Di awal tahun ini SKKMIGAS memperkirakan pasokan LNG (Gas Alam Cair) ke pasar dalam negeri akan meningkat 52% tahun ini dibandingkan tahun 2013 yang lalu. Lebih lanjut dijelaskan oleh Deputy Pengendalian Komersil SKKMIGAS, Widhyawan Prawiraatmaja, mengatakan di Republika.co.id bahwa pemerintah telah mengalokasikan 38 kargo LNG untuk konsumsi dalam negeri tahun ini. Menurut beliau ada kenaikan pasokan LNG yang besar, khususnya setelah PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Tbk mulai mengoperasikan sebuah Floating Storage and Regasification Unit (FSRU) di Propinsi Lampung. Dia menambahkan bahwa tahun ini, FSRU di Lampung diperkirakan akan menerima lima kargo LNG dari LNG Tangguh di Propinsi Papua Barat. Menurut dia, ke 38 kargo LNG tahun ini terdiri dari 22 cargoes dari LNG Badak Bontang yang dioperasikan oleh PT Badak NGL dan 16 kargo dari LNG Tangguh yang dioperasikan oleh BP Berau Limited. Kesemua 22 kargo LNG dari LNG Badak Bontang diperuntukkan ke FSRU di Jawa Barat, sementara 16 kargo dari LNG Tangguh akan dialokasikan 5 kargo ke FSRU di Jawa Barat, 6 kargo untuk PT Pupuk Iskandar Muda, dan 5 kargo untuk FSRU di Lampung. Tahun lalu 2013, SKKMigas mendistribusikan 7,030 BBTUD, yang terdiri dari 3,660 BBTUD atau 52.1 persen untuk konsumsi dalam negeri dan 3,370 BBTUD atau 47.9 persen untuk ekspor. Sementara di tahun 2012 pasokan gas dalam negeri mencapai 3,550 BBTUD atau 49.5 persen dan ekspor 3,631 BBTUD atau 50.5 persen.
0 Comments
Sementara Singapura giat membangun infrastruktur penyimpanan dan regasifikasi LNG dan CNG, Indonesia sibuk mengutak-atik formula penyesuaian batas quota subsidi BBM karena kekhawatiran meningkatnya anggaran APBN. Padahal peluang mendapatkan gas murah sebagai dampak dari revolusi shale gas dunia semestinya bisa diambil dengan cara membangun fasilitas-fasilitas penyimpanan, regasifikasi LNG dan CNG serta jaringan distribusi gas di dalam negeri. Apabila fasilitas-fasilitas tersedia cukup menjangkau daerah-daerah yang memerlukan suplai gas di dalam negeri, maka dengan sendirinya industri dalam negeri akan berlomba-lomba mengalihkan penggunaan sumber energi BBM ke sumber energi gas karena harga gas dalam negeri akan menjadi sangat ekonomis. Sebuah fakta di Rubrik Ekonomi Kompasiana.com mengungkapkan bahwa revolusi penemuan shale gas besar-besaran telah terjadi belakangan ini di Amerika melalui penerapan teknologi fracturing dan horizontal drilling. Hal ini telah membawa dampak signifikan atas perubahan harga gas alam di negara itu. Dalam laporan tahunan Henry Hub Natural Gas Spot Price, sejak tahun 2009 harga gas di pasar Amerika anjlok tajam dari 8.86 USD/MBtu menjadi 3.94 USD/MBtu. Bahkan sejak tahun 2012 cenderung menurun terus hingga 2.75 USD/MBtu. Peningkatan produksi terutama akan terjadi tidak hanya di Amerika tetapi juga akan terjadi di Australia, Afrika Timur, Rusia termasuk di Indonesia. "Revolusi teknologi pada temuan shale gas pun ikut mendongkrak kenaikan suplai dari negara-negara itu." kata Hirobumi Kiwano, Presiden Perusahaan Minyak, Gas, dan Metal Nasional (JOGMEC) Jepang, di sela Konferensi dan Pameran Gastech 2014 di Seoul, Korea Seatan, tanggal 25 Maret 2014 (sumber: berita ekonomi Republica.co.id). Akibatnya pasokan gas alam Amerika akan mengalami surplus (diperkirakan meningkat 49% pada tahun 2035) sehingga untuk menjaga keseimbangan harga gas dalam negeri maka Pemerintah Amerika akan mengekspor sebagian produksi gasnya. Hal ini tentu saja akan berdampak pada peta supply-demand dunia. Sebagai contoh pada pertengahan bulan November 2013 The Straits Time memberitakan bahwa Singapura melalui Menteri Luar Negeri dan Hukum K. Shanmugam telah mengutarakan ketertarikannya untuk mengimpor shale gas dari Amerika dalam bentuk LNG sebagai langkah diversifikasi pasokan energy dan buffer stock dalam rangka ketahanan energi di negaranya. Singapura hanya mengandalkan gas alam impor dari Indonesia dan Malaysia untuk memenuhi kebutuhan energi domestik terutama untuk tenaga listrik yang besarnya hampir 10% dari total konsumsi energi primer mereka. Berdasarkan data statistik gas alam Kementerian ESDM, ekspor gas melalui pipa ke Singapura terus mengalami kenaikan volume dengan rata-rata dari tahun 2004-2012 sebesar 293 MMSCF (20% dari total volume ekspor gas). Indonesia mensuplai gas ke Singapura dari lapangan Corridor Block, Sumsel yang dioperasikan ConocoPhillips dan dari Jabung, Jambi yang dioperasikan PetroChina melalui pipa transmisi ruas Grissik-Singapura milik PT Transportasi Gas Indonesia (TGI) yang menyalurkan 465 MMSCFD. Selain itu lapangan Natuna Sea Block A, West Natuna, Kepuluan Riau yang dioperasikan Premier Oil melalui pipa West Natuna Transportation System (WNTS) menyalurkan 325 MMSCFD. Kedua kontrak pembelian gas tersebut akan berakhir tahun 2023. Singapura memang tidak akan memperpanjang kontrak ini sehingga konsekuensinya terdapat volume gas termasuk pipa-pipa penyaluran gas yang akan tidak termanfaatkan. Selain untuk memasok kebutuhan gas bagi industri-industri di kawasan Pulau Batam dan untuk mengatasi krisis gas shortage di Jawa Barat, terutama untuk kebutuhan pembangkit listrik PLN Muara Tawar dan industri di kawasan Cikarang dan Cilegon; juga diharapkan mampu berfungsi sebagai buffer stock bagi FSRU Lampung milik PGN dan FSRU Jawa Barat milik PT Nusantara Regas (NR) yang telah ada untuk mendukung domestic gas supply atau dapat juga diperuntukkan sebagai gas interruptible bagi peningkatan oil lifting Chevron Pacific Indonesia (CPI) dan konsumen industri di Riau melalui pipa ruas Grissik-Duri milik TGI. Sebuah tantangan yang harus dijawab dengan elegan oleh Capres dan Cawapres kita pasangan Prabowo - Hatta dan Jokowi - JK. Ayo kita lihat siapa dari mereka yang memiliki visi ini. |
OUR BLOG
Gunakan Search Box di pojok kanan atas halaman ini untuk mencari artikel. Categories
All
AuthorHelfia Nil Chalis:
Archives
April 2024
|