدْخَلَ صِدْقٍ وَأَخْرِجْنِي مُخْرَجَ صِدْقٍ وَاجْعَلْ لِي مِنْ لَدُنْكَ سُلْطَانًا نَصِيرًا Katakanlah (Muhammad), “Tuhanku, masukkanlah aku dengan cara masuk yang benar dan keluarkanlah aku dengan cara keluar yang benar serta berikanlah kepada diriku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong.” (TQS al-Isra’ [17]: 80). Imam Ibnu Katsir, mengutip Qatadah, menyatakan, “Dalam ayat ini jelas Rasul saw. menyadari bahwa tidak ada kemampuan bagi beliau untuk menegakkan agama ini kecuali dengan kekuasaan. Karena itulah beliau memohon kepada Allah kekuasaan yang bisa menolong, yakni untuk menerapkan Kitabullah, memberlakukan hudûd Allah, melaksanakan ragam kewajiban dari Allah dan menegakkan agama Allah…” (Tafsîr Ibn Katsîr, 5/111). Islam memang tidak bisa dilepaskan dari kekuasaan. Khalifah Umar bin Abdul Aziz pernah mengirim surat kepada salah seorang amil-nya. Di dalam surat tersebut antara lain beliau mengungkapkan: وَ الدِّيْنُ وَ الْمُلْكُ تَوْأَمَانِ فَلاَ يَسْتَغْنِي أَحَدُهُمَا عَنِ اْلآخَرِ Agama dan kekuasaan itu ibarat dua saudara kembar. Tidak cukup salah satunya tanpa didukung oleh yang lain (Abdul Hayyi al-Kattani, Tarâtib al-Idâriyah [Nizhâm al-Hukûmah an-Nabawiyyah], 1/395). Jadi untuk menerapkan Islam secara total dan menyeluruh diperlukan kekuasaan. Kekuasaan harus dibangun berlandaskan Islam sekaligus dikhidmatkan untuk Islam, menerapkan Islam, menjaga Islam dan mengemban Islam ke seluruh manusia. Inilah fakta yang terjadi sepanjang sejarah umat Islam. Dulu Rasul saw. menegakkan kekuasaan dengan mendirikan pemerintahan Islam (Daulah Islam) di Madinah. Kemudian diteruskan oleh Khulafaur Rasyidin dengan sistem Khilafahnya. Khilafah ini berlanjut pada masa Umayah, ‘Abasiyah dan Utsmaniyah selama lebih dari 13 abad. Selama itu kekuasaan selalu diorientasikan untuk menerapkan, menegakkan, memelihara, menjaga dan mengemban Islam serta memelihara urusan umat Islam dan melindungi mereka. Begitulah posisi dan fungsi kekuasaan yang disyariatkan oleh Islam. Syamsuddin al-Gharnathi Ibnu al-Azraq (w. 896 H) dalam Badâi’u as-Suluk fî Thabâi`i al-Muluk menyatakan, “Sungguh kekuasaan itu berfungsi untuk menjaga agama dari penggantian dan perubahan. Telah dinyatakan dari Azdasyir bahwa agama itu adalah pondasi dan kekuasaan adalah penjaga (ad-dînu ussun wa as-sulthân hârisun). Al-Mawardi mengakui hal ini dengan kesimpulannya, bahwa agama yang kekuasaannya hilang, hukum-hukumnya akan diganti dan sunnahnya diubah. Sebagaimana kekuasaan, jika lepas dari agama, akan berubah menjadi tiran dan merusak zaman.” Apa yang dinyatakan oleh Imam al-Mawardi itu nyata sekarang ini. Ketika Islam tidak lagi mempunyai kekuasaan, hukum-hukumnya diganti, Sunnahnya diubah. Hukum Islam diganti dengan hukum buatan manusia bahkan hukum peninggalan para penjajah. Ajaran-ajaran Islam pun distigma buruk. Bahkan dikriminalisasi. Termasuk para pengembannya. Ironisnya, hal itu dilakukan bukan hanya oleh orang-orang kafir, tetapi juga oleh mereka yang mengaku Muslim. Jihad dan Khilafah, yang merupakan ajaran Islam, dikriminalisasi serta dianggap sebagai bahaya yang mengancam dan bagian dari konten radikal dalam makna negatif. Begitu pula hukum jilbab dan pakaian syar’i, jenggot, poligami, waris, penyembelihan syar’i, dan lain-lain. Semua diserang. Dianggap tak manusiawi dan dituding sebagai bentuk keterbelakangan. Ajaran Islam diubah atas nama moderasi. Padahal moderasi Islam sejatinya adalah menyesuaikan ajaran Islam dengan model dan keinginan Barat kafir. Umat Islam digiring untuk membenci ajaran Islam dan syariahnya. Umat Islam diformat agar menjadi manusia sekular. Hanya menggunakan Islam dalam urusan privat. Lalu mencampakkan Islam dan syariahnya dalam urusan publik kemasyarakatan. Perisai Islam dan Umat Kekuasaan Islam mewujud dalam format Daulah Islam pada masa Rasul saw. Lalu dilanjutkan dengan sistem Khilafah Islam oleh para Sahabat pada masa Khulafaur Rasyidin. Kemudian dilanjutkan lagi oleh Khilafah Umayah, Khilafah ‘Abbasiyah dan berikutnya Khilafah Utsmaniyah. Sepanjang sejarahnya Khilafah terus menjadi perisai yang menjaga kemuliaan Islam, pelaksanaan hukum-hukumnya dan kemurnian ajarannya. Khilafah pun terus mendakwahkan Islam ke seluruh dunia. Kekuasaan Islam (Khilafah) juga menjadi perisai bagi umat Islam. Khilafah menjaga kemuliaan kaum Muslim dan melindungi mereka dari marabahaya. Hal itu terus berlangsung sepanjang eksistensi kekuasaan Islam selama tidak kurang dari 13 abad. Ibnu Hisyam dalam Sirah-nya menceritakan, ketika ada seorang pedagang Muslim yang dibunuh beramai-ramai oleh kaum Yahudi Bani Qainuqa, karena membela kehormatan seorang Muslimah yang disingkap pakaiannya oleh pedagang Yahudi, Rasulullah saw. segera mengirim pasukan kaum Muslim untuk memerangi mereka dan mengusir mereka dari Madinah setelah mengepung perkampungan mereka selama 15 malam (Sirah Ibnu Hisyam, 3/9-11). Pembelaan terhadap kehormatan dan darah kaum Muslim terus dilakukan oleh para penguasa Muslim sepanjang sejarah. Al-Qalqasyandi dalam kitabnya, Ma’atsir al-Inafah fî Ma’âlim al-Khilâfah, menjelaskan sebab penaklukan Kota Amuriyah pada tanggal 17 Ramadhan 223 H. Diceritakan bahwa penguasa Amuriyah, salah seorang raja Romawi, telah menawan wanita mulia keturunan Fathimah ra. Wanita itu disiksa dan dinistakan hingga berteriak dan menjerit meminta pertolongan. Berikutnya, seperti dikisahkan oleh Ibnu Khalikan dalam Wafiyatu al-A’yân, dan Ibnu al-Atsir dalam al-Kâmil fî at-Târîkh, saat berita penawanan wanita mulia itu sampai kepada Khalifah Al-Mu’tashim Billah, ia segera mengerahkan sekaligus memimpin sendiri puluhan ribu pasukan kaum Muslim menuju Kota Amuriyah hingga berhasil membebaskan wanita mulia itu dan Kota Amuriyah itu pun ditaklukkan. Sultan al-Hajib al-Manshur (971-1002 M) di Andalusia pernah mengancam penguasa Kerajaan Navarre di wilayah Spanyol karena diketahui menyekap tiga orang Muslimah di salah satu gereja di wilayah mereka. Sultan al-Hajib al-Manshur segera mengirim pasukan berjumlah besar untuk menghukum Kerajaan Navarre. Penguasa Navarre ketakutan. Dia segera mengirim surat permintaan maaf, lalu melepaskan tiga Muslimah tersebut dan menyerahkan mereka kepada kaum Muslim. Bahkan dia berjanji akan menghancurkan gereja tersebut. Khilafah Utsmaniyah berperan penting memberikan keamanan bagi perjalanan para jamaah haji dengan menempatkan armada laut di laut Hindia. Khilafah Utsmaniyah juga mengirim bantuan personel pasukan termasuk ahli teknik dan senjata, berikut senjata, meriam dan kapal yang dipimpin laksamana Kurtoglu Hizir Reis ke Kesultanan Aceh untuk bersama-sama melawan dan mengalahkan penjajah Portugis. Sungguh fakta sejarah itu sangat berbeda dengan kondisi umat Islam saat ini. Tak sedikit umat Islam yang diusir, disiksa bahkan dibunuh di berbagai tempat. Di Rogingya, Uiguhur, Suriah, Palestina, beberapa bagian Afrika, dan lainnya. Namun, tidak ada yang membela dan melindungi mereka. Semua itu akibat telah hilangnya kekuasaan Islam. Itulah Khilafah Islam. Kekuasaan Islam (Khilafah) telah menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai perisai yang menjaga dan melindungi umat Islam. Tugas dan kewajiban ini telah ditegaskan oleh Rasul saw dalam sabda beliau: «إِنَّمَا اْلإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ » Sungguh Imam (Khalifah) itu laksana perisai (junnah); orang-orang berperang mengikuti dia dan berlindung kepada dirinya (HR al-Bukhari dan Muslim). Imam an-Nawawi dalam Syarh Shahîh Muslim menjelaskan bahwa Imam (Khalifah) adalah junnah (perisai), yakni seperti penghalang. Ia berfungsi menghalangi musuh menyerang kaum Muslim, menghalangi sebagian masyarakat menyerang sebagian yang lain, melindungi kemurnian Islam dan orang-orang berlindung kepadanya. Jelas, umat saat ini memerlukan kehadiran kembali kekuasaan Islam, yakni Khilafah, yang akan kembali menjaga dan melindungi mereka. Bukan hanya kebutuhan umat, menegakkan Khilafah merupakan kewajiban atas mereka. Al-Imam al-Hafidz Abu Zakaria an-Nawawi asy-Syafii berkata, “Umat Islam wajib memiliki seorang imam (khalifah) yang menegakkan agama, menolong Sunnah, menyelamatkan orang yang dizalimi, menunaikan hak dan menempatkan hal tersebut pada tempatnya. Saya menyatakan, menegakkan Imamah (Khilafah) adalah fardhu kifayah.” (An-Nawawi, Rawdhah ath-Thâlibîn wa Umdah al-Muftin (III/433). Kewajiban mengangkat Imam/Khalifah, yakni menegakkan Imamah/Khilafah, merupakan Ijmak Sahabat. Ini seperti ditegaskan antara lain oleh Imam Ibnu Hajar al-Haitami dalam ash-Shawâ’iq al-Muhriqah: “Sungguh para Sahabat telah berijmak bahwa mengangkat seorang imam (khalifah) setelah zaman kenabian adalah wajib. Bahkan mereka menjadikan kewajiban ini sebagai kewajiban paling penting (ahammi al-wâjibât).” Imam al-Ghazali di dalam al-Mustashfâ (1/14) menegaskan bahwa Ijmak Sahabat itu tidak bisa di-naskh (dihapuskan/dibatalkan). Apalagi dibatalkan oleh kesepakatan orang zaman sekarang jika pun kesepakatan itu ada. WalLâh a’lam bi ash-shawâb. Hikmah: Allah SWT berfirman: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul jika dia menyeru kalian pada sesuatu yang memberi kalian kehidupan. (TQS al-Anfal [8]: 24). Ini sebuah pertanyaan yang sangat wajar dari setiap orang yang mencari kebenaran. Oleh karenanya seyogyanya bisa dijawab pula secara akal sehat. Salah satu jawaban atas pertanyaan tersebut adalah sebagai berikut. Tentu di dalam mencari kebenaran yang pertama harus dibersihkan adalah hati. Niat dalam hati haruslah benar-benar lurus semata mendapatkan petunjuk dari Tuhan Pencipta kita dan alam semesta. Bukti pertama. Sejarawan sepakat bahwa Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wa Sallam adalah seorang ummi, yaitu tidak bisa baca tulis dan tidak pernah belajar dari guru manapun, karena memang pada masa itu belum ada sekolahan. Masyarakat Arab ketika itu belum mengenal ilmu seperti ilmu politik, ekonomi, matematika, sosiologi, kenegaraan, ilmu etika dll. Apakah mungkin seorang yang bisa baca tulis dan tidak mengenal ilmu pengetahuan bisa berbicara masalah hukum, tata negara, sistem ekonomi, etika dll padahal semua pembicaraan tersebut ada di dalam AlQur'an ? Tentu saja ini tidaklah mungkin. Oleh karenanya Al Qur'an bukanlah karangan Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wa Sallam. Tidaklah mungkin menurut akal sehat orang buta huruf yang tidak mengenal ilmu sama sekali bisa bicara hukum, kenegaraan, undang undang kemasyarakatan, akhlaq, sosiologi dan ratusan kalimat kalimat bijak secara spontan dengan bahasa yang memukau para ahli bahasa Arab kala itu bahkan sampai sekarang ini. Bukti kedua. Al Qur'an banyak bicara tentang sejarah sejak zaman Nabi Adam ‘alaihi sallam hingga Nabi Isa ‘Alaihi Sallam (Yesus dalam Nasrani), padahal Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wa Sallam tidak pernah menerima informasi tentang sejarah hidup mereka. Cerita tentang Nabi Musa Alaihi Sallam dan Nabi Isa alaihi Sallam sangat lengkap. Bahkan seorang pendeta sangat bersyukur, ternyata di dalam Al Qur'an ada pembelaan terhadap kesucian bunda Maria (Maryam dalam Islam) yang oleh orang Yahudi dituduh telah berzina sehingga melahirkan Nabi Isa Alaihi Sallam. Dari mana Nabi Muhammad mendapatkan cerita seluruh kisah para nabi tersebut, padahal di Mekah dan Madinah hampir-hampir tidak ada orang Nasrani/ Kristen. Akal sehat kita tentu akan menolak jika dikatakan Al Qur'an karangan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam. Begitu juga cerita tentang Nabi Musa ‘Alaihi Sallam sangat lengkap padahal orang Yahudi tidak ada yang mengajarkan Taurat kepada Nabi Muhammad yang tinggal di Mekah, bahkan di Mekah hampir2 tidak ada orang Yahudi. Bukti ketiga. Dulu ada seorang pelaut Eropa. Kebetulan di atas kapalnya ada Al Qur'an terjemah. Sekedar mengisi kekosongan selama dalam pelayaran beliau iseng membaca-baca AlQur'an terjemah tsb. Beliau sangat terpesona dengan pembicaraan Al Qur'an tentang lautan, badai dll. Bahasanya pun sangat dalam dan puitis. Ketika beliau berlabuh di India dia bertanya tanya kepada Muslim di sana tentang Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Dari muslim India tsb dia memperoleh keterangan bahwa Nabi Muhammad hidup di tengah gurun pasir dan tidak pernah melihat lautan. Maka dia sangat yakin bahwa mustahil Al Qur'an karangan Nabi Muhammad yang bisa dengan sangat indah melukiskan lautan padahal ia tdk pernah melihat laut. Sehingga ia pun segera memutuskan masuk Islam. Bukti ke empat. Di dalam Surah Al Furqan ayat 53 Allah Subhanawata’ala berfirman: Dan Dialah (Allah) yang membiarkan dua laut yg mengalir berdampingan yang satu tawar dan segar yg lainnya asin dan pahit. Dan Dia jadikan di antara keduanya dinding dan batas yang tidak tembus. Dari mana Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam (yang tinggal di gurun pasir) tahu, padahal beliau tidak mengerti sedikit pun tentang lautan dan bahkan dua laut yang beda rasa dan warna itu pada masa hidup beliau belum pernah beliau lihat dan letaknya sangat jauh dari kota Makkah. Oleh karenanya akal sehat menolahk kemungkinan AlQur'an tersebut karangan Nabi Muhammad. Bukti kelima. Pada masa Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam hidup, ada dua negara imperium yaitu imperium Romawi dan Persia. Dua imperium ini sering berperang. Ketika dimasa hidup beliau, Persia berhasil mengalahkan Romawi. Hal ini membuat masyarakat musyrik Mekah menjadi gembira karena orang Persia juga penyembah berhala. Sebaliknya orang Islam bersedih karena Romawi menganut agama Nasrani yg seakar dengan islam. Kemudian turun ayat menghibur orang Islam, Surah Ar Rum ayat 2, 3 & 4 yang menjelaskan bahwa beberapa tahun lagi akan kembali terjadi peperangan dan peperangan tersebut akan dimenangkan oleh Romawi sehingga umat islam yang pro Romawi pun menjadi gembira. Kaum Musyrikin Quraish mentertawakan ayat ini karena menganggap sebagai bualan Nabi Muhammad saja. Apalagi waktu itu Romawi terlihat sudah sangat lemah. Tetapi tujuh tahun kemudian apa yang disampaikan Al Qur'an pun terjadi: Romawi kembali berperang dengan Persia dan peperangan dimenangkan orang Romawi. Jika AlQur'an bukan dari Allah Subhanawata’ala dan hanya sekedar karangan Nabi Muhammad, tentu saja beliau tidak akan bisa meramal sesuatu yang akan terjadi di masa depan. Bukti ke enam. Seluruh ahli bahasa dan ahli syair dari kalangan musyrik Qurais mengakui secara jujur bahwa kalimat-kalimat Al Qur'an sangat tinggi kandungannya, sangat indah susunan kata katanya dan sangat memukau. Tidak ada sebelumnya kalimat-kalimat cerita, nasehat dan kalimat berita yang ditulis manusia yang sebagus Al Qur'an sampai sampai orang Quraish pun menjuluki Nabi Muhammad sebagai tukang sihir yang kata-katanya bisa memukau semua orang. Dan bukti yg lebih mencengangkan lagi dari banyak kitab yang pernah ada di dunia ini hanya Al Qur'an lah satu satunya kitab yang bisa dihapal secara pas kata demi kata oleh jutaan orang. Bahkan orang-orang yang tidak mengerti bahasa Arab seperti ribuan anak anak Indonesia, mampu menghapal Al Qur'an yang lebih dari 600 halaman. Bahkan ada satu ayat yang semua orang muslim harus menghapalnya karena menjadi syarat syahnya shalat, yaitu Surah Al Fatihah sehingga setiap muslim ketika shalat berjamaah di tempat yang asing sekalipun tetap merasakan kebersamaan seperti shalat di negeri sendiri. Tidak ada satu bukupun di dunia yang bisa dihapalkan secara kata per kata seperti Al Qurán ini. Hal ini menunjukkan bahwa Allah Subhanawata’ala sebagai yang menurunkan Al Qur'an telah mengatur sedemikian rupa sehingga memudahkan bagi semua orang untuk menghapalnya. Bukti ke tujuh. Dalam surah Yunus ayat 92 diceritakan bahwa jasad Fir'aun, musuhnya Nabi Musa ‘alaihi Salam akan diselamatkan Allah Subhanawata’ala untuk bahan pelajaran/peringatan bagi umat dikemudian hari. Padahal peristiwa sejarah Nabi Musa dan Fir'aun tersebut terjadi 1.200 thn sebelum Masehi. Pada awal abad ke-19 thn 1896 seorang ahli purbakala bernama Loret, menemukan di lembah raja raja Luxor Mesir satu mumi yang dari data data sejarah terbukti bahwa ia adalah Fir'aun yang bernama Maniptah. Pada tanggal 8 Juli 1908 Elliot Smith mendapat izin untuk membuka pembalut Fir'aun & ternyata jasadnya masih utuh seperti yang diberitakan Al Qur'an. Nah, mungkinkah Nabi Muhammad yang buta huruf tersebut bisa mengetahui hal tersebut, padahal di dalam Taurat dan Injil pun tidak ada diceritakan ? Tidak dapat tidak, akal sehat yang jujur akan berkata bahwa Al Qur'an bukan karangan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Bukti ke delapan. Di dalam Al Qur'an Surat Yunus 10 : 15 Allah Subhanawata’ala menjelaskan bahwa cahaya matahari bersumber dari dirinya sendiri sedangkan cahaya bulan adalah pantulan. Dari mana Nabi Muhammad bisa tahu padahal dia buta huruf dan ilmu alam/ilmu dan pengetahuan tentang Antariksa zaman itu pun belum sampai kesitu bahkan belum ada kajian keilmuan. Bukti ke sembilan. Al Qur'an turun secara acak. Kadang kala turun karena ada suatu peristiwa atau pertanyaan sahabat maupun orang kafir Quraish. Jadi tidak ada upaya penyusunan kalimat. Kebanyakan ayat turun secara spontan dan disampaikan Nabi Muhammad secara lisan. Namun yang terjadi sangat mencengangkan. Banyak terdapat keharmonisan yang di luar nalar manusia. Dari hasil studi bertahun tahun Syeikh Abdul Razzak Naufal menemukan hal hal yg menakjubkan yang kemudian ia paparkan dalam kitab yang ia tulis : Mukjizat Al Qur'an al Kariem. Satu. Terdapat keseimbangan kata dengan lawan katanya: Al haya' (hidup) dan al maut (mati) disebut sama-sama 145 kali. Annaf (manfaat) dan mudorat disebut dalam jumlah yg sama 50 kali. Panas dan dingin 4 kali. Kebaikan dan keburukan 167 kali. Kufur dan Iman, dlm bentuk kata indifinite masing-masing 17 kali. Itu hanya mengambil beberapa contoh saja. Masih banyak keajaiban lainnya yang terus tergali seiring dengan kemajuan teknologi semacam mesin search engine. Dua. Kata hari dalam bentuk tunggal berjumlah 365 (jumlah 1 thn). Kata hari dalam bentuk jamak berjumlah 30 kali penyebutan (angka satu bulan). Kata yg berarti bulan hanya disebut 12 kali menunjukkan jumlah setahun. Apakah semua ini kebetulan ? Mudah mudahan dgn keterangan sedehana ini bisa meningkatkan kualitas iman kita dari Ainul Yakin menjadi Haqqul Yakin : “Keyakinan yang sudah terbukti dan tidak bisa dibantah”. |
ISLAM
Cari artikel? Gunakan Search Box di pojok kanan atas halaman ini. Kebenaran Quran dan Ajaran IslamMenyampaikan bukti-bukti kebenaran Quran dan ajaran Islam melalui tulisan dan pengakuan ahli ilmu pengetahuan dunia yang diambil dari berbagai sumber.
Archives
July 2024
Categories
All
kirim pesan [email protected]
|