Bagaimana Samuel Shropshire Warga Negara Amerika Akhirnya Menjadi Muallaf dan Memeluk Islam Penulis: Helfia Nil Chalis Dia mengaku bernama Samuel Shropshire. Dia seorang warga Negara Amerika Serikat yang tinggal di Saudi Arabia. Berikut penuturannya. Saya datang ke Saudi Arabia November 2011 dan tidak tahu apa-apa tentang Islam maupun Nabi Muhammad SAW. Sebagian besar dari yang saya dengar tentang muslim sangat negative. Di Amerika berita-berita di saluran televisi mendapat rating tinggi dengan cara memberitakan secara sensasional tentang teroris melalu berita-berita “breaking news of terrorism”. Setiap 30 menit setiap orang menyaksikan pemandangan mengerikan pengeboman, pertumpahan darah, pembunuhan. Sering kali satu kelompok muslim berkelahi dengan kelompok muslim lain. Setiap selesai berkelahi mereka selalu berteriak: “Allahu Akbar… Allahu Akbar”. Saya diundang ke Saudi Arabia oleh Safi Kaskas untuk bekerja di Proyek Q. Dr Kaskas ingin menerbitkan terjemahan berbahasa Amerika yang mudah dibaca untuk generasi penerus Amerika. Berhubung saya tidak bisa membaca dan berbicara Bahasa Arab, maka saya tidak menerjemahkan tetapi hanya memeriksa dan memastikan Bahasa Inggris terjemahan Al Qur’an yang baru ini bisa dimengerti dengan mudah. Pekerjaan saya tentu saja memerlukan saya untuk membaca Al Qur’an berulang-ulang. Anda bisa membayangkan saya yang tidak tahu apa-apa tentang Islam, saya punya ratusan pertanyaan demi pertanyaan. Saya terkejut mendapati bahwa Yesus seringkali disebut dalam Al Qur’an. Yesus digambarkan sebagai seorang Nabi Besar. Bahkan kisah tentang perawan yang melahirkan tercantum di sana. Banyak mukjizat Yesus saya temukan dalam Al Qur’an. Bahkan ada beberapa mukjizat Yesus di dalam Al Qur’an yang tidak ada di dalam Bibel. Sore hari biasanya saya sendirian di tempat tidur yang sudah disiapkan untuk saya di kantor Dr. Safi. Pada malam hari saya berdiri di balkon bangunan itu, saya melihat ke seberang jalan raya yang sangat sibuk ke arah sebuah masjid. Saya kemudian mendengar suara panggilan untuk shalat (adzan). Saya memperhatikan pria dan wanita masuk dan keluar masjid. Anak-anak bermain bola di area parkir masjid. Saya melihatnya tak ada bedanya dengan tipikal gereja di Amerika. Hati saya berada di masjid itu. Saya merasa dipaksa Tuhan untuk pergi ke masjid itu. Beberapa bulan kemudian saya bisa memberanikan diri untuk menghampiri dan mengetuk pintu mesjid Taqwa. Ini suatu hal yang tidak biasa. Tidak ada orang yang datang ke mesjid mengetuk pintunya. Biasanya mereka hanya membuka pintunya dan masuk begit saja. Tetapi saya tidak tahu bagaimana saya akan diterima di sana, sehingga saya terus mengetuk pintu masjid sampai seseorang menghampiri pintu itu dan bertanya “apa yang bisa saya bantu”. Saya berkata, “Nama saya Samuel. Saya seorang Kristen asal Amerika Serikat. Bolehkan saya masuk?”. Laki-laki itu bernama Syafiq Zubair seorang muadzin. Dia memeluk saya dan berkata: “tentu saja… masuklah”. Saya duduk di belakang masjid ketika waktu shalat selam tiga hari. Saya tidak mengerti apa yang terjadi. Saya melihat orang berdiri, membungkuk, meletakkan kening mereka ke lantai dipimpin oleh seorang imam. Saya hanya tahu sedikit saja tentang apa yang terjadi tapi saya merasa Tuhan hadir di masjid itu. Orang-orang di Mesjid Taqwa itu begitu ramah kepada saya. Setelah tiga hari saya bertanya kepada Syafiq, dapatkah mengajarkan surat pertama dalam Al Qur’an, Al Fatihah. Itu merupakan unsur penting dalam shalat lima waktu. Saya menghapalkan suaranya tetapi saya tidak tahu artinya. Saya mulai membandingkannya dengan terjemahan Bahasa Inggris milik saya dan saya menyadari tidak ada isi Al Fatihah yang inkonsisten dengan ajaran Kristen. Di sana saya membaca kata yang membesarkan hati bahwa Tuhan itu Maha Pengasih dan Maha Pengampun. Hati saya merasa tersentuh dengan cara yang aneh oleh kata-kata dalam Al Qur’an dan cinta yang ditunjukkan oleh orang-orang di Mesjid Taqwa. Dr. Zakir Syadiq Maliki mengantar saya ke Islamic Education Foundation di Alhamra bersebelahan dengan Jeddah di mana saya mengucapkan syahadat. Menurut Islam kita semua setara. Tak ada yang lebih tinggi derajatnya dari yang lain. Ada ulama, tetapi peran mereka hanya mendidik. Masalah hubungan dengan Tuhan sifatnya pribadi dan langsung. Keyakinan mereka sederhana dan jelas. Semua terangkum dalam 6 hal (Rukun Iman).
Kesemua prinsip keimanan ini bagi saya seluruhnya sesuai dengan sifat dasar manusia. Lalu saya bertanya, “Bagaimana caranya untuk menjadi seorang muslim?”. Pencarianku menunjukkan kepadaku seseorang harus menunaikan lima tugas yang disebut tiang (rukun) Islam.
Orang sering bertanya kepada saya. “Bagaimana anda bisa menjadi seorang muslim?”. Di dalam gereja ada perpustakaan dan didalam perpustakaan itu ada buku anak-anak. Salah satu buku yang ibu saya selalu ambilkan berulang-ulang adalah buku “Tuhannya Ibrahim”. Buku itu diberi warna yang menarik. Ada gambar unta, padang pasir. Ibuku membacakan cerita tentang Nabi Ibrahim. Bagaimana dia diperintahkan oleh Tuhan untuk meninggalkan ibu-bapaknya karena menyembah berhala. Ibuku berhenti dan berkata, “Samy, berdoalah selalu kepada Tuhannya Ibrahim. Hanya ada satu Tuhan yang benar. Tuhannya Ibrahim.” Komitmen saya kepada Tuhan sudah tertanam kuat sejak saya usia belia. Sekarang saya telah menemukan kedamaian sejati dalam Islam. Dalam sebuah keyakinan yang awalnya saya piker tidak bersahabat. Saya telah menemukan persahabatan dan harapan diantara persaudaraan muslimin dan muslimat. Saya telah menemukan keluarga dalam keyakinan. Silahkan tonton langsung videonya di link berikut ini: https://youtu.be/QdzoJb1IRuQ Tangerang Selatan, 4 Juni 2019.
0 Comments
Leave a Reply. |
ISLAM
Cari artikel? Gunakan Search Box di pojok kanan atas halaman ini. Kebenaran Quran dan Ajaran IslamMenyampaikan bukti-bukti kebenaran Quran dan ajaran Islam melalui tulisan dan pengakuan ahli ilmu pengetahuan dunia yang diambil dari berbagai sumber.
Archives
July 2024
Categories
All
kirim pesan [email protected]
|