Alkisah, seorang ulama bernama Abu Hanifah diminta oleh seorang penguasa bertemu dengan kaum muslim dan Atheis agar Abu Hanifah bisa berdebat dengan sang atheis. Waktu pertemuan sudah ditetapkan yaitu saat matahari terbenam. Satu jam sudah lewat, tetapi Abu Hanifah masih belum tiba. Satu jam lagi sudah lewat, tetapi masih tidak ada tanda-tanda kedatangannya. Kaum muslim mulai gelisah dan khawatir. Mereka tidak ingin si atheis berpikir bahwa mereka terlalu takut berdebat dengannya, tetapi mereka juga tidak ingin menerima tantangan berdebat itu karena Abu Hanifah seorang ulama yang lebih pandai berdebat dari mereka. Satu jam lagi lewat, dan tiba-tiba si atheis tertawa dan berkata, "Ahli debat kamu yang paling baik terlalu takut! Dia tahu dia salah, dia terlalu takut untuk datang dan berdebat denganku. Saya jamin dia tidak akan datang hari ini." Beberapa jam lewat sampai Abu Hanifah akhirnya datang dan meminta maaf atas keterlambatannya dan menjelaskan mengapa dia sampai terlambat.... Saya berangkat lewat Sungai Tigris, dan ketika sampai di tepi sungai saya sadar tidak ada perahu, untuk menyeberang sungai. Hari sudah gelap, dan saya melihat sekitar saya, tidak ada perahu di manapun juga, tidak ada penunjuk jalan atau nelayan agar saya bisa menyeberang sungai untuk ke Istana Raja. Saya terus melihat-lihat sekitar kalau-kalau ada perahu, karena saya tidak ingin si atheis berpikir saya melarikan diri dan tidak ingin berdebat dengannya. Saya berdiri di tepi sungai mencari penunjuk jalan atau perahu ketika sesuatu menarik perhatian saya di tengah sungai. Saya perhatikan, dan dengan rasa kagum saya melihat lembaran-lembaran papan kayu muncul dari dasar sungai. Saya terkejut, heran, saya tidak percaya dengan apa yang saya lihat. Lembaran-lembaran papan kayu naik ke permukaan dan menyatukan diri. Mereka semua sama lebar dan panjang, saya takjub dengan apa yang saya lihat. Saya terus melihat ke tengah sungai, dan kemudian saya lihat paku-paku muncul dari dasar sungai. Paku-paku itu mengatur diri mereka ke perahu dan menyatukan papan-papan kayu, tanpa dipukul. Saya berdiri kagum dan berpikir, "Ya Allah, bagaimana hal ini bisa terjadi, papan-papan kayu naik sendiri ke permukaan, dan kemudian paku-paku memaku sendiri ke perahu tanpa dipukul? Saya tidak bisa memahami apa yang sedang terjadi di depan mata saya." Saya memperhatikan lebih dekat dan saya bisa menyaksikan sebuah perahu terbentuk di depan mata saya, saya berdiri kagum dan terkejut. Tiba-tiba sebuah layar muncul dan saya berpikir, "Bagaimana ini bisa terjadi, sebuah perahu muncul sendiri di depan mata saya, papan kayu, paku, lem, dan sekarang layar, tetapi bagaimana saya menggunakan perahu ini untuk menyeberangi sungai ke Istana Raja? Saya berdiri memandang dengan takjub dan tiba-tiba perahu itu mulai bergerak. Perahu itu menghampiri saya melawan arus. Dia berhenti mengambang di samping saya di pinggir sungai, seolah mengatakan silahkan naik. Sayapun naik ke atas perahu itu dan perahu itu kembali bergerak. Tidak ada penunjuk arah atau pengemudi perahu, dan perahu itu mulai berjalan menuju arah ke Istana Raja, tanpa seorangpun memprogramnya arah untuk berlayar. Saya tidak mengerti apa yang terjadi, dan bagaimana perahu ini bisa terbentuk dan membawa saya ke tempat tujuan melawan arus sungai. Perahu akhirnya sampai ke tepi seberang Sungai Tigris dan saya turun. Saya berbalik dan perahu itu sudah hilang, dan itulah sebabnya saya terlambat." Sang atheis tertawa keras dan berujar, "Ya Abu Hanifah, saya dengar kamu ahli debat paling baik di antara kaum muslim, saya dengar kamu orang yang paling arif, paling berpengetahuan dari semuanya. Dari melihat keadaanmu hari ini, saya bisa mengatakan bahwa kamu sama sekali tidak menunjukkan kualitas itu satupun. Kamu mengatakan sebuah perahu menghampiri dari antah-berantah, tanpa seorangpun membuatnya. Paku-paku tersusun sendiri tanpa dipukul, lem terekat sendiri tanpa ada orang yang memolesnya, dan perahu itu membawa kamu ke tempat tujuan tanpa penunjuk jalan atau pengemudi melawan arus. Kamu kekanak-kanakan, kamu bicara ngawur, saya bersumpah tidak mempercayainya sepatah katapun!" Abu Hanifah berbalik menghadap si atheis dan menjawab, "Kamu tidak percaya satu katapun?" Sang atheis menegaskan kembali, "Ya, saya tidak percaya meski satu patah katapun!" Abu Hanifah menjawab, "Kalau kamu tidak bisa mempercayai bahwa sebuah perahu tersedia tanpa ada pembuatnya, padahal ini hanyalah sebuah perahu, jadi bagaimana kamu bisa percaya bahwa seisi dunia, alam semesta, bintang-bintang, lautan samudera, dan planet-planet bisa ada tanpa seorang pencipta?" Sang atheis tertegun untuk menjawabnya, berdiri dan tertunduk malu sambil meninggalkan ruangan .
0 Comments
Leave a Reply. |
ISLAM
Cari artikel? Gunakan Search Box di pojok kanan atas halaman ini. Kebenaran Quran dan Ajaran IslamMenyampaikan bukti-bukti kebenaran Quran dan ajaran Islam melalui tulisan dan pengakuan ahli ilmu pengetahuan dunia yang diambil dari berbagai sumber.
Archives
July 2024
Categories
All
kirim pesan [email protected]
|