Dikutip dari sharing teman di sebuah Group WA.
Beberapa waktu lalu saya bertemu dengan salah satu teman baik, seorang dokter obgyn yang berpraktek di salah satu rumah sakit besar. Beliau menuturkah sebuah kisah yang membuat saya takjub dan berkali menyebut kebesaran asmaNYA. Beliau, sebut saja namanya dokter R. Suatu hari seorang pasien, wanita berusia 32 tahun bernama Arini (nama samaran) memeriksakan diri karena sudah telat menstruasi satu bulan lebih. Qodarullah, betapa bahagianya Arini setelah mengetahui dirinya hamil, penantian selama 10 tahun setelah melakukan berbagai program kehamilan akhirnya Allah kabulkan, janin telah dititipkan di rahimnya. Kebahagiaan luar biasa membuncah tentu saja. Setelah hari itu Arini rutin memeriksakan kehamilannya diantar oleh sang suami, tetapi saat pemeriksaan kehamilan 5 bulan dengan alat ultrasonografi, dokter R menemukan ada kelainan/cacat bawaan pada sang janin. Hydrocepalus (kepala membesar yang berisi cairan) dan bibirnya sumbing. Melihat raut wajah sang dokter yang berubah, hati Arini cemas. 'Dokter, kandungan saya baik-baik saja, 'kan ? Janin saya sehat, 'kan ?' Dokter R menghela nafas panjang, sedih. Dengan hati² beliau menyampaikan: 'Maaf Ibu, kehamilan ibu masih berusia 5 bulan, jadi janin ibu masih berkembang. Ehmm, tapi saya menyarankan ibu boleh berkonsultasi dengan dokter lain untuk second opinion, untuk saat ini saya belum bisa mengatakan kondisi janin ibu.' Singkat cerita Arini menuruti saran dokter R untuk mendatangi dokter lain, dua orang dokter obgyn yang sudah bergelar profesor didatanginya. Arini shock, histeris, kesedihan menyesakkan dadanya. Diagnosa kedua dokter profesor yang didatanginya menyimpulkan hasil yang sama, janinnya mengalami cacat bawaan, hydrocepalus, bibir sumbing, kelainan jantung juga jumlah jari tangan dan kaki tak lengkap. Kedua dokter tersebut menyarankan hal yang sama, janin tersebut harus dikeluarkan segera karena diperkirakan tak akan bertahan lama usianya. Mengeluarkan janinnya ? Bagaimana mungkin ? Kehamilan ini adalah kehamilan yang sudah ditunggu selama sepuluh tahun. Arini dan suaminya sama-sama anak tunggal, jika kehamilan ini gagal belum tentu dia bisa hamil lagi, itu yang ada dalam pikirannya. Di tengah kesedihan dan keputus-asaan Arini kembali mendatangi dokter R sambil menyerahkan hasil pemeriksaan dari kedua dokter yang telah dikunjunginya. 'Kenapa dokter tidak mengatakan kalau janin saya cacat ? Sebenarnya dokter sudah tahu, 'kan ?' 'Maaf Ibu, sebelumnya saya ingin tahu, apa yang ibu inginkan setelah mengetahui kondisi janin ? Mengeluarkan janin yang beresiko, itu memang tindakan yang harus dilakukan.' 'Tidak, Dokter. Saya akan tetap mempertahankan janin ini. Apapun keadaannya nanti, bagaimanapun bentuknya, saya akan menerimanya, jadi saya akan jaga kandungan ini sebaik mungkin. Jadi, tolong saya, Dokter ! Saya akan tetap mendatangi dokter untuk periksa.' Dokter R tertegun, menghela nafas panjang, lalu ... 'Ibu percaya kuasa Allah ?' 'Sangat percaya, Dok. Dan saya berharap ada keajaiban atas janin saya.' 'Kalau begitu, ikhlaskan !' 'Maksud dokter ?' 'Mulai saat ini saat ibu periksa, kita buang jauh-jauh alat USG, saya tidak akan memakai alat itu saat memeriksa ibu. Tapi ibu harus ikhlas seikhlas ikhlasnya, pasrahkan semuanya pada Allah. Yakin bahwa Allah sebaik-baik pemberi pertolongan. Langitkan doa, perbanyak ibadah, perbanyak sedekah dengan mengharap ridho Allah. Serahkan semua skenario terbaik pada pemilik hidup, jika Allah berkehendak sampai janin itu lahir, ibu harus ikhlas menerima bagaimanapun keadaannya termasuk resiko dan kemungkinan terburuk jika anak itu besar.' 'Iya, Dokter, saya bersedia.' Sejak saat itu setiap Arini memeriksakan kehamilan, dokter R tak pernah memakai USG, beliau melakukan pemeriksaan biasa dengan memberikan vitamin untuk ibu hamil. Hari yang dinantikan tiba, saat memasuki ruang bersalin Arini benar-benar ikhlas, dia sudah pasrah, menyerahkan semuanya kepada Allah. Tapi dia masih meyakini bahwa mukzizat itu ada. Senyumnya selalu menghiasi bibirnya sambil tak lepas melantunkan do'a. Sang suami mendampinginya sambil menggenggam erat jemarinya. Bayi bisa dilahirkan dengan selamat melalui operasi sesar. Dokter R terpekik, mengucap takbir pun seluruh perawat yang mendampinginya. Bayi itu berjenis kelamin perempuan, berkulit putih bersih, berambut hitam lebat, sangat cantik, dan ... SEMPURNA. Arini menangis kencang, berkali mengucap takbir, suaminya memeluknya erat sambil berurai air mata. Seluruh ruangan mengharu biru merasakan kebahagiaan yang amat sangat. 'Dokter, terima kasih,' bisik Arini lirih dengan wajah basah air mata. 'Bukan saya, Bu. Semua ini karena Kuasa Allah juga keikhlasan Ibu yang luar biasa. Allah sungguh maha baik, DIA tahu bagaimana derajat keimanan hambaNYA.' Suara dokter R masih bergetar saat mengakhiri kisah ini, aku melihatnya, sepasang netra itu hampir menggerimis. Ma syaa Allah .... Berkaca dari kisah di atas, tak ada yang tak mungkin jika Allah sudah berkehendak, bahkan logika manusia terhebat di bumi pun tak akan bisa sampai. Lalu, ..... sedalam apa keikhlasan Kita saat sedang diberikan ujian ? Ikhlas : Hamba yang senantiasa bersujud dan berserah diri kepada Allah Swt serta menerima segala bentuk ujian dan cobaan yang Allah kehendaki secara total tanpa reserve.
0 Comments
Leave a Reply. |
ISLAM
Cari artikel? Gunakan Search Box di pojok kanan atas halaman ini. Kebenaran Quran dan Ajaran IslamMenyampaikan bukti-bukti kebenaran Quran dan ajaran Islam melalui tulisan dan pengakuan ahli ilmu pengetahuan dunia yang diambil dari berbagai sumber.
Archives
July 2024
Categories
All
kirim pesan [email protected]
|