Umar kemudian membawa masuk Umair kepada Rasulullah ﷺ. Setelah melihatnya dan Umar memegang tali pedang yang berada di lehernya, Nabi ﷺ berkata, "Lepaskanlah wahai Umar, dan mendekatlah hai Umair."
Umair kemudian mendekat dan berkata, "Selamat pagi." Nabi ﷺ menjawab, "Allah telah memuliakan kami dengan suatu penghormatan yang lebih baik dari penghormatanmu hai Umair, yaitu dengan salam penghormatan penduduk surga." Beliau kemudian bertanya, "Hai Umair, ada keperluan apa kamu datang?" Umair menjawab, "Aku datang karena anakku menjadi tawananmu." "Perlakukanlah ia secara baik." Nabi ﷺ bertanya, "Lalu untuk apa pedang yang ada di lehermu itu." Umair menjawab, "Semoga Allah memperburuk pedang tersebut. Apakah pedang ini berguna bagi kami?" Nabi ﷺ berkata, "Berkatalah secara jujur, kamu datang dalam rangka apa?" Umair menjawab, "Aku tidaklah datang kecuali untuk keperluan tersebut." Nabi ﷺ berkata, "Tidak, kamu dengan Safwan bin Umayyah telah duduk di sebuah batu, dan kalian telah menyebut-nyebut tentang para korban Perang Badar dari kaum Quraisy, kemudian kamu berkata, "Seandainya aku tidak mempunyai tanggungan hutang dan keluarga, aku akan keluar untuk membunuh Muhammad." Kemudian Sofwan menanggung hutang dan menjamin keluargamu dengan syarat kamu membunuhku. Allah pasti menghalangi rencanamu itu." Umair berkata, "Saya bersaksi bahwa Engkau adalah Rasulullah. Wahai Rasulullah, sebelumnya aku mendustakan berita-berita langit yang Kau bawa kepada kami dan wahyu yang diturunkan kepadaMu. Rencanaku ini tidak ada yang mengetahui selain aku dan Sofwan, demi Allah aku mengetahui tidak ada yang memberitahukan padaMu kecuali Allah." "Segala puji bagi Allah yang telah menunjukkan aku kepada Islam dan membawa aku ke tempat ini kemudian mengucapkan syahadat secara benar." Rasulullah ﷺ lalu berkata "Ajarilah saudara kalian ini tentang agama, ajarkan Alquran kepadanya dan bebaskanlah tawanannya." Adapun Sofwan mengatakan, "Bergembiralah dengan suatu peristiwa yang datang kepada kalian sekarang, pada hari-hari yang akan melupakan kalian dari peristiwa Badar." Dia bertanya tentang Umair kepada orang-orang yang berpergian, sehingga salah seorang yang berpergian memberitahukan kepadanya tentang keislaman Umair. Sofwan bersumpah untuk tidak berbicara kepadanya selamanya, dan tidak akan memberikan suatu manfaat kepadanya selamanya. Umair kembali ke Mekah dan tinggal di sana menyerukan Islam. Kemudian banyak orang yang masuk Islam melalui dakwahnya. Perang Bani Qainuqa Pada perjanjian yang lalu yang diadakan oleh Rasulullah dengan orang-orang Yahudi, telah disebutkan bahwa beliau dan kaum muslimin sudah berusaha untuk melaksanakan isi perjanjian tersebut. Tetapi sebaliknya orang-orang Yahudi tak ada seorang pun yang mematuhi isi perjanjian. Mereka selalu melakukan penghianatan sehingga meresahkan kaum muslimin. Ibnu Ishaq berkata Syas bin Qais seorang tokoh Yahudi yang sangat kufur dan sangat membenci serta dengki kepada kaum muslimin melewati beberapa orang sahabat Rasulullah ﷺ dari kabilah Aus dan Khazraj yang berada dalam suatu majelis yang telah menyatukan mereka. Mereka sedang berbincang-bincang di dalam majelis tersebut. Melihat persatuan dan hubungan baik sesama mereka di atas dasar Islam, telah membangkitkan kemarahan Syas bin Qais. Dia berkata dalam hati, "Para tokoh telah bersatu di negeri ini. Demi Allah, saya tidak akan bersama mereka Apabila para tokoh mereka bersatu di negeri ini karena suatu ketetapan". Ia kemudian menyuruh seorang pemuda Yahudi yang ikut bersamanya untuk mendatangi mereka dengan mengatakan, "Datanglah kepada mereka dan duduklah bersama mereka, kemudian Ingatkan akan peristiwa Bu'ats dan peristiwa-peristiwa sebelumnya, dan alunkan kepada mereka beberapa syair yang berisi tentang pertengkaran mereka." Pemuda Yahudi itu pun melakukannya, maka kaum muslimin ketika itu menjadi bertengkar sampai dua orang dari dua kabilah itu melompat ke atas suatu kendaraan lalu terjadi perang mulut. Dua kelompok tersebut menjadi marah semuanya dan berkata, "Telah kami lakukan janji kalian yang menyakitkan." "Senjata, senjata." Mereka lalu keluar mendatangi lawannya dan hampir terjadi peperangan. Peristiwa tersebut sampai kepada Rasulullah ﷺ lalu Beliau bersama para sahabat mendatangi mereka seraya mengatakan, "Wahai kaum muslimin, ingat Allah, Allah! Apakah kalian menyerahkan seruan jahiliyah sementara aku masih di tengah-tengah kalian, setelah Allah menunjukkan kalian kepada Islam dan memuliakan kalian dengannya, memutuskan kalian dari perkara jahiliyah, menyelamatkan kalian dari kekufuran dan menyatukan hati kalian?" Mendengar itu semua, akhirnya kaum muslimin pun sadar bahwa apa yang terjadi itu merupakan tipu daya setan dari musuh mereka. Bersambung
0 Comments
Berbagai Operasi Militer Antara Badar dan Uhud
Perang Badar merupakan awal pertarungan bersenjata antara kaum muslimin dan kaum musyrikin, dan merupakan peperangan yang menentukan, kaum muslimin memperoleh kemenangan besar yang diakui oleh seluruh orang Arab. Orang yang menyesali akibat perang tersebut adalah mereka yang secara langsung memperoleh kerugian berat, yaitu kaum musyrikin atau orang-orang yang memandang kemuliaan dan kemenangan kaum muslimin merupakan pukulan telak terhadap eksistensi keagamaan dan perekonomian mereka yaitu kaum Yahudi. Sejak kaum muslimin meraih kemenangan dalam Perang Badar dua kelompok tersebut menyimpan amarah terhadap kaum muslimin. لَتَجِدَنَّ أَشَدَّ النَّاسِ عَدَاوَةً لِلَّذِينَ آمَنُوا الْيَهُودَ وَالَّذِينَ أَشْرَكُوا ۖ وَلَتَجِدَنَّ أَقْرَبَهُمْ مَوَدَّةً لِلَّذِينَ آمَنُوا الَّذِينَ قَالُوا إِنَّا نَصَارَىٰ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّ مِنْهُمْ قِسِّيسِينَ وَرُهْبَانًا وَأَنَّهُمْ لَا يَسْتَكْبِرُونَ Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik. Dan sesungguhnya kamu dapati yang paling dekat persahabatannya dengan orang-orang yang beriman ialah orang-orang yang berkata: Sesungguhnya kami ini orang Nasrani. Yang demikian itu disebabkan karena di antara mereka itu (orang-orang Nasrani) terdapat pendeta-pendeta dan rahib-rahib, (juga) karena sesungguhnya mereka tidak menyombongkan diri. Surah Al-Ma'idah (5:82) Di Madinah terdapat para pendukung dua kelompok tersebut, dan mereka berpura-pura masuk Islam tatkala tidak ada tempat lagi untuk meraih kewibawaan mereka. Mereka adalah Abdullah bin Ubay dan teman-temannya, kelompok ketiga ini lebih besar lagi kemarahannya daripada dua kelompok di atas. Di samping itu terdapat kelompok keempat, mereka adalah orang-orang Baduy yang tinggal di sekitar Madinah. Masalah kekufuran dan keimaman mereka tidaklah menjadi perhatian bagi mereka, tetapi mereka adalah para perampok dan perampas. Mereka mulai goncang karena kemenangan yang diraih kaum muslimin. Mereka khawatir akan tegak di Madinah suatu negara yang kuat, yang akan menghalangi mereka untuk meraih kesuksesan atau kekuatan melalui perampokan dan perampasan. Sehingga mereka pun membenci kaum muslimin dan menjadi musuh mereka. Perang Bani Sulaim Berita pertama yang disampaikan oleh utusan dari Madinah kepada Nabi ﷺ setelah Perang Badar adalah Bani Sulaim. Bani Sulaim ini berasal dari kabilah Ghathafan. Mereka menggalang kekuatannya untuk menyerang Madinah. Nabi ﷺ dengan pasukan kavaleri yang berkekuatan 200 personel mendatangi kabilah tersebut di perkampungannya. Sesampainya beliau di wilayah mereka di daerah al-Kudr, Bani Sulaim melarikan diri dan meninggalkan 500 ekor unta. Mereka meninggalkan untanya di suatu lembah yang dikuasai oleh pasukan Madinah. Unta-unta tersebut diambil seperlimanya oleh Rasulullah ﷺ . Rasulullah membagikan unta-unta tersebut kepada para sahabatnya. Setiap orang mempunyai dua ekor onta. Beliau juga mendapatkan seorang budak yang bernama Yasar yang kemudian dibebaskan. Di perkampungan Bani Sulaim tersebut Nabi ﷺ tinggal selama tiga hari. Kemudian beliau kembali ke Madinah. Peperangan tersebut terjadi pada bulan Syawal tahun kedua Hijriyah 7 hari setelah pulang dari Perang Badar. Dalam peperangan tersebut Nabi ﷺ menyerahkan urusan Madinah kepada Siba' bin Arfatah. Persekongkolan untuk Membunuh Nabi Muhammad Kekalahan kaum musyrikin dalam Perang Badar menimbulkan dampak yang mendalam. Kaum Quraisy di Mekah menjadi marah dan mulai meluap-luap emosinya terhadap Nabi Muhammad ﷺ. Ada dua orang tokoh Quraisy yang melakukan persekongkolan untuk membunuh nabi Muhammad ﷺ. Tidak beberapa lama seusai Perang Badar, Umair bin Wahab Al jami' dan Safwan Bin Umayyah duduk bersama di sebuah batu. Umair adalah salah seorang "Syaithan" Quraisy yang selalu menyakiti Nabi Muhammad ﷺ dan para sahabat beliau ketika masih berada di Mekkah. Sedangkan anaknya yang bernama Wahab bin Umair menjadi tawanan Badar. Umair menyebutkan para tokoh korban perang Badar, lalu Sofwan berkata, "Sesungguhnya setelah kematian mereka akan datang kehidupan yang baik." Umair berkata kepadanya, "Sungguh, kamu benar. Demi Allah, seandainya aku tidak mempunyai tanggungan hutang, dan tidak khawatir terlantar setelah aku mati, pasti aku akan mendatangi Muhammad dan membunuhnya. Aku mempunyai alasan yaitu anakku yang menjadi tawanan mereka." Safwan pun menjawab, "Utangmu aku tanggung, aku yang akan melunasinya, dan keluargamu bersama keluargaku selama mereka masih hidup. Hal itu tidak berat bagiku". Umair kemudian berkata, "Rahasiakanlah persoalan ini, Akan kulakukan," Selanjutnya Umair mengambil pedangnya, lalu dia berangkat ke Madinah. Ketika sudah sampai di pintu masjid dia menderumkan untanya. Terlihat olehnya Umar Ibnul Khattab yang sedang berbincang-bincang dengan beberapa orang dari kaum muslimin tentang kemenangan perang Badr. Maka Umar berkata, "Ini musuh Allah." "Umair tidaklah datang kecuali untuk maksud jahat." Kemudian Umar masuk mendatangi Nabi Muhammad ﷺ seraya berkata, "Wahai nabi Allah, Umair musuh Allah telah datang dengan menyandang pedangnya." Nabi menjawab, "Suruhlah masuk menemui aku." Umar pun menemui Umair, dan sambil menarik tali pedang Umair ia berkata kepada beberapa orang dari kaum Anshor, "Masuklah, temui Rasulullah ﷺ dan duduklah di sisi beliau, serta jagalah beliau dari orang jahat ini, karena dia perlu diwaspadai." Bersambung Ketika kembali ke Mekkah, keluarganya berkata, "Biarlah engkau menceraikan istri mu itu, dan kami akan mencarikan bagimu gadis yang jauh lebih cantik daripada nya". Namun Abul Ash amat mencintai Zainab sehingga ia berkata, "Di Suku Quraisy tidak ada gadis yang dapat menandingi istriku," Walau dihalang-halangi orang Quraisy, Abul Ash melepaskan Zainab ke Madinah. Di tengah jalan beberapa orang Quraisy mengganggu unta Zainab sehingga putri Rasulullah ﷺ yang sedang hamil itu jatuh. Ketika itulah Zainab mengalami keguguran kandungannya.
Beberapa waktu kemudian, Abul Ash pergi membawa barang-barang dagangan Quraisy, namun saat tiba di dekat Madinah, sebuah pasukan patroli muslim memergokinya. Mereka pun menyita semua barang bawaan. Abul Ash diam-diam berlindung dalam gelapnya malam. Abul Ash masuk ke Madinah dan meminta perlindungan kepada Zaenab. Zainab pun melindunginya. Mengetahui hal itu kaum muslimin mengembalikan barang-barang dagangan yang dibawa Abul Ash, dia pun segera pulang ke Mekah dan mengembalikan semua barang itu, kemudian berkata, "Masyarakat Quraisy! Masih adakah dari kamu yang belum mengambil barangnya?" "Tidak ada," jawab mereka. "Engkau ternyata orang jujur dan murah hati." Ketika itu Abul Ash pun masuk Islam dan kembali ke Madinah. Dengan bahagia Rasulullah ﷺ mengembalikan Zainab kepada Abul Ash sebagai seorang istri. Al Qur'an Berbicara Seputar Peperangan Berkenaan dengan peperangan tersebut turunlah surat Al Anfal. Surat ini merupakan "komentar Ilahi" terhadap peperangan tersebut. Komentar tersebut sangat berbeda dengan komentar-komentar yang dikemukakan oleh para raja dan panglima perang setelah meraih kemenangan. Pertama, Allah mengalihkan pandangan kaum muslimin untuk melihat segala kekurangan akhlak yang masih ada pada diri mereka dan sebagainya, agar mereka berupaya untuk menyempurnakan jiwa mereka dan membersihkannya dari kekurangan kekurangan tersebut. Kemudian, Allah memuji segala hal yang ada dalam kemenangan tersebut berupa Pertolongan Allah secara ghaib kepada kaum muslimin. Hal itu dikemukakan kepada mereka agar mereka tidak terpedaya dengan keberanian mereka, sehingga jiwa mereka menjadi sombong. Bahkan agar mereka bertawakkal kepada Allah, menaati-Nya dan menaati Rasulullah ﷺ. Kemudian, Dia menjelaskan tujuan mulia yang melandasi Rasulullah ﷺ terjun dalam peperangan berdarah tersebut, dan menunjukkan kepada mereka sifat-sifat dan akhlak yang dapat menyebabkan kemenangan dalam peperangan. Kemudian, berbicara kepada kaum musyrikin, orang-orang munafik, orang-orang Yahudi, dan para tawanan perang. Dia menasehati mereka secara baik, dan membimbing mereka untuk tunduk kepada kebenaran. Selanjutnya, berbicara kepada kaum muslimin seputar masalah perampasan barang dan menetapkan prinsip-prinsip masalah tersebut kepada mereka. Setelah itu Dia menjelaskan dan menetapkan undang-undang peperangan dan perdamaian yang sangat mereka butuhkan setelah dakwah Islam memasuki fase tersebut, sehingga peperangan kaum muslimin berbeda dengan peperangan orang-orang jahiliyah. Kaum muslimin memiliki kelebihan dalam hal akhlak dan nilai dan menegaskan kepada dunia bahwa Islam bukan sekedar teori namun juga mendidik penganutnya secara praktis di atas asas dan prinsip yang diserukan oleh-Nya. Kemudian menetapkan beberapa ketentuan dari undang-undang negara Islam yang menjelaskan tentang perbedaan antara kaum muslimin yang tinggal di dalam batas negara Islam dan kaum muslimin yang tinggal di luar batas negara Islam. Pada tahun kedua Hijriah diwajibkan Shaum Ramadhan, diwajibkan zakat fitrah dan dijelaskan nisab-nisab zakat yang lain. Diwajibkannya zakat fitrah, serta meringankan beban yang dipikul oleh sejumlah besar kaum Muhajirin, karena mereka adalah kaum fuqara yang tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Di antara peristiwa yang terindah adalah hari raya pertama bagi kaum muslimin jatuh pada bulan Syawal tahun kedua Hijriyah setelah meraih kemenangan dalam Perang Badar. Alangkah indahnya hari raya yang membahagiakan itu, yang Allah berikan kepada mereka setelah mereka meraih kemenangan dan kemuliaan. Alangkah indahnya pemandangan sholat Ied yang mereka lakukan setelah mereka keluar dari rumah-rumah mereka sambil mengumandangkan takbir, tauhid, dan Tahmid. Hati mereka penuh dengan harapan kepada Allah rindu kepada rahmat dan keridhaan-Nya. Setelah Allah berikan berbagai nikmat kepada mereka dan didukung dengan pertolongan-Nya. Hal itu diingatkan kepada mereka dengan firman-Nya: Quran surat Al-Anfal (الأنفال) / 8:26 وَ اذۡکُرُوۡۤا اِذۡ اَنۡتُمۡ قَلِیۡلٌ مُّسۡتَضۡعَفُوۡنَ فِی الۡاَرۡضِ تَخَافُوۡنَ اَنۡ یَّتَخَطَّفَکُمُ النَّاسُ فَاٰوٰىکُمۡ وَ اَیَّدَکُمۡ بِنَصۡرِہٖ وَ رَزَقَکُمۡ مِّنَ الطَّیِّبٰتِ لَعَلَّکُمۡ تَشۡکُرُوۡنَ "Dan ingatlah para Muhajirin ketika kamu masih berjumlah sedikit lagi tertindas di muka bumi (Mekah) kamu takut orang-orang Mekah akan menculik kamu maka Allah memberikan kamu tempat menetap (Madinah), mendukung kamu dengan pertolongan-Nya dan memberi rizki kamu dari yang baik-baik agar kamu bersyukur. Bersambung Mekah Terkejut
Sementara itu keadaan sebaliknya menimpa Mekah, Al Haisuman bin Abdullah Al Khuza'i tergesa-gesa memasuki Mekah. Diberitakannya kehancuran pasukan Quraisy dan bencana yang telah menimpa para pemimpin, pembesar, dan bangsawan mereka. Mulanya orang Mekah tidak percaya, tetapi setelah yakin bahwa Al Haisuman tidak mengigau, seluruh kota menjadi penuh dengan jerit tangis. Abu Lahab yang tidak ikut berperang sangat terpukul mendengarkan berita mengerikan itu. "Tidak mungkin!" "Tidak mungkin!" demikian igaunya. Keesokan harinya, ia jatuh sakit dan menderita demam selama tujuh hari sebelum akhirnya meninggal. Para pemuka Quraisy pun berkumpul untuk memutuskan yang akan mereka lakukan. "Ingat sesedih apa pun hati kita jangan menunjukkan duka cita secara berlebihan," demikian kata salah seorang di antara mereka. "Jika Muhammad dan teman-temannya mendengar ini, mereka akan mengejek kita habis-habisan," "Jangan cepat-cepat datang membawa tebusan untuk membebaskan para tawanan," usul yang lain. "Nanti Muhammad akan meminta harga yang terlampau tinggi! Kita tunggu kesempatan baik untuk menebus mereka." Setelah beberapa lama barulah orang-orang Quraisy berdatangan untuk menebus para tawanan. Salah seorang di antaranya adalah Mikraz bin Hafz. Dia datang untuk menebus Suhail bin Amir. Suhail dikenal suka menjelek-jelekkan Rasulullah ﷺ. Begitu mengetahui Suhail akan dibebaskan Umar Bin Khattab menjadi sangat geram. Ia mendatangi Rasulullah ﷺ sambil berkata, "Rasulullah ijinkan saya mencabut 2 gigi seri Suhail bin Amir supaya lidahnya tidak terjulur keluar dan tidak lagi berpidato mencercamu di mana-mana." Namun Rasulullah ﷺ menjawab permintaan Umar itu dengan kata-kata yang sangat agung, "Aku tidak akan memperlakukannya secara kejam, supaya Allah tidak memperlakukan aku demikian, Sekali pun aku seorang nabi. Hindun Seberapa pun kuatnya orang-orang Quraisy menutupi kesedihannya, luka yang dalam itu tidak terbendung juga. Para wanita Quraisy selama sebulan penuh menangisi mayat-mayat para pejuang mereka. Mereka menggunting rambutnya sendiri, lalu membawa kuda dan unta orang yang sudah mati. Setelah itu mereka menangis sambil mengelilinginya. Hampir semua wanita yang kehilangan kerabatnya berlaku demikian, kecuali Hindun binti utbah, Istri Abu Sufyan. Ketiga orang yang mati dalam duel sebelum pertempuran adalah orang-orang terdekat yang sangat disayangi Hindun. Utbah bin Rabiah adalah ayahnya, Syaibah bin Rabiah adalah pamannya, dan Walid Bin Utbah adalah kakaknya. Belum lagi beberapa keluarganya yang lain yang juga mati dalam pertempuran. Bisa dikatakan di antara wanita Quraisy Hindunlah yang paling banyak kehilangan sehingga pantaslah jika ia menunjukkan duka cita lebih banyak dibanding yang lain. Melihat Hindun tidak menangis, para wanita Quraisy keheranan. Beberapa dari mereka mendatangi Hindun sambil bertanya, "Kau tidak menangisi ayahmu, saudaramu, pamanmu, dan keluargamu yang lain?" Hindun berpaling dan menatap kawan-kawannya dengan tajam. Para wanita itu terkejut mengetahui bahwa bukan air mata yang mereka lihat di mata Hindun, melainkan api dendam yang berkobar-kobar. Hindun menjawab dengan kata-kata keras, "Aku menangisi mereka supaya nanti didengar oleh Muhammad dan teman-temannya sehingga mereka bisa menyoraki kita, begitu? Dan supaya wanita-wanita Khazraj juga bisa menyoraki kita? Tidak! Aku harus menuntut balas kepada Muhammad dan teman-temannya! Haram bagi kita memakai minyak wangi sebelum kita dapat memerangi Muhammad." "Sungguh kalau aku dapat mengetahui bahwa kesedihan dapat hilang dari hatiku, tentu aku menangis. Tetapi kesedihan ini baru akan hilang, kalau mayat orang yang telah membunuh orang-orang yang kucinta itu sudah kulihat dengan mata kepalaku sendiri!" Setelah itu, Hindun benar-benar menjalankan sumpahnya. Ia tidak memakai minyak wangi atau mendekati suaminya. Ia terus dan terus membakar semangat dendam orang-orang Quraisy sampai kemudian tiba saat Perang Uhud. Abu Sufyan sendiri bersumpah tidak akan mencuci kepala dengan air sebelum ia memerangi kembali Rasulullah. Kisah Menantu Rasulullah Salah seorang tawanan perang Badar adalah Abul Ash bin Rabi Ia adalah menantu Rasulullah. Karena ia menikahi Putri beliau Zainab, untuk menebus suaminya, Zainab mengirimkan seuntai kalung peninggalan ibunya kepada Rosulullah. Ketika melihat kalung milik Khadijah itu, Rasulullah ﷺ amat terharu, air mata pun menetes di pipi beliau. Melihat duka Rasulullah ﷺ, para sahabat setuju untuk membebaskan Abul Ash bin Rabi tanpa harus membayar tebusan. Rasulullah ﷺ mengembalikan kalung Khadijah kepada Abul Ash dan meminta agar Abul Ash menceraikan Zainab. Menurut hukum Islam, seorang wanita Mukmin memang tidak boleh menikahi laki-laki kafir. Abul Ash menyetujui permintaan itu. Bersambung Bagian-1 klik di sini Masih dalam Perang Badar Kubra Peperangan Islam Pertama yang Menentukan
Meninggalnya Ruqayyah Rasulullah ﷺ meminta pendapat para sahabat tentang para tawanan. Umar Bin Khattab mengusulkan agar para tawanan itu dibunuh. Sangat berbahaya jika melepaskan mereka, walau keluarganya menebus dengan gunung harta, sebab mereka dapat kembali memerangi kaum muslimin. Abu Bakar berpendapat lain, yang mengusulkan agar para tawanan dibiarkan ditebus keluarganya, dengan harapan mudah-mudahan suatu saat kelak mereka mau mengikuti ajaran Islam. Lagipula uang yang dibayarkan dapat digunakan untuk melengkapi persenjataan kaum muslimin. Rasulullah ﷺ cenderung pada pendapat Abu Bakar. Beliau berdiam sementara di luar Madinah, untuk menunggu tebusan dari pihak Quraisy. Para tawanan pun ditebus dengan uang dan mereka kembali bebas, namun setelah itu Rasulullah ﷺ mendapat berita, bahwa pihak Quraisy sedang mengadakan persiapan penyerbuan dengan jumlah pasukan yang jauh lebih besar. Sebagian besar para tawanan bergabung dengan pasukan baru itu. Akhirnya Rasulullah ﷺ menyadari bahwa saran Umar lebih tepat, tidak pantas bagi seorang Rasulullah ﷺ mempunyai tahanan sebelum menghancurkan musuh-musuhnya di muka bumi. Setelah itu harta rampasan perang dibagikan dengan rata kepada pasukan. Mereka pun kembali ke Madinah, Rasulullah ﷺ langsung menuju masjid untuk memberitakan kemenangan serta mengumumkan nama-nama bangsawan Quraisy yang mati. Setelah itu Rasulullah ﷺ pergi ke rumah Utsman bin Affan untuk menjenguk Ruqayyah putrinya yang sudah lama terbaring sakit. Utsman bin Affan memang diminta Rasulullah menjaga istri dan anaknya sehingga Usman tidak mengerti pertempuran Badar. Saat Rasulullah ﷺ tiba, Usman malah menangis sambil memeluk Rasulullah ﷺ, karena ternyata Ruqayyah telah wafat ketika beliau masih di luar Madinah. Rasulullah ﷺ diantar ke makam Ruqayyah, beberapa sahabat berusaha menghibur kesedihan yang membebani dada beliau. Mereka menemani pula beliau pulang ke rumah. Di tengah perjalanan pulang, seorang Yahudi memandang Rasulullah dengan sinis, sambil berkata para bangsawan Quraisy memang tidak mempunyai keahlian dalam perang. Kalau saja kalian berperang melawan kami, Kalian baru akan mengetahui bahwa kamilah sebenar-benarnya prajurit. Para sahabat tidak membalas perkataan sinis itu, karena tidak tega melukai kesedihan di hati Rasulullah ﷺ. Rasulullah ﷺ pun tidak menghiraukan ejekan dengki itu dan terus melangkah menuju rumah. Dzun Nuraini Setelah duka ditinggal Ruqayyah, Utsman kemudian menikahi adik Ruqayyah, Ummu Khultsum. Ummu Khultsum juga diusir oleh kedua mertuanya, Abu Lahab dan istrinya Ummu Jamil serta suaminya Utaibah, adik Utbah. Karena menikahi dua putri nabi inilah Utsman digelari Dzun Nuraini, ‘Si Pemilik Dua Cahaya’. Rasulullah ﷺ Hampir Dikultuskan Sudah beberapa lama putri Rasulullah, Ruqayyah terserang sakit dan tidak kunjung sembuh. Musuh-musuh Rasulullah dari kalangan Yahudi dan orang-orang munafik mulai menyebarkan desas-desus, “Kalau memang Muhammad itu seorang nabi, tentu ia dengan mudah bisa menyembuhkan penyakit putrinya.” “Jangan-jangan, dia memang bukan seorang nabi, melainkan tukang sihir,” timpal yang lain, “Dulu di Mekah sihirnya berhasil memikat banyak orang, tetapi di sini ternyata tidak mempan.” Desas-desus yang beredar gencar, membuat keimanan sebagian orang mulai goyah. Orang-orang munafik yang dipimpin Abdullah bin Ubay semakin bersemangat mengatakan ini dan itu tentang pribadi Rasulullah. Mendengar itu, sebagian Muslim bangkit amarahnya. Mereka melawan desas-desus itu dengan sanjungan pujian, dan pemujaan kepada Rasulullah. “Jangankan menyembuhkan penyakit, menghidupkan orang mati pun tentu Rasullulah bisa,” demikian kata mereka. Mendengar hal-hal seperti itu, Rasullulah ﷺ segera datang dan berkata, “Janganlah kalian menyanjung-nyanjung diriku.” “Bagaimana kami tidak akan menyanjung dirimu ya Rasulullah, bukankah engkau adalah pemimpin kami semua?” Beliau menggeleng. Beliau kemudian berkata bahwa dirinya hanyalah manusia biasa, ia tidak dapat menolak atau menyembuhkan penyakit apabila hal itu memang sudah dikendaki Allah. Beliau adalah manusia yang juga dapat menangis, tertawa, kepayahan, kesegaran, tidur, marah, senang, lapar, dahaga, makan, dan perlu pergi ke pasar seperti orang lain. Bahkan Rasulullah sendiri menderita sakit. Seorang tabib dipanggil datang untuk melakukan penyembuhan. Tabib itu melakukan pembekaman agar darah yang mengandung penyakit keluar. Namun, begitu darah Rasulullah keluar, tabib yang suka menyanjung itu menjilati darah beliau. Segera saja Rasulullah ﷺ melarang tabib itu dengan keras sambil berkata, “Semua darah haram! Semua darah haram!” Demikianlah, di satu sisi ada orang yang membenci Rasulullah, sementara disisi lain banyak orang yang justru memuja beliau secara berlebihan. Sehari sebelum Rasulullah ﷺ tiba di Madinah, berita kemenangan dibawa oleh Zaid bin Haritsah dan Abdullah bin Rawahah dari dua jurusan yang berlainan. Kaum Muslimin segera keluar rumah dan bergembira menyambut kemenangan besar ini. Bersambung Akhir-akhir ini banyak yang membahas tentang Islam Nusantara. Apakah itu Islam Nusantara? Istilah Islam Nusantara menjadi isu yang mulai ramai dibicarakan, sejalan dengan peran para budayawan dan orang-orang Liberal di Indonesia. Dan nampaknya ini hendak dijadikan sebagai gerakan. Di UIN Jakarta sendiri telah diselenggarakan festival budaya Islam Nusantara. Bahkan ada yang mengatakan, fenomena membaca Alquran dengan langgam Jawa merupakan bagian dari proyek Islam Nusantara itu.
Mengingat ini istilah yang asing bagi masyarakat, kita perlu tahu, sebenarnya apa maksud mereka dengan istilah Islam Nusantara itu? Apakah maksudnya agama Islam yang dibongkar pasang, diganti sana-sini, sehingga menjadi agama sendiri yang berbeda sama sekali dengan ajaran Islam Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم? Seperti halnya istilah ‘Kristen Jawa’ yang berbeda sama sekali dengan ajaran kristen lainnya. Atau Islam seperti apa? Di sana ada sebuah tulisan yang dirilis oleh web Fakultas Adab & Humaniora UIN Jakarta. Dalam tulisan itu, dikutip definisi istilah ‘Islam Nusantara’ menurut Azyumardi Azra. Dia mengatakan: “Islam Nusantara adalah Islam distingtif sebagai hasil interaksi, kontekstualisasi, indigenisasi dan vernakularisasi Islam universal dengan realitas sosial, budaya, dan agama di Indonesia. Ortodoksi Islam Nusantara (kalam Asy’ari, fikih mazhab Syafi’i, dan Tasawuf Ghazali) menumbuhkan karakter wasathiyah yang moderat dan toleran. Islam Nusantara yang kaya dengan warisan Islam (Islamic legacy) menjadi harapan renaisans peradaban Islam global.” Yah… Anda boleh baca sambil tutup mata sebelah. Paham gak paham, anggap saja paham. Ini bahasa ‘wong pinter’ gaya masyarakat UIN. Kepentingan kita, keterangan Pak Azra dijadikan sebagai acuan, karena beliau bagian dari pelaksana inti proyek Islam Nusantara itu. Kita bisa perhatikan, definisi Islam Nusantara menurut Pak Azra di bagian pertama: Islam Nusantara adalah Islam distingtif. Artinya Islam yang unik. Tentu saja memiliki ciri membedakannya dengan lainnya. Sebagai hasil interaksi, kontekstualisasi, indigenisasi (disesuaikan keadaan pribumi) dan vernakularisasi (disesuaikan kedaerahan) Islam universal dengan realitas sosial, budaya, dan agama di Indonesia. Dari pengertian Pak Azra, berarti Islam ada dua: (1) Islam universal, dan (2) Islam yang sudah mengalami penyesuaian dengan budaya dan realitas sosial, yang mereka istilahkan dengan Islam Nusantara itu. Jika yang dimaksud Islam universal adalah Islam ajaran Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم, yang itu diterima oleh seluruh dunia, berarti Islam Nusantara yang menjadi gagasan para tokoh UIN itu berbeda dengan Islam ajaran Nabi صلى الله عليه وسلم. Selanjutnya Pak Azra mengaku, bahwa Islam Nusantara yang dia maksud, penyatuan kalam Asy’ari, fikih mazhab Syafi’i, dan Tasawuf Ghazali. Tentu saja ini terlalu berlebihan. Anggap saja, masalah tata cara membaca Alquran masuk dalam kajian fikih. Pernahkah ada fatwa dalam Fikih Syafii yang membolehkan membaca Alquran dengan lagu macapat? Lebih dari itu, sebenarnya UIN Jakarta sangat terpengaruh dengan pemikiran-pemikiran Liberal Harun Nasution. Posisi Pak Harun yang dianggap pencetus pemikiran Islam baru, sangat menentang kalam Asy’ari. Karena yang ingin dia kembangkan adalah pemikiran Muktazilah. Pak Harun sendiri pernah menyatakan: “Bila umat Islam ingin maju, maka kita harus menggantikan paham Asy’ariyah yang telah mendarah daging menjadi paham Muktazilah.” [Teologi Pembaruan, Fauzan S, 2004, hlm. 264]. Karena itulah Pak Harun dikenal pencetus Neo-Muktazilah di Indonesia. Ketika UIN Jakarta mengaku mengembangkan ajaran ilmu kalam Asy’ari, jelas ini terlalu jauh. Hakikatnya mereka sedang mengembangkan pemikiran Muktazilah. Memecah Belah Umat Kita tinggalkan kajian masalah definisi di atas. Karena jika kita perhatikan, pemikiran ini jelas hendak merusak Islam besar-besaran. Dan tidak jauh jika kita katakan, memecah belah kaum Muslimin. Budaya di Nusantara bagi Indonesia sangat beragam. Aceh jauh berbeda dengan Jawa. Kalimantan jauh beda dengan Papua. Ketika Islam Nusantara dipahami sebagai Islam hasil akulturasi budaya lokal, apa yang bisa Anda bayangkan ketika Islam ini disinkronkan dengan budaya Papua? Sehingga tercipta sebuah desain pakaian Muslim, hasil interaksi antara Islam dan budaya koteka. Tentu saja ini akan sangat ditolak oleh masyarakat Jawa atau lainnya. Ingatan kita masih sangat segar terkait kasus salat dengan bahasa Jawa yang diajarkan di Pesantren I’tikaf Ngadi Lelaku, Malang. Spontan memancing emosi banyak masyarakat. Jika sampai hal ini diwujudkan, yang terjadi bukan renaisans peradaban Islam, tapi malah mengacaukan masyarakat. Termasuk ajaran sebagian etnis Sasak, salat tiga waktu. Apakah bisa disebut Islam Nusantara? Jika sampai ini dilegalkan, berarti menolak keberadaan dua salat sisanya. Wahyu Menyesuaikan Budaya? Hingga kini banyak orang Liberal menuduh, bahwa tujuan terbesar dakwah Muhammad صلى الله عليه وسلم adalah untuk Arabisasi dunia. Menerapkan hegemoni Quraisy di alam raya. Sehingga ketika ada gerakan dakwah di tengah masyarakat, mereka sebut Arabisasi. Inti masalahnya, orang Liberal lemah dalam membedakan antara budaya dan ajaran agama. Sehingga di mana pun ajaran agama itu disampaikan, menurut orang Liberal, itu sedang memasarkan budaya Arab. Kita bisa telusuri, sebenarnya yang dilakukan Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم itu meng-Arab-kan Islam ataukah meng-Islam-kan Arab? Jika kita menggunakan teori orang Liberal, berarti Nabi صلى الله عليه وسلم meng-Arabkan Islam. Artinya, Islam sudah ada, kemudian oleh Nabi صلى الله عليه وسلم diwarnai dengan budaya Arab. Anda layak untuk geleng kepala. Nabi صلى الله عليه وسلم diutus di tengah masyarakat yang telah memiliki budaya. Ada yang baik dan ada yang buruk. Ketika beliau صلى الله عليه وسلم datang, beliau mengislamkan budaya-budaya itu. Dalam arti, mengarahkan pada budaya yang baik, dan membuang budaya jahat. Bukan disinkronkan, kemudian Islam menyesuaikan semua budaya mereka. Kita bisa simak, ketika Nabi صلى الله عليه وسلم mengingatkan tentang budaya buruk Jahiliyah, beliau mengatakan: ألَا كُلُّ شَىْءٍ مِنْ أمَْرِ الْجَاھِلِیةَِّ تحَْتَ قَدمََىَّ مَوْضُوعٌ “Katahuilah, segala urusan Jahiliyah, terkubur di bawah telapak kakiku.” [HR. Muslim 3009]. Ini salah satu bukti, bagaimana upaya beliau صلى الله عليه وسلم menolak setiap tradisi Jahiliyah yang bertentangan dengan wahyu. Dari sini kita mendapat pelajaran, bahwa BUDAYA HARUS MENYESUAIKAN ISLAM. Bukan Islam yang menyesuaikan budaya. Islam Agama Menyeluruh Islam agama yang universal. Allah mengutus Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم untuk menyebarkan Islam kepada seluruh umat manusia. Sehingga ajaran Islam sedunia adalah sama, karena sumbernya sama. Ketika ada orang yang memiliki kerangka ajaran yang berbeda, berarti itu bukan Islam ajaran beliau صلى الله عليه وسلم. Allah جل جلاله berfirman:وَمَا أرَْسَلْناَكَ إلَِّا كَافةَّ لِلناَّسِ بشَِیرًا وَنذَِیرًا وَلكَِنَّ أكَْثرََ الناَّسِ لاَ یعَلْمَوُن “Aku tidak mengutus kamu, melainkan untuk umat manusia seluruhnya, sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui.” [QS. Saba’: 28]. Dalam tafsirnya, al-Hafidz Ibnu Katsir menfsirkan ayat ini, bahwa Muhammad صلى الله عليه وسلم diutus untuk seluruh makhluk. Semua yang mukallaf, baik orang Arab maupun luar Arab. Yang paling mulia di antara mereka adalah yang paling taat kepada Allah. [Tafsir Ibn Katsir, 6/518]. Saya kira tidak ada orang Muslim yang ingin tidak dianggap sebagai umat Muhammad صلى الله عليه وسلم dalam arti khusus, gara-gara dia punya Islam yang berbeda dengan Islam beliau. Adat Bisa Menjadi Acuan Hukum Ada satu kaidah dalam ilmu fikih: العادة محكَّمة “Adat bisa dijadikan acuan hukum.” Kaidah ini termasuk kaidah besar dalam fikih (Qawaid Fikihiyah Kubro). Kaidah ini menjelaskan, bahwa adat dan tradisi masyarakat dalam pandangan syariat bisa menjadi penentu untuk hukum-hukum terkait muamalah sesama manusia, selama di sana tidak ada dalil tegas yang bertentangan dengan adat tersebut. [al-Wajiz fi Idhah Qawaid al-Fikih al-Kulliyah, hlm. 276]. Hanya saja di sana para ulama fikih memberikan batasan, ketika adat bertentangan dengan dalil syariat:
Contoh Penerapan Kaidah Allah mewajibkan suami untuk menafkahi istri. Tentang ukuran nafkah, dikembalikan kepada keadaan masyarakat, berapa nilai uang nafkah wajar untuk istri. Islam mewajibkan kita untuk bersikap baik terhadap tetangga. Bagaimana batasan sikap baik itu, dikembalikan kepada standar masyarakat, dst. Gagasan Islam Nusantara VS Kaidah Fikih Apakah kaidah fikih ini yang hendak dikembangkan dalam proyek “Islam Nusantara”? Dugaan kuat kami, tidak untuk ini. Islam Nusantara bukan dalam rangka memahamkan masyarakat tentang kaidah fikih di atas. Karena seperti yang dinyatakan Pak Azra, beliau menyebut Islam Nusantara sebagai Islam yang distingtif, Islam unik. Mereka anggap itu gagasan baru dari mereka, bagi Muslim Indonesia. Makanya kita tidak pernah mendengar istilah ini dikobarkan di masa pemerintahan SBY. Proyek ini baru disemarakkan di masa pemerintahan sekarang. Padahal kaidah fikih di atas bukan sesuatu yang baru. Dan untuk memahamkan kaidah ini tidak butuh orang Liberal. Kaidah ini telah final dibahas para ulama. Jika orang Liberal mengaku hendak membumikannya, itu hanya klaim. Mengelabuhi masyarakat Abangan untuk memasarkan pemikiran Muktazilah. Benar apa yang Allah جل جلاله firmankan, salah satu di antara upaya setan untuk menggoda manusia adalah dengan membisikkan kata-kata indah, untuk menjadi alasan pembenar bagi kesesatan mereka: وا شَیَاطِینَ الْإِنْسِ وَالْجِنِّ یُوحِي وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُ بعَْضُھُمْ إلِىَ بعَْضٍ زُخْرُفَ الْقوَْلِ غُرُورًا “Demikianlah, Kami jadikan musuh bagi setiap nabi, yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin. Mereka saling membisikkan kepada yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia).” [QS. al-An’am: 112]. Semoga kita tidak termasuk orang yang tertipu propaganda mereka. Allahu a’lam. Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com) Hamzah
Hamzah bin Abdul Muthalib bersama pasukannya berdiri melakukan penjagaan di dekat kolam pasukan muslim. Kolam itu merupakan tempat penting dalam pertempuran Badar. Jika pasukan Quraisy berhasil merebut kolam dan menghilangkan dahaga mereka, pasukan muslimlah yang akan kehausan. Kemudian, sepasukan berkuda Quraisy mendekat. Dua penunggang kuda terdepan berhasil ditaklukkan Hamzah. Namun, penunggang ketiga lolos dan berhasil membuka celah pertahanan untuk diterobos para penunggang lain yang terkenal tangguh. Namun Hamzah sendiri berdiri menutup celah tersebut dengan pedang siaga di tangan. Satu demi satu para penunggang Quraisy yang kehausan maju. Namun, semuanya tumbang di ujung pedang Hamzah. Setelah memukul mundur para penunggang Quraisy, Hamzah menerjunkan diri ke medan tempur dengan niat untuk menghabisi para jagoan Quraisy yang dilihatnya. Tidak lama kemudian, Hamzah berhasil merobohkan Handhalah Bin Abu Sufyan dan Haris bin Amir. Tiba-tiba Naufal Bin Khuwailid berhasil menerobos ke tengah barisan pasukan muslimin. Dengan kudanya yang menggila, ia menyerang beringas, menerjang dan menginjak-injak. Topi dan baju besi yang dipakai Naufal sulit ditembus pedang pasukan muslim. Namun Hamzah datang dan menyerangnya. Naufal segera menggebrak kudanya dan menyerang. Hamzah melompat ke belakang, berputar, dan balik menyerang. Pedangnya berkelebat membelah udara. Beberapa tentara kedua belah pihak berhenti bertempur dan memperhatikan pertarungan yang mengerikan itu. Kuda Naufal roboh, tetapi Naufal melompat berdiri dan meneruskan pertarungan dengan ganas. Akhirnya, Hamzah berhasil menebas leher Naufal. Pekik takbir اَللّهُ اَكْبَرُ membahana. Selangkah demi selangkah, pasukan Quraisy mundur. Pasukan muslim yang tanpa perisai, topi, dan baju besi mendesak barisan musuh mundur yang kebanyakan mengenakan baju besi lengkap. Demikian gagahnya Hamzah bertempur sampai beberapa pasukan Quraisy yang mundur saling bertanya, "Siapakah laki-laki yang berbulu-bulu dadanya halus dan wajahnya tertutup debu?" "Itulah Hamzah!" sahut yang lain dengan suara tercekat. "Dialah yang sebenarnya banyak menyerang kita," Sahut yang lain sambil terus berlari. Tewasnya Abu Jahal Melihat pasukannya mulai terdesak, Abu Jahal berusaha menata kembali barisan. Ia mendengar seseorang berseru: "Pasukan Muhammad cuma 300 Orang. Mereka tidak mengenakan pakaian pelindung, kecuali pedang belaka. Namun, setiap kali ada yang terbunuh di antara mereka, pasti ada yang terbunuh di pihak kita! Kemudian, jika dari pihak kita gugur 300 orang, kita tidak punya peluang untuk hidup! mundur! mundur!" Abu Jahal mengutus Ikrimah untuk mendorong barisan-barisan Quraisy agar bertahan seraya mengingatkan bahwa merekalah para pemimpin Arab. Namun pasukan Muslim terus maju tidak tertahankan. Dua prajurit muda muslim bahkan berhasil mendekati Abu Jahal dan menyerangnya. Abu Jahal yang sombong dan gagah dengan senjata lengkap tak mampu mengalahkan dua pemuda itu dan ia pun terbunuh. Kedua prajurit muda itu Muadz Bin Afra dan Abdullah Bin Mas'ud. Mereka membawa kepala Abu Jahal ke hadapan Rasulullah ﷺ seraya berkata, "Ya Rasulullah, inilah kepala Abu Jahal si musuh Allah!" Rasulullah ﷺ bersabda, "Allah tidak ada Tuhan selain-Nya, Allah tidak ada Tuhan selain-Nya, Allah tidak ada Tuhan selain-Nya. Demi Allah, kalian lah yang membunuh Abu Jahal?" Saat mereka menjawab, " Ya." segera Rasulullah ﷺ bersujud kepada Allah seraya mengucapkan, "Segala puji bagi Allah yang benar janji-Nya dan yang telah menolong hambanya yang telah mengalahkan tentara musuhnya." Setelah itu, pasukan musuh mundur dalam keadaan kocar-kacir. Pasukan besar dan persenjataan lengkap itu telah lumpuh, mundur tergesa-gesa meninggalkan benda-benda berharga di dalam perkemahan. Hanya keselamatan diri yang kini mereka pikirkan. Strategi yang diterapkan Rasulullah ﷺ terhadap pasukannya adalah bertahan di tempat tanpa bergerak sedikit pun pada awal pertempuran. Maka untuk pertama kali dalam sejarah perangnya, orang Quraisy melihat ada pasukan pejalan kaki yang mampu menahan gelombang-gelombang serbuan pasukan berkuda. Rasulullah ﷺ terus memerintahkan pasukannya bertahan sampai serangan musuh melemah. Setelah itu barulah beliau yang memerintahkan serangan balasan. Lalu pasukan muslim pun maju dan tidak memberikan kesempatan lagi kepada musuh untuk membenahi barisan. Setelah Perang Meski musuh mundur dengan tergesa-gesa, Rasulullah ﷺ mengutus beberapa pengintai untuk mengikuti ekor pasukan Quraisy. Rasulullah ﷺ ingin benar-benar yakin bahwa mereka benar-benar mundur ke Mekah, bukan melakukan tipu daya untuk kemudian menyerang kembali atau malah bergerak ke arah Madinah. Setelah mendengarkan laporan dari pasukan pengintai barulah beliau benar-benar bisa merasa tenang karena ternyata musuh kembali ke kota mereka dengan menanggung semua beban kekalahan. Rasulullah ﷺ mengajak Ammar bin Yasir Melihat mayat Abu Jahal Seraya bersabda, "Allah telah membunuh orang yang dulu membunuh ibumu." Kemudian, Rasulullah ﷺ meninjau langsung bekas medan pertempuran. Beliau menemukan 14 sahabatnya gugur sebagai syahid. Sedangkan 70 orang Quraisy terbunuh, 70 lainnya menjadi tawanan kaum muslimin. Beliau memerintahkan agar para syuhada yang gugur di kuburkan, sementara itu mayat-mayat Quraisy dimasukkan ke dalam sebuah sumur kering lalu ditimbun batu. Pasukan muslim kembali ke Madinah dengan membawa kemenangan gemilang. Rasulullah ﷺ memperhatikan raut wajah para sahabat yang berseri-seri kecuali Hudzaifah bin Utbah yang telah membunuh ayahnya sendiri. Rasulullah ﷺ mendekati Hudzaifah dan bertanya, "Barangkali saja duka menyelimuti hatimu karena kematian ayahmu?" "Hatiku sama sekali tak merasa goyah, mengenai Ayahku atau kematiannya. Ya Rasulullah. Akan tetapi aku mengenal pemikiran kesabaran dan keutamaannya. Aku sebenarnya sangat berharap dia akan mendapat hidayah Allah. Setelah aku melihat kenyataan yang menimpa Ayahku, aku merasa sangat berduka," demikian jawab Hudaifah. Rasulullah ﷺ mengangguk lalu menghibur hati Hudzaifah dan mendoakannya. Kemudian beliau mendekati barisan para tawanan. Kening beliau berkerut menyaksikan sebagian sahabatnya mengikat para tawanan dengan kuat dan menertawakan mereka. "Hendaklah kalian memperlakukan para tawanan dengan baik, "demikian Sabda beliau. Bersambung Serangan Umum
Perang tanding tersebut merupakan permulaan yang buruk bagi kaum musyrikin. Mereka kehilangan tiga Pemimpin sekaligus. Maka meluaplah kemarahan mereka, kemudian menyerang kaum muslimin secara serentak. Adapun kaum muslimin setelah meminta pertolongan kepada Rabb mereka, mengikhlaskan niat kepada-Nya dan merendahkan diri kepada-Nya, mereka menerima serangan dari kaum musyrikin secara bertubi-tubi, dengan sikap bertahan. Tetapi mereka berhasil memberikan banyak kerugian kepada kaum musyrikin. Mereka meneriakkan kata-kata "Ahad, ahad." Rasulullah memohon pertolongan kepada Rabbnya Rasulullah ﷺ sendiri sekembalinya dari mengatur barisan, beliau memohon kepada Rabbnya pertolongan yang telah dijanjikan-Nya. Beliau berkata "Wahai Allah, tunaikanlah apa yang telah Engkau janjikan kepada aku. Wahai Allah Sesungguhnya aku memohon janji-Mu," Ketika perang berkecamuk, dia berdoa "Ya Allah, kalau pasukan (kaum muslimin) ini sampai binasa hari ini, engkau tidak akan disembah lagi (oleh manusia). Wahai Allah, jika Engkau menghendaki, Engkau tidak di sembah lagi setelah ini." Beliau bersungguh-sungguh dalam memohon, sehingga kain selendangnya jatuh dari pundaknya. Kain itu kemudian disampirkan kembali oleh Abu Bakar As Siddiq ke pundak beliau seraya berkata, "Wahai Rasulullah, cukuplah permohonanmu kepada Rabbmu." Kemudian Allah wahyukan kepada para malaikat-nya إِذْ يُوحِي رَبُّكَ إِلَى الْمَلَائِكَةِ أَنِّي مَعَكُمْ فَثَبِّتُوا الَّذِينَ آمَنُوا ۚ سَأُلْقِي فِي قُلُوبِ الَّذِينَ كَفَرُوا الرُّعْبَ فَاضْرِبُوا فَوْقَ الْأَعْنَاقِ وَاضْرِبُوا مِنْهُمْ كُلَّ بَنَانٍ (Ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat: Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkan (pendirian) orang-orang yang telah beriman. Kelak akan Aku jatuhkan rasa ketakutan ke dalam hati orang-orang kafir, maka penggallah kepala mereka dan pancunglah tiap-tiap ujung jari mereka. Surah Al-Anfal (8:12) Lalu Allah mewahyukan kepada Nabi-Nya, secara silih berganti, tidak sekaligus. Jumat 17 Ramadhan Seorang pemuka Quraisy bernama Utbah bin Rabi'ah tiba-tiba berpendapat bahwa berperang sekarang tidak ada gunanya. Abu Jahal kembali mengamuk. Ia yang menjuluki Utbah sebagai penakut. Pertengkaran itu terlihat dari jauh oleh Rasulullah ﷺ dan pasukannya. Perlahan keyakinan mereka akan pertolongan Allah semakin kuat. Pendapat Utbah dibicarakan secara kilat oleh para pemuka Quraisy. Merasa malu jika mundur setelah berhadapan, para pemimpin Quraisy memutuskan untuk maju bertempur. Apalagi saat itu pasukan Quraisy jauh lebih banyak dengan persenjataan yang jauh lebih kuat. Seorang penulis sejarah menyebutkan bahwa saat itu, datanglah iblis yang menyerupai wajah Suraqah bin Malik, pemimpin Bani Mudlij, bersama puluhan anak buahnya. Iblis berkata kepada para pemuka Quraisy, "Jangan takut memerangi Muhammad dan para sahabatnya. Kalau kamu kalah kami akan membantumu dari arah belakang!" Tiba-tiba Malaikat Jibril turun dan mendatangi iblis dengan cepat. Seketika itu juga Suraqah gadungan dan anak buahnya melarikan diri. Seorang Quraisy berteriak heran, "hendak kemana engkau, hai Suraqah? Bukankah engkau tadi hendak membela kami?" "Mengapa engkau sekarang hendak pergi dari sini?" "Sudahlah," jawab iblis gusar, "Aku melihat sesuatu yang tidak kau lihat!" Setelah itu kedua pasukan pun saling berhadapan. Hari itu hari Jumat tanggal 17 Ramadhan. Rasulullah bersabda, "Demi Dia yang memegang hidup Muhammad. Setiap orang yang sekarang bertempur dengan tabah, bertahan mati-matian, terus maju dan pantang mundur, lalu ia gugur, dan Allah akan menempatkannya di dalam surga." Semangat pasukan pun melambung kekuatan iman yang diberikan Allah melebihi kekuatan apa pun. Walaupun demikian, beberapa orang pahlawan Quraisy menunjukkan keberanian mereka. Geram akibat tidak mendapatkan air, karena sumur-sumur yang ada telah ditutup oleh kaum muslimin, seorang pahlawan Quraisy bernama Aswad bin Abdul Asad Al Makhzumi keluar dari barisan seraya berucap, "Aku bersumpah demi nama Tuhan. Akan ku rusak kolam-kolam mereka! Jika tidak dapat melakukannya, lebih baik aku mati!" Dengan tangkas Aswad berlari ke kolam kaum muslimin. Bilal Di dalam pertempuran sengit itu banyak sekali sesama saudara sedarah harus saling berhadapan. Beberapa orang pasukan muslim menahan pedangnya agar tidak mengenai saudara-saudara mereka dari pihak Quraisy. Namun beberapa pahlawan yang imannya telah begitu kuat tidak lagi peduli dengan siapa mereka berhadapan. Mereka menyadari, apabila mereka baru melepaskan kesempatan untuk merobohkan musuh di hadapannya. Musuh itu bisa membunuh tentara Islam yang lain. Padahal, saudara Muslim itulah yang seharusnya mereka bela melebihi saudara sedarah. Umar Bin Khattab berhadapan dengan pamannya sendiri dan berhasil membunuhnya. Ali Bin Abi Thalib berhasil membunuh beberapa orang saudaranya. Abu Ubaidah bin Jarrah berhadapan dengan ayahnya. Abu Ubaidah mencoba mengingatkan agar ayahnya pergi menjauh, tapi sang ayah malah berdiri menghadangnya dengan pedang terhunus. Mereka kemudian bertarung dan Abu Ubaidah berhasil mengalahkan ayahnya sendiri. Bilal bin Rabah menemukan bekas majikannya Umayyah bin Khalaf yang dahulu pernah menyiksanya habis-habisan. Bilal mendekat dengan cepat. Melihat mata Bilal yang menatapnya dengan sangat tajam, Umayyah ketakutan. Kemudian, ia meminta perlindungan seorang sahabat Rasulullah ﷺ. Abdurrahman bin Auf. Di Mekah dulu Abdurrahman adalah sahabat baik Umayyah. Abdurrahman pun melindungi Umayyah dan hendak menjadikannya tawanan perang yang sudah menyerah. Namun, Bilal memprotes sambil berteriak, "Saudara-saudara muslim! ini dia Umayyah bin khalaf, si Gembong kekafiran!" Orang-orang yang dahulu pernah disiksa Umayyah berlari mendekat. Mereka memprotes tindakan Abdurrahman bin Auf. "Tidak akan selamat aku jika Umayyah masih hidup!" demikian tekad kuat Bilal. Akhirnya, Umayyah menerima tantangan Bilal untuk berduel, Keduanya bertarung dengan pedang terhunus. Bilal berhasil menusukkan pedangnya ke celah baju besi Umayyah dan mengalahkan dia. Bersambung Dua Pasukan saling Berhadapan
Setelah selesai merapikan barisan beliau mengeluarkan instruksi kepada pasukannya agar tidak memulai peperangan sebelum menerima perintah terakhir dari beliau. Kemudian, beliau memberikan pengarahan kepada mereka secara khusus tentang persoalan perang. Beliau berkata: "Apabila mereka mendekati kalian, hujanilah mereka dengan panah. Janganlah kalian menghunuskan pedang sebelum mereka mendatangi kalian." Kemudian beliau kembali ke lembah ditemani oleh Abu Bakar secara khusus. Sa'ad bin Muadz pun dengan kelompoknya melakukan pengawalan di pintu kemah beliau. Adapun kaum musyrikin pada hari itu, Abu Jahal meminta keputusan, beliau mengatakan, "Ya Allah dia telah memutuskan tali persaudaraan dan membawa sesuatu yang tidak kami kenal, maka binasakanlah dia. Ya Allah tolonglah pada hari ini orang yang paling engkau cintai dan paling kau ridhoi di antara kami." Tentang hal ini Allah berfirman: إِنْ تَسْتَفْتِحُوا فَقَدْ جَاءَكُمُ الْفَتْحُ ۖ وَإِنْ تَنْتَهُوا فَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ ۖ وَإِنْ تَعُودُوا نَعُدْ وَلَنْ تُغْنِيَ عَنْكُمْ فِئَتُكُمْ شَيْئًا وَلَوْ كَثُرَتْ وَأَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُؤْمِنِينَ Jika kamu (orang-orang musyrikin) mencari keputusan, maka telah datang keputusan kepadamu; dan jika kamu berhenti; maka itulah yang lebih baik bagimu; dan jika kamu kembali, niscaya Kami kembali (pula); dan angkatan perangmu sekali-kali tidak akan dapat menolak dari kamu sesuatu bahaya pun, biar pun dia banyak dan sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang beriman. Surah Al-Anfal (8:19) Awal pemicu pertempuran Awal pemicu pertempuran adalah Al Aswad bin Abdul Asad al Makhzumi (orang yang berperangai buruk) keluar dengan mengatakan, "Aku berjanji kepada Allah aku harus bisa minum dari tempat penampungan air mereka, atau aku harus menghancurkannya, dan aku harus mati karenanya." Ketika ia keluar ia dihadapi oleh Hamzah bin Abdul Mutholib رضي الله عنه. Setelah bertemu, Hamzah segera menyabetkan pedangnya pada kaki Al Aswad, yaitu pada pertengahan betisnya ketika ia berada di depan penampungan air. Al-Aswad pun jatuh dan kakinya mengucurkan darah, kemudian berangkat menuju penampungan air sambil memasukinya karena ingin memenuhi sumpahnya. Tetapi Hamzah mengulangi pukulannya pada bagian yang lain, ketika ia berada di dalam penampungan air. Perang Tanding Terbunuhnya Al Aswad merupakan pembunuhan pertama yang menyulut api pertempuran. Setelah itu tiga orang dari pasukan Quraisy tampil ke depan semuanya dari satu keluarga yaitu Utbah dan Saibah dua lelaki bersaudara anak Rabi'ah dan Al Walid anak Utbah. Mereka menantang untuk perang tanding, maka untuk menghadapi mereka tampilah tiga pemuda ansor yaitu Auf dan Muawidz, dua lelaki bersaudara anak Al Haris dan ibunya bernama Afra dan Abdullah bin Rawahah. Tiga orang dari pasukan musyrikin itu bertanya kepada tiga pemuda anshar itu, "Siapa kalian?" Mereka menjawab, "Sekelompok orang dari kaum Anshar" Tiga pasukan musyrikin itu berkata, "Kami tidak butuh kalian, kami menginginkan orang-orang yang sepadan dari kaum kerabat kami sendiri." Juru bicara mereka kemudian berteriak, "Hai Muhammad keluarkanlah orang-orang yang sepadan dari kaum kerabat kami sendiri." Selanjutnya, Rasulullah ﷺ berkata, "Bangkitlah hai Ubaidillah bin Al Haris, bangkitlah hai Hamzah dan bangkitlah hai Ali." Setelah ketiganya bangkit dan menghadapi pasukan-pasukan musyrikin itu, pasukan musyrikin itu bertanya kepada mereka, "Siapa kalian?" Setelah dijawab mereka mengatakan, "Kalian orang-orang yang sepadan dengan kami." Ubaidillah orang yang tertua di antara mereka tampil berperang tanding dengan Utbah bin Rabi'ah, Hamzah melawan Saibah dan Ali melawan Alwalid. Hamzah dan Ali tidak menemui kesulitan untuk membunuh lawannya, Utbah dan kawannya masing-masing berhasil melukai lawannya, kemudian Ali dan Hamzah menyerang Utbah dan berhasil membunuhnya, lalu mengangkut Ubaidillah yang terputus kakinya. Ubaidillah senantiasa diam sampai mati syahid di Shafra' setelah empat atau lima hari dari Perang Badr, dan dalam perjalanan pulang menuju Madinah. Ali berkata bahwa ayat berikut ini turun berkenaan dengan mereka yaitu هَٰذَانِ خَصْمَانِ اخْتَصَمُوا فِي رَبِّهِمْ ۖ فَالَّذِينَ كَفَرُوا قُطِّعَتْ لَهُمْ ثِيَابٌ مِنْ نَارٍ يُصَبُّ مِنْ فَوْقِ رُءُوسِهِمُ الْحَمِيمُ Inilah dua golongan (golongan mukmin dan golongan kafir) yang bertengkar, mereka saling bertengkar mengenai Tuhan mereka. Maka orang kafir akan dibuatkan untuk mereka pakaian-pakaian dari api neraka. Disiramkan air yang sedang mendidih ke atas kepala mereka. Surah Al-Hajj (22:19) Bersambung Peperangan dan Ekspedisi Sebelum Badr
Untuk melaksanakan kedua langkah tersebut, kaum muslimin mulai melakukan gerakan-gerakan militer. Mereka melakukan patroli militer yang bertujuan menyingkap dan mengenal jalan-jalan yang mengelilingi Madinah, serta jalan-jalan yang dapat mengantarkan ke Mekah. Mengadakan perjanjian-perjanjian dengan kabilah-kabilah yang berdomisili di sepanjang jalan tersebut. Memberikan kesan kepada orang-orang Yahudi dan Arab Badui yang berdomisili di sekitarnya bahwa kaum muslimin telah memiliki kekuatan dan mereka telah terbebas dari kelemahan mereka. Serta memperingatkan kepada orang-orang Quraisy terhadap akibat kebohongan mereka sehingga mereka sadar dari kesesatan mereka. Dan merasakan adanya bahaya yang mengancam perekonomian mereka, agar mereka cenderung untuk berdamai dan menghentikan keinginan mereka untuk menyerang kaum muslimin, menghalangi jalan menuju Allah serta menyiksa kaum muslimin yang lemah di Mekah. Agar kaum muslimin pun menjadi bebas untuk menyampaikan risalah Allah di seluruh Jazirah. Secara ringkas ihwal ekspedisi-ekspedisi itu adalah sebagai berikut : Ekspedisi Saiful Bahar yaitu pada Bulan Ramadhan tahun pertama Hijriah Rasulullah ﷺ mengangkat Hamzah bin Abdul Muthalib untuk memimpin ekspedisi ini. Ekspedisi ini berkekuatan 30 orang yang terdiri atas kaum Muhajirin untuk mencegah kafilah Quraisy yang datang dari Syam yang dipimpin oleh Abu Jahal dengan kekuatan 300 Orang. Setelah sampai di Saiful Bahri di sekitar daerah Laut Merah bertemulah pasukan kaum muslimin dengan kafilah Quraisy dan siap untuk bertempur. Namun Majdi bin Amru al-juhani sekutu Quraisy dan kaum muslimin berjalan di tengah-tengah mereka dan menghalangi mereka sehingga pertempuran pun tidak terjadi. Bendera Hamzah adalah bendera pertama yang dikibarkan oleh Rasulullah ﷺ warnanya putih dan dibawa oleh Abu Mursyid Kinas Bin Hushain Al Ghanawi. Setelah ekspedisi Al Kharrar terjadi, ekspedisi selanjutnya adalah Perang Al Abwa' atau Waddan. Perang ini terjadi pada bulan Safar tahun kedua Hijriyah atau Agustus tahun 623 M. Setelah mewalikan urusan kota Madinah kepada Saad bin Ubadah Rasulullah ﷺ keluar memimpin langsung pasukan yang berkekuatan 70 orang, khusus orang-orang Muhajirin untuk mencegah kafilah Quraisy. Setelah tiba di Waddan, beliau tidak menjumpai pasukan Quraisy. Dalam peperangan tersebut Beliau mengadakan perjanjian persekutuan dengan Bani Dhamrah, yang ketika itu pemimpinnya adalah Amru bin Makhsya Adh Dhamri. Naskah perjanjian tersebut adalah sebagai berikut: Ini adalah surat perjanjian dari Muhammad ﷺ kepada Bani Dhamrah, sesungguhnya harta dan diri mereka aman dan mereka berhak mendapatkan pertolongan jika diserang. Kecuali apabila mereka memerangi agama Allah. Apabila Nabi ﷺ mengajak mereka untuk menolongnya, mereka akan menyambutnya. Waddan terletak antara Mekah dan Madinah. Antara Waddan dan Rabigh setelah Madinah 29 mil dan Abwa' terletak di dekat Waddan. Inilah peperangan pertama yang diikuti oleh Rasulullah. Kepergian beliau itu selama 15 malam benderanya berwarna putih dan pembawanya adalah Hamzah bin Abdul Mutholib. Setelah Perang Al Abwa' atau Waddan terjadi, ekspedisi selanjutnya adalah Perang Buwath. Perang Buwath terjadi pada bulan Rabiul awal tahun kedua Hijriyah atau September 623 M. Rasulullah ﷺ keluar memimpin pasukan berkekuatan 200 orang dari para sahabatnya, untuk mencegah kafilah Quraisy yang berkekuatan 100 orang di bawah pimpinan Umayyah bin Khalaf Al-Jami. Kafilah itu membawa 2500 unta. Setibanya di Buwath di sekitar Ridhwa, beliau tidak menjumpai kafilah. Dalam peperangan tersebut beliau mewakilkan urusan kota Madinah kepada Saad bin Muadz. Benderanya berwarna putih dan dibawa oleh Saad bin Abi Waqqash radliyallahu anhu. Perang Sawan Perang Sawan terjadi pada bulan Rabiul awal tahun kedua Hijriyah atau September tahun 623 M. Karz bin Jabir Al Fihri dengan pasukannya dari kaum muslimin menyerang pinggiran kota Madinah dan merampas beberapa binatang ternak. Karena itu Rasulullah ﷺ keluar dengan para sahabatnya bersekutukan 70 orang untuk mengejar pasukan Karz hingga tiba di lembah Safwan yang letaknya tidak jauh dari Badr. Namun beliau tidak menjumpai Karz dan teman-temannya, lalu pulang tanpa melakukan pertempuran. Perang ini disebut juga dengan Perang Badr pertama. Dalam perang ini urusan kota Madinah diwakilkan kepada Zaid bin Haritsah. Benderanya berwarna putih dan dibawa oleh Ali bin Abi Tholib. Setelah Perang Buwath dan Perang Sawan terjadi, ekspedisi selanjutnya adalah Perang Dzil Usyairah. Perang Dzil Usyairah terjadi pada bulan Jumadil Ula dan bulan Jumadil Akhir tahun kedua Hijriyah atau November dan Desember tahun 623 M. Rasulullah ﷺ keluar memimpin pasukan berkekuatan 150 (dalam riwayat lain 200) orang kaum Muhajirin. Dalam hal ini bisa tidak memaksa seorang pun untuk ikut serta dalam peperangan tersebut. Mereka keluar membawa 30 Onta yang dikendarai secara bergantian untuk mencegah kafilah Quraisy yang berangkat ke Syam. Telah terdengar berita tentang keberangkatan mereka dari Mekah membawa barang-barang dagangan kaum Quraisy. Setibanya di Dzil Usyairah, beliau tidak menjumpai kafillah tersebut, mereka telah lolos beberapa hari sebelumnya. Kafilah inilah yang dicari sepulang mereka dari Syam, dan menjadi penyebab terjadinya Perang Badr Kubro. Menurut Ibnu Ishaq, Rasulullah ﷺ berangkat pada akhir Jumadil Ula dan kembali pada Awal Jumadil Akhir. (inilah yang menjadi penyebab perbedaan pendapat ahli siroh dalam menentukan bulan terjadinya peperangan ini). Dalam peperangan ini Rasulullah ﷺ mengadakan perjanjian perdamaian dengan Bani Mudlij dan sekutunya, yaitu Bani Dhamrah. Pada saat peperangan itu urusan kota Madinah diwakilkan kepada Abu Salamah bin Abdul Asad Al Makhzumi. Bendera peperangan itu berwarna putih dan dibawa oleh Hamzah bin Abdul muththalib رضي الله عنه. Bersambung |
ISLAM
Cari artikel? Gunakan Search Box di pojok kanan atas halaman ini. Kebenaran Quran dan Ajaran IslamMenyampaikan bukti-bukti kebenaran Quran dan ajaran Islam melalui tulisan dan pengakuan ahli ilmu pengetahuan dunia yang diambil dari berbagai sumber.
Archives
July 2024
Categories
All
kirim pesan [email protected]
|