Oleh Pierre Suteki
A. Pengantar Syahdan, kehebohan kembali menyeruak di tengah negeri muslim Indonesia, lantaran diterbitkannya Perpres No. 10 Tahun 2021 sebagai pengganti Perpres No. 44 Tahun 2016 tentang Bidang Usaha Terbuka dan Tertutup Untuk Penanaman Modal Dalam Negeri dan Asing. Kehebohan tersebut terjadi oleh karena Perpres No.10 Tahun 2021 makin berani membuka investasi di bidang minuman keras beralkohol. Dari yang semula hanya perdangangan (impor, dan peredarannya) menjadi membuka legalisasi investasi dalam hal industri (produksi) miras di beberapa provinsi di Indonesia. Investasi ini juga tidak dibatasi penyertaan prosentase modal dalam negeri dan asing. Artinya asing dapat berinvestasi secara penuh di bidang usaha miras di negeri ini. Polemik pro dan kontra makin menjadi mengingat legalisasi miras terjadi di negeri muslim dengan sekitar 90% penduduknya meyakini bahwa miras itu diharamkan Alloh. Banyak yang bertanya pula inikah wajah bangsa yang mengaku dirinya Pancasilais? Inginkah kita menjadi negeri pemabok? B. Miras dalam Perpres 10 Tahuh 2021 Perpres No. 10 Tahun 2021 mengatur tentang bidang-bidang usaha yang terbuka / tertutup untuk penanaman modal dalam negeri dan asing. Pada Pasal 2, disebutkan bahwa: (1) Semua Bidang Usaha terbuka bagi kegiatan Penanaman Modal, kecuali Bidang Usaha: a. yang dinyatakan tertutup untuk Penanaman Modal; atau b. untuk kegiatan yang hanya dapat dilakukan oleh Pemerintah Pusat. (2) Bidang Usaha yang dinyatakan tertutup untuk Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah Bidang Usaha yang tidak dapat diusahakan sebagaimana Bidang Usaha yang tercantum dalam Pasal 12 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2OO7 tentang Penanaman Modal sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2O2O tentang Cipta Kerja. (3) Bidang Usaha untuk kegiatan yang hanya dapat dilakukan oleh Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah kegiatan yang bersifat pelayanan atau dalam rangka pertahanan dan keamanan yang bersifat strategis dan tidak dapat dilakukan atau dikerjasamakan dengan pihak lainnya. Selanjutnya pada Pasal 3, disebutkan bahwa: (1) Bidang Usaha terbuka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), terdiri atas: a. Bidang Usaha prioritas; b. Bidang Usaha yang dialokasikan atau kemitraan dengan Koperasi dan UMKM; c. Bidang Usaha dengan persyaratan tertentu; dan d. Bidang Usaha yang tidak termasuk dalam huruf a, huruf b, dan huruf c. (2) Bidang Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dapat diusahakan oleh semua Penanam Modal. Soal Miras termasuk dalam Bidang Usaha dengan Persyaratan tertentu (Lampiran III Perpres 10/2021), sbb: 1. Industri BARU Miras Mengandung alkohol, anggur dan malt dibatasi di Bali, NTT, Sulawesi Utara, Papua dengan memperhatikan budaya dan kearifan setempat. 2. Perdagangan eceran Miras atau beralkohol dan PKL dibatasi pada jaringan distribusi dan tempat tertentu. Jadi, investasi industri miras BARU ini merupakan langkah baru dalam perdagangan miras. Semula di Perpres 44 Tahun 2016 hanya diperbolehkan soal perdagangan dalam hal peredarannya, sekarang telah dilegalkan industri produksinya. Sementara RUU Larangan Minuman Beraalkohol hingga sekarang belum selesai dibicarakan menjadi UU. C. Pengaturan Minuman Beralkohol dalam Berbagai Produk Hukum Kita telah memiliki beberapa peraturan perundang-undangan terkait dengan minuman keras, di antaranya yaitu: 1. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintah antara Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten Kota yang mengamanatkan perdagangan minuman beralkohol merupakan urusan pemerintah daerah. 2. Pengaturan mengenai minuman beralkohol diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yaitu Pasal 204 KUHP dan Pasal 300 KUHP, yang memuat ancaman pidana bagi pelaku peredaran minuman beralkohol tanpa izin. 3. Perda Miras. Sebagai contoh di Perda Miras di Provinsi Bali. Di Bali, peredaran minuman beralkohol diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Pengendalian Peredaran Minuman Beralkohol. Pasal 2 ayat (3) Perda Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Pengendalian Peredaran Minuman Beralkohol ini menyatakan : Minuman beralkohol berdasarkan kandungan alkoholnya digolongkan atas 3 (tiga) jenis : 1. minuman beralkohol golongan A dengan kadar ethanol di bawah 5% (lima persen); 2. minuman beralkohol golongan B dengan kadar ethanol di atas 5% (lima persen) sampai dengan 20% (dua puluh persen); dan 3. minuman beralkohol golongan C dengan kadar ethanol di atas 20% (dua puluh persen) sampai dengan 55% (lima puluh lima persen). Menurut Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Pengendalian Minuman Beralkohol, minuman beralkohol berasal dari produksi dalam negeri hanya dapat diproduksi oleh pelaku usaha yang telah memiliki izin usaha industri dari Menteri Perindustrian. Adapun minuman beralkohol yang berasal dari impor hanya dapat diimpor dari pelaku usaha yang memiliki izin impor dari Menteri Perdagangan. Peredaran minuman beralkohol itu hanya dapat dilakukan setelah memiliki izin Surat Izin Usaha Perdagangan Minuman Beralkohol yang selanjutnya disebut SIUP-MB. Adapun ketentuan Peraturan Daerah yang mengatur peredaran minuman beralkohol produksi luar negeri di Provinsi Bali diatur dalam Pasal 10 Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Pengendalian Peredaran Minuman Beralkohol, yang menyatakan: 1. Minuman beralkohol produksi luar negeri (impor) dan produksi dalam negeri yang diedarkan oleh distributor, sub distributor pengecer, dan penjual langsung wajib dikemas, menggunakan pita cukai dan label edar. 2. Minuman beralkohol produksi tradisional yang dikonsumsi dan diedarkan oleh kelompok usaha atau koperasi wajib dikemas dengan menggunakan label edar. 3. Minuman beralkohol produksi tradisional yang tidak untuk dikonsumsi dan diedarkan oleh kelompok usaha atau koperasi peredarannya dengan menggunakan label untuk upacara (tetabuhan) dan label edar. Bahwa apabila sebuah minuman beralkohol sudah memiliki kemasan, pita cukai dan label edar untuk minuman beralkohol impor dan produksi dalam negeri, dan bagi minuman beralkohol untuk produksi tradisional cukup hanya mencantumkan label edar, sudah dapat diedarkan di Bali tanpa perlu mencantumkan nomor pendaftaran pangan pada label pangan olahannya. D. Pertanggungjawaban Pidana Bagi Pelaku Peredaran Minuman Beralkohol Tanpa Izin Di negara hukum, suatu pelanggaran akan ditindak dengan melakukan penyitaan dan diberikan sanksi administrasi meliputi peringatan, sanksi penjara dan/atau kurungan dan denda. Terhadap peredaran minuman beralkohol tanpa izin, bagi pelakunya akan diancam dengan pidana penjara dan/atau denda. Hal ini diatur dalam Pasal 204 KUHP: “Barangsiapa menjual, menawarkan, menyerahkan atau membagi-bagikan barang yang diketahuinya membahayakan nyawa atau kesehatan orang, padahal sifat berbahaya itu tidak diberitahu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun”. Pasal 300 KUHP juga mengatur ancaman pidana pelaku peredaran minuman beralkohol sebagai berikut: “Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah bagi barangsiapa dengan sengaja menjual atau memberikan minuman yang memabukkan kepada seseorang yang telah kelihatan mabuk”. Pemerintah dalam menangani kasus peredaran minuman beralkohol tanpa izin dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintah antara Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten Kota mengamanatkan perdagangan minuman beralkohol merupakan urusan Pemerintah Daerah. Di Bali pengaturan pidana bagi pelaku peredaran minuman beralkohol tanpa izin diatur dalam Perda Provinsi Bali Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Pengendalian Peredaran Minuman Beralkohol Di Provinsi Bali, yaitu : “Setiap pengusaha yang melanggar ketentuan Pasal 3 ayat (1), Pasal 7 ayat (2), Pasal 10 ayat (1) dan (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)”. Perda ini lebih menerapkan pidana denda sebagai pertanggungjawaban pelaku peredaran minuman beralkohol tanpa izin di Bali. Penerapan sanksi pidana denda dalam peraturan daerah merupakan aktifitas atau kegiatan dalam rangka mewujudkan atau merealisasikan kebijaksanaan yang telah ditetapkan, serta penerapan sanksi denda diambil pemerintah kota untuk menjaga pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Pengendalian Peredaran Minuman Beralkohol. Pada prinsipnya, peredaran miras di mana pun di negeri ini asalkan BERIZIN dinyatakan legal. Apa sebenarnya motif di balik legalisasi peredaran miras di negeri muslim ini? E. Motif di balik pengaturan investasi Miras Berdasarkan kajian normatif terhadap pengaturan tentang minuman keras beralkohol dapat disimpulkan bahwa Negara Indonesia memperbolehkan peredaran miras asalkan BERIZIN dan tergantung pada Pemerintah Pusat (impor miras) dan Pemerintah Daerah. Meskipun Indonesia sebagai religious nation state yang warga negaranya hampir 90 % persen beragama Islam, namun hingga sekarang belum ada satu UU pun yang melarang konsumsi miras, padahal miras jelas diharamkan Alloh dalam Islam. Diharamkan baik terkait dengan produksinya, peredarannya maupun konsumsinya. Jika melihat potensi ekonominya, mungkin cukup menggiurkan pemerintah sebagai sumber pendapatan negara (APBN, APBD) melalui biaya perizinan, peredaran dan cukai atas miras. Dikutip dari Kontan, Jumat (13/11/2020), penerimaan negara dari cukai Minuman Mengandung Etil Alkohol (MMEA) sampai akhir Juli lalu hanya sebesar Rp 2,64 triliun. Angka tersebut kontraksi 21,44 persen dibanding realisasi sama tahun lalu senilai Rp 3,36 triliun (total cukai (tembakau, dll sekitar 88 T). Penurunan cukai dari minumal beralkohol ini lantaran banyak tempat-tempat pariwisata ditutup sementara akibat pandemi Covid-19. Pendapatan miras bagi negara diklaim tidaklah sebanding dengan risiko yang ditimbulkan dari minuman beralkohol. Belum lagi persoalan kita sebagai religious nation state yang seharusnya mengharamkan industri miras karena dipastikan bertentangan dengan sila 1 Pancasila. Dari sisi agama, Nabi sendiri sudah mengatakan, khamr itu adalah induk dari segala kejahatan. Juga ada data yang menyebutkan bahwa 70 persen kejahatan di Sulawesi Utara dipicu oleh Miras (Kepala Bidang Humas Polda Sulut Ajun Komisaris Besar Benny Bela di Manado, Jumat (21/1/2011) dalam Kompas.com 21 Januari 2011). Angka yang sama terus terjadi hingga tahun 2016 dan seterusnya. Lalu mengapa justru di Sulawesi Utara boleh didirikan industri miras beralkohol? Belum lagi di bidang kesehatan. WHO menyebutkan lebih dari 60 jenis penyakit dipicu oleh miras. Ini berarti meskipun miras ada manfaatnya, tetapi mudharatnya jauh lebih besar. Jadi, apakah dengan data tersebut kita masih berani mengatakan bahwa industri miras baik dan sesuai dengan sila-sila Pancasila? Apakah kita ingin negeri muslim ini mengalami bifurkasi menjadi negeri pemabok? F. Penutup Saya prihatin atas Perpres 10 Tahun 2021 ini. Terkesan Perpres ini sebagai SHORT CUT RUU Larangan Minuman Beralkohol yang tak kunjung selesai. Pertimbangan ekonomi terkesan lebih berat dibandingkan pertimbangan religiousitas negara bangsa ini. Lalu, masihkah kita berani menepuk dada sebagai negara bangsa religious berdasarkan Pancasila? Inikah wajah bopeng negeri muslim yang dikendalikan oleh sistem perkonomian kapitalis sekuler? Sejuta tanya pun tidak akan sanggup menuntaskan keheranan kita atas kebijakan absurd melegalkan investasi industri miras di negeri muslim. Selangkah lagi, akan ada provinsi atau pulau pusat INDUSTRI prostitusi dan perjudian, asalkan BERIZIN layaknya di negara-negara sekuler tetangga kita. Tabik...!!! Semarang, Ahad: 28 Februari 2021
0 Comments
oleh: Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik Pada saat Penulis berdiskusi di Chanel Peradaban Islam yang dipandu Gus Uwik, ada pernyataan yang menarik disampaikan oleh Bang Asyari Usman. Beliau sampaikanlah, bahwa di era Rezim Jokowi ini seperti ada 'pembiaran' terhadap berbagai aktivitas pencederaan terhadap agama Islam. Sehingga, berbagai tindakan yang dahulu tabu, tak lazim, bahkan sikap minoritas yang sangat menghormati mayoritas kini menjadi hilang. Penulis berpandangan, apa yang disampaikan Bang Asyari Usman benar adanya. Kita bisa saksikan, hanya di era rezim Jokowi inilah makhluk seperti Abu Janda, Ade Armando, Deni Siregar, dll, bisa tumbuh dan eksis, sekehendak hati menistakan agama, ulama hingga simbol dan ajaran Islam. Rasanya, siapapun dahulu tidak ada yang kepikiran berani mengatakan agama teroris adalah Islam. Atau santri yang dituding bibit terorisme, penghinaan terhadap marwah ulama, merendahkan bendera tauhid sebagai bendera teroris, dan masih banyak lagi. Kasus adanya etnis China yang berani memaki aparat, bahkan pamer menjadikan aparat (baik polisi atau TNI) menjadi centeng mereka, hingga penghinaan Presiden oleh anak etnis China yang menyatakan Presiden Jokowi kacung, ancaman Presiden akan dibunuh, kasus azan dipersoalkan, wanita membawa anjing masuk masjid, semua itu hanya terjadi di era ini. Dahulu, etnis minoritas atau para pemeluk agama minoritas, sangat menghormati dan toleran pada etnis dan pemeluk agama mayoritas. Sekarang, seperti galakan mereka ketimbang yang mayoritas. Ada dugaan kuat negara memfasilitasi para penista agama dan memecah belah bangsa. Memang benar, Negara tidak mendeklarasikan langsung sebagai sponsor para penista agama. Namun, sikap negara yang membiarkan mereka bebas menista agama semaunya, tidak menindaklanjuti laporan terhadap para perusuh dan pemecah belah bangsa ini, yang merusak suasana kebhinekaan, yang bertindak intoleran radikal, patut diduga tindakan mereka atas restu bahkan atas perintah penguasa. Pengakuan Abu Janda digaji menjadi Buzzer Jokowi, menguatkan dugaan itu. Apalagi, jika anggaran bagi para buzzer ini diambil dari APBN. Menjadi sempurna keterlibatan Negara memback up para perusuh, pembikin gaduh, pemecah belah bangsa Indonesia. Sekarang, setelah tuntutan pada proses hukum para buzer ini menguat, laporan terhadap Abu Janda sulit dihindari, Negara justru mewacanakan revisi UU ITE. Kepolisian, bahkan menyatakan akan selektif, kasus ITE hanya dilaporkan oleh korban, bukan yang lain. Dengan wacana ini, tentu saja Abu Janda akan gembira ria, setelah sebelumnya dia tidak ditahan dan memang tak akan ditahan selama kedudukannya masih dibutuhkan rezim. Jadi, kalau ada tudingan radikalisme, ekstremisme, hingga mengeluarkan Perpres RAN PE, itu semua hanya untuk menutupi kegagalan Negara dan sekaligus akan menjadikan umat Islam sebagai kambing hitam. Apapun masalahnya, radikalisme ekstremisme penyebabnya, Umat Islam biang keroknya. Begitu narasinya. Pada saat yang sama, gerombolan radikal dan ekstrem di barisan Abu Janda cs, melenggang bebas dan terus mengeluarkan ujaran yang menyakiti umat Islam. Kebijakan yang seperti ini, jelas menyakiti umat Islam. Negara, seolah menjadi sponsor dan beking para penista agama, penghina ulama, dan terus memelihara mereka agar energi umat terkuras untuk mengurusi gerombolan ini. Sementara itu, korupsi, utang luar negeri, penjualan aset bangsa, kegagalan pemerintahan, dekadensi moral, narkoba, kejahatan, semua berlangsung semakin hebat dengan dampak sangat destruktif, tak tersentuh sebagai skala utama problematika bangsa. Negara akan terus meneriakkan yel yel radikalisme, ekstremisme, terorisme, untuk mengalihkan masalah sekaligus menuding umat Islam. Padahal, jika benar terorisme itu ada, sudah dari dulu makhluk seperti Abu Janda dkk ini dimusnahkan. Nyatanya, mereka tetap eksis dan lestari. Itu artinya, terorisme hanya proyek, proyek menyudutkan umat Islam sekaligus proyek untuk menutupi kegagalan rezim Jokowi. Lagi lagi, umat Islam yang mayoritas menjadi korban tirani minoritas. Mereka, tak lagi memiliki rasa sungkan, apalagi hormat terhadap umat Islam. Mereka, sekehendak hati menghina Islam karena mereka yakin, Negara tidak boleh kalah dengan Umat Islam, Negara akan memberikan perlindungan kepada kaum minoritas, meskipun minoritas ini bertindak sekehendak hati. Negara, telah berubah menjadi jongos kaum minoritas. Bukankah demikian kenyataannya? Oleh : Adi Ketu
Bila teori Sun Tzu memang hebat, seharusnya China menang gilang gemilang saat perang dengan Vietnam,1979. Perang singkat yang berlangsung darii 17 Februari hingga 16 Maret 1979. Perang yang kemudian berlarut hingga tahun 1990 Faktanya? 1979, Ribuan Kematian PLA hanya berhadapan dengan milisi lokal Vietnam, belum tentara utama Vietnam. Akhirnya China mundur walau artilerinya jauh lebih banyak dan modern. Dimulai pada 25 Agustus 1978, pasukan China melintasi perbatasan ke Vietnam untuk menyerang petugas, wanita, dan penduduk setempat. Le Dinh Chinh, seorang polisi setempat, melawan dengan tangan kosong dan ditikam sampai mati oleh sekelompok orang Tionghoa. Chinh dikenal sebagai tentara Vietnam pertama yang gugur dalam perang Vietnam melawan invasi China. Sinyal pertama perang ini kemudian diikuti oleh masuknya ribuan tentara PLA ke wilayah Vietnam Setelah beberapa bulan persiapan yang serius dan hati-hati untuk kampanye darat militer melawan Vietnam, pada dini hari tanggal 17 Februari, ribuan PLA yang menyamar , didukung oleh 400 tank dan 1.500 artileri , secara bersamaan menyerang ke arah ibukota provinsi perbatasan Vietnam, padahal penghuni yang tinggal disana masih tidur. Memiliki populasi yang besar dan perbedaan besar dalam kapasitas ekonomi dan militer dibanding Vietnam, PLA mengandalkan "gelombang manusia" dari tentara kain perca, taktik yang digunakan hampir tiga dekade sebelumnya selama Perang Korea, dan taktik "bumi hangus ” untuk menaklukkan Vietnam. Taktik ini memungkinkan tentara PLA China untuk menghancurkan semua yang ada di jalan mereka, menyerbu pusat populasi, dan menduduki daerah pegunungan yang strategis dan tempat-tempat tinggi di sepanjang perbatasan. Namun, kemenangan kejutan tidaklah berlangsung lama. Hanya beberapa hari kemudian Vietnam langsung mengkonsolidasi pasukannya yang sudah punya pengalaman perang, dan memutuskan untuk melawan menggunakan milisi lokal dengan taktik gerilyanya. Pengalaman yang didapat Vietnam saat berhadapan dengan AS. dan sekutunya Vietnam tidak mengirim pasukan utamanya, menyimpannya sebagai pukulan akhir. Namun bahkan hanya berhadapan dengan milisi lokal berpengalaman tentara muda PLA China yang dikirim sebagai wajah nasionalis China untuk membela sekutunya Kamboja, dibuat kocar kacir dan mengakibatkan ribuan kematian di pihak China. Walau tidak diakui China, namun dari beberapa analis barat memperkirakan 28.000 orang Cina tewas dan 43.000 luka-luka, sementara jumlah orang Vietnam yang tewas diperkirakan di bawah 10.000 kala itu. Ini yang sebabkan China tiba tiba menarik mundur pasukannya secara cepat di 16 Maret 1979. Maksud hati ingin memberi pelajaran kepada Vietnam, namun lintang pukang mundur dengan memalukan Demikian pula pertempuran perbatasan China dan Vietnam di tahun 1984. 7000 orang PLA mati dan 15.000 orang luka luka akibat perang. China mundur lagi. Walau perang kecil masih berlanjut di sepanjang 600 km perbatasan Vietnam China, namun China tahu dengan siapa mereka berhadapan. Keder? iya. Perang kecil masih berlanjut hingga pemulihan hubungan 1991, Pelajaran pahit yang diderita China ini membuktikan bahwa teori filsuf perang Sun Tzu yang tentu sangat dikuasai elite PLA dan Jenderal Perang China adalah omong kosong. Bahkan ketika menghadapi negara yang lebih kecil seperti Vietnam sekalipun. Hanya sebatas teori indah yang gagal diterapkan pada faktanya. Teori Sun Tzu yang didasarkan prinsip penipuan, dan cuma berlaku di dalam negeri mereka , termasuk menekan oposisi dalam negeri mereka, tidak berlaku bagi bangsa lain tidak akan berhasil, bila kewaspadaan tinggi dan kultur yang berbeda.. Pemujaan dan promosi terhadap filsuf perang seperti itu hanya bagian dari propaganda China..😀 Tujuannya untuk apa ? agar bangsa lain mengikuti strategi perang ala Sun Zu dan kemudian mereka (China) siapkan cara untuk menghancurkannya... gitu klo mau baca agenda nya.. Pada peristiwa perang melawan Vietnam yang berakhir memalukan itu, China tidak akan pernah mengakui kekalahannya. Malah propaganda china menyebut sudah selesai memberi pelajaran pada vietnam. Pelajaran apa ?😀 Fakta, tak ada peringatan kepahlawanan bagi veteran tentara PLA pada perang dengan Vietnam. China berusaha lupakan itu . Malahan veterang perang PLA dipecat tanpa pesangon apapun. Sekarang China mau membalikan namanya dengan tantang dunia? Dengan show of force kekuatan militer dan mesin propagandanya agar negara tetangga takut ? Aku cuma nyengir. Sekarang Indonesia diarahkan mendekat pada China? Cuma orang-orang oportunis dan pengecut yang mendorong mendekat pada negara licik dan pintar beromong besar. Bagi anda, keluarga maupun kerabat anda yang sedang membutuhkan rumah hunian segera berkunjung ke jalan Kepodang IV Blok K6 No. 22 di Bintaro Sektor II, Tangerang Selatan. Selain murah, hanya Rp 3,3 M untuk rumah hunian di kawasan itu, juga baru direnovasi menjadikannya layak untuk langsung ditempati. Rumah ini memiliki tata ruang yang unik. Ada dua pintu masuk dari depan, yaitu pintu utama yang menghubungkan langsung ke ruang tamu dan pintu kedua yang masuk melalui dapur. Ruang tamu berukuran luas dan lapang. Ada tiga kamar tidur. Kamar tidur depan dilengkapi dengan toilet dan kamar mandi. Ada kamar mandi utama. Di sebelahnya ada kamar tidur utama. Antara kamar tidur utama dan kamar tidur nomor 3 terdapat ruang wardrobe. Selain itu ada garasi di depan rumah, taman halaman depan dan taman halaman belakang rumah. Kamar pembantu ada di atas dengan toilet dan kamar mandinya serta tempat menjemur pakaian. Berukuran luas tanah 170 m2 dan luas bangunan 120 m2, rumah ini terasa sangat lapang dan nyaman ditempati. Tersedia saluran telpon kabel, air PAM Bintaro dan listrik. Bagi peminat mohon menghubungi langsung ke Ibu Yuli Helfia 08211 4994 599. Informasi lebih lanjut silahkan melihat di video youtube berikut ini. Oleh : Anies Baswedan
Saya tidak pernah meminta apalagi membeli penghargaan, tapi mereka tau tentang kerja, tanggung jawab dan ke ikhlasan saya, mereka yang memberikan perhargaan tersebut adalah orang jujur dalam menilai Saya tidak pernah meminta atau berharap sebuah jabatan, jika itu amanah dan Ridho Allah akan saya pertanggung jawabkan di hadapan Allah dan Umat, hutang saya kepada Allah, sebagai Khalifah dimuka bumi. Hutang kepada Allah adalah Ridho Nya untuk saya memangku jabatan, mereka yang nyinyir dan menilai negatif, syukuri aja anggap lah mereka saudara yang selalu mengingat kan kita. Saya tak pernah merasa bangga dengan semua yang saya dapatkan, melainkan selalu bersyukur, diberikan kepercayaan oleh rakyat merupakan rasa syukur yang tak terhingga. Saya punya kebanggaan kelak di akherat, ketika saya diberikan tempat di syurga Allah, selama masih di dunia saya hanya harus banyak bersyukur, diberi hidup dan bernafas merupakan syukur. Alhamdulillah sekali. Ingat kita semua satu ketika akan memperoleh jabatan abadi yaitu Almarhum, akhirnya kesombongan dan keangkuhan kita tak berarti, ternyata disaat kematian kita masih butuh orang kecil, ketika mayat di usung, dimandikan, dikafani dan ditempatkan ke liang lahat. Belum tentu kolega kita yang sama berdasi juga punya jabatan akan melakukan nya, bersyukurlah dengan hidup, penghargaan bukan sebuah pengakuan, melainkan untuk bersyukur dan menyadarkan kita. by M Rizal Fadillah
Mahfud MD bukan seorang pengamat yang hanya dipandang untuk opininya, tetapi ia adalah Menkopolhukam, pejabat kompeten untuk melakukan "judgement" situasi politik dan keamanan. Termasuk menilai profil figur Prof. Dr. Din Syamsuddin MA apakah radikal atau tidak. Artinya berbahaya atau tidak bagi bangsa dan negara. Pernyataan penting dari Pak Mahfud adalah bahwa Din Syamsuddin bukan atau tidak radikal. Ini mematahkan upaya Gerakan Anti Radikal (GAR) ITB yang melaporkan Din Syamsuddin sebagai figur yang radikal kepada KASN. Di tengah penentangan banyak pihak atas langkah GAR ini, pernyataan Mahfud MD menjadi jawaban. Laporan harus segera dimasukkan ke dalam keranjang sampah. Saatnya juga GAR ITB menuai badai. Karena organisasi ini mengatasnamakan alumni ITB maka GAR telah mencemarkan institusi ITB. Karenanya pasca penegasan Menkopolhukam terhadap pribadi Prof Din Syamsuddin, konsekuensi terhadap GAR dan laporannya adalah : Pertama, sanksi moral harus diberikan yaitu GAR ITB mesti mencabut laporan KASN dan meminta maaf kepada Prof Dr Din Syamsuddin, MA. Berjanji untuk tidak mengulangi kerja tendensius dan berbau fitnah seperti ini. Kedua, sanksi sosial harus diberikan kepada organisasi GAR ITB yakni desakan atau himbauan ITB agar GAR dibubarkan karena terbukti berulang kali mencemarkan nama baik institusi ITB. Pembubaran adalah konsekuensi logis dan pelajaran yang sangat berharga. Ketiga, sanksi politik yaitu GAR ITB diusut tentang pendanaan dan perlindungan "kakak pembina" karena memperlihatkan diri sebagai buzzer kekuasaan. GAR bukan bagian dari institusi ITB tetapi menjadi alat mainan "luar" untuk mengacak-acak ITB. GAR bukan kumpulan akademisi tetapi kelompok politik. Keempat sanksi hukum, GAR ITB yang telah mencemarkan nama baik Prof. Din Syamsuddin layak untuk diadukan ke aparat penegak hukum atas delik pelanggaran yang diatur dalam KUHP dan UU ITE. Di samping gugatan perdata yang juga dapat diajukan ke Pengadilan Negeri. Kelima, sanksi agama. Reaksi MUI, Muhammadiyah, dan NU dalam pembelaan kepada Din Syamsuddin mengindikasi ada misi keagamaan tertentu untuk memfitnah dan mendiskreditkan seorang tokoh Islam. Din Syamsuddin adalah tokoh Islam tingkat Nasional dan Internasional. Penyelidikan lanjutan diperlukan untuk membuktikan ada tidaknya "serangan keagamaan". GAR ITB telah membuat gara-gara dan kegaduhan di lingkungan akademis. Jika dibiarkan tanpa sanksi GAR ITB akan terus bergerak merajalela menunaikan misi mengacak-acak harmoni dengan prasangka, hoaks, dan hate speech yang lebih jauh akan merusak ideologi bangsa. Kini hanya tiga kata untuk GAR ITB sang perusak harmoni, yaitu bubarkan, kucilkan, dan hukum ! *) Pemerhati Politik dan Kebangsaan Bandung, 14 Februari 2021 |
OUR BLOG
Gunakan Search Box di pojok kanan atas halaman ini untuk mencari artikel. Categories
All
AuthorHelfia Nil Chalis:
Archives
April 2024
|