Buletin Kaffah No. 244 - 27 Syawal 1443 H/27 Mei 2022 M
Kedutaan Besar Inggris baru-baru ini mengibarkan bendera pelangi khas LGBT. Menurut mereka, pengibaran bendera tersebut untuk memperingati Hari Internasional Melawan Homofobia, Transfobia dan Bifobia pada tanggal 17 Mei lalu. "Kemarin, di Hari Internasional Melawan Homofobia, Bifobia, dan Transfobia (IDAHOBIT) kami mengibarkan bendera LGBT+ dan mengadakan acara, karena kami semua adalah bagian dari satu keluarga manusia," tulisnya di postingan akun resmi Instagram Kedubes Inggris @ukinindonesia, seperti dilihat pada Sabtu (21/5/2022). Kedubes Inggris juga mengatakan bahwa setiap orang memiliki hak untuk mencintai siapapun dan bebas untuk mengekspresikan diri mereka. “Inggris menyatakan bahwa hak LGBT+ adalah hak asasi manusia yang mendasar. Cinta itu berharga, setiap orang di mana pun, harus bebas mencintai siapa yang mereka cintai dan mengekspresikan diri tanpa kekerasan atau diskriminasi. Arogan dan Tak Beradab Sikap Kedubes Inggris ini sudah sepantasnya dikecam. Wakil Ketua MPR Hidayat Nurwahid menyebut tindakan Kedubes Inggris itu provokatif. Bisa memantik masalah. Bahkan kata beliau tindakan itu bisa dinilai sebagai penjajahan HAM. Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri memprotes secara resmi tindakan Kedubes Inggris. "Tindakan tersebut, disertai mempublikasikannya melalui akun resmi sosial media Kedubes Inggris (Instagram @ukinindonesia), sangatlah tidak sensitif dan menciptakan polemik di tengah masyarakat Indonesia," ujar Juru Bicara Kementerian Luar Negeri, Teuku Faizasyah. Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Niam Sholeh dengan keras mengecam dan menyebut tindakan ini sebagai pelecehan, "Pengabaian terhadap norma yang hidup di masyarakat Indonesia adalah pelecehan," lanjutnya. Ia juga menambahkan, tindakan Kedubes Inggris menunjukkan kepada publik, bahwa aktivitas LGBT dan kampanye LGBT itu mengoyak tatanan sosial yang menyebabkan ketidaktertiban sosial. Arogansi Kedubes Inggris ini tampak dari sikap mereka yang belum mau menurunkan bendera LGBT itu, melainkan setelah kecaman bertubi-tubi datang. Mereka pun tidak mencopot postingan pengibaran bendera tersebut di akun instagram mereka. Ini menandakan mereka pongah. Mereka tidak takut dengan sikap keras dan kecaman dari pemerintah dan dari kaum Muslim. Sikap mereka juga provokatif. Seolah menantang kaum Muslim. Padahal baru saja kaum Muslim mengecam keras kasus podcast seorang influencer Tanah Air yang menayangkan konten LGBT. Seolah tidak peduli dengan peristiwa tersebut, Kedubes Inggris malah menaikkan bendera kaum Sodom. Tindakan pemerintah Inggris ini juga menunjukkan pelecehan mereka terhadap kedaulatan negeri ini, juga terhadap ajaran agama Islam. Perusakan Moral Global Kampanye LGBT sudah menjadi gerakan global. Peringatan Hari Internasional Melawan Homofobia adalah agenda global yang dicanangkan negara-negara Barat. Ini seperti yang diputuskan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB/UN). Dilansir situs resmi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), lembaga ini telah menghapus homoseksualitas dari klasifikasi internasional tentang penyakit pada 17 Mei 1990. Penghapusan itu mengikuti peristiwa pada tanggal 17 Desember 1973 silam, ketika American Psychiatric Association (APA) menyatakan, bahwa homoseksual bukan merupakan gangguan jiwa atau penyakit lainnya. Momentum 17 Mei itu kemudian diperingati dunia sebagai Hari Internasional Melawan Homofobia, Transfobia dan Bifobia. Gerakan LGBT ini kemudian dipromosikan oleh berbagai negara dan perusahaan-perusahaan besar dunia seperti Starbucks, Facebook, Instagram, Nike, Adidas, Whatsapp, Apple, Google, dll. Bukan saja mendukung, Facebook dan Instagram bahkan menghapus konten dan men-suspend akun-akun yang menyerang LGBT. Untuk menyukseskan kampanye eksistensi kaum Sodom ini, Barat melakukan tiga cara: Pertama, menjadikan LGBT sebagai bagian HAM universal yang wajib diterima semua negara. Untuk itu mereka membuat program dan mengucurkan dana yang besar untuk melegalkan eksistensi LGBT, misalnya melalui United Nations Development Programme (UNDP). UNDP mencanangkan berbagai program dan dana besar agar kaum LGBT memiliki akses hukum, memobilisasi masyarakat untuk menerima keberadaan LGBT dan mendorong perubahan kebijakan yang menjamin hak LGBT, termasuk mengesahkan pernikahan sejenis. Mereka akan menekan dan memprovokasi bagi yang menolak LGBT. Mereka pun memberikan dana pada negara dan kelompok mana saja yang mau mendukung kampanye LGBT ini. Indonesia memang termasuk ke dalam negara yang tidak meratifikasi peraturan tersebut. Namun, sampai hari ini Pemerintah seperti membiarkan eksistensi kaum LGBT. Bahkan Menkopolhukam Mahfud MD menyatakan kampanye LGBT adalah sah di alam demokrasi. "Ini negara demokrasi. Negara tak berwenang melarang Deddy Corbuzier menampilkan LGBT di podcast miliknya. Rakyat pun berhak mengkritik Deddy," ujar Mahfud (10/5/2022). Pada tahun 2018, Ketua MPR Zulkifli Hasan menyebutkan bahwa ada lima fraksi di DPR yang mendukung legalisasi LGBT. Di sisi lain, Mahkamah Konstitusi (MK) juga menolak untuk memasukkan LGBT dan perzinaan sebagai tindak pidana dalam KUHP. MK berpendapat bahwa hal itu adalah wewenang DPR dan bukan hak MK. Kedua, mengkampanyekan LGBT lewat dunia pendidikan, bacaan, media sosial dan film-film. Banyak buku-buku bacaan, komik dan film yang dibuat dengan menyisipkan karakter dan adegan LGBT. Dengan kejinya mereka meracuni pikiran anak-anak dan remaja dengan konten LGBT lewat bacaan, komik dan film yang mereka buat. Banyak orangtua yang tidak sadar kalau anak-anak dan remaja sudah dirusak dengan konten LGBT. Industri komik Marvel, misalnya, sudah menampilkan sejumlah karakter dan adegan LGBT dalam komik-komik mereka. Para produser dan sineas nasional juga sudah berani menampilkan tema-tema dan karakter LGBT dalam film-film nasional. Ketiga, mensponsori dan membayar tokoh-tokoh agama untuk memutarbalikkan hukum-hukum agama agar menjadikan LGBT tidak haram. Dalam agama Kristen, misalnya, sudah muncul sejumlah gereja dan tokoh agama yang melegalkan pernikahan sejenis seperti di Jerman dan AS. Di tengah-tengah kaum Muslim juga bermunculan sejumlah orang yang dengan berani menghalalkan hubungan sejenis yang bertolak belakang dengan pendapat para ulama tafsir dan ulama fikih yang mu’tabar. Padahal gaya hidup LGBT telah menciptakan kerusakan moral dan ancaman kesehatan parah terhadap masyarakat dunia. Berdasarkan penelitian dari John R. Diggs yang telah dilaporkan dalam jurnal Corporate Resource Council di tahun 2002, aktivitas pasangan pria gay lebih berisiko terhadap masalah kesehatan. Perilaku menjijikkan hubungan seks lewat anal memperbesar kesempatan menularkan berbagai penyakit, karena banyak bakteri yang bersarang di bagian tersebut. Penyakit yang menyerang pasangan pria gay biasanya adalah HIV, sifilis, hepatitis dan infeksi Chlamydia. Kasus cacar monyet yang kini berkembang di Eropa, diduga kuat oleh WHO berasal dari pesta gay di Belgia dan Spanyol. Cacar ini kemudian menyebar ke banyak negara di Eropa. LGBT ini juga merusak fitrah manusia, mencegah kelahiran, merusak moral, termasuk menghancurkan banyak keluarga yang normal. Apalagi kaum gay sudah terbiasa bergonta-ganti pasangan. Mereka juga tidak takut melakukan kekerasan seksual terhadap lelaki normal seperti yang dilakukan gay asal Indonesia, Reinhard Sinaga. Dia memperkosa 159 orang di Kota Manchester, Inggris. Kampanye LGBT sama dengan mengkampanyekan kerusakan moral secara global. Islam Melindungi Umat Sikap arogan pemerintah Inggris melalui Kedutaan Besarnya adalah realita penjajahan budaya yang dilakukan Barat terhadap negeri-negeri kaum Muslim. Selain menguras sumber daya alam kaum Muslim, Barat juga menjajah budaya mereka dan merusak akhlak mereka. Kaum kafir ingin menjadikan masyarakat Muslim sama rusaknya dan sama menderitanya seperti rakyat mereka. Sesungguhnya Nabi saw. sudah mengingatkan kita dengan sabdanya: لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا فِى جُحْرِ ضَبٍّ لاَتَّبَعْتُمُوهُمْ. قُلْنَا: يَا رَسُولَ اللَّهِ آلْيَهُودَ وَالنَّصَارَى؟ قَالَ: فَمَنْ؟! “Kelak kalian akan mengikuti perilaku umat sebelum kalian sehasta demi sehasta, sedepa demi sedepa. Bahkan mereka masuk ke lubang biawak pun kalian ikuti.” Kami bertanya, “Duhai Rasulullah, apakah mereka itu Yahudi dan Nasrani?” Beliau menjawab, “Siapa lagi!” (HR Muttafaq ‘alaih). Menghentikan propaganda LGBT tidak bisa hanya dengan mengecam apa yang dilakukan negara-negara Barat, melainkan mesti melawan propaganda tersebut dengan dakwah Islam. Lalu melindungi umat dengan penerapan syariah Islam, dan menolak segala peraturan internasional yang bertentangan dengan ajaran Islam serta bisa merusak kehidupan manusia. Adakah aturan selain syariah Islam yang melindungi fitrah manusia sebagai lelaki dan perempuan, memelihara kehidupan keluarga dan keturunan, serta menjaga kesucian manusia? أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)? (QS al-Maidah [5]: 50). Wallâhu a’lam bi ash-shawwâb.
0 Comments
Jangankan pembelaan pada agama, untuk sekedar mengomentari perbuatan yang melanggar agama saja tidak. Misalnya perzinaan, penodaan agama, lgbt atau perusakan masjid. Akan tetapi ketika membutuhkan suara umat Islam untuk kepentingan Pemilihan Umum maka tampil dengan atribut Islami seolah berwajah paling saleh. Perempuan tertutup rapat berbalut jilbab, sedangkan lelaki bersorban peci.
Politik munafik menggejala saat mendekati Pemilu baik untuk Pilpres maupun Pileg. Bahkan bukan saja muslim yang mampu berpenampilan Islam tetapi juga non muslim. Yang ingin menjadi pejabat publik dengan mengeksplorasi bahkan eksploitasi dukungan muslim. Ingat kasus Ahok dahulu. Terlalu asyik ia mengoceh kesana kesini hingga menyentuh hal yang sensitif, ayat-ayat Qur'an. Sifat munafikun itu di samping banyak dusta dan khianat atas amanat, juga bermimikri yaitu berpura-pura sama dengan komunitas yang menjadi targetnya. Tujuannya mengolok-olok, menggerus dan menghancurkan. Al Qur'an mengingatkan : "Wa idzaa laquu ladziina amanuu qoluu amanna wa idzaa kholau ilaa syayaathiinihim qoluu inna ma'akum innama nahnu mustahziuun" (Dan ketika mereka bertemu dengan orang beriman mereka berkata kami orang beriman, dan ketika kembali ke komunitas setannya, mereka berkata kami bersama kamu, sesungguhnya kami hanya memperolok-olok saja)--QS 2 : 14. Politik munafik adalah mereka yang menjalankan dan berjalan-jalan menjajakan bahaya keagamaan. Hati hati ekstremisme, radikalisme, dan sikap intoleran. Waspadai orang-orang yang berceramah menyinggung jihad, khilafah, thogut dan kafir. Bahaya terorisme telah mengancam kita, begitu bahasa kaum tak suka atau takut Islam. Radikalisme dan intoleransi adalah bahasa provokasi untuk memecahkan belah. Kadang isu terorisme dicarikan fakta pembenaran dengan kemunculan teroris buatan sendiri. Politik munafik itu menakut-nakuti akan adanya hantu dan hantu itu dibuat lebih dulu atau kemudiannya. Munafikun selalu ujub atau serba ingin pujian. Shalat mengimami harus dipublikasikan dengan foto yang disebarkan. Tapi penda'wah ditangkap dan dipenjarakan. Tega membunuh aktivis yang membela agama dan ulama. Munafikun lebih berbahaya daripada kafirun yang terang terangan memerangi karena munafikun adalah penjahat dalam selimut. Selimut yang dipenuhi kutu-kutu busuk. Politik munafik menghalalkan segala cara atau "il fine giustifica il" kata Machiavelli. Cerdik tapi menipu. Terlalu banyak penipuan dengan kamuflase merakyat, sederhana, atau beragama. Akan tetapi si kancil seketika juga dapat berubah menjadi singa pemangsa. Diterkamnya rakyat yang tidak patuh atau melawan. Dengan alasan yang dibuat-buat atau dicari-cari. Kebijakan rezim saat ini sarat gaya politik munafik. Soal vaksin, impor, minyak goreng, dana umat, mafia tanah, investasi asing hingga mundur maju perpanjangan masa jabatan. Lain omong lain pelaksanaan. Khianat amanat membangun rekayasa licik seperti kotak suara kardus, KPU dan Bawaslu orang-orang tertentu, perpanjangan masa jabatan MK, hingga TNI Polri yang akan menjabat Plt Kepala Daerah. Semua adalah persiapan untuk melakukan "political hypocricy"--politik munafik. Rakyat Indonesia khawatir akan masifnya upaya untuk melestarikan politik munafik ini. Rezim yang mewariskan kejahatan tanpa merasakan bahwa perbuatannya itu adalah jahat. Teringat tulisan David Ruciman dalam buku "Political Hypocricy : The Mask of Power" yang menyatakan bahwa kemunafikan politik yang paling berbahaya adalah klaim dirinya tidak berpolitik munafik. Atau kita sudah menyerah pada pemimpin apa saja yang terang terangan bersifat munafik ? "What kind of hypocrite should voters choose as their next leader ?" tulis Ruciman. Dari Jokowi ke Jokowi baru agar Jokowi tetap abadi. Senista itukah bangsa dan rakyat Indonesia ini ? M Rizal Fadillah Pemerhati Politik dan Kebangsaan 27 Mei 2022 (Dr. Arief Munandar)
Salah satu kesalahan Umat Islam sejak dulu adalah polos, buta politik, bahkan alergi dan menarik diri dari politik. Ini adalah warisan konstruksi berpikir kolonial, di mana diset politik itu urusan orang kulit putih, bisnis itu urusan etnis Cina, sedangkan pribumi ya jadi petani, pegawai, atau buruh, padahal kebijakan yang mengatur arah kehidupan berbangsa dan bernegara ditentukan melalui mekanisme politik. Coba lihat betapa dahsyatnya permainan politik dan dampaknya. Dampak tersebut menjadi berkali lipat lebih luar biasa karena politik pasti berjalin-berkelindan dengan media. Pak Jokowi dalam waktu sangat singkat bisa naik dari Walikota Solo, jadi Gubernur DKI, lalu jadi Presiden. Hampir tidak ada yang mempersoalkan bahwa beliau tidak pernah menyelesaikan masa jabatannya sebagai Walikota dan Gubernur dengan baik. Paralel dengan itu, seorang Ahok bisa melesat dari Bupati Belitung Timur menjadi Wagub DKI, dan kemudian jadi Gubernur di Ibu Kota Negara. Banyak Umat Islam dengan polos melihat dua fenomena di atas sebagai kebetulan. Padahal orang yang belajar politik sedikit saja pasti paham, tidak ada kebetulan dalam politik. Selalu ada agenda, strategi dan skenario di balik setiap peristiwa. Selalu ada _master mind_ di belakang itu semua. Bahkan selalu ada penyandang dana yang berkepentingan memastikan bahwa dampak peristiwa poltik tersebut memberikan benefit yang lebih besar ketimbang cost yang dikeluarkan. Sama naifnya kalau kita menganggap bahwa kebetulan Ade Komarudin menggantikan Setya Novanto yang terjerat kasus korupsi sebagai Ketua DPR RI. Lalu Setya Novanto, yang saat berkunjung ke AS hadir di kampanye Donald Trump, malah terpilih jadi Ketum Golkar. Apa mungkin Setya Novanto bisa jadi pucuk pimpinan Partai Beringin tanpa campur tangan Ical? Oh ya, jangan lupa, Donald Trump adalah kandidat Presiden AS yang terkenal sangat anti Islam. Salah satu gagasan dalam kampanyenya adalah melarang masuknya muslim ke negara Paman Sam. Cerita tidak berhenti di situ. Tak lama setelah Setya Novanto jadi bos Golkar, partai warisan Orba ini langsung menyatakan dukungan kepada Ahok untuk kembali menjadi DKI Satu, menyusul Nasdem dan Hanura yang sudah lebih dahulu menyorongkan dukungan. Kelanjutannya kita semua sudah mahfum. Tindakan Ahok menggusur ribuan warga marjinal di Jakarta tidak pernah disorot media. Ada udang di balik batunya? Demikian pula dugaan korupsi dalam kasus pembelian lahan RS Sumber Waras tidak 'dikuliti' dengan antusias oleh para jurnalis. Sebaliknya, kasus kecil razia Satpol PP terhadap seorang pedagang di Serang yang membuka warung di siang hari bulan Ramadhan diblow-up media dengan gegap gempita, dengan angel yang menyudutkan Umat Islam. Padahal Satpol PP hanya menegakkan Perda yang sudah bertahun-tahun berlaku di Serang, sebuah wilayah dengan 95% warga Muslim. Kacaunya, presiden dengan sangat patriotik menyumbang 10 juta untuk si pedagang. Bahkan para netizen menggalang dana hingga 130 juta sebagai wujud simpati, padahal berita itu bohong, dan diakui dosanya oleh harian KOMPAS. Mengapa misalnya Jokowi tidak menyumbang dan para netizen tidak menggalang dana simpati yang sedemikian signifikan untuk para korban penggusuran Ahok? Apakah karena para warga marjinal itu melanggar Perda mengenai tata ruang sebagaimana selama ini didalihkan Ahok? Kalau begitu sama saja bro! Pedagang di Serang itu dirazia Satpol PP karena melanggar Perda yang mengatur jam buka gerai makanan selama Ramadhan. Coba tengok bagaimana gegap gempitanya pemberitaan bahwa KPK menyatakan kasus RS Sumber Waras bebas dari korupsi, padahal BPK sebelumnya nyata-nyata mengindikasikan kerugian negara ratusan milyar dalam kasus ini. Sebaliknya, rentetan penggusuran yang dilakukan Ahok sepi-sepi saja di media. Kok bisa? Kebetulan? Pastinya tidak. Silakan lihat siapa bos besar di balik media-media kita Siapa yg mengeruk duit rakyat via mal2 utamanya Indo dan Alfamart yg membunuh warung2 rakyat? dll Jadi kalau kita melihat banyak Perda bernuansa syariah dilucuti oleh regim Jokowi, itu mah lumrah. Justru aneh kalau tidak begitu. Mungkin masih banyak yang belum ngeh bahwa partainya Pak Jokowi ngotot mengubah isi UU Perkawinan tahun 1974 yang tidak merestui perkawinan beda agama. Partai tersebut juga berupaya menghilang ketentuan dalam UU Pendidikan Nasional yang nengharuskan sekolah menyediakan guru agama yang seagama dengan anak didiknya. Bahkan partai yang sama berada di barisan terdepan penentang UU Anti Pornografi. Satu lagi. Di samping polos dan kurang melek politik, sebagian umat ini juga kurang tajam logikanya, sehingga mudah dijebak oleh kerancuan berpikir yang dihembuskan para politisi. Misalnya, Ahok kerap mengatakan, pilih mana antara pemimpin muslim tapi korup, atau pemimpin kafir tapi tidak korup. Duh, itu _fallacy of comparison_ namanya. Kita dipaksa memilih dua pilihan yang keduanya salah. Kita dibutakan sedemian rupa seolah tidak ada pilihan yang lain.= Padahal, belum tentu saat ini pemimpin kafir yang tidak korup itu benar-benar ada. Padahal, belum tentu pemimpin kafir yang bicara begitu - which is Ahok sendiri - benar-benar tidak korup. Padahal, banyak pemimpin muslim yang tidak korup. lr Jend Pol Dwi Purwanto:
Pada tahun 2004, Daniel Pipes, pendiri Middle East Forum yang juga dikenal sebagai dalang gerakan Islamophobia menulis sebuah artikel berjudul : “Rand Corporation and Fixing Islam”. Dalam tulisannya tersebut, Pipes mengaku senang. Harapannya untuk memodifikasi Islam berhasil diterjemahkan dalam sebuah strategi oleh peneliti Rand Corporation, Cheryl Benard. Oleh Benard, misi ini ia sebut dengan istilah *Religious Building*, upaya untuk membangun agama Islam alternatif. Benard mengakui bahwa misi ini sangat berbahaya dan kompleks, jauh lebih menakutkan dibanding misi nation building. Sedangkan Pipes, meng analogikan misi ini sebagai upaya untuk masuk ke dalam wilayah yang belum terpetakan. “Ini adalah sesuatu yang belum pernah dicoba sebelumnya,” tulisnya. Sebelumnya, Cheryl Benard, yang berdarah Yahudi ini pernah mencetuskan *ide untuk mengubah Islam menjadi agama yang pasif dan tunduk kepada Pemerintah AS*. Serangkaian strategi pun dirancang dan dituliskan. Ia memaparkan konsepnya itu dalam buku berjudul “Civil Democratic Islam: Partners, Resources, and Strategies.” Mereka ingin mengubah Islam, karena ajarannya yang murni tidak akan mengizinkan non-Muslim mengendalikan umat Islam, sumber daya mereka, tanah mereka, atau kekayaan mereka. Bagi mereka ini adalah masalah besar. Gayung bersambut. Presiden George W. Bush Jr menyambut strategi tersebut. Khilafah menjadi salah satu ajaran dalam Islam yang mereka hantam. Dalam sebuah pidatonya pada bulan September 2006, Bush mengungkap kan: “Mereka berharap untuk membangun utopia politik kekerasan di Timur Tengah, yang mereka sebut Khilafah.. Khilafah ini akan menjadi kekaisaran Islam totaliter yang mencakup semua wilayah Muslim, baik saat ini maupun di masa lalu, membentang dari Eropa ke Afrika Utara, Timur Tengah, hingga Asia Tenggara…” Tak hanya itu, dalam pidato yang sama, Bush pun bersumpah, tak akan membiarkan khilafah tegak. “Saya tidak akan membiarkan hal ini terjadi. Dan tidak ada seorangpun Presiden Amerika di masa depan yang akan membiarkannya juga. Jika AS mampu mencegah pembentukan kekhalifahan, mengontrol minyak dan sumber daya energi lainnya di dunia Islam, maka, akibatnya, mereka akan memiliki kekuatan untuk memaksakan kebijakannya di seluruh dunia yang bergantung pada minyak tersebut. Misi yang dicanangkan oleh Benard adalah bagian dari program perang melawan teror, sebuah perang yang menurut Presiden George W. Bush dan Menteri Luar Negeri saat itu, Colin Powell, identik dengan Perang Salib. “Perang salib ini, perang melawan terorisme ini akan memakan waktu cukup lama. Dan rakyat Amerika harus bersabar. Saya akan bersabar,” kata Bush dalam pidatonya tahun 2001. Pada tahun 2004, dalam percakapannya dengan presiden Pakistan saat itu, Pervez Musharraf, Powell mengatakan, “Saya memanggil Presiden Musharraf dan berkata: ‘Kami butuh jawaban Anda sekarang. Kami membutuhkan Anda sebagai bagian dari kampanye ini, perang salib ini.’” Islam ala Rand Corp. Pertanyaannya, bisakah Amerika meyakinkan kaum Muslimin di seluruh dunia untuk menerima “Islam ala Rand” ini? Tidak. Rand Corporation pun telah mengakui hal ini. Mereka meyakini bahwa umat Islam telah kehilangan kepercayaan kepada Amerika. AS kalah dalam perang gagasan di dunia Islam, gagal mempromosikan kebijakannya kepada umat Islam yang waspada terhadap niat dan kemunafikan Amerika, menurut penasehat Pentagon. Maka dari itu, Rand Corp menyatakan bahwa dalam program ini tangan Amerika harus disembunyikan. Sementara, boneka Muslim yang dipilih dengan hati-hati harus berada di garis depan untuk mengantarkan Islam versi baru ini. Lantas siapa yang akan menjadi boneka dalam Islam ala Rand Corp? Bagi mereka, mitra ideal untuk menjalankan pekerjaan ini adalah Muslim dari ‘dalam’ komunitas umat Islam yang akan bekerja untuk kepentingan Amerika. Rand melabeli mereka sebagai kaum ‘modernis/moderat’. Ciri dari kelompok modernis ini, menurut Benard, adalah keinginan untuk “memodernkan dan mereformasi Islam, agar sejalan dengan zaman.” Lalu, bagaimana mereka mampu menjalankan misi dari pemerintah AS tersebut? Pertama, Rand merekomendasikan agar Muslim yang memahami Islam sejati dan ingin menerapkan Syariat Islam disingkirkan, dengan me-labeli nya sebagai fundamentalis dan ekstremis, pengecut dan pengacau. Rand memberi saran kepada Amerika untuk mendiskreditkan dan menghina para pengikut Islam sejati. Setelah menyingkirkan kelompok “fundamentalis”, AS akan mengangkat kaum modernis sebagai role model dan pemimpin Islam. Mereka memberikan dukungan kepada kaum modernis, apapun yang mereka minta, antara lain dengan mengontrol sistem pendidikan, pendanaan, liputan media, sehingga kaum modernis bisa menyingkirkan halangan yang menghambat dominasi Amerika. RAND menyarankan: Buat role model dan para pemimpin (dari kalangan modernis). Mereka harus dipelihara dan ditampilkan secara publik sebagai wajah Islam kontemporer. Modernis yang berisiko menghadapi persekusi (karena penodaan dan pengkhianatan mereka) harus dibangun (citranya) sebagai pemimpin hak-hak sipil yang pemberani. Publikasikan dan distribusikan karya mereka dengan dukungan biaya. Dorong mereka menulis untuk masyarakat dan para pemuda. Perkenalkan pandangan mereka ke dalam kurikulum pendidikan Islam. Beri mereka panggung di publik. Buat pendapat dan penilaian mereka tentang pertanyaan mendasar dari penafsiran agama tersedia bagi masyarakat, dalam persaingan dengan para fundamentalis dan tradisionalis, yang memiliki website, penerbitan, sekolah, institut, dan banyak kendaraan lain untuk menyebarkan pandangan mereka.” Untuk strategi jangka panjang, Rand menyarankan agar para boneka modernis ini mampu membuat para pemuda Islam memeluk sekularisme, bangga dengan sejarah non-Islam dan pra-Islam, melalui kurikulum sekolah dan media lainnya. Dengan demikian, konsep mengenai Syariat, jihad, dan khilafah yang benar akan rusak dalam pikiran para pemuda Islam, bahkan membuat mereka benci dan menjauhinya. Untuk mencapai tujuan tersebut, Rand juga menyarankan agar pemerintah AS mendukung pengembangan ormas yang bisa dimanfaatkan. Generasi Muslim berikutnya dapat dipengaruhi jika pesan Islam demokratis bisa dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah dan media publik di negara-negara yang bersangkutan. Posisikan sekularisme dan modernisme sebagai pilihan “tandingan” untuk para pemuda Islam yang tidak puas. Fasilitasi dan dorong kesadaran akan sejarah dan budaya pra-Islam dan non-Islam mereka, di media dan kurikulum negara-negara terkait. Bantu pengembangan organisasi kemasyarakatan yang independen, untuk mempromosikan budaya sipil. Islam Nusantara Jika kita lihat di Indonesia, semua strategi tersebut sudah dan sedang diterapkan. Tapi, apakah masih ada strategi lain? Ya, tentu ada. Rand juga merekomendasikan perpecahan di dunia Islam dengan menciptakan Islam versi nasionalistik negara tertentu. “Kembangkan Islam Barat, Islam Jerman, Islam AS, dan lainnya. Hal ini membutuhkan pemahaman yang lebih baik tentang komposisi, praktek dan pemikiran yang berkembang di dalam komunitas-komunitas ini. Bantu dalam memunculkan, mengekspresikan, dan “mengkodifikasi” pandangan mereka.” Tiga belas tahun berikutnya, tepatnya bulan Maret 2016, strategi penerapannya di Asia Tenggara kembali digodok di Semarang. Beberapa pakar diundang untuk merumuskannya. Pesertanya dari Indonesia, Australia, Singapura, Vietnam, Malaysia, Thailand, hingga Filipina. Dari Indonesia, hadir Wahid Institute dan Ma’arif Institute. Rekomendasi dari forum tersebut dituangkan dalam sebuah laporan berjudul *“Counter-Narratives for Countering Violent Extremism (CVE) in South East Asia” yang dirilis oleh Hedayah Center, lembaga think tank yang berbasis di Uni Emirat Arab yang lahir atas inisiatif sebuah forum global pimpinan Inggris. Laporan tersebut merekomendasikan tiga ajaran dalam Islam yang harus dimodifikasi, yaitu khilafah, jihad, dan al-wala’ wal-bara’. Modifikasi ajaran Islam tidak hanya dilakukan dengan mengubah definisi. AS juga menyarankan agar penggunaan beberapa istilah-istilah Islami mulai dihindari, seperti jihad, syariah, dan ummah, sebagaimana yang ditulis dalam laporan yang dirilis Dewan Penasihat Keamanan Dalam Negeri AS pada tahun 2016. Selain itu, rekomendasi lainnya adalah dengan mengembangkan Islam dalam konteks lokal. Islam Indonesia, bukan Islam di Indonesia. Narasi yang lebih dikedepankan adalah narasi toleransi dan pluralisme, dan bahwa Islam juga sama dengan agama-agama yang lain. Untuk membangun identitas Islam lokal tersebut, antara lain dengan mengembangkan materi khutbah dengan konteks lokal yang mengedepankan tema-tema toleransi, perdamaian, hak perempuan, dan seterusnya. Rekomendasi lebih detail dirilis pada bulan Agustus 2016 dengan judul “Undermining Violent Extremist Narratives in South East Asia: A How To Guide”. Laporan tersebut berisi panduan yang lebih praktis dalam mengimplementasikan strategi di atas. *Sasaran utama dari proyek ini adalah pemuda dan wanita. Agar pesan-pesan dan narasi tersebar lebih efektif, mereka menyarankan penggunaan tokoh agama yang bisa digalang untuk menyebarkan Islam alternatif ini. Untuk medianya penyebarannya, dilakukan mulai dengan menggunakan media sosial, televisi, film, radio, media cetak, komik, buku, hingga kegiatan-kegiatan diskusi. Skenario Islamofobia Terakhir, sebagai tambahan informasi, dalam bukunya yang berjudul "Islamophobia and the Politics of Empire”, Prof. Deepa Kumar menjelaskan tentang dua skenario Islamofobia yang, menurutnya, berakar dari narasi Paus Urbanus pada saat Perang Salib. Saat itu, Paus membangun narasi yang menggambarkan Islam dan Nabi Muhammad SAW dengan begitu buruk. Hal ini dilakukan untuk memobilisir warga Eropa agar mau melakukan perang Salib dan untuk mencegah mereka dari masuk Islam. Kumar menjelaskannya dengan istilah Islamophobia konservatif dan Islamophobia liberal. Istilah Islamophobia konservatif mungkin cukup familiar bagi kita. Ialah mereka yang memandang bahwa Islam secara instrinsik adalah agama yang buruk, musuh bagi kemodernan, kebebasan, dan semacamnya. Sementara Islamophobia liberal, jelas Kumar, dilabelkan kepada mereka yang muncul dalam retorika lebih lembut. Meski sebenarnya tidak kalah jahat. Mereka membagi adanya “Good Muslims” dan “Bad Muslims”. “Good Muslims” adalah umat Islam yang mau bekerja untuk Barat. Kumar menganalogikan pendekatan Islamofobia liberal sebagai "penjajahan berbulu domba”. Jadi, jika hari ini kita mendapati begitu banyak fenomena industri kebencian pada Islam dan ajarannya, dengan berbagai tingkatannya, tidak perlu heran. Ada sebuah skenario global yang sangat besar dengan dana milyaran dollar yang saat ini sedang dijalankan, sebagai tindak lanjut dari kebencian ratusan tahun yang bermula dari Perang Salib di masa lalu. Buletin Kaffah No. 243 (20 Syawal 1443 H-20 Mei 2022 M)
Kebencian kaum kafir terhadap Islam dan kaum Muslim, atau yang kini lebih populer dengan sebutan 'Islamofobia', ternyata sudah ada sejak zaman Rasulullah Muhammad saw. Selama periode Makkah (610–622 Masehi), Rasulullah saw. dan kaum Muslim menghadapi ujian yang begitu dahsyat dari orang-orang kafir Makkah. Orang-orang Arab jahiliah ketika itu melakukan penganiayaan terhadap para pengemban risalah yang dibawa Nabi Muhammad saw. Sejumlah tokoh Quraisy, seperti Abu Jahal dan Abu Lahab, gencar membuat propaganda agar masyarakat Makkah menolak kehadiran Islam. Mereka juga memprovokasi orang-orang Makkah untuk melakukan aksi kekerasan terhadap Rasulullah saw. dan para pengikutnya. Beberapa Sahabat menjadi korban kekejaman mereka. Sebut saja Ammar bin Yasir, Khabbab bin al-Arats dan Bilal bin Rabbah. Mereka disiksa dengan cara yang amat sadis oleh kaum kafir Makkah. Rasulullah saw. juga tentu tak luput menjadi sasaran aksi kebencian kaum kafir Quraisy pada masa itu. Dalam beberapa riwayat disebutkan, Nabi saw. pernah dihina, diludahi, bahkan disakiti oleh orang-orang yang memusuhi beliau. Namun, selama berada di Makkah, semua perlakuan itu dihadapi oleh beliau dengan penuh kesabaran. Setelah Nabi saw. dan para Sahabat hijrah ke Madinah, kaum kafir Makkah masih saja menunjukkan sikap permusuhannya terhadap Islam. Mereka terus berupaya merongrong kaum Muslim dengan berbagai macam cara. Situasi semacam itu terus berlangsung selama beberapa tahun. Akhirnya, terjadilah peristiwa Fathu Makkah (Pembebasan Kota Makkah) oleh kaum Muslim pada 8 H/630 M. Sejak itu barulah Islam mulai diterima secara luas oleh masyarakat Arab. Jejak Islamofobia Sepeninggalnya Rasulullah saw., pengaruh Islam semakin berkembang hingga ke luar Jazirah Arab. Beberapa penaklukan yang berlangsung selama pemerintahan Khilafah Umayah, Abbasiyah dan Utsmaniyah memberikan kontribusi besar dalam membentuk peradaban Islam di berbagai belahan dunia, termasuk Eropa. Namun demikian, proses ekspansi di bawah kekuasaan Islam itu bukannya tanpa hambatan. Sikap kebencian dan permusuhan yang mulai tumbuh di tengah-tengah masyarakat Barat menjadi satu tantangan tersendiri yang dihadapi kaum Muslim selama periode tersebut. Ketakutan terhadap pengaruh Islam yang semakin meluas mulai tertanam di kalangan masyarakat Barat. Meletuslah untuk pertama kalinya Perang Salib (antara 1095–1291) yang melibatkan tentara Muslim dan Kristen Eropa. Pada masa-masa itu, Kekaisaran Bizantium dan Gereja Roma menggunakan propaganda sentimen anti-Islam untuk merebut Yerusalem dari tangan kaum Muslim. Pada masa pemerintahan Khilafah Umayah di Andalusia (Spanyol), beberapa jenis pertikaian yang terjadi antara penduduk Kristen dan Muslim juga didasari oleh phobia (kebencian) terhadap Islam. Setelah keruntuhan Granada pada 1492, penindasan yang dilakukan rezim Kristen terhadap penduduk Muslim meningkat di Eropa. Umat Islam yang tersisa di Andalusia diusir ke Afrika Utara atau dipaksa memeluk agama Kristen. Kebebasan mereka sebagai warga negara benar-benar dibatasi sejak itu. Menurut catatan sejarah, Raja Philip III dari Spanyol mengusir 300 ribu Muslim Andalusia antara 1610 dan 1614 lewat titah yang ia keluarkan pada 22 September di 1609. Melalui praktik tersebut, rezim Barat berusaha melenyapkan semua jejak peradaban Islam yang nyata telah banyak memberikan kontribusi dalam proses pencerahan Eropa. Semua peristiwa yang dialami kaum Muslim sejak Perang Salib itu jelas-jelas merupakan bagian dari wajah anti-Islamisme atau Islamofobia yang terus berevolusi di tengah-tengah masyarakat Barat, bahkan sampai hari ini. Islamofobia di Tanah Air Baru-baru ini nama Profesor Budi Santosa Purwokartiko, guru besar yang juga Rektor Institut Teknologi Kalimantan (ITK), mencuat di media sosial. Dia menjadi perbincangan publik karena diduga telah melakukan tindakan rasisme dan melecehkan ajaran Islam. Sebagaimana diketahui, Budi Santosa mengunggah tulisan panjang melalui status akun Facebook pribadinya. Tulisan tersebut berisikan pengalaman guru besar tersebut saat mewawancarai beberapa mahasiswa untuk seleksi beasiswa LPDP. "Saya berkesempatan mewawancara beberapa mahasiswa yang ikut mobilitas mahasiswa ke luar negeri. Program Dikti yang dibiayai LPDP ini banyak mendapat perhatian dari para mahasiswa. Mereka adalah anak-anak pinter yang punya kemampuan luar biasa," tulisnya pada (27/04/2022). Bagian tulisan Budi Santosa selanjutnya dituding memuat rasisme dan Islamofobia. "Mereka bicara tentang hal-hal yang membumi: apa cita-citanya, minatnya, usaha2 untuk mendukung cita2nya, apa kontribusi untuk masyarakat dan bangsanya, nasionalisme dsb. Tidak bicara soal langit atau kehidupan sesudah mati," lanjutnya lagi. "Pilihan kata2nya juga jauh dari kata2 langit: insaallah, barakallah, syiar, qadarullah, dsb," lanjut Budi dalam tulisannya. Budi Santosa selanjutnya diduga kuat menyindir kaum Muslimah yang menggunakan hijab (jilbab). Dia menulis, "Jadi 12 mahasiswi yang saya wawancarai, tidak satu pun menutup kepala ala manusia gurun," sindirnya. Tampak sekali, Budi Santosa diduga kuat menjadi bagian dari para penganut Islamofobia akut yang makin marak akhir-akhir ini. Tak ada bedanya dengan Abu Janda, Denny Siregar, Ade Armando, dll. Makin maraknya penganut Islamofobia adalah hasil dari penerapan sistem sekularisme-demokrasi yang penuh dengan kebebasan. Di negara demokrasi semacam ini propaganda Islamofobia akan terus menyebar ke seantero negeri. Islam Agama Mulia Siapapun tentu tidak selayaknya takut dan benci terhadap Islam. Sebabnya, Islam adalah agama mulia, yang bersumber dari Zat Yang Mahamulia, Allah SWT, Pencipta manusia. Islam membimbing manusia dengan ajarannya yang mulia. Ajaran tentang kewajiban jilbab bagi Muslimah, misalnya, jelas bertujuan untuk memuliakan mereka. Bukan merendahkan mereka. Islam pun memberikan perlindungan kepada segenap umat manusia. Bahkan jihad fi sabilillah di dalam Islam—yang sering dituding identik dengan terorisme—sesungguhnya tetap meniscayakan perlindungan kepada mereka yang tak terlibat dalam peperangan seperti perempuan, orangtua dan anak-anak. Nabi saw. bersabda: انْطَلِقُوا بِاسْمِ اللَّهِ وَبِاللَّهِ وَعَلَى مِلَّةِ رَسُولِ اللَّهِ وَلاَ تَقْتُلُوا شَيْخًا فَانِيًا وَلاَ طِفْلاً وَلاَ صَغِيرًا وَلاَ امْرَأَة Berangkatlah kalian dengan nama Allah dan di atas agama Rasulullah. Janganlah kalian membunuh orang yang lanjut usia, anak kecil dan wanita (HR Abu Dawud). Sejarah Islam pun, sejak masa Rasulullah saw. dan era Kekhilafahan, banyak berisi kemuliaan terhadap umat manusia. Tak pernah terjadi pemaksaan agama Islam kepada non-Muslim. Apalagi aksi genosida terhadap kalangan di luar Islam. Sejarah menyaksikan Khilafah sepanjang sejarahnya justru menjadi payung kebersamaan untuk berbagai agama. Reza Shah-Kazemi dalam bukunya, The Spirit of Tolerance in Islam, menjelaskan bahwa Khilafah Utsmani pernah memberikan perlindungan kepada komunitas Yahudi. Seorang tokoh Yahudi terkemuka, Rabbi Isaac Tzarfati, pernah menulis surat kepada Dewan Yahudi Eropa Tengah setelah berhasil menyelamatkan diri dari persekusi di Eropa Tengah dan tiba di wilayah Khilafah Utsmani menjelang 1453 M. Melalui suratnya, pria kelahiran Jerman itu memuji Khilafah Utsmaniyah sebagai: “Negeri yang dirahmati Tuhan dan penuh kebaikan”. Selanjutnya dia mengaku, “Di sini (aku) menemukan kedamaian dan kebahagiaan. Kami tidak ditindas dengan pajak yang berat. Perniagaan kami dapat berlangsung bebas. Kami dapat hidup dalam damai dan kebebasan.” Sejarahwan Eropa, TW Arnold, juga menulis: Ketika Konstantinopel dibuka oleh keadilan Islam pada 1453, Sultan Muhammad II menyatakan dirinya sebagai pelindung Gereja Yunani. Penindasan atas kaum Kristen dilarang keras. Kemuliaan ajaran Islam juga tampak saat Khilafah Utsmaniyah memberikan bantuan kemanusiaan kepada rakyat Irlandia yang dilanda bencana kelaparan pada tahun 1847. Saat itu Khalifah Sultan Abdul Majid I mengirim bantuan berupa uang sebanyak £ 10.000 bersama tiga kapal untuk membawa makanan, obat-obatan dan keperluan mendesak lainnya ke Irlandia. Karena itu tidak selayaknya bagi siapapun bersikap nyinyir terhadap Islam dan berbagai ajarannya seperti jilbab, jihad, khilafah, dll. Tak seharusnya mereka membenci berbagai simbol dan syiar Islam. Tak sepantasnya mereka menunjukkan sikap Islamofobia. Apalagi jika pelakunya mengaku Muslim. Sebabnya, semua ekspresi keislaman seorang Muslim hakikatnya adalah syiar Islam yang memang harus ditonjolkan. Menonjolkan syiar-syiar Islam adalah wujud ketakwaan. Allah SWT berfirman: ذلِكَ وَمَن يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِن تَقْوَى الْقُلُوبِ Demikianlah (perintah Allah). Siapa saja yang mengagungkan syiar-syiar Allah, sungguh itu timbul dari ketakwaan kalbu (TQS al-Hajj [22]: 32). Imam an-Nawawi al-Bantani di dalam kitabnya, Syarh Sullam at-Tawfîq, menjelaskan ayat tersebut, bahwa di antara sifat terpuji yang melekat pada orang yang bertakwa adalah mengagungkan syiar-syiar Allah, yakni syiar-syiar agama-Nya. Begitulah semestinya sikap seorang Muslim. Bukan malah selalu menunjukkan sikap Islamofobia! WalLâh a’lam bi ash-shawwâb. [ ---*--- Hikmah: أَبُنَيَّ إنَّ مِنْ الرِّجَالِ بَهِيمَةً، فِي صُورَةِ الرَّجُلِ السَّمِيعِ الْمُبْصِرِفَطِنٌ بِكُلِّ مُصِيبَةٍ فِي مَالِهِ، وَإِذَا يُصَابُ بِدِينِهِ لَمْ يَشْعُر Anakku, sungguh di antara manusia itu ada yang seperti hewan, dalam rupa orang yang mendengar dan melihat. Dia amat peka atas setiap bencana yang menimpa hartanya, namun tak merasakan apa-apa saat bencana menimpa agamanya. (Imam al-Mawardi asy-Syafi'i, Adab ad-Dunyâ’ wa ad-Dîn, 1/126; Abu Thalib al-Makki, Qût al-Qulûb, 1/227). [] Saat pengemban dakwah meyakini wajibnya menegakkan hukum Allah SWT, wajibnya menerapkan hukum Al Qur'an dan as Sunnah, wajibnya menegakkan institusi Khilafah sebagai metode untuk menerapkan hukum Al Qur'an dan as Sunnah. Lalu, para penentang Khilafah bermunculan dari lumpur, seolah menjadi air jernih yang berasal dari mata air pegunungan, kemudian dengan bangganya mempersoalkan Khilafah, dan dengan sombongnya mendakwa, mana dalil Kewajiban Khilafah ?
Padahal, pada saat yang bersamaan mereka tidak mempersoalkan sistem Demokrasi, yang bahkan bukan tak ada dalam Al Qur'an dan as Sunnah, secara istilah pun bukanlah berasal dari khasanah intelektual dan pemikiran Islam. Ketika ditanya, apa atau mana dalilnya membolehkan Demokrasi ? Bukan wajib, dalil bolehnya demokrasi saja. Mana ? Mereka, kemudian sibuk menjustifikasi Demokrasi dengan menyatakan Syuro' itu islami. Syuro' itu ajaran Islam, sehingga Demokrasi itu substansinya sama dengan Syuro' dan Syuro' (Musyawarah) itu ajaran Islam. Apa yang ditanya, apa pula yang dijawab. Ditanyakan, apa dalil kemubahan demokrasi, dijawab dengan anjuran Syuro' dalam Islam. Tidak nyambung, kalaupun disambungkan terlihat kaidah 'GATUK MATUK' saja. Atau ilmu nya dengan kaidah COCOKMOLOGI. Ketika dijelaskan, substansi Demokrasi itu pemerintahan dari, oleh dan untuk rakyat. Demokrasi, meletakkan kedaulatan atau wewenang halal dan haram, perintah dan larangan berdasarkan kedaulatan rakyat. Substansi demokrasi, adalah menjadikan hukum rakyat (hawa nafsu) sebagai sumber norma untuk mengatur kehidupan masyarakat, dan hal ini bertentangan dengan Islam, barulah para penentang Khilafah, para pentaklid demokrasi terdiam. Demokrasi bukanlah ajaran Rasulullah Saw, tidak pula dibawa atau diadakan oleh para sahabat setelah beliau. Demokrasi berasal dari Yunani, tak ada kaitannya dengan Islam, bahkan bertentangan dengan Islam. Demokrasi, tak memiliki rujukan dalil baik dari Al Qur'an, as Sunnah, ijma' sahabat, qiyas atau minimal dari Subhatud Dalil. Meskipun Demokrasi lebih dahulu ada sebelum datangnya Rasulullah Saw, Nabi tidak pernah mengadopsi Demokrasi dan hanya menerapkan Wahyu yang datang dari Allah SWT. Begitu pula para sahabat sesudah beliau, mereka semuanya menerapkan Islam, menerapkan Wahyu Allah SWT, menerapkan hukum Al Qur'an dan as Sunnah, bukan Demokrasi. Demokrasi adalah eksport Amerika yang paling mematikan. Berdalih memasarkan demokrasi, kebebasan HAM, liberalisme, sekulerisme, Amerika menjajah negeri kaum muslimin. Berdalih Demokrasi, Amerika melakukan sejumlah pembantaian terhadap kaum muslimin. Demokrasi, adalah alat yang paling mematikan untuk memecah belah kaum muslimin. Tak ada yang bisa diambil dari demokrasi, selain keburukan yang menimpa kaum muslimin. Dahulu, saat Rasulullah Saw memimpin dan para Khalifah setelah beliau, tidak pernah menerapkan demokrasi. Mereka konsisten mengikutinya Rasulullah Saw, dengan mendirikan Sistem Khilafah. Para pemimpin setelah Rasulullah Saw, disebut Khalifah. Bukan seorang Presiden yang memimpin sistem politik Republik demokrasi. Jadi, tak ada hubungannya antara Islam dengan Demokrasi. Karena itu, tak perlu bertanya tentang dalil Khilafah. Dalami saja, adakah dalil Demokrasi ? Apakah, ada perintah memperjuangkan Demokrasi ? Adakah, pahala memperjuangkan demokrasi ? Apakah, ada jaminan Surga dan dikumpulkan bersama Rasulullah Saw saat habis habisan membela Demokrasi ? Ini sekedar bertanya, tak perlu dijawab. Karena, jawaban terkait hal ini tidak dibutuhkan. Tulisan ini, hanya untuk diambil hikmahnya bagi setiap akal yang diberi petunjuk untuk mengambil jalan kebenaran, mengambil jalan Islam. Oleh Ahmad Khozinudin Sastrawan Politik Alhamdulillah, puji syukur senantiasa kita panjatkan kepada Allah Swt yang telah membimbing kita dalam iman dan Islam sehingga mampu menjalani ibadah puasa Ramadhan kali ini. Semoga Allah Swt juga yang mengangkat derajat kita lebih baik dari pada tahun-tahun yang lalu. Di antara kita banyak yang mendapatkan ampunan Nya, insyaAllah. Bahkan ada yang lulus mendapatkan derajat taqwa seperti yang dijanjikan Allah Swt bagi orang-orang beriman yang berpuasa Ramadhan. Semoga kita termasuk salah satu di antara mereka yang beruntung ini. Aamiin.
Pada kesempatan yang sangat baik ini, perkenankan kami memohon maaf lahir batin atas segala salah dan khilaf. Mari kita bersama-sama mempraktekkan terus kesolehan yang kita sudah jalani selama Ramadhan yll. Sekarang saatnya kita memupuk dan merawat benih-benih kebaikan yang kita sudah peroleh dari Ramadhan yll. Semoga semua benih-benih kebaikan itu akan berbuah keberkahan dan rahmat yang berkelimpahan dari Allah Swt. Aamiin. Wassalam, Helfia Nil Chalis www.AplusProfesionalHomeCleaning.com www.HelfiaNet.com www.HelfiaGoOnline.com "Bapak bekerja di mana?", begitu kira-kira pertanyaannya seandainya bertemu teman lama. Terus terang saya bingung menjawabnya. Mengapa? Sejak tidak aktif lagi bekerja di perusahaan migas, saya justru lebih sibuk bekerja. Tetapi kali ini saya memilih sendiri untuk mengerjakan hanya hal-hal yang saya sukai saja. Ternyata ini mengasyikkan. Sampai suatu ketika saya sadar waktuku di dunia ini sudah tidak banyak lagi. Bahkan puteri kesayanganku satu-satunya telah mendahuluiku.
Sebagai seorang yang beriman, saya sangat yakin bahwa segala sesuatu yang pernah saya miliki pasti akan dimintai pertanggung-jawaban oleh Allah Swt. Apakah saya siap? Apakah saya yakin telah menggunakan semua titipan Nya sesuai dengan kehendak Allah Swt? Rasanya belum. Saya harus lebih meningkatkan amal-amal soleh dan menanam amal jariyah lebih banyak lagi. Apakah masih bisa? Dulu ketika masih bekerja di perusahaan migas, tidak masalah sumbang sana-sini, bersedekah dll, karena ada gaji yang masih bisa diharap mengalir setiap bulannya. Tetapi sekarang semua sudah tidak sama lagi. Negative cash flow kata pebisnis. Tabungan masih ada. Tetapi tanpa ada pemasukan, lambat laun kemampuan bersedekah pasti berkurang. Melamar kerja lagi? Rasanya sudah tidak pantas lagi. Biarlah kesempatan itu digunakan oleh mereka yang lebih muda. Lagi pula, apa mungkin kesempatan itu masih ada? Satu-satunya pilihan adalah melamar menjadi "karyawan Allah". Tetapi bagaimana caranya? Sebagaimana kaum millenial kalau mencari solusi ke mbah gugel, sayapun mencarinya di sana. Ternyata sudah ada yang menulis artikel tentang menjadi karyawan Allah. Menurut penulisnya, Jamil Azzaini makna menjadi karyawan Allah Swt adalah bahwa apapun yang kita lakukan hanya untuk-Nya, mengikuti aturan-Nya, meninggalkan larangan-Nya. Tugas utama kita adalah “mencari muka” atau mencari perhatian Allah Swt. Jamil Azzaini dalam artikelnya itu mengaku masih "magang menjadi karyawan Allah Swt", tetapi dia sudah merasakan berbagai keajaiban. Pertama, bisnisnya jadi untung meskipun dalam masa pandemi covid 19. Baginya, bisnis bukan semata profesional tetapi juga spiritual sehingga dia mengembangkan mindset untuk mempersembahkan proses, cara dan hasil terbaik untuk Allah Swt. Kedua, mendapatkan ide, gagasan ketika sedang mentok dan bingung melalui orang-orang hebat dan pilihan yang tiba-tiba datang memberikan berbagai solusi, kemudahan dan keajaiban yang terkadang membuatnya menangis terharu. Ketiga, mendapatkan ketenangan dan kebahagiaan dalam menjalankan berbagai peran sebagai pebisnis, inspirator, pengkader orang, kepala rumah tangga, dan peran-peran lainnya. Kalau begitu teman-teman bekerja sebagai karyawan di perusahaan, bisa juga sekaligus menjadi "karyawan Allah"? Tentu saja, asalkan di tempat itu teman-teman bisa mengerjakan tugas dan tanggung-jawabnya sesuai dengan keridoan Allah. Terkadang, kebijakan perusahaan tidak sejalan dengan jalan Allah. Jika demikian tentu sulit kita untuk menjadi karyawan Allah dalam waktu bersamaan. Bekerja wirausaha dalam hal ini lebih tepat karena segala kebijakan kitalah yang menentukan agar selalu sejalan dengan apa yang dikehendaki Allah Swt. Mari melamar untuk menjadi karyawan Allah Swt atau magang menjadi karyawan Allah Swt sehingga suatu ketika kita benar-benar diangkat menjadi karyawan Allah. Jika kita telah menjadi karyawan Allah Swt maka semua kebutuhan kita akan dipenuhi, pengembangan diri kita akan ditopang, berbagai kesulitan hidup kita akan dipermudah, berbagai solusi dan ide datang silih berganti, tiada henti. Berani menjadi karyawan Allah? Siapa takut. Tangerang Selatan, 29 Maret, 2022, Helfia Nil Chalis Komisaris PT Aplus Ponjen Emas Dalam perjalanan Isra’ ini Nabi ﷺ mengendarai Buraq, seekor hewan berwarna putih yang lebih besar daripada keledai tapi lebih kecil daripada baghal (persilangan antara kuda dan keledai). Ibnu Hajar al-Asqalani meriwayatkan bahwa Buraq ini mempunyai dua sayap.
Oleh: Dr Budi Handrianto (dikutip dari Hidayatullah.com) TANGGAL 27 Rajab kita kenal sebagai Peringatan Hari Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad ﷺ. Dulu di masjid-masjid sering ada PHBI, Peringatan Hari Besar Islam Isra’ Mi’raj. Ada perayaan, ada ceramah, ada syiar Islam. Entah mengapa sekarang jarang ada PBHI di masjid-masjid terutama di kota. Kita jadi kurang menyelami makna hari besar tersebut dan gaung syiarnya menjadi tidak ada. Mungkin karena ada sebagian yang membid’ahkan sehingga orang jadi “takut” melakukannya. Sebenarnya selain peristiwa Isra’ Mi’raj yang terjadi pada tanggal 27 Rajab tahun ke-11 kenabian, ada dua peristiwa penting lain yang terjadi pada tanggal 27 Rajab, yaitu direbutnya kembali Baitul Maqdis dari Tentara Salib Eropa setelah selama 70 tahun berada di bawah kekuasaan mereka dan umat Islam di sana mengalami penindasan. Pembebasan ini dilakukan orang tentara Islam yang dipimpin oleh Shalahuddin al-Ayubi. Peristiwa pembebasan Baitul Maqdis terjadi pada tanggal 27 Rajab 583 H atau bertepatan dengan tanggal 2 Oktober 1187 M. Peristiwa berikutnya adalah berakhirnya imperium Turki Utsmani yang sudah berjaya lebih dari 600 tahun di tangan Mustafa Kemal dan berganti menjadi Republik Sekuler Turki. Peristiwa tersebut terjadi pada tanggal 27 Rajab 1342 H atau 3 Maret 1924 M. Tapi dua peristiwa ini tidak hendak kita bahas. Isra’ Mi’raj merupakan gabungan dua kata Isra’ dan Mi’raj. Isra’, sebagaimana diterangkan di dalam QS al-Isra’ ayat 1, adalah perjalanan malam hari yang dilakukan oleh Nabi Muhammad ﷺ -di mana tentu Allahlah yang memperjalankan beliau ﷺ, dari Masjidil Haram di Makkah ke Masjidil Aqsha di Palestina, yang kalau ditarik garis lurus sepanjang 1.350 km. Dalam perjalanan Isra’ ini Nabi ﷺ mengendarai Buraq, seekor hewan berwarna putih yang lebih besar daripada keledai tapi lebih kecil daripada baghal (persilangan antara kuda dan keledai). Ibnu Hajar al-Asqalani meriwayatkan bahwa Buraq ini mempunyai dua sayap. Dalam sebuah hadits shahih riwayat Bukhari Muslim disebutkan bahwa bila Buraq ini meletakkan kaki depannya maka jaraknya sejauh ujung pandangan mata. Nabi ﷺ memakai Buraq hanya untuk perjalanan Isra’ saja. Sedangkan Mi’raj menurut hadist riwayat Muslim Nabi ﷺ diapit tangannya oleh Malaikat Jibril dan dibawa ke langit melalui mi’raj. Mi’raj atau jamaknya ma’arij merupakan mish’ad/thariq ilas sama’, jalan menuju langit. Dalam QS Al-Ma’arij ayat 4 disebutkan para malaikat termasuk Malaikat Jibril naik (menghadap) Tuhan dalam sehari yang kadarnya lima puluh ribu tahun. Nabi ﷺ dibawa oleh Jibril menembus langit pertama, kedua hingga ke tujuh. Kemudian ketika sampai Sidratul Muntaha, sebuah pohon yang luar biasa besar dan sangat indah -di sebelahnya ada surga, malaikat Jibril berhenti mengantar Nabi ﷺ dan kemudian beliau sendiri langsung menghadap Allah untuk menerima perintah shalat 5 waktu, sebagaimana yang sekarang kita kerjakan. Peristiwa Isra’ Mi’raj merupakan mukjizat Nabi ﷺ di antara mukjizat-mukjizat yang lainnya. Mukjizat merupakan khawariqul adat, sesuatu yang menyimpang dari kebiasaan. Seperti tongkat Nabi Musa dilempar bisa menjadi ular dan membelah laut. Padahal tongkat pada umumnya tidak bisa menjadi ular dan membelah laut. Maka, mukjizat ini merupakan ranah untuk kita imani, kita yakini kebenarannya. Dari mana kita mendapatkan kebenaran tersebut? Tentu dari wahyu yang kebenarannya 100% kita yakini. Dan atas kebenaran wahyu kita sam’na wa atha’na, kami mendengar dan kami taat. Mukjizat sendiri fungsinya memperkuat iman dan membuang keragu-raguan. Maka, orang yang mendengar peristiwa Isra’ Mi’raj waktu itu dan imannya masih lemah, ada yang berbalik menjadi kafir (murtad). Dalam Islam, kebenaran wahyu sudah final. Kita tidak perlu lagi mencari kebenaran karena kebenaran sudah kita dapat. Beda dengan manusia Barat yang “senantiasa mencari kebenaran”. Yang kita lakukan kemudian adalah menafsirkan atau menguraikan kebenaran yang ada di dalam wahyu tersebut. Dari uraian tersebut kita ambil hikmah yang terkandung di dalamnya agar kita makin mantap dalam menyakini kebenaran tersebut. Demikian pula dengan peristiwa Isra’ Mi’raj. Sains adalah penjelasan terhadap fenomena alam (description of nature). Dalam filsafat sains modern (Barat) sumber sains yang diakui (channel of knowledge) hanyalah akal (ratio) dan panca indra (empiris). Maka, sesuatu dikatakan saintifik (ilmiah) apabila dapat diindra atau dapat dibuktikan secara empirs serta masuk akal (rational). Jika syarat sesuatu itu saintifik didasarkan pada dua sumber tersebut, maka pertanyaan: di mana letak dimensi saintifik peristiwa Isra’ Mi’raj? Jawabnya: Tidak ada. Sehingga kita pun tidak perlu mencari-cari segi ilmiah dari peristiwa tersebut. Jika mata bisa melihat suatu benda karena memerlukan cahaya, maka mata hati ketika melihat kebenaran memerlukan cahaya kebenaran, yaitu wahyu. Jika kita ingin bisa mengetahui peristiwa Isra’ Mi’raj secara jelas seperti kita melihat benda yang bercahaya, maka rujuklah ke wahyu, bukan ke dunia sains, sungguhpun dunia sains sekarang ini sudah sangat maju. Dalam filsafat ilmu Islam, selain mengakui kebenaran empiris dan rasio, sains Islam juga mengakui satu (atau dua) sumber lagi yaitu khabar shadiq (true reports, kabar yang benar) yaitu wahyu dan keterangan orang yang memiliki otoritas. Satu lagi, kalau mau ditambahkan, intuisi (ilham). Jadi channel of knowledge dalam Islam ada 4: akal, panca indra, khabar shadiq (termasuk wahyu di dalamnya) dan intuisi. Kita boleh-boleh saja memakai penjelasan saintifik (rasio dan empiris) untuk membantu memahami wahyu, seperti salah satu corak tafsir yang sekarang ini berkembang yaitu tafsir bil-ilmi (I’jazul ilmi). Misal, dahulu kaum muslimin mempercayai begitu saja keterangan perjalanan Isra’ Nabi ﷺ yang dapat waktu kurang dari semalam menempuh perjalanan ke Baitul Maqdis sepanjang 1.350 km yang kalau ditempuh dengan perjalanan mengendarai unta bisa 2 bulan. Tapi sekarang dengan adanya pesawat terbang, kita bisa memberikan gambaran seekor semut yang nempel di tubuh seseorang yang naik pesawat, katakanlah, Jakarta ke Makasar di pagi hari, lalu sore balik lagi Makasar Jakarta. Ketika si semut menceritakan pengalamannya hari itu bolak-balik ke Makasar tentu teman-temannya banyak tidak percaya. Namun kita tahu itu mungkin saja terjadi. Capaian teknologi pesawat terbang, bahkan sekarang ada pesawat supersonik yang berkecepatan suara, membantu menafsirkan peristiwa Isra’ Nabi ﷺ. Namun untuk peristiwa Mi’raj sampai sekarang akal kita belum bisa menjangkaunya. Jika perjalanan Mi’raj menggunakan kecepatan cahaya saja dalam waktu semalaman, menurut Prof Fahmi Amhar sebagaimana dikutip kawan saya Ustadz Syukron Ma’mun, perjalanan baru sampai Planet Jupiter, belum keluar dari tata surya kita, belum keluar dari galaksi Bima Sakti atau Super Cluster Laniakea tempat kita berada. Kita tidak/belum tahu ukuran kecepatan di atas kecepatan cahaya. Bahkan, ketika kita bisa memberikan contoh dengan si semut naik pesawat, kita pun belum bisa “merasionalkan” Buraq yang dikendarai Nabi ﷺ. Maka, yang patut kita lakukan adalah sami’na wa atha’na. Tidak perlu “memperkosa” ayat/dalil untuk menyelaraskan dengan sains modern atau “mengarang” cerita sains untuk membodohi orang awam. Intinya, peristiwa Isra’ Mi’raj tidak bisa didekati dengan sains modern jika hanya menggunakan rasio dan panca indra, baik langsung maupun menggunakan alat canggih. Tapi dengan sains Islam, di mana sumber khabar shadiq merupakan salah satu sumber ilmu yang sah, peristiwa tersebut bisa masuk di dalam hati sanubari kita. Sekali lagi, kalau mata bisa melihat benda karena pancaran cahaya, mata hati pun akan melihat kebenaran dengan cahaya wahyu. Wallahu a’lam. Penulis pengajar di UIKA Bogor dan peneliti INSISTS KAPOLRES PURWOREJO AKBP RIZAL MARITO HARUS MEMINTA MAAF KEPADA UMAT ISLAM TERKAIT TUDUHAN DESAIN PERANG PADA BACAAN DZIKIR HASBUNALLAH WANI'MAL WAKIL DI DESA WADAS
Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H. Advokat, Ketua Umum KPAU حَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ نِعْمَ الْمَوْلَى وَنِعْمَ النَّصِيْرُ "Cukuplah Allah sebagai penolong kami, dan Allah sebaik-baik pelindung" Kapolres Purworejo AKBP Rizal Marito telah mengedarkan tuduhan jahat terhadap salah satu dzikir ajaran Islam yang sangat masyhur dikalangan kaum muslimin. Dalam sebuah cuplikan dialog dengan Wartawan TV One, Marito menuduh Dzikir Hasbunsllah Wani'mal Wakil atau dzikir sebagai persiapan perang yang dilakukan oleh warga desa wadas. Dalam penjelasannya, Marito mengaku awalnya sudah mengajak massa untuk berdialog namun tidak diindahkan, bahkan tindakan aparat yang membersihkan blokade jalan justru membuat massa tidak terima hingga akhirnya bentrokan terjadi. Saat itu, warga mengucapkan dzikir Hasbullah Wanikmal Wakil. Marito mengklaim bahwa terjadi eskalasi meningkat, warga desa Wadas berzikir hasbunallah wanikmal wakil. Lantas, Kapolres Purworejo ini secara sepihak menafsirkan dzikir tersebut digunakan untuk melaksanakan perang. Rizal menuduh, warga desa telah mendesain tempat itu, sudah mempersiapkan tempat itu untuk perang. Sebuah sikap yang jahil terhadap ajaran Islam sekaligus patut diduga mengidap Islamphobia. Patut juga diduga, ada motif jahat Kapolres Purworejo mengaitkan dzikir dengan persiapan perang. Padahal, Membaca dzikir merupakan anjuran bagi umat Muslim. Memang benar, Salah satu bacaan dzikir yang Mashur adalah bacaan hasbunallah wanikmal wakil nikmal maula wanikman nasir. Artinya : “cukuplah Allah sebagai tempat diri bagi kami, sebaik-baiknya pelindung dan sebaik-baiknya penolong kami”. Dzikir ini bisa dibaca dalam segala keadaan, yang menunjukkan tawakal hanya kepada Allah SWT. Dzikir ini bisa dibaca setelah sholat, saat bepergian, saat ditimpa bencana, ujian, dan dalam segala keadaan. Tidak ada satupun ketentuan, yang menjelaskan bahwa dzikir ini hanya dibaca pada kondisi perang. Bahkan, dzikir ini biasanya dibaca bersamaan dengan wirid setelah selesai sholat lima waktu. Tuduhan dzikir ini dibacakan sebagai sebuah pengkondisian dan persiapan perang warga desa Wadas, bukan saja tuduhan terhadap warga desa Wadas, tetapi juga kepada seluruh umat Islam. Umat Islam mengamalkan dzikir ini dalam semua kondisi dan keadaan, sebagai bentuk ketawakalan kepada Allah SWT. Boleh jadi, musibah kekerasan di Wadas adalah karena kesalahan tafsir Kapolres Purworejo yang menafsirkan warga siap perang hanya karena membaca dzikir Hasbunallah Wanikmal wakil. Dan boleh jadi, perilaku represif aparat didasari oleh tafsiran keliru Kapolres Purworejo AKBP Rizal Marito yang menganggap warga desa siap perang. Karena itu, Kapolres Purworejo AKBP Rizal Marito harus meminta maaf secara terbuka kepada umat Islam atas kelancangan dan tuduhan jahatnya terhadap ajaran dzikir Islam sekaligus tuduhannya terhadap Warga Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo. Adalah benar, warga desa Wadas berdzikir dan bertawakal hanya kepada Allah SWT, karena penguasa dan aparat negara tidak mengayomi dan melindungi mereka, memaksa merampas tanah mereka dengan dalih menambang batu andesit untuk proyek strategis nasional Waduk Bener. Tidak ada tempat meminta pertolongan bagi warga desa Wadas, selain kepada Allah SWT. Selain meminta maaf, sudah selayaknya Kapolres Purworejo AKBP Rizal Marito dicopot dari jabatannya. Tidak boleh jabatan Kapolres, diberikan kepada orang yang diduga mengidap Islamophobia. |
ISLAM
Cari artikel? Gunakan Search Box di pojok kanan atas halaman ini. Kebenaran Quran dan Ajaran IslamMenyampaikan bukti-bukti kebenaran Quran dan ajaran Islam melalui tulisan dan pengakuan ahli ilmu pengetahuan dunia yang diambil dari berbagai sumber.
Archives
July 2024
Categories
All
kirim pesan [email protected]
|