by M Rizal Fadillah
Komnas HAM menuai kecaman karena tak mampu menuntaskan tugas penyelidikan dengan baik. Terlalu banyak pertanyaan yang menyertainya seperti benarkah tembak menembak, di mana dua orang tewas ditembak, siapa penembak dua dan empat anggota laskar, bagaimana menjelaskan bekas luka dugaan siksaan, siapa saja penumpang dua mobil pembuntut misterius yang bukan polisi, mobil "sang komendan" Landcruiser itu milik siapa, dan masih banyak lagi pertanyaan lain. Nyaris pekerjaan sia-sia Komnas HAM karena gagal menemukan fakta-fakta penting. Normatif, tak ambil risiko, dan ujungnya pro-Polisi. Bahkan semakin ke sini justru terkesan Komnas HAM sekedar menjadi juru bicara Kepolisian. Lebih menyebalkan setelah secara kontroversial melapor ke Presiden. Presiden bukan atasan Komnas HAM dan Komnas bukan bekerja atas dasar perintah Presiden. Pimpinan Pusat Muhammadiyah tanggal 18 Januari 2021 menyatakan bahwa pekerjaan Komnas HAM tidak tuntas dan diminta untuk mendalami kembali hingga ditemukan aktor intelektual dari kejahatan "unlawful killing" tersebut. Kualifikasinya bukan semata pelanggaran HAM tetapi pelanggaran HAM berat. Presiden hendaknya mendukung pendalaman atau investigasi guna menyeret aktor intelektual hingga proses peradilan. Diduga kuat peristiwa pelanggaran HAM berat "Km 50" bukan insiden kebetulan karena berawal dari pengintaian dan pembuntutan intens HRS dan FPI. Suatu cara kerja tidak lazim bahkan berindikasi melanggar hukum. Keberadaan mobil Landcruiser yang datang "mengomandani" pembunuhan atau pembantaian patut untuk ditelusuri. Begitu juga dengan keberadaan surat perintah atau surat tugas. Bisa saja aktor intelektual perbuatan aparat brutal ini adalah Kapolda Metro Jaya, bisa pula Kapolri. Bukan mustahil juga Presiden Republik Indonesia. Karenanya perlu kejelasan. Meski pihak Kepolisian telah membantah keterlibatan atasan, akan tetapi indikasi yang ada menuntut untuk pengusutan lebih lanjut. PP Muhammadiyah mendesak agar dapat ditemukan aktor intelektual dari kejahatan ini. Ditemukan dan lebih lanjut diproses hukum aktor intelektual pelanggaran HAM berat "Km 50" ini sangat penting untuk sekurangnya tiga hal. Pertama, agar tidak terbiasa mengorbankan bawahan untuk melepas tanggungjawab atasan dan kepentingan politik yang lebih luas. Kedua, menjadi terobosan atas banyaknya kasus pelanggaran HAM yang menggantung dan terus menjadi tagihan perilaku rezim. Ketiga, dapat menghindari keterlibatan lembaga penyelidikan dan peradilan HAM internasional. Dari pantauan publik dan juga laporan "sederhana" Komnas HAM, maka peristiwa pelanggaran HAM berat "Km 50" diduga kuat menjadi peristiwa berdisain matang dan panjang yang melibatkan satu atau lebih aktor intelektual. Karenanya desakan PP Muhammadiyah bukan saja rasional dan obyektif, tetapi juga merupakan jalan strategis bangsa untuk menghargai dan memuliakan Hak Asasi Manusia. *) Pemerhati Politik dan Kebangsaan Bandung, 20 Januari 2021
0 Comments
PETUNJUK DARI DR dr ERLINA BURHAN SpP (K), KETUA PDPI JAYA, SIE ILMIAH PDPI PUSAT
Petunjuk dari Pusat Pengendalian Penyakit Amerika Serikat (CDC USA). Bukti Ilmiah Terkini Perihal Penularan Virus Corona.
Pertanyaan: Siapa saja yang berpotensi tertular Covid-19 ?
Seberapa banyak virus yang dapat menyebabkan seseorang terjangkit Covid19 ? AGAR SEORANG TERJANGKITI DIPERLUKAN 1.000 VP (VIRAL PARTICLES) Pada lingkungan umum tingkat penyebaran adalah sbb :
Jadi perhitungannya adalah Sebagai berikut : BERHASIL TERTULAR = jumlah virus X jumlah waktu BILAMANA ANDA :
Sumber Rujukan: 1.https://www.erinbromage.com/post/the-risks-know-them-avoid-them 2.https://www.cdc.gov/coronavirus/2019-ncov/faq.html Jakarta, Id-Times 15/1/2021 mewartakan bahwa Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme (RAN PE).
Sasaran umum RAN PE adalah untuk meningkatkan pelindungan hak atas rasa aman warga negara dari ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme, sebagai bagian dari pelaksanaan kewajiban negara terhadap hak asasi manusia dalam rangka memelihara stabilitas keamanan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kita perlu memahami lebih dahulu tentang definisi dari nomenklatur EKTREMISME tersebut. Menurut Merriam-Webster Dictionary, ekstremisme secara harfiah artinya “kualitas atau keadaan yang menjadi ekstrem” atau “advokasi ukuran atau pandangan ekstrim”. Istilah ekstremisme banyak dipakai dalam esensi politik atau agama, yang merujuk kepada ideologi yang dianggap berada jauh di luar sikap masyarakat pada umumnya. Menurut Dr. Alex P. Schmid (2014), kelompok ekstremis merupakan kelompok yang menganut paham kekerasan ekstrem atau ekstremisme. dibandingkan radikalis, ekstremis cenderung berpikiran tertutup, tidak bertoleransi, anti-demokrasi dan bisa menghalalkan segala cara, termasuk penipuan, untuk mencapai tujuan mereka. Kelompok ekstremis juga berpikiran tertutup. Kelompok ini berbeda dengan kelompok radikalis, kelompok yang menganut paham radikal atau radikalisme. (“Radicalisation, De-Radicalisation, Counter-Radicalisation: A Conceptual Discussion and Literature Review”, 2014: h. 56) Setelah memahami definisi konsep ekstremisme, selanjutnya perlu dipertanyakan siapa saja yang berpotensi melakukan tindakan EKSTREM atau berpaham EKSTREMISME? Apakah hanya rakyat atau mungkinkah Pemerintah (Rezim atau oknum pejabat yang berkuasa) berpaham ekstremisme? Perpres RAN PE mempunyai 5 sasaran, yaitu: 1. Meningkatkan koordinasi antarkementerian/lembaga dalam mencegah dan menanggulangi ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme (ekstremisme); 2. Meningkatkan partisipasi dan sinergitas pelaksanaan program pencegahan dan penanggulangan ekstremisme yang dilakukan kementerian/lembaga, pemda, masyarakat sipil, dan mitra lainnya; 3. Mengembangkan instrumen dan sistem pendataan dan pemantauan untuk mendukung upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan ekstremisme; 4. Meningkatkan kapasitas aparatur dan infrastruktur secara sistematis dan berkelanjutan, untuk mendukung program-program pencegahan dan penanggulangan ekstremisme; 5. Meningkatkan kerja sama internasional, baik melalui kerja sama bilateral, regional, maupun multilateral, dalam pencegahan dan penanggulangan ekstremisme. Jika kita perhatikan, sasaran Perpres ini terkesan menyasar kepada ekstremisme yang dilakukan rakyat saja bukan kepada Pemerintah sendiri atau pejabat pemerintah sendiri. Hal ini disebabkan ada kemungkinan besar pejabat pemerintah pun terpapar paham ekstremisme. Pejabat pemerintah harus menjadi contoh bagi rakyatnya untuk tidak bertindak secara ekstrem dalam menyelesaikan permasalahan dan menghadapi rakyatnya. Dalam mempertahankan status quo, pejabat pemerintah dapat juga cenderung berpikiran tertutup, tidak bertoleransi, anti-demokrasi dan bisa menghalalkan segala cara, termasuk penipuan, untuk mencapai tujuan Pemerintah. Sesuai konsensus nasional tanggal 18 Agustus 1945, para founding fathers menjadikan Pancasila sebagai DASAR NEGARA. Bukan hanya sebagai Dasar Negara, Pancasila juga sebagai IDEOLOGI bangsa yang konon disebut sebagai ideologi terbuka. Pancasila merupakan milik semua masyarakat Indonesia, bukannya milik individu atau golongan saja, isi yang terkandung didalam Pancasila bersifat terbuka, dapat diikuti atau dimengerti oleh setiap generasi bangsa tanpa harus mengubah isi dari Pancasila, dan Pancasila juga dapat disesuaikan dengan perkembangan zaman. Sehingga Pancasila merupakan ideologi yang relevan dan actual. Pancasila menghargai PLURALITAS, perumusan definitif Pancasila dicapai justru karena didorong oleh semangat untuk tetap menghargai PLURALITAS tersebut, termasuk pluralitas ideologi. Sejarah membuktikan bahwa negara-negara bangsa yang ada di dunia ini pernah menggunakan 3 ideologi besar, yaitu liberal kapitalisme, sosial komunisme dan Islam. Itu fakta pluralitas ideologi. Bagaimana dengan Pancasila? Saya kira kita tidak bisa serta merta menampik bahwa Pancasila itu murni dari Indonesia. Jika kita simak proses perumusannya, ternyata Pancasila disusun atas pertarungan pluralitas ideologi yang ada. Warna sosialisme ada, warna liberalisme ada dan juga warna Islamnya ada. Atas fakta ini saya kira para pejabat pemerintah tidak boleh menutup mata relasi Pancasila dengan ideologi-ideologi yang dimiliki warga bangsa Indonesia dengan kata lain mesti bersifat terbuka. Setidaknya tetap memelihara karakter dialogis antar ideologi. Selama tidak ada unsur tindakan makar, maka pejabat pemerintah tidak boleh memberangus, menutup, mematikan ideologi dengan kekerasan apalagi mempersekusi, memidana bahkan membunuh para penganut ideologi tersebut. Ideologi yang dianut oleh kelompok, membutuhkan organisasi sebagai sarana untuk mengejawantah-kan ide-ide dasar yang diakui kebenarannya. Ada ormas, ada orpol, ada lembaga swadaya masyarakat, ada negara yang semua organisasi tersebut akan dipakai sebagai kendaraan implementasi ideologi. Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) dan Organisasi Politik (Orpol) dalam perjalanan sejarah Indonesia juga memiliki ideologi, misalnya Ormas Islam NU, Muhammadiyah, HTI, FPI dan lain sebagainya adalah ormas yang mengaku berideologi Islam. Apakah salah? Tentu saja tidak karena kita juga telah bersepakat bahwa diperbolehkan oleh UU sesuatu ormas atau orpol untuk memiliki asas atau ideologi lain selain Pancasila yang penting tidak bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila. Islam jelas tidak mungkin dikatakan bertentangan dengan Pancasila dan oleh karenanya ormas dan orpol yang memiliki asas Islam tidak boleh dikatakan ORMAS / ORPOL EKSTREM atau menganut paham ekstremisme. Itu logika yang seharusnya dibangun. Memusuhi ormas atau orpol yang berbasis ideologi Islam sama artinya membuat Pancasila bukan sebagai ideologi TERBUKA melainkan ideologi TERTUTUP yang justru akan rentan keambrukannya. Penggunaan kekerasan oleh pejabat pemerintah dalam berkonflik dengan ormas Islam tertentu dapat dikatakan sebagai tindakan ekstrem karena boleh jadi pejabat pemerintah tersebut cenderung berpikiran tertutup, tidak bertoleransi, anti-demokrasi dan bisa menghalalkan segala cara, termasuk penipuan, untuk mencapai tujuan mereka. Atas dasar pemikiran ini, tidak berlebihan kiranya jika peristiwa extrajudicial killings atas 6 anggota laskar FPI dapat disebabkan oleh karena pemerintah atau setidaknya pejabat pemerintah telah melakukan tindakan ekstrem atau menganut paham ekstremisme dalam menghadapi rakyatnya. Jadi penggunaan kekerasan justru diutamakan tanpa adanya kondisi emergensi sehingga oleh Komnas HAM disimpulkan bahwa tindakan aparat pemerintah (aparat penegak hukum) telah melanggar HAM meskipun tidak dikategorikan sebagai pelanggaran HAM BERAT oleh Komnas HAM. Tindakan polisi ini bukan saja dikatakan ekstremisme tetapi juga vandalisme dalam bentuk eighenrichting (main hakim sendiri). Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa ekstremisme itu berpotensi dilakukan oleh rakyat juga oleh pejabat pemerintah sendiri. Oleh karena itu, agar sasaran umum dan sasaran khusus RAN PE melalui Perpres No. 7 Tahun 2021 ini berhasil, ke depan Pemerintah harus memberikan contoh untuk secara dialogis menyelesaikan permasalahan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dengan tindakan yang toleran, terbuka, dialogis dan tidak mengutamakan tindakan kekerasan. Pemerintah juga tidak boleh main tuduh terhadap kelompok agama, khususnya Islam telah melakukan ekstremisme, radikalisme lantaran umat Islam berusaha untuk menjalankan syariat Islam secara kafah mengingat hal itu merupakan kewajiban yang diperintahkan oleh Alloh, Tuhan Yang Maha Pencipta alam seisinya. Sebaliknya rakyat juga harus memahami rambu-rambu hukum dalam menjalankan syariat Islam secara kaffah agar benturan dengan kepentingan status quo tidak melebar. Yang perlu dipahami bersama adalah bahwa Islam tidak mengajari umatnya untuk berbuat ekstrem tetapi mengajarkan umatnya untuk istiqomah dengan jalan dakwah bil hikmah. Tidak boleh ada makar dan penggunaan jalan kekerasan dalam membumikan ajaran Islam yang agung di bumi Indonesia khususnya. Jadi, jika pemerintah ingin agar rakyatnya tidak melakukan tindakan ekstremisme, berikan contoh kepada rakyat untuk menghindari berpikiran tertutup, tidak bertoleransi, anti-demokrasi dan bisa menghalalkan segala cara, termasuk penipuan, untuk mencapai tujuan pemerintah. Tabik...!!! Semarang, Sabtu: 16 Januari 2021 Oleh : Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik Aksi gagah-gagahan PPATK yang memblokir 79 rekening bank terkait FPI jika tidak segera dihentikan, bisa berbuntut panjang. Pasalnya, aksi ngawur ini berpotensi mendapatkan perlawanan dari masyarakat. Masyarakat tentu saja khawatir dengan dana mereka di perbankan, akibat mekanisme pemblokiran tanpa proses hukum, suka suka PPATK. Apa yang menimpa 79 rekeningnya bank itu juga bisa menimpa rekening milik masyarakat lainnya. Masyarakat tak merasa memiliki jaminan keamanan, karena tidak ada ukuran objektif dalam pemblokiran. Semua sangat subjektif, terserah PPATK. Terakhir, rekening keluarga milik Munarman yang peruntukannya untuk berobat ibundanya, juga menjadi sasaran kengawuran PPATK. Masyarakat tentu tak ingin, pemblokiran itu terjadi pada rekening mereka. Karena itu, masyarakat bisa saja melakukan sejumlah tindakan antisipasi dengan cara : Pertama, mengosongkan deposit uang di rekening bank dengan menyimpannya dalam bentuk cash. Kedua, tidak mengintegrasikan *pendapatan mereka baik dari gaji atau keuntungan usaha pada sistem perbankan, melainkan disimpan dalam bentuk cash dirumah-rumah mereka. Ketiga, untuk uang yang agak besar, *masyarakat akan beralih menyimpannya dalam bentuk emas baik dalam bentuk perhiasan maupun emas murni (batangan), ketimbang menyimpan uangnya dalam bentuk deposito di bank. Kalau perlawanan masyarakat ini menjadi perlawanan semesta, terjadi penarikan uang dalam jumlah besar (Rush Money), yang menyebabkan Capital Adequaty Ratio (CAR) perbankan ambles, INI BISA MEMICU KEBANGKRUTAN DUNIA PERBANKAN. Masyarakat tidak perlu menarik keseluruhan dana, jika penarikan itu sampai 10 % saja dari total dana simpanan nasabah. Artinya, jika ada 100 nasabah, 10 nasabah saja yang melakukan tindakan Rush Money, ini akan membangkrutkan perbankan. Sebab, kekuatan CAR perbankan hanya 8% saja. Jika ada Rush Money melebihi 8 %, maka modal perbankan tidak akan mungkin sanggup menambal kebutuhan dana untuk melayani kebutuhan dunia usaha. Apakah PPATK tidak menyadari bahaya dari tindakannya yang diktator ? Apakah, perbankan tidak juga mengingatkan PPATK ? Sebab, jika masyarakat melawan PPATK dengan melakukan Rush Money, yang terimbas bukan PPATK tetapi perbankan. Tindakan PPATK ini tentu malah membahayakan dunia perbankan dan sistem keuangan nasional. Kepercayaan terhadap perbankan akan berkurang, karena masyarakat merasa tidak aman, tidak nyaman, dan tidak terlindungi menyimpan dananya di perbankan. Kepada Yth,
Saudara Prof. Dr. Edward Omar Sharif Hiariej, S.H., M.Hum Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Di JAKARTA. Perihal : SOMASI UMUM Dengan Hormat, Perkenankan kami, Prof Dr. Eggi Sudjana Mastal, SH, MSI dan Ahmad Khozinudin, S.H., dalam kedudukan selaku Advokat dan Penegak Hukum berdasarkan ketentuan pasal 5 ayat (1) UU Nomor 18 tahun 2003 Tentang Advokat, mengajukan somasi ini. Sehubungan dengan pernyataan Saudara, yang menyatakan adanya sanksi pidana baik penjara maupun denda bagi siapapun menolak divaksinasi terkait mewabahnya virus Corona, berdalih ketentuan pasal 93 Jo pasal 9 UU Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan melalui akun YouTube PB Ikatan Dokter Indonesia berjudul "Webinar Nasional: Kajian Hukum, Kewajiban Warga Negara Mengikuti Vaksinasi" yang diunggah pada Sabtu (9/1/2021). Terhadapnya disampaikan hal-hal sebagai berikut : 1. Bahwa keberlakuan ketentuan pidana baik penjara satu tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah), sebagaimana saudara maksud dalam pasal 93 Jo pasal 9 ayat (1) adalah sanksi yang dilekatkan pada ketidakpatuhan pada penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan dan bukan diperuntukkan bagi setiap warga negara yang menolak vaksinasi virus Corona dengan Vaksin Sinovac. Adapun bunyi pasal 93 UU No 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan lengkapnya sebagai berikut : "Setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan/atau menghalang-halangi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sehingga menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah)." 2. Bahwa sejak ditetapkan Bencana Non Alam melalui KEPPRES No. 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Nonalam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) Sebagai Bencana Nasional tanggal 13 April 2020, Pemerintah belum atau tidak pernah menetapkan kebijakan Karantina Wilayah sebagaimana dimaksud dalam pasal 53 Jo pasal 1 angka 10 UU No 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Pemerintah Pusat melalui Pemerintah Daerah hanya menetapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) berdasarkan ketentuan pasal 59 Jo pasal 1 angka 11 UU No 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. 3. Bahwa oleh karenanya, tidak ada relevansinya menetapkan sanksi pidana baik penjara satu tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah), karena Pemerintah tidak atau belum pernah menetapkan kebijakan Karantina Wilayah. Padahal, pemberlakuan Sanksi pidana berdasarkan ketentuan pasal 93 Jo pasal 9 ayat (1) hanya berlaku bagi ketidakpatuhan pada penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan dan bukan diperuntukkan bagi setiap warga negara yang menolak vaksinasi virus Corona dengan Vaksin Sinovac. 4. Bahwa segenap rakyat diberikan hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang aman dan hak menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan baginya. Dengan demikian, menetapkan bersedia atau keberatan untuk disuntik vaksin sinovac dan memilih layanan kesehatan lain yang aman, atau memilih untuk bersabar dalam menghadapi pandemi sambil berdoa agar Allah SWT segera angkat pandemi, adalah pilihan bebas yang dijamin UU. Dalam ketentuan pasal 5 ayat 2 dan 3, UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, disebutkan : "(2) Setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau." "(3) Setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya." 5. Bahwa didalam konstitusi UUD 1945 berdasarkan ketentuan Pasal 28I ayat 1-2, disebutkan : “(1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran, dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah Hak Asasi Manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.” "(2) Setiap orang berhak bebas dari perlakuan diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif.” Kemudian, dalam ketentuan Pasal 28b ayat 2, juga disebutkan : “Setiap orang berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”. Dengan demikian, kebebasan memilih divaksin atau tidak divaksin sinovac, adalah manifestasi dari hak konstitusional berupa hak kemerdekaan pikiran, dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, hak atas bebas dari perlakuan diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif, dan hak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. 6. Bahwa tindakan Saudara Prof. Dr. Edward Omar Sharif Hiariej, S.H., M.Hum selaku Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, terkait ancaman pidana bagi warga masyarakat yang menolak vaksinasi tidak berkoordinasi dengan Menteri Hukum dan HAM RI. Faktanya, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly membantah adanya sanksi pidana bagi warga masyarakta yang menolak vaksin. Menkumham Yasonna Laoly, hanya menghimbau masyarakat tetap ikut program vaksinasi Covid-19. (13/1/2021). Karena itu, patut diduga Saudara Prof. Dr. Edward Omar Sharif Hiariej, S.H., tidak mengerti hierarki jabatan, prosedur mengeluarkan pernyataan kepada publik, serta tak memahami asas-asas umum pemerintahan yang baik. 7. Bahwa Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia berkewajiban menertibkan arus informasi dan hierarki jabatan agar Marwah dan Wibawa lembaga terjaga. Pernyataan Saudara Prof. Dr. Edward Omar Sharif Hiariej, S.H. selaku Pejabat Wamenkum HAM jelas mencoreng wibawa lembaga Kementerian Hukum dan HAM RI. 8. Bahwa pernyataan saudara Prof. Dr. Edward Omar Sharif Hiariej, S.H. selaku Pejabat Wamenkum HAM terkait ancaman pidana bagi yang menolak vaksinasi, adalah pernyataan yang patut diduga terkategori membuat dan/atau mengedarkan berita bohong. Pernyataan saudara juga patut diduga sebagai tindakan yang menyalahgunakan kekuasaan memaksa seseorang untuk melakukan, tidak melakukan, atau membiarkan sesuatu. Hal mana patut diduga melanggar ketentuan pasal 14 Jo pasal 15 UU No 1 tahun 1946 tentang Peraturan Pidana dan/atau pasal 421 KUHP. Berdasarkan hal-hal sebagaimana kami kemukakan diatas, kami melayangkan somasi umum Kepada Saudara Prof. Dr. Edward Omar Sharif Hiariej, S.H., M.Hum selaku pejabat Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, agar melakukan tindakan : Pertama, menyampaikan permohonan maaf kepada publik atas pernyataan saudara yang memberikan ancaman pidana kepada masyarakat yang tidak mengikuti program vaksinasi pemerintah, karena pernyataan dan ancaman ini tidak berdasar, ilegal dan inkonstitusional. Kedua, lebih memberikan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya vaksinasi dengan tetap memberikan alternatif pilihan kepada masyarakat tanpa mengeluarkan statement yang bisa dipahami publik sebagai 'paksaan' untuk ikut program vaksinasi. Ketiga, berjanji untuk tidak melakukan kesalahan lagi, dan akan selalu membuat kajian hukum termasuk berkoordinasi dengan atasan, sebelum mengeluarkan pernyataan kepada publik. Jika saudara tidak melakukan tindakan sebagaimana dimaksud dalam somasi ini, maka kami akan menindaklanjuti Somasi dengan membuat Laporan Polisi berdasarkan ketentuan pasal 14 Jo pasal 15 UU No 1 tahun 1946 tentang Peraturan Pidana dan/atau pasal 421 KUHP. Demikian somasi disampaikan, Jakarta, 15 Januari 2021 TTD Prof Dr. Eggi Sudjana Mastal, SH, MSI Advokat TTD Ahmad Khozinudin, S.H. Advokat Berikut ini adalah beberapa informasi tentang varian SARS-CoV-2, virus penyebab COVID-19. WHO telah merilis berita wabah terkait varian SARS-CoV-2 pada 31 Desember 2020, dan di bawah ini inti sarinya.
Varian SARS-CoV-2 1. D614G. Varian SARS-CoV-2 dengan substitusi D614G dalam gen yang mengkode protein spike muncul pada akhir Januari atau awal Februari 2020. Selama beberapa bulan, mutasi D614G menggantikan jenis SARS-CoV-2 awal yang diidentifikasi di China, dan pada Juni 2020 menjadi bentuk dominan virus yang beredar secara global. Studi menunjukkan bahwa dibandingkan dengan strain virus awal, strain dengan substitusi D614G telah meningkatkan infektivitas dan penularan. Virus SARS-CoV-2 dengan substitusi D614G tidak menyebabkan penyakit yang lebih parah atau mengubah keefektifan diagnostik laboratorium, terapeutik, vaksin, atau tindakan pencegahan kesehatan masyarakat yang ada. 2. Kluster 5. Pada bulan Agustus dan September 2020, varian yang terkait dengan infeksi di antara cerpelai yang dibudidayakan dan kemudian ditularkan ke manusia, diidentifikasi di Denmark. Hingga saat ini, pihak berwenang Denmark telah mengidentifikasi hanya 12 kasus manusia dari varian Cluster 5 pada September 2020, dan tampaknya tidak menyebar secara luas. 3. SARS-CoV-2 VOC 202012/01 (Varian Kepedulian, tahun 2020, bulan 12, varian 01). Pada 14 Desember 2020, otoritas Inggris Raya melaporkan varian yang disebut SARS-CoV-2 VOC 202012/01. Varian ini berisi 23 substitusi nukleotida dan tidak terkait secara filogenetik dengan virus SARS-CoV-2 yang beredar di Inggris Raya pada saat varian itu terdeteksi. Bagaimana dan dari mana SARS-CoV-2 VOC 202012/01 berasal tidak jelas. SARS-CoV-2 VOC 202012/01 awalnya muncul di Inggris Tenggara, namun dalam beberapa minggu mulai menggantikan garis keturunan virus lain di wilayah geografis ini dan London. Temuan awal menunjukkan bahwa SARS-CoV-2 VOC 202012/01 telah meningkatkan penularan. Namun, analisis awal juga menunjukkan bahwa tidak ada perubahan pada tingkat keparahan penyakit. Per 30 Desember, varian VOC-202012/01 telah dilaporkan di 31 negara / wilayah / wilayah lain. 4. 501Y.V2. Pada 18 Desember 2020, otoritas nasional di Afrika Selatan mengumumkan deteksi varian baru SARS-CoV-2 yang menyebar dengan cepat di Afrika Selatan. Afrika Selatan menamai varian ini 501Y.V2, karena mutasi N501Y. Sementara data genom menyoroti bahwa varian 501.V2 dengan cepat menggantikan garis keturunan lain yang beredar di Afrika Selatan, dan penelitian pendahuluan memberi kesan bahwa varian tersebut terkait dengan viral load yang lebih tinggi, yang mungkin menyarankan potensi peningkatan penularan, hal ini, serta faktor lain yang pengaruh transmisibilitas, menjadi subjek penyelidikan lebih lanjut. Pada tahap ini, tidak ada bukti yang jelas tentang varian baru yang dikaitkan dengan penyakit yang lebih parah atau hasil yang lebih buruk. Penyelidikan lebih lanjut diperlukan untuk memahami dampak pada penularan, keparahan klinis infeksi, diagnostik laboratorium, terapeutik, vaksin, atau tindakan pencegahan kesehatan masyarakat. Per 30 Desember, varian 501Y.V2 dari Afrika Selatan telah dilaporkan dari empat negara lain hingga saat ini. Penilaian Risiko WHO. Meskipun penilaian awal menunjukkan bahwa 202012/01 dan 501Y.V2 tidak menyebabkan perubahan dalam presentasi atau keparahan klinis, jika hal itu menghasilkan insiden kasus yang lebih tinggi, hal ini akan menyebabkan peningkatan rawat inap dan kematian COVID-19. Tindakan kesehatan masyarakat yang lebih intensif mungkin diperlukan untuk mengontrol penularan varian ini. Investigasi epidemiologi sedang dilakukan untuk memahami peningkatan kasus dan peran potensial dari peningkatan penularan varian ini serta kekuatan penerapan langkah-langkah pengendalian. Penyelidikan lebih lanjut diperlukan untuk memahami dampak mutasi spesifik pada sifat virus dan keefektifan diagnostik, terapeutik dan vaksin. Studi ini sedang berlangsung. Mungkin anak-anak muda jaman sekarang sudah tidak mengetahui lagi sejarah kelam bangsa ini menjelang runtuhnya rezim Sukarno tahun 1966. Tetapi peristiwa serupa sedang terulang kembali dengan adanya pembunuhan pengawal Habib Rizieq Syihab yang diikuti dengan penahanan beliau dan pembubaran ormas yang dipimpinnya. Semuanya terjadi tanpa proses hukum yang adil dan beradab.
Ulama kharismatik Buya Hamka pada tahun 1964 pernah ditahan oleh rezim Sukarno selama dua tahun empat bulan. Berikut ini kisahnya. Selain ditahan, seluruh buku karya Buya Hamka dilarang beredar. Penerbitpun mendapat ancaman untuk tidak lagi menerbitkan buku-buku beliau. Padahal, royalti buku merupakan penghasilan Buya satu-satunya setelah mundur dari Kementerian Agama, selain dari berceramah dan seminar. Istri Buya yang biasa dipanggil Ummi, mulai melelang barang-barang yang ada untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Sampai suatu pagi, Ummi bersama Irfan pergi ke pemilik penerbitan, dengan sisa uang yang hanya cukup untuk ongkos becak. Namun, pemilik penerbitan itu menyampaikan kepada Ummi: "Ummi, buku-buku Buya yang baru dicetak, disita orang." "Penyitaan ini dikawal polisi. Ini ada sedekah dari kami untuk membeli beras," sambungnya. Mendengar itu, wajah Ummi memerah. "Kami datang tidak untuk mengemis. Berikanlah ini kepada yang lebih memerlukan," tegasnya. "Kami hanya bertanya barangkali ada honor Buya yang tersisa. Bila tidak ada, tidak apa-apa. Kami pamit pulang," lanjut Ummi. Merekapun baru tiba di rumah pukul 10.30 siang, karena pulang dengan berjalan kaki. Setibanya di rumah, ternyata ada tamu yang menunggu, yakni pemilik PT Pustaka Islam, HM Zen. Ia memberi amplop yang cukup tebal kepada Ummi seraya berkata: "Saya pernah sampaikan ke Buya, kalau tanah saya laku, ada bagian untuk Buya. Saya tunaikan janji saya." Belum lama HM Zen pulang, datang lagi sebuah mobil. Ternyata yang datang adalah pemilik sebuah penerbitan di Bukittinggi, Sumatera Barat, PT Pustaka Nusantara, Anwar Sutan Saidi. "Selama Buya ditahan, semua buku disita PKI. Hanya di Sumatera Barat yang aman bukunya," tuturnya. "Saya datang mengirim uang royalti kontan, karena takut jika lewat wessel akan disita pula," lanjutnya. Tak lama Anwarpun berpamitan pulang. Ummi menangis terharu, langsung mengambil wudhu dan melaksanakan shalat sunat syukur. Sobat semua yang dirahmati Allah. Kisah nyata ini membuat saya meneteskan air mata berkali-kali. Betapa Allah Swt begitu lembut memperlakukan hambanya yang soleh. Sesuai janji Nya kepada orang-orang yang bertaqwa, bahwa mereka akan mendapatkan rezki dari arah yang tidak disangka-sangka. Hal ini nyata dialami oleh Ummi, istri Buya Hamka. Seolah-olah Allah Swt ingin mengatakan bahwa Dia ada dan Dia Maha Menyaksikan segala sesuatu. Semoga kisah ini lebih memperkuat kita untuk selalu istiqomah di jalan yang Allah ridhoi dan selalu bersabar menjalaninya sampai Allah menurunkan pertolongan Nya. Betapa indahnya jika hal ini terjadi pada diri kita dan keluarga kita. Helfia Nil Chalis www.HelfiaNet.com www.HelfiaGoOnline.com Dikutip dari AsianMuslim.com, penetapan 2 Desember sebagai Hari Ukhuwah Dunia alias World Brotherhood Day atau kadang disebut World Ukhuwah Day mendapat dukungan dari 202 negara di dunia.
Menurut Presiden Perdamaian Dunia atau TWPC, YM Profesor Dr. Djuyoto Suntani, penetapan Hari Ukhuwah Dunia itu atas usulan beberapa negara yang mencermati peristiwa 212. Ketetapan ini didukung oleh 202 negara yang 90 persen non muslim. Pernyataan Presiden TWPC ini dengan sendirinya menepis isu dan sinisme banyak kalangan yang menyebut penetapan hari khusus itu hoax sebagaimana klaim situs fact checker yang menamakan dirinya pendeteksi fakta kebenaran tetapi membantah fakta tentang penetapan Hari Ukhuwah Dunia atau World Ukhuwah Day. Data base dukungan dari 202 Negara masuk ke Sekretaris Jenderal the World Peace Committee Prof Dr Francesco Paolo Scarciolla di Kota Matera, Italia (Eropa). “Saya orang Italia beragama Katholik, begitu menonton video peristiwa 2 Desember 2018 di Jakarta, Indonesia, saya merinding dan bergetar,” jelas Prof Francesco. Rabu (5/12/2018). “Kami Masyarakat Internasional 202 Negara, mendukung apa yang ditetapkan YM Presiden Dunia Mr Djuyoto Suntani bahwa tgl 2 Desember sebagai Hari Ukhuwah Dunia. Ribuan dukungan dari 202 Negara ada pada komputer kami,” tegas Sekretaris Jenderal the World Peace Committee Prof Dr Francesco Paolo Scarciolla. Menurut TWPC, ada 9 (sembilan) hal penting dan luar biasa yang terlihat di peristiwa fenomenal 212 sehingga layak dimonumentalkan dalam sebuah hari khusus untuk tetap diperingati sepanjang tahun. Pertama, pengumpulan jutaan umat massa secara spontan pada 2 Desember 2016 merupakan peristiwa pertama di dunia. Kedua, jutaan massa yang berkumpul datang dengan ikhlas atas inisiatif sendiri. Ketiga, jutaan massa yang berkumpul semuanya untuk menyampaikan suara hati nurani. Keempat, jutaan massa yang berkumpul semuanya bertanggungjawab atas diri sendiri Kelima, jutaan massa yang berkumpul berlangsung tertib, aman dan damai. Keenam, logistik yang terkumpul semua berasal dari elemen masyarakat. Tidak ada massa yang kelaparan atau kehausan. Ketujuh, jutaan massa yang berkumpul dengan hening berdoa secara khusu bersama seluruh makhluk di alam semesta. Kedelapan, jutaan massa yang berkumpul membawa aura sejuk dan kekeluargaan, persahabatan, perdamaian, persaudaraan yang saling menghormati sesama. Kesembilan, alam semesta di seluruh planet Bumi memberi restu mulia pada jutaan massa yang berkumpul di Monas pada 2 Desember sehingga selesai acara, lokasi bersih rapi. Tidak ada selembarpun sampah yang tersisa. Ini terjadi karena ridha Tuhan dan restu seluruh alam semesta. Helfia Nil Chalis www.HelfiaNet.com www.HelfiaGoOnline.com Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H.
Advokat, Aktivis Pejuang Khilafah Sejak awal, saya tak terlalu berharap pada Komnas HAM. Kasus Siyono, cukuplah sebagai bukti bahwa betapa rekomendasi hasil penyelidikan Komnas HAM tak bertaji. Karena itu, sejak awal saya konsisten mendorong dibentuknya Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) untuk menyelidiki kasus kematian 6 anggota laskar FPI. Tetapi hasil penyelidikan Komnas HAM yang beredar ditengah masyarakat terkait penembakan 6 laskar FPI, benar-benar sangat mengecewakan. Lebih buruk, dari ekspektasi yang saya prediksi. Saya kira, rekomendasi Komnas HAM akan memberikan simpulan adanya pelanggaran HAM berat, sehingga sejumlah pasal pidana sebagaimana diatur dalam UU No 26 tahun 2000 bisa diaktivasi. Ternyata, Komnas HAM hanya mengaktivasi pelanggaran HAM biasa, sebagaimana diatur dalam UU Nomor 39 tahun 1999. Sebaiknya, Umat Islam tak terkesima tentang temuan Komnas HAM terkait adanya penembakan aparat terhadap 6 Anggota Laskar FPI. Tanpa penyelidikan Komnas HAM, tembakan itu diakui oleh polisi. Jangan pula larut dalam hingar bingar adanya pelanggaran HAM sebagaimana dikatakan Komnas HAM. Tapi apa tindak lanjut terhadap hal itu ? Ini yang perlu dikaji secara mendalam. Karena itu, publik harus mencermati rekomendasi yang dibuat Komnas HAM. Apakah, rekomendasi itu bisa menjadi jembatan antara, untuk menuntut pelaku sebagai pelaku kejahatan HAM berat sehingga bisa dituntut hingga pidana mati. Atau, akan sekedar menjadi rekomendasi banci yang tidak bisa ditindaklanjuti oleh penegak hukum. Dalam hasil Rekomendasi Komnas HAM, terdapat 4 (empat) rekomendasi utama, yakni : Pertama, Komnas HAM menyatakan Peristiwa tewasnya 4 (empat) orang Laskar FPI merupakan kategori dari pelanggaran HAM. Oleh karenanya, Komnas HAM merekomendasikan kasus ini harus dilanjutkan ke penegakan hukum dengan mekanisme pengadilan Pidana guna mendapatkan kebenaran materiil lebih lengkap dan menegakkan keadilan. Komnas HAM hanya menyebutkan dengan nomenklatur "Pelanggaran HAM" dan bukannya "Pelanggaran HAM berat". Itu artinya, jaksa kelak hanya akan mengaktivasi pasal pidana sebagaimana diatur dalam UU Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM. Hal mana, berdasarkan ketentuan pasal 1 angka 6, yang menyatakan : "Pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian, membatasi, dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-undang ini, dan tidak mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku." Padahal, dalam ketentuan UU Nomor 39 tahun 1999 tidak ada satupun klausul ketentuan pasal pidana. UU ini, hanya mengatur tentang hak, kewajiban, dan tanggung jawab HAM serta mengatur kewenangan Komnas HAM. Adapun rezim pelanggaran HAM berat, diadopsi dalam ketentuan UU Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Peradilan HAM, sebagaimana disebutkan dalam ketentuan pasal 1 angka 2 disebutkan : "Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat adalah pelanggaran hak asasi manusia sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini." Sementara, ada dua jenis pelanggaran HAM berat yang diatur dalam pasal 7. Yakni Pelanggaran hak asasi manusia yang berat meliputi : a. kejahatan genosida; b. kejahatan terhadap kemanusiaan Selanjutnya, dalam Pasal 8 dirinci Kejahatan genosida sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama, dengan cara:
Jadi, rekomendasi Komnas HAM yang hanya menyebutkan telah terjadi "pelanggaran HAM" dan tidak menyebut adanya "pelanggaran HAM berat", kendati peristiwa itu telah merenggut 6 nyawa anggota kelompok FPI, akan berkonsekuensi tidak dapat mengaktifkan ketentuan pidana sebagaimana diatur dalam pasal 36 dan 37 UU Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Peradilan HAM. Jadi, rekomendasi Komnas HAM anti klimaks, banci, tidak bisa digunakan untuk meyeret pelaku ke meja pengadilan HAM dan dituntut dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama 25 (dua puluh lima) tahun dan paling singkat 10 (sepuluh) tahun. Apalagi frasa "penegakan hukum dengan mekanisme pengadilan Pidana guna mendapatkan kebenaran materiil lebih lengkap dan menegakkan keadilan" bisa saja ditafsirkan akan diproses pidana dalam ranah peradilan umum. Itu artinya, kasus ini bisa jadi akan mengulangi kasus Novel Baswedan. Dimana, pelaku hanya akan diberikan hukuman sekedarnya. Belum lagi, yang dipersoalkan Komnas HAM hanya 4 laskar FPI. Seolah, Komnas HAM membenarkan pembunuhan terhadap 2 laskar FPI. Ini sejalan, dengan narasi yang selama ini disampaikan kepolisian. Kedua, Komnas HAM meminta untuk mendalami dan melakukan penegakan hukum terhadap orang-orang yang terdapat dalam dua mobil avanza hitam B 1739 PWQ dan avanza silver B 1278 KJD. Ini menunjukkan, ada aktor lain diluar kendali negara. Hal itu menunjukkan, ada 'Negara diatas Negara'. Dan saya ragu, keberadaan orang-orang yang terdapat dalam dua mobil avanza hitam B 1739 PWQ dan avanza silver B 1278 KJD tidak diketahui Negara. Ketiga, Komnas HAM meminta agar mengusut lebih lanjut kepemilikan senjata api yang diduga digunakan oleh Laskar FPI. Ini rekomendasi aneh. Tupoksi Komnas HAM itu hanya untuk menyelidiki dan menyimpulkan adanya peristiwa yang diduga pelanggaran HAM. Apa urusannya, Komnas HAM memberi rekomendasi terkait kepemilikan senjata api? Kalaupun ada, itu hanya pada penelaahan fakta, bukan rekomendasi Komnas HAM. Rekomendasi ini, lebih mengkonfirmasi Komnas HAM telah menjadi 'Jubir' Kepolisian dan bukannya Penyelidik Pelanggaran HAM sebagaimana diatur dalam UU Nomor 39/1999. Keempat, Komnas HAM meminta proses penegakan hukum, akuntabel, objektif dan transparan sesuai dengan standar Hak Asasi Manusia. Saya terus terang ragu dan tidak percaya para pelaku diseret ke pengadilan HAM apalagi disanksi dengan hukuman sebagai pelanggaran HAM berat sebagaimana saya jelaskan. Rasanya, semakin perih saja menunggu proses penyelidikan yang panjang, jika akhirnya rekomendasi Komnas HAM hanya seperti ini. Sekali lagi, hal ini justru mengkonfirmasi ide HAM itu ide absurd. Pelanggaran HAM akan diproses dan ditegakkan secara ketat, jika korbannya bukan umat Islam. Namun, jika korbannya umat Islam, sepertinya tontonan seperti ini akan jamak ditemui. Oleh Erwin Usman
Bila ditanya siapa nama orang terkaya di Indonesia? Kita pasti menyebut nama-nama taipan yang saban tahun diumumkan oleh Forbes. Judulnya biasanya begini: Ini Daftar 500 Orang Terkaya di Indonesia. Atau, Ini Daftar 10 Orang Terkaya di Indonesia. Nama-nama taipan tajir itu biasanya hanya bertukar tempat. Bila tahun lalu ada di urutan 4, biasanya tahun ini terdepak ke urutan 5. Atau malah naik ke urutan 2 dan 3. Kenapa tak ke urutan 1? Karena di urutan nomor 1 sudah dikapling oleh Hartono bersaudara: Robert Budi Hartono dan Michael Hartono. Sudah lebih sepuluh tahun mereka bertengger tak goyah di posisi terkaya ini. Berdasarkan keterangan dari Forbes Asia pada Kamis, 10 Desember 2020, kakak-beradik pemilik grup Djarum dan PT Bank Central Asia Tbk, tersebut mengumpulkan total kekayaan sebesar US$ 38,8 miliar atau setara dengan Rp 546,9 triliun. Asumsi kurs Rp 14.094 per dolar AS. Tapi benarkah tidak ada yang lebih kaya dari mereka? Dari Robert dan Michael Hartono? Ternyata ada! Masih ada yang lebih kaya. Siapa namanya? Di mana rumahnya? Apa usahanya? Umur berapa? Anak siapa? Kenapa bisa kaya? Sabar. Ini dia orangnya. Namanya: Adit Prayoga. Usianya 28 tahun. Dia pemilik Rumah Makan Gratis (RMG). Lokasinya di Desa Ciangsana, Kecamatan Gunung Putri, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. RMG ini sekaligus menjadi rumah kontrakannya. Rumah kontrakan? Iya, dia tidak punya rumah. Masih mengontrak bersama istri dan anaknya. Lalu, kenapa dia disebut terkaya di negeri ini? Adit, pemuda asal Palembang itu, setiap hari, sejak tahun 2016, memberi makan gratis orang miskin maupun mampu sebanyak 200 porsi di warungnya. Sekali lagi, setiap hari. Mereka terdiri dari tukang bangunan, ojek, pemulung, pengemis, supir angkot, pelajar, dan para musafir yang sedang dalam perjalanan. Tanpa memilih latar belakang apapun, termasuk agama dan keyakinan. Menunya: Nasi, ikan, telur, daging, ayam, plus sayuran. Berganti-ganti. "Biar orang tidak bosan," katanya. Semua dikerjakan bersama istrinya. Bukan itu saja. Pada setap hari Jum'at, Adit dibantu istri dan tim relawannya membagikan ratusan sembako gratis pada warga kurang mampu di sekitar Desa Ciangsana, Gunung Putri. Dari mana uangnya? Adit bekerja berjualan elektronik. 70 persen dari keuntungannya diberikan ke WMG. Tempatnya pernah dikunjungi Presiden ke-6 SBY beserta Ibu Ani pada tahun 2019, dan sempat ikut makan. Lalu menyerahkan bantuan untuk kegiatan sosial tersebut, seperti dermawan lainnya. Yang unik lagi, untuk warung makan gratisnya, Adit tidak pernah meminta-minta sumbangan atau menjalankan proposal. "Sejak dibuka tahun 2016 ada saja rezeki dari Allah untuk warung makan gratis ini. Juga sembako gratis. Tidak pernah berhenti bantuan datang dari mana-mana, dan tak terduga dari para dermawan," kata Adit. Tuhan telah melipatgandakan keuntungan usaha Adit setiap hari, karena mensedekahkan hartanya di jalan-Nya. Sekaligus mencukupkan setiap hari bagi kebutuhan belanja bahan baku untuk 200 porsi makanan. Adit Prayoga telah memilih hidup sederhana di dunia. Dengan membagikan hartanya bagi mereka yang membutuhkan di sekitar lingkungannya. Dia bukan hanya terkaya, tapi lelaki yang cerdas. Memilih membangun istana megah di Surga dari pada di dunia --yang kelak sekaya apa pun, pasti akan ditinggalkannya. Semoga kita dapat mengikuti jejak 'orang terkaya di Indonesia' bernama Adit Prayoga ini, dengan beragam cara lain. Aamiin yarabbal alamiin. 6 Januari 2021 |
OUR BLOG
Gunakan Search Box di pojok kanan atas halaman ini untuk mencari artikel. Categories
All
AuthorHelfia Nil Chalis:
Archives
April 2024
|