Process Safety Management (PSM) merupakan hal yang sangat penting dalam mengelola pengoperasian kilang LNG. Dalam PSM dikenal istilah Process Safety Barrier yang dapat diartikan sebagai sebuah penghalang yang dibuat untuk mencegah agar bahaya Process Safety tidak terjadi yang bisa mengakibatkan kehilangan nyawa, properti ataupun kerusakan lingkungan. Penghalang atau barrier ini bisa berupa sebuah sistem atau kendali administratif seperti prosedur atau peraturan kerja.
Sebaik apapun penghalang atau barrier dibuat untuk mencegah bahaya Process Safety, selalu ada kelemahannya. Ini bisa kita analogikan dengan lembaran keju yang berlubang. Lubang ini bisa kecil atau besar. Segala upaya harus kita lakukan untuk memperbaikinya segera apabila mengetahui ada kelemahan pada salah satu barrier yang telah kita buat. Sebagai contoh jika sebuah sistem shutdown berdasarkan tekanan mengalami gangguan, maka harus dipastikan ada sistem lain yang siap bekerja sambil sistem shutdown yang rusak itu diperbaiki. Contoh lain adalah sebuah ketentuan dalam sistem ijin kerja yang mengharuskan operator lapangan membubuhkan initialnya sebagai tanda sudah aman bagi maintenance untuk mulai bekerja. Pengalaman dalam sebuah pekerjaan shutdown, barrier ini menjadi lemah karena kebiasaan "cincai" atau "kong kalikong" antara operator lapangan dengan pihak maintenance. Berikut ini kejadiannya untuk menjadi pelajaran kita. Sebuah valve sudah diketahui bermasalah dan direncanakan pada waktu shutdown akan diganti aktuatornya saja tanpa mencabut valvenya dari pipanya. Paket untuk pekerjaan ini sudah disiapkan lengkap dengan ijin kerja (PTW) yang diperlukan beserta job hazard analysisnya (JHA). Seminggu menjelang waktu shutdown yang ditetapkan terjadi kebocoran gas dari valve ini sehingga diputuskan untuk mengganti valve keseluruhannya pada waktu shutdown. Namun PTW dan JHA serta paket pekerjaan masih mengacu pada penggantian aktuator saja dan tetap tidak direview atau disesuaikan ketika shutdown sudah dimulai. Pada waktu pencabutan valve untuk dibawa ke shop tidak ada masalah. Ujung pipa yang terbuka ditutup sementara dengan flange full rating. Operation menjaga tekanan di dalam pipa positip dengan N2. Saat pemasangan kembali Supervisor memerintahkan dua operator untuk mempersiapkannya di lapangan. Sesampainya mereka di lapangan, pihak maintenance meminta salah satu operator untuk membubuhkan initialnya pada surat ijin kerja. Operator menyadari bahwa mereka masih harus memastikan dulu tekanan dalam pipa yang masih berisi N2 sudah dibuang. Tetapi dia tetap memberikan initialnya sambil meminta operator yang satu lagi untuk memeriksa tekanan pipa dengan membuka venting. Operator tersebut juga meminta pihak maintenance untuk tidak mulai bekerja sebelum ada ijin verbal darinya. Setelah itu ada pergantian supervisor maintenance yang bertugas. Ketika supervisor ini mengetahui operator sudah membubuhkan initialnya di dalam PTW dia beranggapan sudah aman untuk mulai pekerjaannya. Supervisor maintenance ini memerintahkan teknisinya untuk membuka baut flange guna memasang kembali valve yang baru diperbaiki dari shop. Tiba-tiba terdengar suara sangat keras selama beberapa saat yang membuat semua orang kaget. Gas N2 dengan tekanan 1,3 kg/cm2 keluar dari flange yang sedang dibuka bautnya itu. Untung tidak ada yang terluka akibat peristiwa itu dan masih masuk dalam kategori near miss. Akhirnya bisa kita simpulkan bahwa sebuah last barrier yang dibuat untuk mencegah terjadinya insiden Process Safety menjadi lemah dan berlubang akibat kebiasaan "cincai" atau "kong kalikong" antara operator lapangan dan maintenance. Kiranya hal seperti ini menjadi pembelajaran penting dan tidak diulangi lagi oleh siapapun di manapun. Helfia Nil Chalis www.HelfiaNet.com www.HelfiaGoOnline.com
0 Comments
|
OUR BLOG
Gunakan Search Box di pojok kanan atas halaman ini untuk mencari artikel. Categories
All
AuthorHelfia Nil Chalis:
Archives
April 2024
|