Oleh Syekh Imran Hosein
Agar terhindar dari fitnah Dajjal di akhir jaman, Rasulullah SAW mengatakan hendaklah baca 10 ayat dalam surah Al Kahfi. Ini mengisyaratkan bahwa ayat-ayat ini dan Surah Al Kahfi sangat penting untuk diperhatikan baik-baik oleh semua muslim yang hidup di akhir jaman. Rasulullah SAW mengingatkan bahwa Dajjal akan datang dengan membawa dua hal: sungai dan api. Tetapi sungai Dajjal adalah api dan api Dajjal adalah sungai yang dingin. Siapapun yang terjatuh di sungai Dajjal akan menemukan beban dosa-dosanya bertambah. Siapapun yang terjatuh di api Dajjal (seperti orang-orang di Gaza dan Kashmir), beban dosa-dosanya akan berkurang. Jadi Dajjal adalah “Master of Deception” atau Ahli Sulap, Ahli Berbohong. Dajjal membuat jalan ke surga terlihat seperti jalan ke neraka dan membuat jalan ke neraka terlihat seperti jalan ke surga. Dengan kata lain penampakan dan kenyataan berbeda satu sama lainnya. Siapapun yang hanya melihat dengan “satu mata” akan membuat pertimbangan dengan dasar pengetahuan eksternalnya. Dajjal hanya melihat dengan “satu mata”. Ingat apa yang dikatakan Rasulullah SAW, semua nabi diingatkan Allah tentang Dajjal. Dajjal melihat dengan mata kirinya. Mata kanannya buta. Tetapi Allah tidaklah bermata satu. Antara kedua matanya tertulis kata “Kafir” dan setiap orang mukmin akan bisa melihatnya, termasuk mereka yang tidak bisa baca-tulis. Ketika dikatakan Dajjal melihat dengan mata kirinya, ini melambangkan sisi eksternal yaitu pengetahuan yang diperoleh dari luar dirinya seperti ilmu pengetahuan alam. Ketika dikatakan Dajjal mata kanannya buta, ini melambangkan kebutaan di sisi internal dirinya. Allah berfirman tentang internal diri yg buta: “mereka punya mata tetapi tidak melihat, mereka punya telinga tetapi tidak mendengar, mereka punya hati tetapi tidak mengerti, mereka seperti binatang ternak”. Allah juga mengatakan: “jika kamu buta di dunia ini, kalian akan buta juga di akhirat dan bahkan di dunia akan semakin tersesat”. Dajjal buta pengetahuan internal diri dan dia menginginkan semua manusia juga buta pengetahuan internal seperti dirinya yaitu orang yang hanya bisa melihat dengan satu mata. Jika dia bisa mengubah kita semua menjadi orang yang buta pengetahuan internal maka kita akan melihat jalan menuju surga dan kita akan mengatakan “ini jalan menuju surga” dan kita akan mengikuti jalan itu tetapi jalan itu akan membawa kita ke neraka. Jika kita buta pengetahuan internal, Dajjal akan menunjukkan jalan menuju ke neraka dan kita akan mengatakan “tidak, saya tidak ingin ke neraka”, tetapi itulah jalan menuju surga. Jadi kita membayar harga yang luarbiasa mahal, jika tidak bisa menembus dibalik bentuk eksternal untuk menemukan substansi internal (atau takwil / hikmah dibalik peristiwa). Allah mengutus satu orang kepada mereka yang mengatakan: “kami adalah orang yang dipilih Allah, kami terlahir lebih unggul dari manusia lain, kami adalah para elit dunia, kami adalah elit intelektual umat manusia”. Lihatlah Hadiah Nobel. Dan mereka memandang rendah kita semua, terhadap semua umat manusia lainnya. Jadi Allah mengirim pesan ini kepada mereka. Tetapi Allah menggunakan Nabi mereka (Nabi Musa AS) untuk mengirimkan pesan ini. Nabi Musa AS ketika itu berada di Bukit Sinai dan hendak menjalankan shalat. Nabi Musa AS menyampaikan khutbah kepada kaumnya. Seseorang menghampirinya dan mengatakan: “Oh Musa, betapa bagusnya khutbahmu. Engkau pasti orang yang paling terpelajar di dunia”. Nabi Musa AS menjawab: “Iya, betul saya orang yang paling terpelajar di dunia”. Kemudian Allah mengatakan: “Tidak. Engkau bukanlah yang paling terpelajar. Ada seorang yang lebih terpelajar darimu”. (Pesan ini diberikan kepada mereka bahwa di akhir jaman bahwa akan ada hamba Allah yg lebih terpelajar dari kamu “Washington” jadi berhati-hatilah). Nabi Musa AS mengatakan, “Saya ingin menemuinya”. (ini nasehat yang diberikan kepada bani Israel, “kamu sebaiknya pergi cari orang yang lebih terpelajar dari kamu”). Allah mengatakan: “Engkau akan menemukannya di majma’ul Bahrain.” Di dalam hadis disebutkan meskipun kita tidak tahu namanya tetapi orang ini disebut Khidr. Adapun Khidr artinya hijau. Jadi mengapa dia mendapat julukan “hijau”?. Rasulullah SAW menjawab pertanyaan ini: “dia datang ke tanah tandus dan ketika ia duduk di tanah itu segalanya berubah menjadi hijau”. Begitulah maka orang ini dipanggil dengan nama Khidir. Artinya pengetahuan yang diperoleh orang ini bukanlah pengetahuan mekanikal, bukanlah pengetahuan yang berasal dari sebuah pabrik yang diulang berkali-kali. Bukan. Pengetahuan yang datang dari dirinya seperti hujan yang jatuh dari langit. Dia membangkitkan hati yang mati menjadi hidup kembali. Dia menghidupkan kembali orang-orang, kota, menghidupkan kembali dunia. Ini bukan pengetahuan biasa. Ini adalah pengetahuan yang memberikan nyala api di dalam hatimu dan mengubah hidupmu. Itulah orangnya. Orang ini bukanlah ulama biasa. Dia adalah ulama akhir jaman. Jika anda menemukan orang seperti ini, ikutilah dia. Di mana kamu bisa menemukannya? Kamu bisa menemukannya di “majma’ul bahrain”, yaitu di tempat dua lautan bertemu. Tetapi dengan bijaksana Allah menurunkan dua versi dalam Al Qur’an yaitu ayat Muhkamat yang bisa dipahami langsung oleh semua orang termasuk “Washington”, dan ayat Mutasyabihat yang mereka tidak bisa memahaminya. Ketika Allah mengatakan dalam Al Qur’an bahwa Al Qur’an tidak bisa disentuh kecuali dalam keadaan suci, bukanlah dalam arti lahiriah tetapi mengisyaratkan bahwa ilmu pengetahuan yang ada di dalam Al Qur’an sedemikian luasnya sehingga tidak bisa dipahami sedikitpun jika anda tidak memiliki hati yang bersih dan suci. Ketika Allah mengatakan “kamu akan menemukan orang ini di majma’u bahrain yaitu di tempat di mana dua lautan bertemu” maka Allah berbicara tentang lautan pengetahuan yang diperoleh secara eksternal (itu sebabnya kita harus sekolah) dan lautan pengetahuan yang diterima secara internal. Jika kedua ilmu ini bergabung secara harmonis di sanalah kita akan menemukannya. Orang yang paling terpelajar. Musa AS memutuskan untuk berjalan mencari “majma’ul bahrain”. Dia membawa seorang anak muda bersamanya. Mereka pergi ke Irak dan berhenti untuk tidur sebentar, setelah bangun mereka berjalan lagi melewati sebuah batu. Tiba-tiba Nabi Musa AS merasa lelah dan meminta pembantunya mengambilkan makanan untuknya. Pembantunya mengatakan: “Maaf, saya lupa mengatakannya. Ketika kita berhenti di batu tadi, ikannya melompat dengan cara yang aneh ke laut.” Allah mengatakan: “Tidak. Dia tidak lupa, tetapi setanlah yang menyebabkannya lupa”. Maka Nabi Musa AS kembali ke tempat yang dimaksud. Dia menemukan orang itu duduk di atas batu. Hikmah: “Seorang paling terpelajar di dunia tidak duduk di atas pasir yang jika angin bertiup ke kiri dia harus menghadap ke kiri dan jika angin bertiup ke kanan dia harus menghadap ke kanan. Dia duduk di atas sebuah batu. Dia memiliki punggung kuat dan akan tetap di sana meski angin bertiup sekuat apapun juga. Mereka tidak bisa membuat dia takut dengan “911”. Dia berdiri kokoh atas kebenaran tanpa mempedulikan berapapun besar taruhannya. Inilah hamba Allah. Ketika berbicara, dia berbicara dengan renyah dan anggun. Tetapi bahasanya, kata-katanya seperti peluru. Di akhir jaman akan kita temui orang yg paling terpelajar duduk di atas batu. Carilah dia untuk melihat seperti apa tulang punggung yang dimilikinya.” Musa AS berkata kepadanya: “Saya ingin mengikutimu untuk belajar ilmu yang telah diajarkan Allah kepadamu”. Jawaban yang diberikannya demikian indahnya. Jawabannya ini menjadi sangat penting untuk orang yang hidup di akhir jaman. Jawabannya tertuju kepada orang yang merasa paling pintar dan paling hebat di dunia akhir jaman dan memandang rendah kepada hamba Allah. Mereka yang mencoba menaruh terror di dalam hati kita untuk membungkam kita. Dia berkata: “Tidak, Musa. Engkau tidak akan tahan dengan apa yang akan saya katakan. Engkau tidak punya kesabaran. Dan bagaimana engkau akan bisa bersabar terhadap apa yang di luar kemampuan engkau untuk memahaminya.” Zionis gigit jari dengan pernyataan ini. Musa AS menjawab: “Saya akan sabar”. Khidir menjawab: “Baiklah. Engkau bisa ikut bersamaku. Engkau bisa belajar dengan aku tetapi engkau tidak boleh bertanya apapun”. Selanjutnya terjadilah tiga peristiwa. Pertama tentang perahu. Kedua tentang pemuda. Ketiga tentang dinding rumah. Musa AS berjalan bersama Khidir AS menyeberangi sungai dengan perahu. Pemilik perahu kenal dengan Khidir dan tidak meminta biaya apapun kepada mereka. Tetapi ketika menyeberangi sungai itu Khidir AS turun ke dasar perahu dan merusaknya. Musa AS sangat gusar. Bukankah mereka ini nelayan miskin? Nelayan ini telah menolong mereka dengan perahu tanpa meminta bayaran. Inikah balasannya? Musa menggunakan pengetahuan eksternal untuk membuat penilaian. Hasilnya menurut penilaian Musa AS ini adalah perbuatan buruk dan dia mengutuknya. Musa AS kemudian bertanya mengapa Khidir AS melakukan hal ini. Khidir AS mengingatkan bahwa Musa AS sudah berjanji tidak bertanya apa-apapun. Musa AS memohon maaf. Setelah itu merekapun pergi dan menjumpai seorang pemuda. Khidir AS membunuh pemuda ini. Musa AS kembali gusar karena ingat dia sendiri pernah tidak sengaja memukul seseorang sampai meninggal dan mendapat hukuman yg menakutkan karena kesalahan itu. Musa AS kembali menanyakan Khidir AS mengapa dia membunuh pemuda itu. Khidir AS menjawab: “Bukankah sudah saya katakan bahwa engkau tidak akan bisa bersabar bersama saya? Engkau seharusnya tidak bertanya apa-apa?”. Musa AS akhirnya berjanji tidak akan bertanya lagi dan jika saya melakukannya silahkan hentikan. Merekapun melanjutkan perjalanan dan tiba di sebuah desa. Tetapi penduduk desa tidak mau menjamu mereka. Musa AS kecewa kepada mereka. Kemudian dia melihat Khidir AS melakukan sesuatu yang aneh. Ada sebuah dinding yang hampir roboh. Khidir AS mengeluarkan sendiri dana untuk memperbaiki kembali dinding ini. Musa AS akhirnya mengatakan kepada Khidir AS: “Setidaknya kamu bisa mendapatkan kembali uang kamu. Mengapa kamu tetap melakukannya?”. Khidir AS akhirnya mengatakan: “Inilah saat kita berpisah. Tetapi sebelum itu, biarlah aku berikan takwil dari perbuatanku yang engkau tidak bisa bersabar terhadapnya. Perahu itu milik nelayan miskin. Saya merusaknya agar Raja lalim di seberang tidak berkeingininan untuk mengambil perahu yg sudah dirusaknya itu. Kemudian pemuda yang dibunuh itu karena dia kelak bisa memurtadkan kedua orangtuanya. Sayapun berdoa agar Allah menggantinya dengan pemuda yang lebih baik. Mengenai dinding itu, ada orang soleh yang memiliki uang untuk diwariskan kepada anaknya tetapi tidak ada orang yang bisa ia titipkan amanah maka dia menggali lubang dan menguburkan uangnya itu dan membangun dinding di atasnya. Karena dinding itu hampir roboh, Allah menyuruhku untuk memperbaikinya agar uang itu tetap tersimpan dan ketika anak-anaknya sudah dewasa maka uang itu masih ada di sana untuk mereka. Inilah takwil yang engkau tidak bisa bersabar terhadapnya. Sekarang engkau boleh pergi”.
0 Comments
Leave a Reply. |
ISLAM
Cari artikel? Gunakan Search Box di pojok kanan atas halaman ini. Kebenaran Quran dan Ajaran IslamMenyampaikan bukti-bukti kebenaran Quran dan ajaran Islam melalui tulisan dan pengakuan ahli ilmu pengetahuan dunia yang diambil dari berbagai sumber.
Archives
July 2024
Categories
All
kirim pesan [email protected]
|