Kabinet Kerja Jokowi JK sudah terbentuk. Sejumlah harapan perubahan berkembang meskipun masih terlihat pengaruh partai politik yang cukup kuat. Salah satu harapan perubahan itu adalah dengan ditunjuknya Ibu Susi Pudjiastuti sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan. Pasalnya beliau adalah sosok pengusaha yang hanya berlatar belakang pendidikan SMP. Kok begitu? Mari kita simak sejenak siapa beliau sehingga berhasil mendapat kepercayaan Presiden RI ke 7 untuk membantunya dalam bidang kelautan dan perikanan dan apakah kelak akan mampu melakukan perubahan yang kita harapkan. Mungkin tidak banyak yang pernah mendengar kisah pemilik 50 unit pesawat pribadi "Susi Air" ini. Dikenal blak-blakan, bicara dan berjalan cepat, wanita ini juga konon bertato di kaki. Ketika usai diperkenalkan oleh Presiden Joko Widodo kepada pers beliau langsung melepas sepatu dan merokok di depan para wartawan yang tentu saja langsung mendapat berbagai komentar. Meski begitu sepak terjangnya di dunia bisnis perikanan tak bisa dipandang sebelah mata. Bahkan beliau mampu mengembangkan bisnis transportasi udara yang melayani rute-rute sulit ke pelosok tanah air. Di Papua hanya "Susi Air" perusahaan penerbangan yang paling banyak melayani berbagai wilayah pedalaman. Ibu Susi memulai bisnis sebagai pengepul ikan di Pangandaran tahun 1983 dengan uang Rp 750 ribu hasil penjualan perhiasan miliknya. Ketika bisnisnya terus berkembang, tahun 1996 Ibu Susi mendirikan pabrik pengolahan ikan PT ASI Pudjiastuti Marine Product dengan produk unggulan berupa lobster dengan merek “Susi Brand”. Ibu Susi mulai menggunakan sarana transportasi udara ketika bisnis pengolahan ikannya meluas dengan pasar hingga ke Asia dan Amerika. Dengan begitu beliau dapat dengan cepat mengangkut lobster, ikan, dan hasil laut lain kepada pembeli dalam keadaan masih segar. Tahun 2004 beliau memutuskan membeli pesawat seharga Rp 20 Miliar menggunakan pinjaman bank dan mendirikan PT ASI Pudjiastuti Aviation. Perusahaan penerbangan milik beliau inipun berkembang terus dan dikenal dengan brand "Susi Air". Saat ini Susi Air sudah mempekerjakan ratusan pilot asing karena stok pilot dalam negeri sangat minim. Bahkan Pak Dahlan Iskan ketika memimpin PLN sering menggunakan jasa "Susi Air" untuk melihat lokasi-lokasi terpencil yang berpotensi untuk dibangun sarana pembangkit listrik. Dalam blognya Pak Dahlan Iskan menulis: "Saya begitu sering menggunakan jasa Susi Air. Banyak rute yang penerbangan lain tidak mau, dia terbangi. Misalnya, Jakarta-Cilacap. Atau Medan-Meulaboh. Atau antarkota kecil di Papua. Sebagai orang yang kini harus memikirkan listrik sampai ke seluruh pelosok negeri yang terpencil, saya ikut berterima kasih kepada Susi". Berbagai penghargaan pernah diraih beliau antara lain: "Pelopor Wisata" dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Barat dan "Young Entrepreneur of the Year" dari Ernst and Young Indonesia pada tahun 2005. Beliau juga pernah menerima penghargaan "Primaniyarta Award for Best Small & Medium Enterprise Exporter" dari Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono. Harapan perubahan menjadikan kelautan dan perikanan sebagai salah satu primadona peningkatan kesejahteraan dan martabat bangsa kita kiranya bukanlah harapan kosong jika kita menyimak rekam jejak Ibu Susi Pudjiastuti. Ibarat sebuah lingkaran setan, untuk mengatasi sebuah persoalan maka kita harus berani keluar dari lingkaran itu agar bisa memahami dan mencari jalan keluarnya. Pemikiran "out of the box" atau "tidak biasa" memang merupakan salah satu metoda pemecahan masalah. Apakah ini yang mendasari keputusan Presiden Jokowi? Dengan keputusannya ini seolah Presiden Jokowi ingin mengatakan bukan titel atau gelar pendidikan formal yang penting, tetapi apa karya nyata yang telah dilakukan untuk membuktikan kelayakan menduduki jabatan penting dan strategis seperti jabatan menteri. Selamat bekerja Ibu Susi Pudjiastuti, selamat bekerja Kabinet Kerja Jokowi JK. Seluruh rakyat Indonesia mengharapkan hasil kerja yang membawa perubahan ke arah yang lebih baik, lebih sejahtera dan bermartabat, bukan perubahan yang sebaliknya. www.Helfia.net Sumber: kompasiana, dahlaniskan.wordpress.com
0 Comments
Para peneliti dari University of Southern Denmark mengatakan mereka telah menemukan kristal yang menyerap oksigen dari udara dan bahkan dari air. Hanya satu sendok kristal ini mampu menarik semua oksigen di dalam ruangan. Bahan Penyerap Oksigen dari University of Southern Denmarki ini terbuat dari garam cobalt. Diperkirakan bahan ini mampu menahan oksigen pada konsentrasi 160 kali lebih tinggi dari udara yang kita hirup. Karya ilmiah tentang bahan mengatakan bahwa dalam jumlah yang berlebih, bahan ini bisa mengikat 99% oksigen di dalam ruangan. Tetapi yang lebih mengagumkan lagi adalah kristal ini bisa melepas oksigen jika dipanasi atau pada kondisi rendah oksigen. Menurut penulisnya Christine McKenzie kondisi ini mirip dengan hemoglobin di dalam darah kita yang menggunakan zat besi untuk mengikat dan melapaskan oksigen di dalam tubuh manusia. Jika zat ini bekerja seperti yang digambarkan tulisan ilmiah Christine, banyak aplikasi yang benar-benar keren seperti menambahkan oksigen dalam konsentrasi tinggi ke dalam sel bahan bakar hidrogen, meringankan beban paru-paru pasien yang membutuhkan banyak asupan oksigen, juga penyelam scuba suatu ketika mungkin tidak memerlukan tabung oksigen lagi untuk menyelam. “Beberapa butir saja dari bahan ini mengandung cukup oksigen untuk satu kali napas, dan karena bahan ini bisa menyerap oksigen dari air di sekitar penyelam, maka penyelam tidak perlu lagi membawa peralatan lain selain beberapa butir bahan ini saja", demikian menurut McKenzie. Penelitian ini diterbitkan di Chemical Science. Nama ilmiah garam ini: [{(bpbp)Co2II(NO3)}2(NH2bdc)](NO3)2 * 2H2O, dimana “bpbp” adalah singkatan dari 2,6-bis(N,N-bis(2-pyridylmethyl)-aminomethyl)-4-tert-butylphenolato, dan “NH2bdc2” adalah singkatan dari 2-amino-1,4-benzenedicarboxylato). Jangan tanya bagaimana cara menyebut namanya...he..he..he... Sumber: Popular Science. Selama ini kita beranggapan bahwa Indonesia kaya akan minyak. Anggapan ini sebenarnya keliru karena kita ternyata lebih banyak memiliki energi lain selain minyak seperti batubara, gas, CBM (Coal Bed Methane), panas bumi, air, BBN (Bahan Bakar Nabati) dan lain-lain. Anggapan keliru lainnya adalah bahwa harga BBM (Bahan Bakar Minyak) harus murah sekali tanpa berpikir bahwa hal ini menyebabkan terkurasnya dana Pemerintah untuk subsidi harga BBM, ketergantungan kita kepada BBM yang berkelanjutan serta kepada impor minyak dan BBM yang makin lama makin besar serta makin sulitnya energi lain berkembang. Sebuah ramalan yang cukup mengkhawatirkan karena berdasarkan fakta-fakta yang ada saat ini bahwa hampir dapat dipastikan Indonesia akan mengalami krisis energi dalam lima tahun ke depan apabila pemerintah gagal mengupayakan pengembangan energi alternatif selain minyak. SKKMIGAS mengatakan cadangan minyak yang tersisa sekarang tidak lebih dari 4 milyar barrel, meskipun ada 44 milyar barel lagi tetapi masih dalam status potensi cadangan. Pemerintah memprediksi Indonesia akan menjadi pengimpor minyak permanen tahun 2018 dimana saat itu produksi minyak nasional hanya 500.000 barrel per hari. Menghadapi kenyataan pahit ini, satu-satunya alternatif solusi adalah dengan mengembangkan sumber energi selain minyak. Sudah saatnya kita mengembangkan potensi sumber daya energi selain minyak. Untuk sumber daya gas alam misalnya, kita masih memiliki cadangan 150 TCF (trilyun standard cubic feet). Sayangnya konversi pemakaian BBM ke gas belum terlihat dan tersosialisasikan dengan baik. Masih banyak kendala termasuk diantaranya trauma masyarakat akibat seringnya kecelakaan karena ketidaktahuan masyarakat dalam penggunaan gas secara aman sebagai pengganti BBM. Akibatnya masyarakat tetap bertahan menggunakan BBM yang dirasakan lebih aman. Pengadaan gas juga masih terkendala dengan ketersediaan infrastruktur gas dalam negeri. FSRU di Lampung contohnya yang dijadwalkan mulai bisa mengkonsumsi gas dari LNG Tangguh tahun ini masih mengalami kendala sehingga LNG Tangguh terpaksa mengalihkannya ke ekspor. Adapun cadangan batubara kita menurut SKKMIGAS mencapai 136 milyar ton. Namun begitu, produksi batubara Indonesia tahun 2006 saja masih sebesar 162 juta ton dimana 120 juta ton diantaranya digunakan untuk keperluan ekspor. Pemerintah mencanangkan peningkatan penggunaan batubara yang saat ini baru sekitar 50%, menjadi 63% dari bauran energi nasional di tahun 2020 untuk sub sektor kelistrikan. Sumber energi alternatif lainnya yang masih kurang dimaksimalkan adalah sumber tenaga angin dan tenaga surya. Dalam konteks ini kita patut menghargai upaya pemerintah daerah Bantul, Yogyakarta yang sejak tahun 2010 berhasil membangun pembangkit listrik tenaga angin dan surya sehingga kawasan Pantai Baru, Pandansimo, Bantul di malam hari tetap terang benderang. Mereka menamakannya Pembangkit Listrik Tenaga Hibrid (PLTH) Bantul. Mari kita dukung upaya Pemerintah baru nanti dalam mengembangkan sumber energi alternatif yang memang harus dilakukan karena kita tidak memiliki pilihan lain. www.Helfia.net, www.HelfiaStore.com, www.GreatWebPortal.com |
OUR BLOG
Gunakan Search Box di pojok kanan atas halaman ini untuk mencari artikel. Categories
All
AuthorHelfia Nil Chalis:
Archives
April 2024
|