Ini kedua kalinya saya mengikuti pengajian Ramadhan di rumah keluarga bpk/ibu Ariffi Nawawi, mantan Presiden Direktur Pertamina. Pertama kali adalah di Ramadhan tahun lalu. Seperti tahun lalu kali ini hadirin yang datang berpasangan suami-istri dan rata-rata berusia di atas 70 tahun kecuali beberapa orang termasuk saya yang masih 50 an. Meski begitu rata-rata masih sehat dan kuat. Hanya 2 - 3 orang saja yang berjalannya harus dibantu tongkat. Saya kenal dengan beberapa orang yang kebetulan juga hadir tahun lalu seperti Bpk/Ibu Hadi Daryono, Bpk/Ibu JC Muchtar, Bpk/Ibu Syahrul, dan Bpk/Ibu Soni. Beberapa tamu masih terbawa rasa duka dengan wafatnya almarhum Thabrani Ismail beberapa hari sebelumnya. Hari itu adalah hari istimewa bagi pasangan Bpk/Ibu Ariffi Nawawi yang merayakan ulangtahun pernikahan ke 41 tahun. Semua yang hadir adalah sahabat-sahabat dekat Bpk/Ibu Ariffi Nawawi yang hari itu mendoakan dengan tulus agar mereka dianugrahi hidup sehat dan berkah serta senantiasa dalam ridha Allah. Berada di tengah-tengah para mantan pejabat Pertamina ini membawa suasana tersendiri. Mereka semua adalah pasangan-pasangan yang pernah sukses berkarir di perusahaan bergengsi di Indonesia. Meskipun demikian terasa sekali dari diskusi-diskusi sore itu bahwa semua hadirin berusaha sekuat tenaga untuk memahami agama dan maksimal dalam melaksanakan ajaran agama dengan baik. Acara dimulai sore hari setelah ashar. Pak ustadz membuka ceramahnya dengan mengemukakan betapa semua orang serius dan dengan sungguh-sungguh bekerja keras siang dan malam membina karirnya sampai bisa meraih kesuksesan duniawi. Selanjutnya pak ustadz menanyakan seberapa serius dan sungguh-sungguh kita bekerja untuk mempersiapkan hidup sesudah mati? Padahal hidup sesudah mati tidak terhingga batas waktunya berbeda dengan hidup di dunia yang hanya singkat. Mengapa sangat sedikit kita yang bersungguh-sungguh bekerja keras untuk mempersiapkan kehidupan kita yang baik sesudah mati?
Pak ustadz melanjutkan dengan memberi tips bagaimana agar apa yang kita lakukan dalam rangka meraih kesuksesan duniawi juga sekaligus bisa menjadi bekal hidup kita di akhirat kelak. Sederhana saja. Maknailah semua kegiatan duniawi dengan makna ukhrawi. Sebagai contoh, harta yang kita miliki misalnya mobil atau rumah, bisa kita manfaatkan untuk kepentingan dakwah. Pak ustadz memberikan contoh seorang sahabat nabi bernama Abdurahman Rauf seorang saudagar kaya raya. Suatu ketika nabi menghimbau penggalangan dana untuk menghadapi perang badar. Sahabat yang lainnya melaporkan kepada nabi bahwa Abdurahman Rauf telah menyerahkan seluruh hartanya untuk memenuhi himbauan nabi. Ketika nabi menanyakan langsung berita ini kepada Abdurahman Rauf, dengan penuh hormat dia menjawab: "Bukankah baginda juga yang mengajarkan dalam surat At Taghabun Ayat 17 bahwa Jika kamu meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya Allah melipat gandakan pembalasannya kepadamu dan mengampuni kamu. Dan Allah Maha Pembalas Jasa lagi Maha Penyantun." Ternyata keyakinan Abdurahman Rauf tentang kebenaran Surat At Taghabun Ayat 17 inilah yang mendorongnya menyerahkan seluruh hartanya untuk dana perang badar. Selanjutnya pak ustadz kembali memberikan tips agar hadirin segera membuat wasiat. Beliau menjelaskan bahwa ketika seseorang menginggal dunia maka ada tiga hal yang wajib diselesaikan lebih dulu oleh ahli warisnya sebelum boleh melaksanakan pembagian warisan. Ketiga hal tsb adalah: 1) mengeluarkan biaya untuk penyelenggaraan wajib kifayah (penguburan), 2) melunasi hutang, 3) menunaikan wasiat almarhum. Wasiat ini maksimum yang diperbolehkan adalah sebanyak 1/3 harta yang dimiliki. Inilah kesempatan kita untuk mendapatkan amal jariah (amal yang tetap dicatat Allah meskipun kita sudah meninggal dunia) yaitu melalui wasiat ini. Wasiatkanlah agar 1/3 harta anda ini diserahkan oleh ahli waris Anda kepada ke 8 aznaf (golongan) yang berhak menerimanya. Catatan: 8 aznaf ini adalah 1) fakir, 2) miskin, 3) amil (orang yang dilantik untuk memungut zakat), 4) muallaf (seorang yang baru memeluk agama Islam), 5) riqab (seorang yang terikat, tidak bebas atau budak), 6) gharimin (orang yang terlilit hutang), 7) fisabilillah (orang yang berjuang menegakkan agama Allah), 8) ibnus sabil (musafir yang kehabisan bekal perjalanan). Tak lama setelah pak ustadz menyampaikan ceramahnya, waktu azan maghribpun tiba. Kami semua mengambil hidangan pembuka puasa dan shalat maghrib berjamaah. Usai shalat maghrib kami dipersilahkan menyantap hidangan berbuka puasa. Semuanya lezat dan nikmat terasa di lidah. Saya memilih mengambil shabu-shabu dulu baru menikmati hidangan utamanya. Kamipun lanjut bertarawih berjamaah sebelum berpisah. Helfia Nil Chalis. Bisnis Internet. Helfia Store.
0 Comments
Leave a Reply. |
ISLAM
Cari artikel? Gunakan Search Box di pojok kanan atas halaman ini. Kebenaran Quran dan Ajaran IslamMenyampaikan bukti-bukti kebenaran Quran dan ajaran Islam melalui tulisan dan pengakuan ahli ilmu pengetahuan dunia yang diambil dari berbagai sumber.
Archives
July 2024
Categories
All
kirim pesan [email protected]
|