Sebagai mana halnya segala sesuatu di dunia ini yang pasti berakhir, begitupun tahun 2013 kini telah meninggalkan kita. Selamat datang tahun yang baru 2014. Sejuta harapan kami usung bersama kedatanganmu. Biarlah tahun yang telah berlalu menjadi sejarah untuk kita ambil sebagai pelajaran dan mari kita menyambut tahun baru 2014 dan tahun-tahun berikutnya dengan semangat baru penuh optimisme. Marilah kita sertai pula semangat dan optimisme itu dengan doa "Semoga kitap dimampukan Allah Swt untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Aamiin Yaa Robbal 'Aalamiin".
0 Comments
Sebuah tulisan singkat di sebuah majalah membuat saya terharu membacanya ketika sedang dalam perjalanan dari Babo ke Halim Perdanakusuma beberapa waktu yang lalu. Tulisan itu dari seorang relawan Program Sobat Bumi yang diusung oleh Pertamina Foundation. Berikut penuturannya seperti apa adanya yang saya dapatkan dari Okezone.com. Kiranya sekelumit kisah ini cukup menggugah kesadaran kita untuk berjuang bersama sebagai satu bangsa mewujudkan sila ke lima dari Pancasila yang belum juga mampu kita raih setelah lebih 65 tahun kemerdekaan: "Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia". “TUHAN meletakkanmu di tempat sekarang, bukan karena kebetulan. Orang yang hebat tidak dihasilkan melalui kemudahan, kesenangan, dan kenyamanan. Mereka dibentuk melalui kesukaran, tantangan, dan air mata.” Quote ini aku tulis di lembar harianku. Aku meletakkan pena dalam saku. Sekejap saja pandanganku takjub. Tampak tiga orang pembangun sekolah ini, yang hanya menggunakan kaos kemeja, celana training dan sepatu boot segera menghentikan pekerjaan mereka membabat ilalang. Mereka memanggil anak-anak dan mengucapkan selamat datang padaku. Ya, Tuhan, betapa anugerahMu sungguh nikmat. Kala terpuruk, aku segera sampai pada sebuah simpulan bahwa aku adalah manusia paling menderita di dunia ini. Ternyata salah. Penderitaanku tak ada arti apa-apa dibanding mereka yang ada di hadapanku saat ini. Di depan mataku mereka menagih masa depan. Di hadapanku, mereka menagih tanggung jawabku. Tanggung jawab kami, para relawan program Sobat Bumi yang diusung oleh Pertamina Foundation. Aku bersandar pada papan nama sekolah SD Alang-alang Kecil V yang telah usang. Memandangi sekeliling yang penuh ilalang. Teringat pesan Ayahku. “Jadilah seperti ilalang, Nak. Tumbuhan ini bisa hidup di tempat seperti apapun. Hutan tandus. Tanah kering. Pasir berbatu. Seperti itulah hidup dan ilmumu. Laksana ilalang yang bisa hidup di manapun.” Aku berjalan mendekati mereka. Memainkan jemari di antara ilalang hutan yang tampak lembut itu. Awww, ilalang ini sangat tajam rupanya. Ia mampu menembus kulit ari terdalam hingga membekaskan luka. Aku semakin percaya bahwa ilalang tajam ini serupa semangat anak-anak sd alang-alang kecil. Rapuh di luar, tajam di dalam. "Bu Guru, jalan ke sekolah banjir. Apakah tetap pergi?”
Pesan singkat dari Pak Hery, guru olahraga Sekolah Alang-lang, muncul secara tiba-tiba. Aku sudah bangun lebih pagi dari biasanya. Rasanya tidak mungkin membunuh semangat ini. “Kita berangkat saja, Pak” Sungai Skanto telah berubah coklat. Airnya mengalir deras. Aku hanya mengamati punggung orang-orang yang berusaha melintasi sungai ini. Tampak juga motor dipikul menggunakan bambu karena tiba-tiba mati di muara sungai. Di atas sungai ada jembatan besar tetapi rapuh. Kini, masih dalam kondisi diperbaiki. Tak tahulah kapan selesai. Menyeberang sungai ini butuh semangat dan kepercayaan. Adakah yang menjualnya untukku? “Jika balik atau memutar, kita akan terlambat sampai di sekolah, Bu Ayu” Perjalanan semacam ini tidak ada dalam surat kontrakku. Tanpa alas aku bersama Pak Hery menyebrangi sungai. Kami hanya tertawa kecil dan segera mempercepat langkah. Pak Hery khwatir jika anak-anak terlalu lama menunggu kedatangan kami, mereka akan pulang lagi. Beginilah tugas kami. Bagaimana membuat mereka percaya bahwa mereka bisa melakukan perubahan positif dalam hidup mereka. Salah satu yang bisa membantu mereka menemukan “hidup” yang sesungguhnya adalah lewat pendidikan. Masih ada hari-hari berikutnya yang akan kami lalui di tanah pedalaman Papua. Semoga kehadiran kami disini dapat membantu alang-alang kecil ini merajut mimpi. (//wdi) Ini kisah menarik dari negeri Paman Sam. Leo Grand seorang pengangguran yang tidak mempunyai rumah dan hidup layaknya gelandangan, tiba-tiba mendapat kesempatan mempelajari sebuah program aplikasi. Berkat keahlian baru yang luar biasa yaitu menciptakan aplikasi baik untuk iOS maupun Android pintu kekayaan terbuka lebar baginya. Sebelum menjadi ahli pembuat aplikasi, dulunya Leo didatangi oleh orang aneh yang tidak dikenal. Kala itu Leo didatangi pria tak dikenal lalu ditawari oleh orang asing tersebut dua pilihan. Pilihan yang pertama adalah Leo diberikan uang 100 USD atau yang kedua Leo diberikan 3 buku Java-Script dan pelajaran koding sebanyak 16 sesi. Diluar dugaan ternyata Leo memilih buku dan pelajaran tersebut menolak uang 100 USD yang biasanya langsung dipilih oleh orang-orang. Yang lebih mengagetkan adalah ternyata orang yang datang ke hadapan Leo dan memberikan 2 pilihan tersebut adalah seorang programmer profesional bernama Patrick McConlogue. Leo rupanya seorang yang punya keinginan kuat mempelajari hal baru. Dilansir dari Cnet, Saat diwawacari alasan Leo memilih opsi kedua dia menjawab "Saya bisa saja menerima USD 100 dalam beberapa hari. Tapi dia mengatakan saya boleh memiliki laptop dan mempelajari sesuatu. Saya membayangkan, ini bisa berdampak lebih," ujarnya. Sesuai janjinya, selanjutnya Patrick setiap hari datang menemui Leo untuk mengajarinya coding. Patrick sendiri adalah orang yang sangat percaya akan pepatah yang mengatakan 'Mengajari orang memancing akan lebih baik ketimbang memberinya ikan setiap hari'. Dia pun menerapkannya pada Leo yang memang menyambut antusias pancingan yang diarahkan padanya Akibat dari pilihannya ini, hidup Grand pun berubah. Pengangguran yang bangkrut sejak 2011 ini secara perlahan bisa memahami pelajaran yang diberikan oleh Patrick McConlogue. Bahkan, dengan gigihnya, Grand pun akhirnya sukses melansir aplikasi mobilenya sendiri, Tree for Cars. Aplikasi untuk iOS dan Android ini ditawarkannya untuk mengurangi penggunaan mobil di jalanan. Aplikasi ini menghubungkan antara orang yang ingin memberikan tumpangan dan orang yang ingin menumpang. Dengan begitu, jumlah mobil pun bisa berkurang dengan sendirinya. Saat ini aplikasi Leo sudah dipajang baik di Apple Store dan juga Google Store. Diharapkan aplikasi Trees of Cars ini akan membantu kota di Amerika Serikat lebih 'hijau'. Sebuah berita di Merdeka.com cukup mengejutkan saya karena mungkin akan sangat menentukan nasib bangsa ini setelah pilpres 2014. Jujur saja, sampai sekarang saya merasa belum ada capres 2014 yang bisa diharapkan mampu melakukan perubahan berarti dalam memajukan negara ini agar sejajar dengan negara-negara lain di dunia. Bagaimana pendapat anda mengenai berita berikut? Merdeka.com, Selasa (17/12) menemukan seubah situs beralamat www.merahputih.or.id yang didaftarkan dengan nama 'Tim IT Jokowi' yang beralamat di Jalan Lenteng Agung 99, Jakarta Selatan, yang merupakan kantor DPP PDI Perjuangan dan terakhir di-update pada 10 Desember lalu. Saat dikunjungi, situs tersebut masih dalam 'maintenance', tetapi pekan lalu meskipun situs tersebut belum terisi konten, sudah ada halaman depan dengan gambar Mega-Jokowi. Di gambar itu, Mega mengenakan pakaian merah dan Jokowi putih. Di bawah tulisan 'Mega-Jokowi' terdapat tulisan 'pasangan merah putih'. Gambar yang sama juga mejeng di display picture BlackBerry Messenger beberapa politikus PDIP. Saat dikonfirmasi apakah gambar tersebut merupakan pilihan partai saat ini, politikus yang dikenal dekat dengan Prananda Prabowo, anak kedua Megawati itu memilih tidak mau berkomentar. Prananda disebut-sebut memang mendukung opsi Megawati-Jokowi ini. Seperti diberitakan, kabar pengusungan Megawati-Jokowi untuk capres-cawapres 2014 dari PDIP ini mencuat setelah survei internal partai tersebut bocor. Hasilnya, Megawati-Jokowi berada di posisi teratas dari semua pasangan yang mungkin bertarung. "Toh survei (terbaru) kita se-Indonesia dengan sampel 2.650 Mega-Jokowi dipilih 60 persen. Berikutnya Prabowo-Hatta 30 persen sekian. Sisanya yang lain," kata sumber tersebut. Sumber Pernah membayangkan mencetak sendiri pulpen, model formula-1, model pesawat, atau benda-benda kesayangan anda lainnya? Mungkin mimpi anda bisa terwujud tidak terlalu lama lagi. Meskipun bahan untuk mencetak tidak seperti yang anda inginkan. Jika anda tertarik membuat sendiri printer 3D, silahkan kunjungi situs DIY (Do It Yourself) di www.reprap.org. Johanes Djauhari berhasil menciptakannya dalam 6 bulan dengan mengikuti petunjuk dari situs ini bersama adiknya. Simak berita menarik dari Kompas.com berikut. JAKARTA, KOMPAS.com — Berawal dari kegemarannya pada dunia desain grafis, Johanes Djauhari kini merakit mesin pencetak (printer) 3D. Dengan memanfaatkan teknologi open source,printer 3D yang dirakit Johanes dapat mencetak dokumen digital menjadi benda tiga dimensi. Johanes bekerja sebagai desainer produk. Beberapa klien yang hendak membuat produk kadang tak puas jika hanya melihat desain tersebut dalam bentuk dokumen digital. Mereka ingin bentuk fisik meski berukuran kecil. "Nah, dari situlah, kenapa tidak saya buat printer 3D sendiri," katanya saat ditemui KompasTekno di acara Popcon Asia 2013 di Jakarta Convention Center, awal Juli lalu. Johanes juga gemar pada mainan (toys). Banyak rekannya yang mendesain karakter toys dan hendak merealisasikan idenya menjadi bentuk nyata. Beberapa dari mereka memakai jasa Johanes untuk cetak 3D. Johanes mencetak 3D karakter superhero Hebring versi hitam karya Main Studios asal Jakarta 3D printing merupakan proses cetak berlapis untuk membentuk benda padat dengan perspektif 3D yang dapat dipegang dan memiliki volume. Materi yang digunakan adalah plastik, bisa jenis acrylonitrile butadiene styrene (ABS) maupunpolylactic acid (PLA). "Kalau saya suka pakai PLA. Dia terbuat dari biji jagung dan bisa terurai. Kalau ABS adalah materi yang dipakai mainan lego, yang terbilang lama terurainya," ujar Johanes. Proses pencetakan memang terbilang lama. Butuh waktu dua jam untuk mencetak benda 3D dengan dimensi tinggi 10 cm, panjang 5cm, dan lebar 5 cm. Sebenarnya, proses cetak itu bisa dipercepat. Namun, ada beberapa konsekuensi yang harus diterima, di mana bagian dalam obyek menjadi tidak padat alias kopong. Benda yang dicetak dari printer 3D sejauh ini hanya bisa dihasilkan dalam satu warna. "Jika ingin berwarna, kita harus memberi cat secara manual. Materi plastiknya tidak akan rusak jika kena cat," klaim Johanes. Karakter Minion dalam film animasi Despicable Me dicetak dengan warna kuning dan dibubuhi cat agar karakter tersebut mirip seperti aslinya. Keseriusan Johanes merakit printer 3D dimulai pada 2011. Ia mendirikan Bikin Bikin 3D Print dan aktif ikut pameran untuk memperkenalkan teknologi ini. Kala itu, desain luar printer buatannya masih berupa kerangka. Setelah melewati beberapa kali pengembangan, kini printer 3D-nya semakin akurat dan didesain menggunakan casing. "Akurasinya sampai 0,2 mm," tutur Johanes. Akurasi itu dibuktikan dengan mencetak replika arca yang penuh detail dan lekukan. Johanes terlebih dahulu memindai seluruh bagian arca asli yang tersimpan di Museum Nasional. Setelah mendapat filepindainya, mulailah Johanes mendesain 3D lalu mencetak dengan printer buatannya sendiri. Memanfaatkan "open source" Dalam mengembangkan printer 3D, Johanes memanfaatkan teknologi open source untuk driver dan software. Ia ikut dalam forum internet yang khusus membahas teknologi printer 3D. "Di forum ini, kita bisa tahu kalau ada algoritma yang lebih baik dan memberi struktur lebih mudah. Bukan cuma soal teknis, dari sana juga kita tahu soal materi yang mudah dicari dan lebih terjangkau," jelasnya. Untuk mendesain bentuk 3D, Johanes menggunakan software Pronter Face dan Repetier. Komputer yang dipakainya terhubung ke motherboard printer melalui kabel USB. Motherboard inilah yang memerintahkan gerakan koordinat X, Y, dan Z, menerjemahkan dokumen digital menjadi obyek nyata 3D. Printer 3D yang dibuat Johanes masuk dalam tahap pengembangan akhir. Ia membuka pre-order dengan harga Rp 10 juta. Setelah masa pre-order berakhir pada September 2013, printer 3D bakal dibanderol Rp 12 juta. Editor: Reza Wahyudi Kisah berikut ini adalah lanjutan penuturan rekan Ir. Wihananto Sarosa Alumnus ITB 77 yang sekarang bertugas di Lucent Technologies Abu Dhabi. Ikuti juga kisah sebelumnya. Special Stage-9: Special Stage menyusuri gurun pasir Pada tahun 1998 saya mendapat tawaran dari bekas direktur saya sewaktu di AT&T Network System (yg waktu itu sudah melakukan “spin-off” dan bernama Lucent Technologies), untuk bekerja di Saudi Arabia. Saat itu Lucent mencari seorang project manager yg beragama Islam untuk menangani bagian-bagian project di dearah khusus untuk Muslim yaitu Mekkah, Madinah dan wilayah haji lainnya, dan akan berkantor di Jeddah. Inilah kesempatan yg sangat langka bagi orang timur seperti saya karena kebanyakan Project Manager yang saya ketahui adalah orang “bule” (westerner). Mereka dilarang dan tidak bisa masuk ke tanah suci. Kesempatan ini tidak saya sia-siakan dan langsung saya tangkap, meskipun beban yang harus saya laksanakan ternyata cukup berat. Tugas saya harus membangun 7 sentral telepon baru di areal-areal muslim tadi dalam waktu 4 bulan, dengan team yang terdiri 8 orang engineer dan 40 orang teknisi dari berbagai macam bangsa. Target waktu yg ditetapkan tidak boleh meleset karena semua sentral telepon harus beroperasi 2 (dua) minggu sebelum musim haji. Inilah tugas yang sangat menantang dan membuat hati ber-debar-debar. Saya terus berfikir, bisakah saya melaksanakannya ?. Dengan bekerja 7 hari seminggu dan 5 jam tidur sehari, akhirnya saya bersyukur pada Sang Pencipta karena tugas berat yang dibebankan dapat terselesaikan meskipun terjadi musibah kecil dengan terbakarnya salah satu sentral di daerah Madinah. Sentral ini dapat digantikan dengan sentral sementara. Sehingga akhirnya musim ibadah haji pada tahun itu dapat berjalan lancar tanpa gangguan sistem telekomunikasi yg berarti. Special stage-10: Menjadi bagian dari proyek US $ 5 milyar di Saudi arabia Setelah tugas pertama selesai, saya mendapatkan tugas yg kedua yaitu perluasan wilayah tanggung jawab saya menjadi seluruh wilayah barat dan selatan. Tanggung jawab ini mencakup bagian barat Saudi Arabia sepanjang pantai Laut merah (Red Sea) dari daerah utara yang berbatasan dengan Irak sampai ke selatan yang berbatasan dengan Yaman. Saya harus menyelesaikan pembangunan 47 Sentral Telepon Utama dan 92 Sentral Remote untuk 600 ribu sambungan, dengan team sebesar 48 engineers dan 260 teknisi yg terdiri dari kurang lebih 12 bangsa, termasuk orang Amerika, Belanda, Belgia, Saudi, Indonesia, India, Pakistan, Mesir, Jordan, dsb. Proyek ini harus diselesaikan oleh Lucent dalam waktu kurang dari 2 tahun. Banyak masalah dan tantangan yg saya hadapi, dari masalah teknis yg layaknya diselesaikan dengan ilmu dan pengetahuan sampai masalah human-interaction yg tidak dapat diselesaikan dengan ilmu matematika. Disamping itu, banyak pengalaman berharga yg saya dapat dan juga banyak teman dari berbagai bangsa yg saya temui sehingga memperkaya cerita kehidupan saya. Sebelum proyek tersebut selesai, pada tahun 2000 saya mendapat tugas baru di kantor pusat di Riyadh untuk menangani system engineering dari proyek lainnya, pembangunan 450 ribu sambungan akses internet berbasis ADSL dan ATM core network. Dapat terlibat dan menjadi bagian dari suatu proyek besar yang disebut Telecommunication Expansion Project 6, bernilai US$ 5 milyard, dengan work force sekitar 4000 orang terdiri dari kurang lebih 30-an bangsa, bagi saya sangatlah “exciting”. Ini merupakan special-stage yg membanggakan yg pernah saya jalani. Special Stage-11 : Keep driving on the desert…. Setelah proyek tersebut selesai pada tahun 2003, saya mengucap syukur kepada Sang Pencipta, meskipun Lucent Middle East dan Africa (MEA) mengurangi jumlah personilnya menjadi sekitar 500 orang, saya masih dipercaya menangani Technical Sales Support dengan account Saudi Telecom. Pada tahun 2004, saya dipindahkan ke kantor pusat Lucent MEA di Abu Dhabi sebagai Network Solution Consultant dari Core Competence Center – Next Generation Network Solution untuk wilayah Timur-Tengah dan Afrika. Tugas saya adalah memperkenalkan produk-produk Lucent, membantu customer yang ingin merancang dan membangun network barunya atau meng- upgrade networknya yg ada, juga membantu memecahkan masalah networking yg dihadapi oleh para customer, dsb. Saya sangat beruntung bisa memiliki jabatan ini karena saya yg cuma menyandang S1 dari ITB bisa mempunyai kolega satu group yg menyandang gelar Dr atau PhD. Seluruh karyawan di Group saya minimal menyandang gelar S2 (Master degree). Inilah salah satu hal yang saya sukai bekerja di Lucent karena mereka menerapkan “equal opportunity” bagi semua orang. Pandangan dunia tentang orang Indonesia Saya mempunyai cerita yg sangat mengusik pikiran saya; dalam suatu seminar telekomunikasi di Dubai dimana saya mempunyai kesempatan sebagai pembicara dan sekaligus merupakan pengalaman pertama sebagai pembicara. Saya menyebutkan data pribadi saya dan memperkenalkan bahwa saya berasal dari Indonesia, maka pada saat presentasi, banyak peserta yg keluar ruangan melakukan percakapan telpon, ada yg keluar untuk minum kopi dan yg tinggal di dalam ruangan sebagian besar terkantuk-kantuk. Tidak ada yg tertarik dengan pembicaraan saya, apa kesalahan saya? apakah karena saya orang Indonesia ? apakah karena materi pembicaraan kurang menarik ? Pada kesempatan selanjutnya, misalnya dalam Next Generation Network Roadshow–nya Lucent, di Abu Dhabi, Riyadh dan Cairo, saya pasang strategi lain untuk mengantisipasi reaksi peserta. Saya hanya menyebutkan nama, jabatan, pekerjaan di awal presentasi, ternyata para peserta mendengarkan dan mengikuti seminar secara normal dan juga terjadi tanya-jawab seperti layaknya sebuah seminar. Karena penasaran dengan reaksi para peserta, di-tengah-tengah presentasi saya menyebutkan bahwa saya berasal dari Indonesia, selanjutnya para peserta tetap mengikuti seperti biasa tanpa ada perubahan reaksi. Tetapi kemudian pada kesempatan di luar seminar, beberapa peserta mendekati saya dan berkomentar; “O saya kira anda dari Jepang atau Korea”, atau “O saya kira anda adalah orang Chinese yg bermukim di Amerika”. Dalam hati saya, tertipulah mereka!. ”awak ini orang Indonesia”, jawab saya dengan bangga. Kesimpulan saya, orang lain masih melihat dari mana asal saya bukannya siapa saya. Oleh karenanya, sebagai bangsa Indonesia kita masih perlu bersama-sama menciptakan citra baik bangsa Indonesia dimata bangsa manca-negara. Sangatlah perlu menjaga professionalisme dibidang masing-masing (apapun pekerjaannya), dan tidak cepat mengeluh dan putus asa dengan beban pekerjaan yang ditugaskan. Percaya diri dan mampu berkomu- nikasi dengan baik adalah dasar pembentukan citra yang baik dan dihargai oleh bangsa lain. Banyak yg berpandangan bahwa Indonesia hanya mempunyai unskilled human resources. Kenyataan di luar negeri, khususnya Timur Tengah, memang itulah yg terjadi. Bukan mereka para tenaga kerja (nakerwan) yang salah, tapi kesem- patan untuk mendapat pendidikan layak yang tidak mereka peroleh. Banyak cerita memprihatinkan yang saya dengar langsung dari para nakerwan, yang sangat mengganggu pikiran saya. Kejadian memprihatinkan itu terjadi, menurut pendapat saya, karena pendidikan mereka yang kurang memadai. Oleh karenanya, saya meng himbau, marilah secara ber sama- sama kita juga ikut memikirkan bagaimana dapat membantu meningkatkan kemampuan rakyat Indonesia terutama dalam hal pendidikan. Special Stage-11: Akhir kata tentang perjalanan Rally kehidupan Dari pengalaman perjalanan saya di atas, saya tarik benang merah sebagai berikut: usahakanlah tidak melakukan sesuatu dengan setengah-setengah dan kalau tidak bisa melakukan dengan sungguh-sungguh lebih baik jangan diteruskan. Tetapi jalan hidup tidak selalu “black and white” dan harus ada toleransi dimana perlu, koreksi pada beberapa check-points tertentu di perjalanan. Setiap orang mempunyai kapasitas dan kekuatan mesin sendiri-sendiri dan kemampuan bertanding di klas-nya masing-masing. Dengan kapasitasnya masing-masing itu, terdapat pedal akselerasi dimana bisa ditancap habis atau dibiarkan menggelinding saja. Yang “tancap” gas habis bisa sampai di tujuan lebih awal menjadi juara tapi bisa juga lelah (exhausted) dan kalau tidak hati-hati bisa terjadi kecelakaan Bisa juga perjalanannya dinikmati dengan kebahagiaan, tanpa memperdulikan akan menjadi juara atau tidak. Tujuan hidup yang dijalankan hanyalah untuk bisa mencapai garis finish. Yang terpenting bagi saya adalah setiap saat harus diupayakan melihat navigasi dan peta arah perjalanan agar tidak tersesat jalan dan dapat sampai di tempat tujuan dg baik. Sebagai layaknya seorang muslim, minimal 17 kali sehari kita memohon petunjuk pada jalan yg benar dari Yang Maha Kuasa. Kalau dalam perjalanan, kita terpaksa menaburkan debu kepada penonton sekitar, tebarkan-lah debu yang membuat mereka bergembira bukan debu yg membuat mereka menangis. Salam dan semangat kebersamaan ITB 77 !! Tentang penulis (dari redaksi Buku "Kisah Sebuah Angkatan") Wihananto Sarosa adalah alumni jurusan Teknik Elektro. Ia lebih akrab dipanggil dengan nama Anto. Anto menikah dengan Puruhitasari (Ita) yang juga alumni angkatan 1977 dari Teknik Industri. Anto dan Ita saat menulis tulisan ini sedang tinggal di Abu dhabi, UAE. Anto sendiri sedang bekerja di Lucent Technologies Inc. dengan cakupan tanggung jawab negara-negara di Timur Tengah dan Afrika sebagai Network Solution Consultant – Next.Gen Network Solution - Core Competence Center. Ikuti juga pengalaman hidup Budi Prasetyo, alumnus Elektro ITB 77 di posting sebelumnya dengan mengklik di sini. Melanjutkan kisah nyata perjalanan hidup alumni sebuah angkatan yaitu Angkatan 77 ITB, berikut ini penuturan pengalaman dari rekan Wihananto Sarosa yang kami akan sajikan dalam dua seri postingan. Selamat mengikuti dan semoga anda bisa menarik manfaat dari sini. Special Stage-1: Angan-angan dan lamunan Semenjak kecil saya selalu tertarik dengan hal-hal yg bersifat teknikal, terutama dg teknologi- teknologi canggih. Saya kemudian ber-angan-angan untuk bisa menjadi seorang ahli dalam bidang teknik tertentu. Pada tahun 1983, saya diwisuda menjadi seorang “tukang insinyur” lulusan ITB jurusan Teknik elektro. Saya menganggap diri saya adalah seorang montir dan pengendara mobil rally yang memulai perjalanan rally untuk mencapai angan-angan-ku. Kata seseorang, “…alumni ITB itu bukanlah seorang ahli yg siap tempur 100%, tetapi seorang sarjana strata-1 yg siap di- training 200%”. Special Stage-2: Mempelajari peta perjalanan ke depan Dengan anggapan bahwa untuk menjadi seorang ahli, haruslah mempunyai ilmu pengetahuan dan pengalaman yg berkesinambungan, maka saya meniatkan diri untuk dapat selalu berkarier dibidang teknis yang sesuai dengan bidang keilmuan saya. Saya merencanakan pada awal 10 tahun karir saya yang pertama untuk bekerja di perusahaan multi-nasional yang akan memberikan training dan bekal pengalaman yang baik. Karir atau rencana pada tahun-tahun selanjutnya adalah bekerja di perusahaan nasional atau perusahaan milik sendiri. Itulah angan-angan dan idealisme saya saat itu. Special Stage-3: Menghadapi Realita pertama…. Pengalaman kerja pertamaku adalah bekerja di perusahaan asing pembuat integrated circuit (IC), Fairchild Semiconductor sebagai system engineer. Di tempat ini, saya harus bekerja secara “gilir” (shift duty) di pagi, siang dan malam karena pabrik ber-operasi 24 jam. Meskipun banyak pengalaman teknis yg didapat, tetapi saya hanya mungkin bertahan selama 14 bulan saja karena pada awal 1985 pabrik ini bangkrut dan ditutup. Terpaksalah saya mulai mencari pekerjaan lain. Special Stage-4: Keep moving-on Berkat informasi dari rekan Boy Sasongko (terima kasih sekali lagi, Boy!), saya mendapatkan tempat kerja baru di perusahaan engineering kontraktor yg berpartner dengan perusahaan Perancis dan sedang mengerjakan proyek Air Traffic Control Processing System sebagai bagian dari pembangunan Bandara Soekarno-Hatta. Banyak sekali ilmu pengetahuan dan pengalaman yg saya peroleh di tempat kerja ini. Saya sempat bekerja di perusahaan induk di Perancis selama hampir 1 tahun untuk mempersiapkan hardware dan software dari peralatan yg akan dipasang di Bandara Soekarno-Hatta. Dengan bekal pengalaman ini, sepulangnya di tanah air, saya mengusulkan kepada pimpinan perusahaan untuk membuat replika (“cloning”) peralatan flight data processing system dan meteorological message switching system yg dibangun pada Personal Computer (PC), dengan operating system UNIX dan pemrograman bahasa C sehingga dapat diterapkan untuk bandara-bandara kecil di tanah air. Blue print dan mock-up sempat terwujud, tetapi karena kelayakan bisnisnya kurang menguntungkan (…dan juga karena adanya invisible pressure), angan-angan ini kandas dijalan alias “macet”. Special-Stage ini dapat saya lalui selama 6 tahun. Special Stage-5 : … idealisme mulai goyah Karena ter-induksi oleh gaya kehidupan pada saat itu, saya sempat membelot dari angan-angan awal, pindah pekerjaan ke perusahaan konsultan manajemen dan ingin berkarier dibidang manajemen. Pada awalnya cukup menyenangkan tetapi lama-kelamaan terasa hambar karena tidak ada prestasi yg dapat saya capai (….bosan lagi….ingin kembali ke bidang teknis…memang montir!). Special Stage-6 : Kembali ke jalur semula…. Kebetulan pada tahun 1992, Pemerintah sedang meng-evaluasi tender proyek STDI-2 yg akhirnya menunjuk tiga perusahaan multinasional sebagai pemenangnya. Sehingga saya berhasil kembali bekerja di perusahaan berteknologi tinggi AT&T Network System sebagai salah satu pemenang tender untuk membangun sentral telepon digital dengan kapasitas 300.000 sambungan. Banyak training di luar negeri dan banyak pengalaman teknologi tinggi yang saya peroleh. Bersama teman-teman di perusahaan tersebut, kami sempat membentuk semacam center of excellence and technology tranfer. Kegiatan ini cukup membanggakan dan menyenangkan. Kami mencari solusi untuk memperbesar “local-content” (produk dalam negeri), yaitu mengganti komponen impor dengan komponen yg dapat diperoleh secara lokal tetapi tetap menjaga kwalitas yg sama. Upaya- upaya ini sangat menarik tapi ternyata cukup rumit. Special Stage-7: Time is up…! Memasuki tahun 1995, berarti perjalanan kerja saya telah melewati sepuluh tahun bekerja di perusahaan multinasional. Sesuai dengan janji awal, saya harus memulai bekerja di perusahaan nasional atau ber-wiraswasta. Saya berdiri di persimpangan jalan antara bekerja di AT&T yang saat itu sangat menyenangkan serta membanggakan atau menjaga konsistensi pada cita-cita awal…..bingung lagi!. Dalam keadaan bingung, sebagai salah satu pemegang saham AT&T Indonesia, keluarga Habibie menawarkan saya bekerja di salah satu perusahaan beliau yang akan tetap berhubungan dengan AT&T. Saya merasa bahwa tawaran ini merupakan suatu kebetulan, karena saya tiba-tiba dapat merealisasikan kedua angan-angan saya secara bersamaan. Saya memutuskan untuk menangkap kesempatan ini. Special Stage-8: Realita berikutnya Berpindah lingkungan dari perusahaan multinasional yg serba teratur dan serba jelas aturan mainnya, ke perusahaaan nasional ini membuat diri saya agak “shock”. Di perusahaan baru ini jabatan saya adalah sebagai Business Development. Saya harus melaksanakan tugas yg sebagian besar saya laksanakan dengan “berkeringat dingin”. Tapi mohon maaf saya tidak dapat menyampaikannya lebih rinci disini karena ada non-disclosure code of conduct. Dalam benak saya terlintas, inikah tugas pengembangan sebuah bisnis ?. Saya mulai bimbang dan gundah lagi karena pekerjaan mulai menjauhi bidang-bidang keteknikan. Memang mental montir saya ini tidak mudah bisa ditinggalkan! Karena tidak tahan dengan tugas sehari-hari yg selalu membuat diriku berkeringat dingin, maka saya berbelok arah lagi dan loncat ke perusahaan nasional lainnya, yang bernama PT Bukaka Teknik Utama, yang saat itu mendapatkan proyek Kerja Sama Operasi (KSO) dari PT Telkom untuk wilayah Indonesia Timur. Tapi sayang pada tahun 1997 terjadi krisis ekonomi yg membuat Bukaka harus mengurangi beban penumpangnya. Meskipun saya tidak termasuk penumpang yg harus diturunkan ditengah jalan, saya menyediakan diri dan bersuka-rela pindah ke mobil lain. Ikuti lanjutan kisah perjalanan karir rekan Ir. Wihananto Sarosa di "Special Stage 8 s.d. 11" dan bagaimana komentarnya tentang "rally kehidupan" serta pandangan orang asing terhadap orang Indonesia di luar negeri (Lanjutan). Bagi yang baru bergabung, jangan lupa ikuti juga kisah rekan Budi Prasetyo sebelum ini. Kemelut di Indosat memaksa Budi Prasetyo untuk mengambil keputusan berani dengan mengambil pensiun dini. Simak kisah beliau berikut ini. Kisah ini adalah lanjutan dari kisah-kisah sebelumnya: Awal, Lanjutan-1, Lanjutan-2, Lanjutan-3, Lanjutan-4, Lanjutan-5. Pensiun dini dan meninggalkan Indosat Bulan Juli 2002, saya memutuskan untuk mengambil pensiun dini dari Indosat karena merasa sudah lelah dengan intrik-intrik yang ada di BUMN. Masa kerja saya di Indosat hampir 20 tahun, karena seharusnya pada tanggal 16 Nopember 2002 masa kerja saya di Indosat akan genap 20 tahun. Hari pertama saya tidak berangkat pagi ke kantor, anak-anak saya langsung heran, mereka mengira saya sedang sakit, tapi koq tenang-tenang saja membaca koran pagi. Putri saya bertanya, memangnya ada apa, kenapa bapak tidak bersiap pergi ke kantor?. Saya hanya tertawa dan membalas bertanya kepada anak sulung saya, lho koq kamu sekarang sudah pakai celana panjang?. Adiknya tertawa dan berkata, bapak sudah pikun, mas kan sudah SMA sekarang, jadi ya pakai celana panjang lah. Anak bungsu saya, agak heran waktu saya saya katakan bahwa saya sudah tidak bekerja di Indosat lagi karena sudah pensiun, tapi reaksinya mengherankan. Dia langsung berkata, yeah...... artinya bapak sekarang punya banyak waktu dong untuk bisa menemani saya belajar. Memang anak bungsu saya agak kesulitan untuk mengejar pelajaran sekolahnya, guru-gurunya sering mengeluh kalau dia sering melamun ketika mengikuti pelajaran sekolah. Sejalan dengan pensiun saya, anak bungsu saya juga langsung memutuskan untuk menghentikan semua les yang diikutinya, kecuali les bahasa Inggris, serta langsung meminta saya untuk menjadi teman belajarnya. Kewajiban saya lainnya adalah setiap pagi saya dimintanya untuk mengantarkan ke sekolah. Sehingga sejak hari itulah saya mengantarkan anak-anak ke sekolah dan setiap kali menurunkan mereka di sekolah saya selalu berkata, yang pinter ya sekolahnya dan biasanya mereka selalu menjawab dengan kalimat, yuup, insyaallah. Alhamdulillah, keputusan anak bungsu saya itu, yang menurut akal sederhana tidak wajar ternyata sangat jitu, nilai-nilai dia secara perlahan tapi pasti makin membaik. Rupanya pada anak ada rasa tenang apabila ditemani belajar, belakangan baru saya tahu bahwa ada juga yang dinamakan the power of repetitive, dimana secara tidak sadar orang dapat merubah attitude apabila pada dirinya diberikan sugesti yang berulang-ulang. Dengan disugesti menjadi anak pintar rupanya berhasil memberikan kepercayaan diri yang kuat bagi anak bungsu saya. Bagi saya mulai saat itu saya berusaha merubah sikap saya kepada mereka, yakni memposisikan diri menjadi sahabat, selain juga menjadi orang tua mereka. Hari itu, resmi saya mulai “ternak teri”-menganter anak dan menganter istri. Mencoba mengembangkan bisnis nirkabel (wireless) Selepas dari Indosat saya berkerja pada grup Infoasia dan ditempatkan di anak perusahaannya PT Napsindo Primatel Internasional. Dalam waktu kurang 2 tahun, saya berhasil melakukan turn over atas Napsindo dari suatu non-operasional company menjadi operasional company. Setelah itu pada bulan Januari 2004, saya mengajukan permintaan berhenti, karena merasa bahwa satu lagi tugas telah diselesaikan dengan baik. Atas permintaan dari Widya Purnama, dirut Indosat saat itu, yang meminta saya agar saya dapat mencarikan investor yang dapat membantu Indosat menggelar jaringan telepon lokal nir-kabel (wireless), saya mencoba untuk kembali terlibat dalam proyek telekomunikasi. Bersama dengan tiga rekan lainnya saya membentuk PT Quad Communication Integration yang mempunyai 3 anak perusahaan, sesuai dengan rencana operasional di tiga wilayah, Sumatera, Kalimantan dan Jawa Tengah. Selama 9 bulan tim saya berhasil membuat suatu rancang bangun sistem operasi CDMA StarOne milik Indosat untuk wilayah kerja Kalimantan, Sumatera dan Jawa Tengah dengan kapasitas total 400.000 sst. Pada saat itu tim saya berhasil membuat suatu disain rancang bangun sistem CDMA yang apabila jadi diimplentasikan biayanya, hanya setengah dari biaya pembangunan Flexi atau StarOne. Proyek ini gagal dilaksanakan, walaupun kontrak-kontrak dengan Ericsson dan ZTE sudah ditandatangani, karena investornya pada saat-saat terakhir mengundurkan diri yang membuat Dirut Indosat marah besar ketika itu. Mengantarkan anak ke gerbang masa depan Sore dimusim gugur di Toronto terlihat pemandangan yang sangat indah. Dua minggu sudah kami sekeluarga berada di Toronto, Kanada untuk mengantar anak sulung saya bersekolah melanjutkan menuntut ilmu di Universitas di Toronto, hari itu pada tengah malam rencananya saya, istri dan anak bungsu kami akan kembali ke Jakarta.. Anak sulung saya ini memilih untuk kuliah di Toronto karena dia sewaktu masih di SMA mencari universitas yang menurut dia dapat memperoleh ilmu yang dapat dipakainya untuk membangun Indonesia dimasa mendatang. Sarana internet dan hubungannya dengan banyak teman-temannya di seluruh dunia membuatnya berkeputusan untuk melanjutkan kuliah di Waterloo, Kanada, mempelajari Mekatronika. Selama SMA, bahkan sejak SD dia telah mencoba mempersiapkan diri untuk bisa bersekolah di luar negeri, kursus-kursus bahasa asing dia ikuti, bahkan TOEFL dia untuk computer-based kalau tidak salah memperoleh skor 270an. Namun demikian karena dia tidak mempunyai sertifikat level A, dia tidak dapat langsung masuk kuliah di universitas di Kanada, tetapi harus melalui tahap persiapan terlebih dahulu. Pada waktu dia mengikuti test potensi akademik di collegenya, nilai yang diperolehnya sangat tinggi sehingga ditawarkan untuk langsung kuliah di universitas, dan pada tahun kedua dia dapat pindah universitas sesuai dengan minat dia. Siang hari itu, kami semua ada disisi Hotel Novotel, diteriknya matahari menjelang sore, kami memandang anak sulung kami melangkah ke taksi, dia sempat tertegun sebentar, ketika ibunya memanggilnya untuk memeluk dia, saya lihat matanya berkaca-kaca, saya lihat dia berusaha untuk memantapkan langkahnya berpisah dengan kami, masuk ke taksi, mulai menapaki sendiri masa depannya. Hari itu satu lagi tugas saya untuk mengantar ke gerbang telah terjadi, saya antar anak sulung kami untuk mulai belajar hidup dinegeri orang, mencari bekal untuk hidup masa depannya. Dengan memeluk anak bungsu saya, memandang taksi yang meluncur meninggalkan kami disisi hotel Novotel, saya menyaksikan satu lagi tugas mengantar ke gerbang masa depan telah saya tuntaskan. Tugas saya masih tersisa satu lagi, mengantar anak bungsu saya ke gerbang masa depan. Saya sadar bahwa tugas itu bukanlah tugas yang mudah, dengan status pensiunan memang mendidik anak bukanlah hal yang mudah, tapi bagi saya ada satu kelebihan, yaitu waktu-waktu saya bersama anak bungsu saya, lebih banyak dari pada ketika dengan anak sulung saya. Semoga ini dapat menjadi bekal untuk lebih mengerti sikap dan kelakuan anak bungsu saya dan membimbingnya memasuki gerbang masa depannya. Kilas balik kehidupan – mengantarkan PT Indosat ke gerbang masa depan Di depan Hotel Novotel itulah, saya mengenang perjalanan hidup saya, yang hampir sebagian besar waktu telah saya persembahkan untuk mengantarkan PT Indosat ke gerbang masa depan. Saya telah berusaha sekuat tenaga untuk ikut mendorong PT Indosat menjadi perusahaan publik pertama dari Indonesia yang listing di New york. Juga saya teringat akan upaya-upaya yang sangat berat untuk mengembangkan bisnis Indosat, melepaskan diri dari ketergantungan pada bisnis Saluran Langsung Internasional (SLI) ke Bisnis Seluler. Saat itu saya sangat khawatir dengan pertumbuhan bisnis SLI yang sangat tergantung kepada PT Telkom. Sedangkan bisnis seluler jauh lebih menguntungkan PT Indosat. Semua ini akhirnya terbukti dengan berjalannya waktu. Tentang penulis (redaksi buku "Kisah-kisah Sebuah Angkatan") Budi prasetyo adalah alumni ITB angkatan 1977 dari Jurusan Elektro. Saat menuliskan kisah ini, ia bekerja secara lepas sebagai ahli telekomunikasi di Indonesia. Secara resmi kalau ditanyakan apa bisnisnya saat ini, dijawabnya adalah TERNAK TERI-mengantar anak mengantar istri dan sekali- sekali menyandang status TURIS-turut istri. Kisah berikut ini adalah penuturan Pak Budi Prasetyo tentang divestasi saham Indosat milik pemerintah. Ikuti kisah sebelumnya di posting berikut: Awal, Lanjutan-1, Lanjutan-2, Lanjutan-3, Lanjutan-4. Idea dasar pengembangan Indosat – melepaskan ketergantungan pada SLI Untuk melepaskan ketergantungan kepada Telkom sebagai pemilik pelanggan telekomunikasi yang sebenarnya, Indosat harus memiliki pelanggannya sendiri. Strategi pertama Indosat untuk memiliki pelanggan adalah menjadi penyelenggara layanan telekomunikasi lokal nasional, dimulai dari Jawa Tengah dengan jumlah pelanggan 400.000 sst dan dikemudian hari dikembangkan dengan layanan CDMA keseluruh wilayah Indonesia. Strategi pendukungnya adalah apabila rencana pengambilalihan operasi Divre 4 mengalami hambatan, maka Indosat akan mengembangkan basis pelanggannya di sektor layanan jasa telekomunikasi seluler, melalui Satelindo dan IM3. Mengapa Satelindo yang dipilih Indosat?. Karena dengan mengambil Satelindo, Indosat tidak perlu keluar dana dan pastinya akan menerima dana akibat dari adanya selisih valuasi antara nilai saham Indosat di Satelindo dengan nilai saham Indosat di Telkomsel. Sebaliknya bila mengambil Telkomsel, Indosat akan keluar dana yang sangat besar yang dapat mengganggu operasi Indosat saat itu dan yang pasti akan mengganggu kemampuan operasional Indosat dimasa depan. Selain itu Satelindo ternyata memiliki dana tunai hingga mencapai US$ 250 juta, yang tidak bisa dipakai untuk membangun infrastruktur Satelindo, kecuali apabila pembatasan pinjaman (covenant) Satelindo dibuka. Diadili dan dituduh KKN dengan keluarga Cendana Pemikiran saat itu adalah jika pengambil-alihan saham Telkom dan Bimagraha dilakukan oleh Indosat, maka pembatasan pinjaman menjadi terbuka dan Satelindo bisa menggunakan dananya untuk membangun infrastrukturnya. Sehingga dalam waktu 6 bulan setelah pembelian saham Satelindo, dari Telkom dan Bimagraha, jumlah pelanggan Satelindo dapat meningkat dari hanya 900.000 menjadi 1,6 juta. Itulah sebenarnya dasar-dasar pemikirannya. Keputusan untuk menjual Telkomsel dan membeli Satelindo milik Telkom dan Bimagraha, tidak serta merta didukung oleh seluruh jajaran Indosat, karena menurut mereka dibelinya Satelindo dari Bimagraha adalah suatu langkah untuk membantu keluarga cendana. Hal ini karena salah satu pemilik Bimagraha adalah grup Bimantara. Malam menjelang RUPS tanggal 10 Mei 2001, saya “diadili” oleh rekan-rekan dari Serikat Pekerja Indosat. Pada intinya mereka minta Direksi untuk membatalkan rencana pembelian Satelindo oleh Indosat, karena menurut mereka bernuansa anti reformasi. Semua perdebatan selalu disambut dengan tuduhan bahwa saya telah menerima suap dari Bimantara. Sampai akhirnya kami berpisah masih dengan hati yang panas karena tidak ada yang mau mengalah kepada pihak yang lainnya. Namun, pada akhir-akhir ini, banyak karyawan Indosat yang menyelamati saya dan mengatakan bahwa keputusan untuk membeli Satelindo adalah salah satu keputusan yang tepat dan sangat berarti bagi kelangsungan hidup Indosat. Bahkan Dirut Indosat, Hasnul Suhaimi sendiri menyatakan berterimakasih atas ketegaran saya untuk melawan semua tantangan dalam mengakuisisi Indosat, karena Indosat yang hanya mengandalkan jasa telekomunikasi SLI dan tanpa layanan jasa telekomunikasi seluler pasti sudah tidak akan sanggup lagi bersaing di industri telekomunikasi Indonesia yang sangat kompetitif ini. Nasib kepemilikan silang Indosat dan Telkom Satu hal yang menjadi catatan untuk diri pribadi saya, adalah pada tanggal 9 Mei 2001 itu, istri saya menelpon mengabarkan bahwa Guru agama yang selama ini memberikan tuntunan rohaniah telah berpulang kerahmatullah, keinginan untuk hadir dalam pemakaman beliau pada tanggal 10 Mei 2001, jelas tidak mungkin, karena adanya RUPS untuk membahas transaksi kepemilikan silang antara Indosat dan Telkom. Tanggal 10 Mei 2001 itu juga keadaan di Indosat terasa sangat tegang, di silang Monas telah berkumpul rekan-rekan SEKAR Telkom divisi 4, Jawa Tengah yang bermaksud untuk berdemonstrasi meminta rencana pengambilalihan aset Telkom di Jawa Tengah dibatalkan. Keputusan RUPS Indosat akhirnya menyetujui transaksi penghilangan kepemilikan silang Indosat dan Telkom. Namun untuk penutupan transaksi tersebut disyaratkan baru akan dilakukan pada Januari tahun 2002. Hal ini karena keterbatasan dana Telkom untuk melunasi kekurangan pembayaran transaksi penghilangan kepemilikan silang Indosat dan Telkom, serta adanya unsur politis internal di Telkom yang menolak dilanjutkannya transaksi penjualan divisi 4, Jawa Tengah dari Telkom kepada Indosat. Pada akhirnya Telkom dengan restu Pemerintah membatalkan penjualan Telkom divisi 4, Jawa Tengah kepada Indosat. Untuk itu Telkom harus mengembalikan dana yang sebelumnya diperoleh tersebut untuk membeli sisa kepemilikan di Satelindo yang saat itu dimiliki oleh DT Mobile sebesar 25% dan menjadikan Indosat sebagai pemilik tunggal Satelindo, provider GSM pertama di Indonesia. Perkembangan kepemilikan Indosat di Satelindo Indikasi bahwa Indosat akan menjadi pemilik tunggal Satelindo tidak membuat pemerintah bergembira, karena bagi pemerintah mereka lebih mengharapkan seluruh dana tunai yang dimiliki oleh Indosat dapat diserahkan kepada negara untuk dipakai sebagai cadangan pembayaran hutang akibat krisis moneter tahun 1997. Oleh karenanya Indosat diminta segera setelah memiliki Satelindo, menjualnya kembali dan mengatur pemberian deviden khusus dari penjualan Satelindo tersebut. Pertemuan-pertemuan dengan pemerintahpun kemudian secara intensif dilakukan, dalam hal ini Indosat mengajukan kajian-kajian tentang rencana masa depan Indosat dan dampaknya kepada harga saham Indosat apabila rencana tersebut dilakukan. Alternatif-alternatif rencanapun dipresentasikan kepada pemerintah, dalam hal ini Deputi Meneg BUMN bidang infrastruktur, telekomunikasi dan pertambangan, namun tekanan untuk menjual Indosat atau Satelindo juga selalu muncul dari deputi Meneg BUMN bidang privatisasi. Tarikan antara Pemerintah ingin menjual Satelindo vs Indosat ingin berkembang ke bisnis seluler Terlihat sekali bahwa internal Meneg sendiri tidak ada koordinasi sikap tentang apa yang terbaik bagi BUMN binaannya. Yang ada hanyalah kepentingan masing-masing untuk mencapai target kerja yang sudah digariskan. Dalam kondisi seperti itulah, rencana pengambilalihan 100% Satelindo terus dicoba untuk digulirkan dan berpuncak kepada ditandatanganinya Perjanjian Jual-Beli Bersyarat yang harus memperoleh persetujuan dari RUPS Indosat. Alhamdulillah RUPS Indosat menyetujui rencana pengambil-alihan Satelindo tersebut dan segera setelah penutupan dilakukan Satelindo 100% menjadi milik Indosat. Saat itu berarti Indosat memiliki 2 operator telepon seluler GSM, Satelindo dan Indosat Multi Media Mobile (IM3). Hingga saat itu, secara konsisten Indosat selalu melakukan lobi kepada pemerintah agar tetap diperbolehkan mempertahankan kepemilikan 2 operator seluler GSM, karena tujuan Indosat adalah membuat basis pelanggan dan sekaligus mempertahankan pelanggan yang dimilikinya. Karena salah satu rencana alternatif Indosat, apabila tidak berhasil mengembangkan operasional telepon lokal, adalah merubah Indosat yang tadinya operator SLI, menjadi operator telpon seluler. Pemikiran kami saat itu, hanya melalui bisnis seluler-lah, Indosat dapat memiliki pelanggan secara langsung yang akan menjadi basis bagi Indosat untuk menghadapi persaingan di industri telekomunikasi di masa mendatang. Pemerintah mulai tidak transparan karena ingin memperoleh dana cepat Tidak berhasilnya pemerintah untuk memaksa management PT Indosat untuk menjual Satelindo atau IM3, justru membuat pemerintah untuk memilih melakukan divestasi sebagian dari saham Indosat miliknya. Namun karena merasa bahwa management Indosat tidak akan mendukung rencana divestasi saham Indosat milik pemerintah, maka pemerintah memutuskan untuk jalan terus dengan rencana divestasinya tanpa koordinasi dengan pengelola Indosat. Hal ini disebabkan karena Pemerintah juga mempunyai target untuk memperoleh dana segar guna mengatasi kondisi krisis moneter dan “menambal” APBN melalui program privatisasi dan divestasi saham-saham BUMN yang laku dijual. Namun dalam hal ini pemerintah lupa tentang mekanisme pasar modal yang menempatkan Indosat sebagai titik fokus perhatian atas apa saja yang terjadi dengan Indosat. Indosat akan menjadi pihak pertama yang ditanya oleh regulator-bursa saham, Bapepam dan US Securities & Exchange Commission (Bapepamnya Amerika serikat – red), atas semua kejadian yang terjadi pada saham Indosat. Dengan tidak memberikan transparansi kepada Indosat, sebenarnya pemerintah telah membuat kubur sendiri, menciptakan ketidakstabilan pada pergerakan pasar saham Indosat dan sekaligus memberikan sinyal tidak dewasanya pemerintah menghadapi persoalan. Kronologi divestasi saham Indosat - yang menggegerkan Masih lekat pada ingatan saya, pada sore sebelum pemerintah memutuskan untuk mendivestasi saham Indosat, Pihak-pihak Indosat, Kementrian BUMN, Penasehat keuangan Indosat yaitu Danareksa, Merril Lynch dan Rostchild, Penasehat keuangan Pemerintah yaitu CSFB, penasehat hukum Indosat-Assegaf dan partner, penasehat hukum pemerintah masih bertemu untuk membahas rencana jangka panjang Indosat dan divestasi saham Indosat milik pemerintah dikurun waktu 3-4 tahun mendatang. Namun rupanya keesokan harinya, pemerintah melalui CFSB mulai menawarkan saham Indosat kepada investor di Hongkong sejak jam 10.00 waktu Hongkong. Langkah ini menyebabkan rumor berkembang dan menekan harga saham Indosat hari itu. Saat itu saya bersama Dirut Indosat, sedang bertemu dengan investor di coffee shop hotel Grand Hyatt, ketika Dirut BEJ menelpon saya dan menanyakan sebab tertekannya harga saham Indosat. Dirut BEJ menanyakan, apakah benar Indosat melepaskan sahamnya. Ia meminta penjelasan dari manajemen Indosat atas rumor adanya rencana penjualan saham pemerintah di Indosat. Sedikit bingung saya bertanya kepada Dirut Indosat, apakah beliau mendengar tentang rencana penjualan saham baru Indosat. Namun jawabnya, “Saya tidak tahu apa-apa”. Informasi ini saya kemudian teruskan ke Dirut BEJ. Maka gegerlah BEJ. Telepon kedua yang saya terima dari Dirut BEJ adalah pemberitahuan bahwa saham Indosat akan di-suspensi perdagangannya sampai ada kejelasan mengenai rencana divestasi saham Indosat milik pemerintah. Siang hari itu juga direksi Indosat mengadakan rapat mendadak untuk membahas rencana pemberitahuan Indosat kepada publik yang berkaitan dengan penghentian perdagangan saham Indosat pada sesi kedua hari itu. Pertemuan di coffee shop Hotel Marriot Kontak dengan pemerintah dilakukan secara intensif dan akhirnya saya diterima oleh deputi Meneg BUMN bidang privatisasi di coffee shop hotel JW Mariott sore hari jam 19.00. Namun Deputi Meneg BUMN baru datang jam 23.00 menemui tim Indosat dengan wajah kuyu. Dari beliau diperoleh kepastian bahwa memang pemerintah mulai jam 10.00 waktu Hongkong telah mulai mendivestasi 15% saham Indosat milik pemerintah tanpa memberitahukan kepada Indosat. Data-data yang dipergunakan untuk penawaran saham Indosat tersebut adalah mempergunakan data internal Indosat yang dipaparkan pada rapat koordinasi sore kemarin. Yang paling mengagetkan adalah informasi beliau bahwa book bidding, yang baru saja ditutup jam 23.00, sebelum beliau meluncur ke Mariott, memberikan bersedia membeli 1% saham Indosat dari 15% yang ditawarkan. Karena itulah, pada malam itu Meneg BUMN memaksa investor dalam negeri, terutama dana pensiun plat merah untuk membeli saham Indosat. Pak Deputy juga menggambarkan betapa kritisnya suasana malam itu karena menyangkut kredibilitas pemerintah di pasar modal. Akhirnya pemerintah berhasil membujuk dana pensiun dalam negeri untuk membeli 10% saham, sehingga diputuskan melakukan divestasi 11% saham Indosat. Keesokan harinya Meneg BUMN mengirimkan surat kepada BEJ dan Bapepam tentang langkah pemerintah menjual 11% saham Indosat milik pemerintah kepada investor publik, sehingga kepemilikan saham pemerintah turun dari sebelumnya 65% menjadi 54%. Setelah diterimanya informasi dari pemerintah, penghentian perdagangan saham Indosat dicabut dan perdagangan dimulai lagi dengan harga saham Indosat turun hampir 10% dari harga sesi pertama hari sebelumnya. Meneg BUMN instruksi ke Dirut Indosat untuk tutup mulut Namun rumor disurat kabar berkembang dengan pesat, ditengarai adanya informasi orang dalam yang dipergunakan ketika penawaran saham Indosat dilakukan kemarin. Headline news tentang penjualan saham Indosat terpampang dihampir semua koran. Spekulasi dihembuskan yang antara lain cerita bahwa manajemen dan pemerintah tidak bekerjasama. Akibatnya, pada siang harinya Dirut Indosat dipanggil oleh Meneg BUMN dan diperintahkan untuk tidak memberikan keterangan apapun tentang penjualan saham Indosat milik pemerintah. Pagi itu juga Dirut memberitahu jajaran direksi dan GM bahwa Indosat tidak diperbolehkan untuk memberikan keterangan tentang hal itu. Yang mencengangkan pada saat semua jajaran Indosat menutup mulut tentang penjual saham Indosat milik pemerintah, justru siang harinya pemerintah mengeluarkan pernyataan bahwa kegagalan penjualan saham Indosat milik pemerintah disebabkan karena direksi Indosat tidak mau diajak kerjasama dan untuk itu kepada direksi Indosat akan diberikan sanksi atas sikapnya tersebut. Isu informasi orang dalam yang dipakai untuk memasarkan saham Indosat, ditindak lanjuti oleh Bapepam dan pemeriksaan kepada direksi Indosat serta penasehat keuangan dilakukan. Meneg BUMN sendiri lepas tangan dengan menyatakan bahwa setelah diperolehnya persetujuan dari DPR untuk mendivestasi saham Indosat, maka langkah selanjutnya adalah tanggung jawab dari manajemen Indosat dan penasehat keuangan. Seluruh Direksi Indosat diganti Melihat perkembangan yang terjadi, direksi Indosat yang merasa dipojokkan kemudian menolak tuduhan tersebut dan mulai memberikan informasi kepada pers tantang situasi yang sebenarnya. Hal ini disikapi dengan kemarahan oleh Meneg BUMN dan memutuskan untuk melakukan RUPSLB pergantian direksi. Akhirnya pada bulan Mei 2002 RUPSLB Indosat digelar, dan semua direksi diganti. Namun syukur Alhamdulillah pemeriksaan Bapepam mendapatkan bahwa Direksi, dalam hal ini Direktur utama, Direktur Keuangan, dan Direktur Perencanaan dan Pengembangan, dinyatakan tidak terindikasi melakukan pembocoran informasi orang dalam. Kemelut di Indosat menyisakan satu pilihan bagi Pak Budi Prasetyo yaitu mengambil pensiun dini dan berwiraswasta. Ikuti kisah selanjutnya di Lanjutan-6. |
OUR BLOG
Gunakan Search Box di pojok kanan atas halaman ini untuk mencari artikel. Categories
All
AuthorHelfia Nil Chalis:
Archives
April 2024
|