Sepanjang tahun dari 2013 sampai 2025 pemerintah merencanakan untuk mengalokasikan sekurang-kurangnya 46 juta ton LNG. Demikian menurut Edy Hermantoro, Dirjen Migas Kementerian ESDM seperti yang saya baca di platts.com. Pemerintah telah mengalokasikan 27 LNG cargo pertahun ke FSRU West Java milik Pertamina dan PGN tahun 2013 - 2025. Arun LNG saat ini sedang dikonversi menjadi terminal penerima dan regasifikasi LNG berkapasitas 400 MMScfd gas. Arun LNG diharapkan akan menerima delapan LNG cargo tahun 2015 dan 16 LNG cargo pertahun sepanjang tahun 2016 - 2025. Sementara itu proyek FSRU PGN di Lampung akan menerima 10 LNG cargo pertahun pada 2015 - 2025 atau 3 juta ton pertahun. Satu LNG cargo biasanya berisi 125.000 m3 atau 57.500 ton LNG. Meskipun demikian, hal itu masih tergantung kapan FSRU mulai beroperasi dan juga harga yang mampu dibayar oleh pembeli dalam negri. Pemerintah hanya memberikan prioritas terhadap kebutuhan dalam negri, tetapi tentu saja nilai ekonomis proyek juga harus terpenuhi. Pejabat SKK Migas mengatakan bahwa kontrak ekspor LNG yang ada tidak akan terganggu. Pemerintah tetap menghormati kontrak yang ada. Namun kedepan, Pemerintah harus memenuhi kebutuhan dalam negri yang artinya kita tidak akan bisa mengekspor gas/ LNG semuanya seperti sebelumnya. Disamping itu Pertamina, menurut Direktur Proyek LNG Daniel Purba, akan membangun delapan terminal penerima LNG mini. Terminal pertama sedang direkayasa untuk dibangun di Bali dengan kapasitas 30 MMScfd yang diperkirakan akan mulai beroperasi tahun 2014 dan mendapatkan pasokan dari blok Mahakam. Blok Mahakam terletak di lepas pantai Kaltim, memasok gas untuk LNG Badak di Bontang Kalimantan Timur dan dioperasikan oleh Total dan Inpex. Kebutuhan energi Indonesia diperkirakan dari sekitar 3 juta barel setara minyak saat ini akan melonjak menjadi 8.5 juta barel setara minyak tahun 2025. Pemerintah berusaha mengurangi ketergantungan terhadap minyak dari 49.7% tahun 2010 menjadi hanya 20% tahun 2025. Indonesia pernah jaya sebagai pemasok LNG top di dunia. Namun empat tahun terakhir Indonesia harus berjuang untuk menyeimbangkan antara alokasi gas untuk ekspor dan dalam negri. Meskipun Indonesia ingin menggunakan gas untuk kebutuhan dalam negri sebanyak mungkin, namun kenyataannya Indonesia membutuhkan pendapatan dari hasil ekspor LNG. Meskipun Pemerintah sudah menaikkan harga gas dalam negri tetapi masih sangat jauh dari harga internasional. Catatan:
FSRU = Floating Storage and Regasification Unit Helfia Nil Chalis. Helfia Store. Helfia Network.
0 Comments
Perbedaan waktu 3 jam dengan Jakarta membuat saya terbangun ketika jam di Abu Dhabi masih menunjukkan pukul 3 pagi. Saya coba lanjutkan tidur, tetapi tidak sampai satu jam kemudian sudah terbangun lagi. Akhirnya saya langsung mandi dan berwudu untuk menunggu waktu shubuh. Sambil menunggu, saya buka FB dan memposting artikel yang baru saya tulis kemarinnya. Tanpa disangka-sangka teman saya Bahri yang rupanya sedang bertugas shift malam di Adgas (Abu Dhabi Gas) mengajak chatting dan kemudian menelpon ke kamar. Jadilah kami bercerita temu kangen, maklum sudah sekian lama tidak ketemu. Terakhir kami ketemu di pesta pernikahan salah satu teman di Jakarta. Kami sama-sama takjub betapa cepat waktu berlalu. Bahri sudah sepuluh tahun bekerja di Adgas setelah pindah dari Qatar selama tiga tahun. Saya juga sudah 7 tahun di LNG Tangguh setelah mengambil pensiun dini dari LNG Badak tahun 2006. Lokasi pabrik LNG ADGAS adalah di sebuah pulau bernama Dash Island. Mungkin karena kecilnya pulau ini maka disebut 'dash' atau 'strip' kalau bahasa melayunya. Letaknya antara Abu Dhabi dan Qatar. Perjalanan ke sana dengan pesawat kecil seukuran Dash-7 dari Abu Dhabi. Bahri misalnya, selalu menginap di Hotel Intercontinental Abu Dhabi, hotel kami sekarang, kalau mau ke Dash Island atau sepulangnya dari sana. Memang hotel ini menjadi tempat transit mereka yang bekerja di Dash Island ADGAS. Tertarik dengan diskusi kami tentang ADGAS, sayapun segera mencari informasi lebih lanjut tentang ADGAS dari Wikipedia untuk berbagi dengan teman-teman semua di sini. Menurut Wikipedia ADGAS berdiri tahun 1973 dan merupakan perusahaan penghasil LNG pertama di seluruh wilayah Timur Tengah dan Afrika Utara. Almarhum Sheikh Zayed Bin Sultan Al Nahyan sendiri yang memerintahkan dibangunnya kompleks pabrik pencairan gas alam ini di Dash Island. Pada waktu itu kesepakatan dibuat dengan TEPCO (Tokyo Electric Power Company untuk mensuplai LNG dan LPG. Perusahaan ini mulai berproduksi dengan dua train dan menambah train ketiga tahun 1994 dengan total produksi lebih dari 8 juta ton LNG, LPG, dan produk samping lainnya per tahun. Sebagai perbandingan, LNG Tangguh dengan dua train menghasilkan 7.6 juta ton LNG per tahun. Pemegang saham ADGAS adalah 70% oleh ADNOC (Pertaminanya Abu Dhabi). Sisanya masing-masing oleh Mitsui 15%, BP 10%, dan Total 5%. Demikian sedikit informasi yang saya peroleh dari Wikipedia tentang ADGAS. Semoga bermanfaat. Helfia Nil Chalis. Helfia Store. Helfia Network. Menurut situs web IPA (Indonesian Petroleum Association), eksplorasi minyak di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1871. Ini diikuti dengan produksi komersial pertama pada tahun 1885, meskipun sebagian besar sumber daya alam tetap belum termanfaatkan sampai Indonesia merdeka dan menjadi republik pada tahun 1945. Pada paruh pertama abad ke-20, tiga kelompok perusahaan yang bergabung di bawah kepemilikan asing mendominasi eksplorasi dan produksi: Shell / BPM, Stanvac, dan Caltex. Ibnu Sutowo. http://www.helfia.net Begitu Indonesia menyatakan kemerdekaannya setelah Perang Dunia II, pasukan penjajah Jepang yang semula menguasai minyak, ladang minyak, kilang dan pasokannya mengembalikannya kepada Pemerintah Indonesia. Sejak itu era baru eksplorasi dan produksi energi Indonesia dimulai. UUD 1945 menetapkan bahwa "Semua sumber daya alam di Indonesia seperti tanah, air dan sumber daya alam lainnya dikuasai oleh negara dan akan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan kesejahteraan rakyatnya". Sejak kemerdekaan Indonesia minyak dan gas telah memainkan peran penting dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Pertamina yang diserahi tugas sebagai kepanjangan tangan Pemerintah dalam mengelola migas dibawah Ibnu Sutowo telah membuat industri migas Indonesia maju pesat. Pola kerjasama bagi hasil dengan perusahaan-perusahaan energi, baik asing maupun dalam negeri, untuk menemukan dan memproduksi minyak, gas dan panas bumi di Indonesia sempat menjadi contoh dan diterapkan di berbagai negara termasuk oleh Petronas Malaysia. Pada waktu itu banyak pegawai Petronas Malaysia yang dikirim ke Pertamina untuk belajar sistem bagi hasil dan menerapkannya di Petronas dengan sukses sampai sekarang. LNG Badak Bontang Sebagaimana banyak hal lainnya di dunia, setelah mengalami kejayaan pasti akan tiba saat kemunduran dan dalam hal produksi minyak, Indonesia sudah mengalami kemunduran. Namun demikian, patut disyukuri bahwa produksi gas Indonesia masih bertahan bahkan mungkin saja akan lebih bergairah setelah sektor energi minyak, batubara dan nuklir mulai banyak dihindari oleh berbagai negara maju di dunia. Selanjutnya pertanyaannya adalah apakah hasil yang diperoleh dari produksi gas Indonesia telah benar-benar dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan kesejahteraan rakyatnya? Peran Pemerintah dan kita semualah terutama generasi muda yang akan bisa menjawab pertanyaan ini. Dalam hal rezki Kita wajib optimis sebagaimana perintah Allah berikut: "Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kami lah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar." QS-17 ayat 31. Namun Allah tidak akan merubah nasib suatu bangsa sebelum bangsa itu sendiri merubah apa yang ada dalam dirinya. Helfia Nil Chalis. Helfia Store. Helfia Network. Oleh Alief Bakhtiar Seri tulisan ini adalah cuplikan dari buku Alief Bakhtiar "Mutiara Kehidupan Berbalut Salju" yang bercerita tentang pengalamannya ketika bertugas di Hammerfest - Norwegia sewaktu masih bekerja di Seksi Laboratorium Badak LNG, Bontang, Kalimantan Timur. Bersama Tim Badak LNG ketika itu Alief ditugaskan bersama-sama Tim start-up pabrik LNG di Hammerfest - Norwegia. Berbagai kisah menarik kiranya sangat penting agar kita sebagai satu bangsa bisa belajar dari bangsa lain yang sudah lebih maju budayanya. Saya akan menerbitkan tulisan Alief ini dalam beberapa seri. Semoga bermanfaat. Helfia Nil Chalis. Bisnis Internet. Helfia Store. KISAH - 20, HIKMAH CUACA DINGIN Setelah bekerja kurang lebih 3 bulan di Hammerfest LNG – Statoil, dalam hati kecilku, sebenarnya enggan aku kembali bekerja di tanah air. Suasana kerja yang penuh kehangatan dari teman – teman Norwegia-ku, membuat aku sangat nyaman bekerja di sana. Saat kerja, kita fokus pada pekerjaan dan saat santai alias istirahat, kita bisa bercanda dan saling bercerita pengalaman hidup kita. Hebatnya, selama aku kerja di Hammerfest LNG, tidak ada sebuah obrolan pun yang isinya menjelekkan teman kerja yang lain atau ngomongin yang kurang baik tentang orang lain. Kalau dalam bahasa kita di tanah air, ”ngrumpi-lah” seperti itu.
Dalam obrolanku dengan teman – teman, cerita yang sering disampaikan adalah tentang kegiatan kita di hari libur. Kalau hari Senin pagi, kita bertemu, pasti pertanyaan pertamanya, apa acara liburanku di hari Sabtu dan Minggu? Kemudian pertanyaan berikutnya, bagaimana cuaca saat hari libur? Aku ingat betul, teman – teman di Hammerfest, paling antusias kalau sudah cerita tentang cuaca. Keingintahuan mereka tentang cuaca memang besar sekali. Kadang mereka seperti merenung, alangkah nikmatnya bisa hidup di cuaca yang hangat atau panas seperti di tanah air. Aku bisa mengerti kenapa ada pemikiran seperti itu. Di Hammerfest, walaupun yang namanya musim panas, suhu paling tinggi paling hanya 5 oC, malah sering suhunya masih dibawah 0 oC alias minus (-). Pada suhu tersebut, bagi mereka yang asli Norwegia saja masih merasa sangat dingin. Apalagi bagi kita, orang Indonesia, yang biasa hidup dengan suhu diatas 30 oC. Kadang aku bingung, kapan ada musim panas di Hammerfest? Masak musim panas, cuacanya masih terasa sangat dingin, suhu udaranya masih minus? Beda antara musim dingin dan panas di Hammerfest, terletak pada munculnya matahari. Kalau musim dingin, matahari hanya muncul sebentar saja, mungkin tidak sampai 3 jam, setelah itu tenggelam lagi alias malam lagi. Pada puncak musim dingin, Desember – Januari, bisa – bisa 24 jam alias sehari semalam, matahari tidak muncul sama sekali. Jadi, selama 2 bulan, kita hidupnya malam terus, lampu di rumah, kantor dan jalan – jalan menyala terus. Tapi asyiknya, salju akan terus turun, jadi semuanya serba putih. Bagi aku yang tidak ada salju di tanah air, rasanya indah sekali. Benar – benar semuanya serba putih. Atap rumah putih, atap kantor putih, jalan – jalan putih, gunung – gunung putih, kali atau sungai juga ada yang putih, pokoknya indah sekali. Inilah saatnya, kita main – main dengan lempar – lemparan bola salju. Pernahkah kita di tanah air, membayangkan hidup selama 2 – 3 bulan, malam terus dengan suhu udara yang hampir terus – menerus minus, minus 5 oC (- 5 oC), minus 10 oC (-10 oC) atau paling tinggi plus 2 oC (+ 2 oC)? Pernah teman Norwegia-ku, sambil bercanda, mengatakan bahwa hanya orang Asia yang gila saja, mau bekerja di Hammerfest! Walaupun, setengah ”guyon” tentunya omongan itu ditujukan kepadaku sebagai orang Asia. Benarkah aku ini ”orang gila”, buktinya aku sangat menikmati hidup dan bekerja di daerah yang sangat dingin ini! Musim panas adalah hal yang sangat berbeda dengan musim dingin. Matahari akan muncul lebih lama dari musim dingin. Pada puncak musim panas, antara April – Mei, bisa – bisa matahari akan muncul selama 24 jam. Dulu pernah aku berpikir, kalau musim panas nanti di Hammerfest, aku tidak perlu repot – repot memakai baju tebal sampai berlapis – lapis. Aku cukup pakai baju tipis saja seperti di tanah air. Tapi perkiraanku ternyata salah sama sekali! Ternyata musim panas, dinginnya juga tidak banyak berbeda saat musim dingin walaupun matahari terang bersinar. Suhu maksimalnya ditengah hari, juga paling tinggi plus 5 oC (+ 5 oC). Kalau pas ada angin, rasa dinginnya akan sama seperti dinginnya pada suhu minus 0 oC (- 0 oC). Akhirnya, baju yang aku pakai pada musim dingin dan musim panas sama saja, tetap tebal berlapis – lapis. Memang repotnya kalau musim panas, kebetulan misalnya matahari muncul terus dalam sehari, agak susah untuk tidur malam. Bagaimana tidak, ini sudah semestinya jam 20.00 (8 malam), tapi matahari masih terang bersinar. Kutunggu akhirnya sampai jam 24.00 (12 malam), mataharinya juga masih terang bersinar alias masih tetap siang hari. Jadi kalau aku shalat maghrib, isya dan subuh, sama saja seperti aku shalat dhuhur dan ashar karena siangnya 24 jam! Pernahkah juga kita di tanah air membayangkan, hidup pada siang hari selama 2 – 3 bulan terus menerus, tanpa ada malam hari dan suhu udara yang terasa sangat dingin? Walaupun awalnya cukup berat, lama – lama aku menikmatinya juga, hidup dan bekerja di Hammerfest. Aku sering mendengar cerita dari teman – teman yang asli Hammerfest saat liburan anak – anak sekolah atau cuti tahunan. Mereka mengajak anak – anaknya berlibur ke daerah tropis, yang udaranya panas seperti Yunani dan Thailand. Teman – temanku sebenarnya kasihan dengan anak – anak mereka, yang kadang hidup dalam cuaca yang sangat dingin, gelap kalau pas musim dingin, selama beberapa bulan dalam setahun. Makanya, walaupun hanya beberapa hari, anak – anak bisa menikmati cuaca yang panas, yang tidak pernah mereka nikmati di Hammerfest! Namun demikian, sebenarnya cuaca yang dingin ini banyak membawa manfaat kesehatan bagi kita yang hidup disana. Aku sendiri tidak pernah merasakan sakit atau paling tidak pegal – pegal kalau kecapaian kerja atau jalan jauh misalnya. Kulitku menjadi halus dan lembut tanpa memakai kosmetik atau obat. Aku hampir tidak pernah sakit selama tinggal di Hammerfest. Aku hanya membayangkan saja kenapa bisa begini, sepertinya aku ini hidup di dalam kulkas. Bukankah bahan makanan seperti daging, ikan dan sayur akan awet kalau dimasukkan kulkas! Wajar saja kalau usia orang – orang di Hammerfest bisa panjang umur. Mereka seperti hidup di dalam kulkas! Mungkin saja teoriku tadi benar tentang Hammerfest itu adalah sebuah kulkas. Kalau aku masak nasi di kamarku, walaupun nasi itu ditaruh di meja makan berhari - hari, tanpa tertutup rapat, maka nasi itu masih akan tetap bagus. Tidak menjadi busuk! Begitu juga roti, sayur dan buah – buah, walaupun ditaruh begitu saja di meja, aku amati dalam seminggu masih tidak membusuk. Yang jelas, karena udara yang sangat dingin, kita akan kesulitan untuk mencari nyamuk, lalat, semut termasuk tikus. Mereka mungkin tidak bisa hidup dalam cuaca yang sangat dingin di Hammerfest! Hikmah lain yang aku syukuri dari hidup di Hammerfest adalah sopannya para wanita dan laki – laki dalam hal berpakaian. Kita bisa membayangkan seperti apa pakaian orang – orang di Hammerfest. Mereka selalu memakai pakaian yang panjang menutupi seluruh tubuhnya. Kalau tidak, mungkin tidak kuat menahan rasa dingin saat berada di luar rumah. Termasuk di kantor juga, para wanita masih tetap baju panjang yang menutupi seluruh badannya. Aku termasuk orang yang sangat prihatin dengan gaya pakaian wanita di tanah air. Walaupun produksi kain di tanah air terus meningkat, tapi malah banyak sekali wanita Indonesia memakai bajunya semakin minim. Mereka tidak malu kalau, tubuhnya yang indah dan bagian tubuh yang sensitif, dilihat oleh orang banyak. Maka tak jarang pelecehan seksual banyak terjadi di angkutan umum, kantor atau tempat rekreasi dsb. Indonesia, tentunya sebagai negara yang mayoritas penduduknya muslim, mestinya gaya berpakaian wanitanya tidaklah seperti itu. Padahal Islam sendiri memerintahkan wanita untuk menutupi seluruh tubuhnya kecuali muka dan kedua telapak tangannya. Aku sendiri kadang tidak pernah merasa tinggal di sebuah negara yang penduduknya mayoritas muslim kalau melihat mayoritas cara berpakaian para wanitanya. Mungkin kita perlu berdoa bersama kepada Allah SWT agar kita ini diberikan saja cuaca yang sangat dingin seperti Hammerfest. Harapannya, para wanita akan berpakaian yang sopan, dengan tidak memamerkan bagian tubuhnya yang sensitif. Semestinya kita harus bersyukur, bahwa kita tidak hidup dalam negara yang cuacanya sangat dingin, sehingga kita lebih mudah dalam beraktifitas. Ketidak sopanan para wanita dalam berpakaian saat ini, dikhawatirkan akan diikuti oleh generasi muda kita di masa datang. Apakah kita tidak khawatir dengan masalah ini?
Insiden Kebakaran di Piper Alpha
Orang masih banyak yang belum mengenal apa itu "process safety". Memang dulu orang hanya mengenal istilah "safety" saja. Namun belakangan sejak peristiwa musnahnya platform "Piper Alpha" di North Sea 6 Juli 1988 yang menyebabkan 167 orang meninggal dunia, orang mulai menyadari pentingnya untuk lebih memperhatikan pengelolaan "process safety" dan bukan hanya "safety" secara umum. Sejak itu bidang "process safety management" mulai dikenal masyarakat dunia terutama di kalangan industri nuklir, petrokimia dan migas. Sesuai namanya, maka "process safety" adalah metoda untuk mengelola integritas sistem dan proses operasi yang berbahaya secara tersistem dan tertata baik. Caranya antara lain adalah dengan menerapkan prinsip-prinsip perancangan yang baik, serta kerekayasaan dan praktek pengoperasian yang baik. Jaga bahaya tetap di dalam kerangkeng Sederhananya tujuan dari pengelolaan "process safety" adalah mengupayakan agar sumber bahaya tetap berada di dalam wadahnya. Kalau bahaya itu diibaratkan sebagai seekor singa, maka bagaimana agar singa itu tetap berada di dalam kerangkengnya. Dalam hal pabrik dikenal istilah "Keep it in the pipe". Maksudnya selama sumber bahaya seperti gas atau cairan hidrokarbon atau bahan kimia berbahaya tetap berada dalam pipa, maka bahaya yang disebabkan oleh kegagalan proses bisa diminimalkan. Untuk itu rekayasa "process safety" sudah mengembangkan sebuah pendekatan penting guna mencegah kecelakaan yang bersifat bencana besar atau katastrofik. Pendekatan itu berupa sebuah perangkat prosedur dan cara kerja yang membuat kita bisa mengenali, menilai, dan memahami "major hazards" (bahaya-bahaya besar) guna mencegah, mengendalikan, dan mengatasi (mitigasi) resiko-resiko ini di masa depan. Ada empat unsur pokok dalam pengelolaan "process safety", yaitu: Komitmen terhadap "Process Safety", Memahami bahaya dan mengevaluasi resiko, Belajar dari pengalaman, dan Mengelola resiko. Selain itu "process safety" bersinggungan dengan berbagai disiplin lain diantaranya process engineering, dan instrument control engineering. Oleh karena itu diperlukan kerjasama antar disiplin yang diatur dalam bentuk kesisteman dan prosedur-prosedur yang harus diikuti dengan disiplin. Helfia Nil Chalis. Helfia Store. Helfia Network. Oleh Alief Bakhtiar Seri tulisan ini adalah cuplikan dari buku Alief Bakhtiar "Mutiara Kehidupan Berbalut Salju" yang bercerita tentang pengalamannya ketika bertugas di Hammerfest - Norwegia sewaktu masih bekerja di Seksi Laboratorium Badak LNG, Bontang, Kalimantan Timur. Bersama Tim Badak LNG ketika itu Alief ditugaskan bersama-sama Tim start-up pabrik LNG di Hammerfest - Norwegia. Berbagai kisah menarik kiranya sangat penting agar kita sebagai satu bangsa bisa belajar dari bangsa lain yang sudah lebih maju budayanya. Saya akan menerbitkan tulisan Alief ini dalam beberapa seri. Semoga bermanfaat. Helfia Nil Chalis. Bisnis Internet. Helfia Store. KISAH - 19, CARA HEMAT ENERGI Aku kadang berandai – andai, misalnya aku akan tetap kerja di Hammerfest LNG sampai pensiun dan tinggal di kota Hammerfest, rasanya aku tidak perlu punya mobil sendiri. Ini kebalikan dengan kehidupan di tanah air saat ini, dimana banyak orang – orang, yang sebenarnya penghasilan per bulannya, belumlah terlalu besar, tapi keinginannya selalu punya mobil sendiri. Alasannya bisa macam – macam, katanya mobil sendiri lebih hemat & bisa bawa keluarga, kalau ingin pergi bersama keluarga. Alasan lain, katanya transportasi publik kita seperti bis kota dan kereta api, masih buruk kondisinya, akibatnya tidak aman dan nyaman kalau kita pakai transportasi umum. Ada alasan lain lagi, yang mungkin juga ada, yaitu gengsi. Kita akan dipandang sebagai orang kaya atau mampu oleh orang lain, kalau kita bisa naik mobil sendiri. Semoga saja, kita punya mobil karena memang kita butuh, bukan karena gengsi semata.
Namun, anehnya, ketika Pemerintah ingin menghapus subsidi bahan bakar minyak (BBM) jenis bensin atau premium, maka mereka yang mampu beli mobil, walaupun dengan cara kredit, mulai rame – rame menolaknya. Kita ini mampu membeli mobil, tapi kenapa kita tidak mampu beli bensin yang tanpa subsidi, pertamax misalnya ? Biarlah subsidi itu, dipakai oleh saudara – saudara kita yang masih naik motor atau subsidi itu untuk angkutan umum dan angkutan kebutuhan hidup kita seperti beras, sayur mayur, pakaian dsb. Namun aku yakin, kalau transportasi publik kita seperti bis kota dan kereta api bisa aman, nyaman dan murah serta menjangkau hampir semua wilayah kota di tanah air, maka masyarakat akan berbondong – bondong naik transportasi publik. Aku yang saat itu bekerja di Hammerfest LNG, sungguh tidak memerlukan punya mobil sendiri. Bis yang dioperasikan oleh Perusahaan melayani rute mulai dari areal Hammerfest LNG sampai pusat kota Hammerfest. Bis – bis itu jadwal keberangkatannya bisa 10 menit, 15 menit atau 30 menit sekali dari terminal bis yang ada di Hammerfest LNG maupun di pusat kota Hammerfest. Kita bisa naik bis yang disediakan Perusahaan gratis! Kita bisa naik bis yang lewat tempat pemberhentian yang ada di sepanjang jalan dari lokasi Hammerfest LNG sampai dengan pusat kota Hammerfest. Ada banyak hal yang aku kagumi dari pengoperasion bis di Hammerfest. Yang paling aku suka adalah masalah ketepatan waktu. Di sana bis yang dioperasikan oleh Perusahaan dan Perusahaan Bis Umum sangat tepat waktu. Bis – bis tersebut sangat tepat waktu baik saat datang dan pergi dari pemberhentian bis. Beberapa kali, aku ketinggalan bis waktu pulang kerja atau kebetulan lagi jalan – jalan ke kota. Kadang yang membuatku jengkel, masak beda kurang dari 2 menit saja, bis-nya sudah jalan. Padahal aku sampai lari – lari dari toko makanan, tempatku belanja, ke halte bis supaya jangan sampai tertinggal. Peristiwa ini jarang atau hampir nggak pernah aku temui di tanah air. Pernah aku sudah sampai di halte busway - Jakarta, sampai telat lebih dari 30 menit, bis-nya belum datang – datang juga. Ketepatan waktu untuk bis – bis di tanah air sampai saat ini memang masih masalah yang tak kunjung teratasi. Bis – bis yang tepat waktu kadang hanya bisa ditemui di lingkungan Perusahaan, kalau sudah bis – bis umum, aku sangat pesimis bisa tepat waktu. Tidak demikian di Hammerfest, mau itu bis – bis Umum atau Perusahaan, kedua – keduanya sama – sama tepat waktu. Hal kedua yang aku kagumi adalah tidak ada penumpang bis yang berdiri. Semua penumpang bis harus bisa dapat tempat duduk. Kalau bis sudah penuh, kita yang sudah antri, harus menunggu bis berikutnya. Jadi, rasanya sangat nyaman naik bis. Tetapi kita tidak perlu khawatir, karena bis yang kita tunggu pasti akan datang tepat waktu. Lain juga di tanah air, apalagi bis – bis dalam kota dan antar kota, bukan hal tabu, kalau bis – bis diisi penumpang sampai berjubel berdiri dalam bis – bis tersebut. Bagaimana copet tidak senang dengan kondisi ini? Hal ketiga yang aku salut adalah naik bis dengan tertib, satu per satu. Tidak ada ceritanya, rebutan naik bis seperti di tanah air. Karena penduduk Hammerfest yakin, bahwa mereka akan bisa dapat tempat duduk di bis. Artinya, jumlah bis – bis di sana, mampu menampung seluruh penumpang yang ada. Di tanah air, jumlah penumpangnya banyak, bis-nya kurang, ditambah masyarakat kita kurang bisa tertib. Akhirnya jadilah arena rebutan saat naik bis. Hal keempat yang aku kagumi adalah keramahan sopir bis. Di Hammerfest, penampilan sopir bis tidak kalah dengan pegawai bank. Mereka sangat rapi, malah banyak yang pakai dasi. Mereka sangat bangga dengan pekerjaannya. Karena yang aku dengar, gaji mereka juga lumayan besar. Para sopir ini tidak segan untuk turun untuk membantu penumpang yang lagi kesulitan, misalnya membawa banyak bawaan. Kemudian barang bawaan itu dinaikkan ke atas bis atau bagasi. Padahal sopir di Hammerfest tidak punya pembantu alias kenek. Aku bayangkan berapa kali dia harus naik turun bis untuk membantu penumpang dalam sehari. Guyonan dalam hatiku, kalau mau badan kurus, baik juga, aku jadi sopir di Hammerfest. Satu hal lagi, aku tidak pernah melihat sopir bis merokok dalam bis. Para sopir ini akan merokok kalau bis sudah berhenti. Mereka merokok di tempat yang memang disediakan untuk merokok di luar bis. Kebiasaan ini sangat mudah ditemui di tanah air. Kadang bis AC, sopirnya merokok, kami penumpang ini yang akan mabuk asap rokoknya. Makanya tak heran, bisnya kelihatan bersih tapi dalamnya sudah bau rokok saat kita naik. Abis sopirnya doyan merokok dalam bis! Hal kelima yang juga sangat aku kagumi adalah para sopir sangat memperhatikan keselamatan penumpangnya. Sopir baru menjalankan bisnya kalau memang sudah semua penumpangnya duduk. Di tanah air ini kadang hal luar biasa terjadi. Ini penumpang, saat naik bis, kaki yang satunya sudah diatas bis dan kaki satunya lagi masih di tanah, sopir nggak perduli, bis dijalankan begitu saja. Tentu saja penumpang kaget, masih untung, kalau dia tidak jatuh. Kalau sampai jatuh, ban depan dan belakang sudah siap untuk menggilasnya. Seringkali kejadian itu juga terjadi saat turun dari bis. Kenapa para sopir kadang melakukan seperti itu di tanah air. Jawabannya gampang, mereka berebut penumpang dengan sesama bis yang lain. Logikanya, kalau aku sebagai sopir nggak buru – buru atau ngebut, bisa – bisa aku nggak dapat penumpang. Mungkin yang harus diperhatikan oleh Pemerintah dan Pengusaha bis adalah bagaimana caranya meningkatkan kesejahteraan para sopir bis tersebut. Kalau tidak, jangan heran kalau kematian akibat kecelakaan lalu lintas, menjadi penyebab kematian nomor 2 setelah penyakit jantung dan stroke. Hal terakhir yang aku kagumi adalah kondisi bis – bis di Hammerfest selalu bersih dan apik walaupun sepertinya bis – bis itu sudah tua umurnya. Untuk hal ini memang diperlukan peran serta para sopir dan penumpang. Para sopir juga harus bisa memelihara kebersihan bis dan merawatnya seperti miliknya sendiri. Penumpang juga harus tertib saat naik bis, misalnya tidak mencorat coret bis, merusak bangkunya, membuang sampah sembarangan dalam bis dsb. Hal ini yang juga sering ditemui di tanah air. Sudah kondisi bisnya jelek, karena sudah tua umurnya, kotor dan bau lagi dalamnya. Bisa dibayangkan bagaimana sebenarnya penderitaan para penumpangnya. Katanya, kita sebagai muslim, kebersihan itu sebagian dari iman. Tapi kalau sudah naik bis, lupa kita akan hal ini. Kalau transportasi umum atau publik seperti bis kota, kereta api, taksi, angkot dsb kondisinya baik, sopirnya ramah, tepat waktu dan pasti dapat tempat duduk seperti di Hammerfest, maka aku yakin tidak banyak mobil pribadi atau motor berkeliaran di jalan raya. Mereka akan memilih naik transportasi umum untuk bekerja, sekolah, berdagang dsb. Dengan berkurangnya jumlah kendaraan yang ada di jalan raya, otomatis kemacetan akan berkurang dan bahan bakar minyak (BBM) bisa dihemat di tanah air. Akhirnya polusi udara juga berkurang, kualitas hidup kita akan semakin baik. Oleh Alief Bakhtiar Seri tulisan ini adalah cuplikan dari buku Alief Bakhtiar "Mutiara Kehidupan Berbalut Salju" yang bercerita tentang pengalamannya ketika bertugas di Hammerfest - Norwegia sewaktu masih bekerja di Seksi Laboratorium Badak LNG, Bontang, Kalimantan Timur. Bersama Tim Badak LNG ketika itu Alief ditugaskan bersama-sama Tim start-up pabrik LNG di Hammerfest - Norwegia. Berbagai kisah menarik kiranya sangat penting agar kita sebagai satu bangsa bisa belajar dari bangsa lain yang sudah lebih maju budayanya. Saya akan menerbitkan tulisan Alief ini dalam beberapa seri. Semoga bermanfaat. Helfia Nil Chalis. Bisnis Internet. Helfia Store. KISAH - 18, SEBUAH KEMANDIRIAN WANITA Sebuah pertanyaan sederhana, sebagai awal cerita ini. Adakah manusia di dunia ini, yang tidak suka ditolong orang lain ? Jawabannya, pastilah banyak. Dengan berbagai alasan, mereka menolak ditolong oleh orang lain. Kenapa menolak pertolongan orang lain, salah satu alasannya adalah soal kemandirian. Mereka ingin mandiri atau belajar mandiri untuk mengatasi kesulitan dalam kehidupannya. Kita semua akan setuju bahwa kita akan merasa puas bila kita mampu menyelesaikan semua masalah kita sendiri, kalau perlu tanpa bantuan orang lain.
Pengalamanku bekerja di LNG Hammerfest, menolong orang lain dalam bekerja adalah sesuatu, yang kadang sulit buatku. Khususnya menolong atau membantu pekerjaan wanita sebagai rekan kerjaku, yang notabene warga Norwegia. Banyak kejadian yang membuat aku, kadang geleng – geleng kepala, kenapa wanita – wanita rekan kerjaku sulit menerima bantuanku. Mereka sepertinya ingin menunjukkan kemandirian mereka sebagai wanita. Apa yang laki – laki bisa lakukan, maka wanita-pun pasti bisa melakukannya. Ada sebuah cerita saat aku kerja di LNG Hammerfest bersama salah satu temanku dari Indonesia. Sebut saja namanya Amin. Kebetulan waktu itu, kami berdua ingin mengambil sampel di LNG Plant (kilang LNG). Setelah sampai pada unit pengolah LPG, Amin melihat ada seorang insinyur wanita, entah warga negara Norwegia atau Jerman, tengah kesulitan membuka sebuah valve memakai kunci Inggris. Insting Amin segera berkata, wanita ini pasti perlu bantuan. Kemudian didatanginya wanita itu, dengan tanpa basa basi, Amin langsung menawarkan diri untuk membantu wanita itu. Pikirnya, wanita itu pasti dengan senang hati untuk menerima bantuannya. Ternyata, jawaban yang diterima oleh Amin dari wanita itu sangat mengecewakan. Wanita itu mengatakan kepada Amin, ”Apakah kamu lebih mampu dari saya, kok mau membantu saya ?”. Mendengar jawaban itu, sontak Amin kaget dan minta maaf kepada wanita itu. Sambil bersungut – sungut, Amin berkata padaku, ”Bagaimana sih wanita itu, mau dibantu kok malah sepertinya marah alias nggak mau ?”. Kujawab saja komentar Amin itu, ”Ya, mungkin saja, wanita itu tidak ingin dianggap tidak mampu atau lemah, sehingga ia ingin menyelesaikan kesulitannya sendiri”. Aku juga pernah mengalami peristiwa seperti yang dialami oleh Amin. Hanya saja peristiwanya terjadi di dalam Laboratorium. Saat itu, temanku, yang bernama Kristel, akan melakukan pengukuran kandungan air dalam gas alam di kilang LNG dengan alat Cermax IS. Alat ini cukup berat, mungkin hampir 4 kg. Kalau aku yang melakukan pengukuran, biasanya hanya aku bawa satu saja. Karena selain alat itu, aku harus juga membawa banyak peralatan lain seperti kunci – kunci, konektor dll, yang juga cukup berat. Tapi, Kristel, sepertinya tidak cukup membawa satu alat Cermax IS saja, dia akan membawa 2 alat sekaligus. Aku langsung berpikir, apakah Kristel mampu membawa 2 alat tsb ke kilang LNG. Aku tahu, jalan dari Laboratorium ke kilang LNG itu, naik turun dan cukup jauh kalau jalan kaki. Aku secara spontan menawarkan bantuan kepadanya, untuk ikut membawakan alat Cermax IS yang satunya, tetapi dengan halus dia menolaknya. Kristel mencoba meyakinkanku bahwa dia bisa mengerjakannya sendiri, tanpa bantuan dariku. Ada cerita lain yang membuatku tersenyum, kalau mengingatnya lagi. Aku suka bermain sepak bola sejak kecil. Makanya, ketika ada tawaran main bola bersama dengan teman – teman Laboratorium, aku dengan senang hati menerimanya. Temanku, Trine Sommerland, berjanji menjemputku malam nanti untuk main bola di lapangan bola tertutup atau indoor. Kalau aku ingat, model lapangannya seperti lapangan futsal di tanah air. Tepat jam 7 malam, Trine menjemputku dari Dormitori atau asramaku, menuju ke lapangan bola. Sampai di lapangan bola, aku sebenarnya agak terkejut karena ternyata yang akan main bola lebih banyak wanitanya, dibandingkan laki - lakinya. Aku coba bertanya kepada Trine, ”Apakah wanita – wanita ini akan main bola semua ?”. Dengan singkat Trine menjawab, ”Iya. Mereka itu teman – teman kita main bola malam ini”. Aku hanya berpikir, apakah mereka mampu main bola bersama – sama kita, yang notabene laki – laki. Baru kemudian aku juga tahu bahwa main bola di Hammerfest ini, antara laki – laki dan perempuannya campur. Aku berpikir, hampir saja aku membatalkan main bola kalau tidak Trine membujukku agar jangan sampai mundur atau tidak jadi main bola malam ini. Terus terang, baru kali ini, aku akan main bola dengan wanita. Aku rasanya jadi kikuk sekali. Sebelum dimulai pertandingan, maka dilakukan pembagian regu. Kita semua yang datang malam itu, dibagi 2 regu, dimana masing – masing regu terdiri dari 6 orang. Tiap regu terdiri dari pemain laki – laki dan wanita. Sayangnya, jumlah pemain wanita dalam regu lawanku, agak lebih banyak atau dengan kata lain, reguku agak lebih banyak laki – lakinya. Kemudian aku menawarkan diri untuk pindah ke regu lawanku agar sedikit berimbang jumlah laki – laki dan wanita dari kedua regu ini. Namun diluar perkiraanku sama sekali, tawaran ini ditolak sama sekali oleh semua wanita di regu lawanku. Tanpa kusadari, bahwa sebenarnya aku sudah meremehkan kemampuan wanita – wanita itu dalam bermain bola. Padahal mereka yakin bisa mengimbangi permainan laki – laki walaupun mereka wanita. Dan terbukti, ketika kita sudah mulai main bola, para wanita itu bisa lari kencang seperti halnya kita lelaki. Para wanita itu juga, mampu menendang bola dengan keras seperti laki – laki. Jujur kukatakan bahwa sebenarnya aku sangat kelelahan melawan para wanita itu, yang sepertinya tidak pernah merasa capai selama 1 jam bermain bola. Hebatnya, regu lawanku, yang notabene lebih banyak wanitanya, malah menang, bisa mengalahkan regu kita, yang lebih banyak laki – lakinya. Sekali lagi, cerita ini membuktikan bahwa kemandirian wanita sangat kuat di Hammerfest, mereka tidak mudah menyerah dengan keadaan atau kesulitan yang dialaminya. Kalau kita bilang, secara fisik, wanita itu lebih lemah dari laki – laki, ternyata pengalamanku main bola malam itu, menunjukkan bahwa wanita Hammerfest tidak kalah kemampuan fisiknya dibandingkan laki – lakinya. Mereka, para wanita, mampu menunjukkan bahwa mereka bukanlah makhluk Allah SWT yang pantas dikasihani. Mereka punya potensi yang sama dengan laki – laki untuk maju dan berkembang, menyelesaikan semua persoalan hidup yang ada di dunia. Kondisi ini memang cukup berbeda di tanah air. Memang banyak wanita tangguh di tanah air, yang prestasi mereka, bisa mengalahkan kemampuan laki – laki pada umumnya. Hanya saja, mungkin jumlahnya masih belum banyak seperti halnya di Norwegia. Wanita di tanah air, lebih dicitrakan sebagai makhluk Allah SWT yang feminim, lemah lembut dan kadang harus selalu dikasihani oleh para laki – laki. Hal ini tentu saja baik namun kadang akan sangat menghambat kemajuan dari para wanita di tanah air. Para wanita menjadi sangat tergantung kepada laki – laki. Kalau tidak, malah kadang jadi obyek penindasan oleh laki – laki. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) oleh suami kepada istrinya, sebenarnya lebih dikarenakan wanita terlalu dianggap lemah oleh suaminya. Kalau para wanita di tanah air mampu membuktikan dirinya bahwa mereka tidak lemah secara mental dan fisik, tentunya tidak banyak suami berani melakukan KDRT terhadap istrinya. Kita tahu bahwa jumlah penduduk laki – laki dan wanita di Indonesia hampir imbang. Karena itu, para wanita ini mempunyai peranan yang besar untuk bisa memajukan keluarganya dan tentu saja, bangsa kita. Para wanita sudah semestinya berusaha mempunyai kemampuan fisik dan ruhani yang kuat seperti halnya laki – laki. Para wanita harus juga punya ilmu yang mumpuni seperti halnya laki – laki. Kalau ini semua bisa terjadi di tanah air, tentunya bangsa kita tidak usah menunggu terlalu lama lagi untuk bisa menjadi bangsa yang maju seperti Norwegia. Para wanita dan laki – laki bisa secara sejajar dan bersama – sama berjuang memajukan keluarganya dan bangsanya. Di Hammerfest, sepertinya tidak ada pekerjaan laki – laki yang tidak bisa dilakukan oleh wanita, baik pekerjaan itu perlu kemampuan fisik yang kuat atau keilmuan yang mumpuni. Tentu saja, ada hal – hal yang sudah menjadi kodrat seorang wanita seperti mengandung dan melahirkan anak, lebih sensitif perasaannya dsb. Namun semuanya itu, janganlah terlalu dijadikan kendala untuk bisa hidup maju seperti halnya kebanyakan laki – laki. Oleh Alief Bakhtiar Seri tulisan ini adalah cuplikan dari buku Alief Bakhtiar "Mutiara Kehidupan Berbalut Salju" yang bercerita tentang pengalamannya ketika bertugas di Hammerfest - Norwegia sewaktu masih bekerja di Seksi Laboratorium Badak LNG, Bontang, Kalimantan Timur. Bersama Tim Badak LNG ketika itu Alief ditugaskan bersama-sama Tim start-up pabrik LNG di Hammerfest - Norwegia. Berbagai kisah menarik kiranya sangat penting agar kita sebagai satu bangsa bisa belajar dari bangsa lain yang sudah lebih maju budayanya. Saya akan menerbitkan tulisan Alief ini dalam beberapa seri. Semoga bermanfaat. Helfia Nil Chalis. Bisnis Internet. Helfia Store. KISAH - 17, NIKMATNYA KAWANAN RUSA Pernahkah kita membayangkan hidup di sebuah kota, kemudian binatang – binatang liar dari hutan, bisa berkeliaran bebas menemani hidup kita di sepanjang jalan – jalan yang kita lalui ? Binatang – binatang itu bisa berlari ke mana saja yang diinginkannya, tanpa ada gangguan dari kita sebagai manusia ? Kita akan bisa melihat manusia dan binatang, bisa hidup berdampingan secara damai. Kalau memang itu ada, kehidupan yang seperti itu, alangkah tambah nikmatnya hidup di dunia ciptaan Allah SWT.
Kalau di tanah air, kita mungkin bisa menemuinya di beberapa Taman Safari seperti Bogor – Jawa Barat atau Pasuruan – Jawa Timur, dimana kita sebagai pengunjung bisa berinteraksi dengan binatang – binatang yang dipelihara disana. Hanya saja, Taman Safari, bukanlah sebuah kota dengan kehidupan yang serba hiruk pikuk. Dalam Taman Safari, binatang – binatang itu juga tetap ada yang menjaganya agar jangan sampai mengganggu atau bahkan melukai pengunjungnya. Saya hanya membayangkan, kalau binatang – binatang itu dilepas ke sebuah kota kecil saja di tanah air, maka apa yang akan terjadi ? Apakah binatang – binatang itu bisa hidup normal, tanpa kita ganggu ? Atau malah binatang – binatang itu kita buru atau dibunuh untuk dimakan dagingnya ? Atau malah bisa saja, binatang – binatang itu dicuri oleh sekelompok orang ? Bagi kita yang hidup di tanah air, kita kadang yakin bahwa semua itu sangat mungkin terjadi. Seringkali, kita tidak menghargai hak hidup dari binatang – binatang yang ada di sekitar kita. Kadang kita sepertinya tanpa dosa, menangkap atau membunuh bahkan mencuri binatang – binatang itu dari sekitar kita. Binatang – binatang itu juga ingin bisa hidup bebas di alam sekitar kita tanpa ada gangguan dari kita sebagai manusia. Kisah tentang keserasian hidup antara manusia dan binatang, benar – benar aku temui di kota Hammerfest. Di saat musim mulai berganti dari musim dingin ke musim panas yaitu sekitar bulan Maret, ternyata mulai bermunculan rusa – rusa liar di kota Hammerfest. Mulanya aku berpikir, bahwa masyarakat Hammerfest akan segera menghalau rusa – rusa itu agar kembali masuk hutan. Tapi ternyata, dugaanku itu salah sama sekali. Rusa – rusa itu dibiarkan begitu saja hidup berkeliaran di kota Hammerfest. Aku juga baru sadar, kenapa sebagian rumah – rumah di Hammerfest, halamannya dikasih pagar. Maksudnya adalah agar rusa – rusa itu tidak masuk ke halaman rumah, yang mungkin akan merusak taman bunga yang ada atau bahkan masuk rumah. Namun, sepertinya rusa – rusa itu mengerti bahwa mereka tidak boleh masuk ke halaman rumah orang – orang di Hammerfest. Yang sungguh menarik hatiku adalah seringkali kita harus mengalah kepada rusa – rusa itu agar binatang – binatang itu tidak tersakiti. Misalnya, rusa – rusa itu akan menyeberang jalan raya, maka mobil – mobil dari jarak beberapa meter sudah berhenti memberikan kesempatan rusa – rusa itu lewat. Kemudian juga ketika rusa – rusa itu makan rumput di pinggir jalan atau di lapangan, maka orang – orang di Hammerfest, kadang mengambil jalan lain agar tidak mengganggu rusa – rusa yang lagi asyik dengan makanannya. Karena itu, kuperhatikan sepertinya, rusa – rusa itu sudah akrab sekali dengan masyarakat Hammerfest sehingga seperti layaknya manusia yang juga hidup di kota. Rusa – rusa itu bisa hidup bebas di kota Hammerfest tanpa diganggu sama sekali oleh manusia. Kerelaan hati masyarakat Hammerfest untuk mau membantu kehidupan rusa – rusa itu sungguh menyentuh hatiku. Bayangkan saja, dari ratusan rusa – rusa yang lalu lalang di kota Hammerfest, tentunya akan banyak juga kotoran yang dihasilkan oleh rusa – rusa itu. Kotoran yang bertebaran di jalan – jalan, lapangan dan tempat – tempat lainnya, dengan ringan tangan, masyarakat Hammerfest membersihkannya. Tidak ada kata marah dalam hati dan pikiran masyarakat Hammerfest akibat rusa – rusa itu membuang kotoran di sembarang tempat. Akibatnya, walaupun, banyak rusa berkeliaran di kota Hammerfest saat musim panas, suasana kotanya tetap selalu bersih dan rapi. Kalau kita lihat dari masa lalu, masyarakat Hammerfest atau Norwegia, sepertinya mereka berhutang budi kepada rusa – rusa itu. Jaman dulu, rusa – rusa itu banyak sekali manfaatnya. Misalnya rusa – rusa itu dipakai untuk menarik kendaraan atau kereta salju sebagai alat transportasi masyarakat Norwegia pada masa lalu. Dagingnya dimakan untuk menopang kehidupan masyarakat Norwegia. Kemudian kulit dan bulunya, bisa dibuat baju hangat, topi hangat, selimut bayi, sepatu sampai dengan alas tidur dalam rumah masyarakat Norwegia. Kita tahu bahwa suhu udara di Norwegia adalah sangat dingin dan salju tebal kalau kebetulan musim dingin. Karenanya, rusa – rusa itu telah banyak sekali jasanya dalam mempertahankan kehidupan masyarakat Norwegia khususnya pada masa yang lalu. Yang membuatku prihatin, saat ini, binatang – binatang liar di hutan – hutan tanah air kita khususnya di Jawa, Sumatra dan Kalimantan sudah sangat kurang jumlahnya atau bisa dikatakan hampir punah dari muka bumi. Kegemaran sebagian masyarakat kita untuk berburu dengan cara yang membabi buta, telah menyebabkan punahnya banyak binatang – binatang liar di hutan. Tidak bisakah kita misalnya, berburu dengan cara yang beradab artinya kita tetap akan melindungi binatang – binatang liar itu agar bisa bertahan hidup di hutan – hutan tanah air. Peraturan Pemerintah yang dimaksudkan untuk melindungi binatang – binatang liar itu juga banyak yang dilanggar. Para pemburu liar yang ditangkap, kemudian hanya diberikan hukuman yang ringan oleh Pengadilan. Kapan kita bisa memberikan perlindungan kepada binatang – binatang liar itu agar bisa hidup normal dan berkembang biak di hutan – hutan. Hingga suatu saat nanti, anak cucu kita masih bisa melihat binatang – binatang liar itu. Tapi kalau kita habiskan ekosistem binatang – binatang liar itu sekarang, maka mungkin anak cucu kita hanya bisa melihat gambarnya saja, tanpa pernah melihat langsung seperti apa binatang – binatang liar itu. Aku hanya membayangkan kapan kita bisa hidup harmonis dengan binatang seperti masyarakat Hammerfest. Binatang – binatang liar yang ada di dalam hutan – hutan tanah air saja, bisa habis diburu, apalagi kalau binatang – binatang liar itu sampai jalan – jalan di perkampungan atau bahkan kota kita, pastilah dijamin, masyarakat akan berebutan untuk memburunya atau membunuhnya untuk dimakan dagingnya dan mungkin diambil kulitnya. Tidak bisakah kita, membiarkan mereka untuk bebas menikmati alam pemberian Allah SWT seperti halnya kita sebagai manusia ? Memang benar, binatang – binatang itu juga diciptakan untuk manusia, tapi apapun alasannya, kita tetap harus saling melindungi sebagai sesama makhluk Allah SWT. Oleh Alief Bakhtiar Seri tulisan ini adalah cuplikan dari buku Alief Bakhtiar "Mutiara Kehidupan Berbalut Salju" yang bercerita tentang pengalamannya ketika bertugas di Hammerfest - Norwegia sewaktu masih bekerja di Seksi Laboratorium Badak LNG, Bontang, Kalimantan Timur. Bersama Tim Badak LNG ketika itu Alief ditugaskan bersama-sama Tim start-up pabrik LNG di Hammerfest - Norwegia. Berbagai kisah menarik kiranya sangat penting agar kita sebagai satu bangsa bisa belajar dari bangsa lain yang sudah lebih maju budayanya. Saya akan menerbitkan tulisan Alief ini dalam beberapa seri. Semoga bermanfaat. Helfia Nil Chalis. Bisnis Internet. Helfia Store. KISAH – 16, TANPA LAMPU MERAH Pernahkah anda berkunjung ke sebuah kota baik di Indonesia atau di luar negeri, dimana tidak ada lampu pengatur lalu lintas sama sekali ? Aku hanya membayangkan bagaimana akan semrawutnya mobil, motor, bis, sepeda, becak atau bahkan pejalan kaki tanpa adanya lampu pengatur lalu lintas. Pastilah di setiap tikungan akan terjadi kemacetan yang parah. Makanya tidak heran, adanya kerusuhan massal, pertengkaran atau perkelahian sering terjadi di jalan raya. Masing – masing pengendara kendaraan ingin saling mendahului satu sama lain, tidak ada yang mau bersabar dan memberikan kesempatan orang lain untuk lewat. Singkatnya, pasti banyak kecelakaan atau kekacauan terjadi di jalan raya, kalau tidak ada lampu pengatur lalu lintas. Masih lumayan kalau polisi lalu lintas mau terus menerus ada di jalan raya, paling tidak kemacetan atau kekacauan di jalan bisa sebagian diatasi. Kalau tidak, bisa dibayangkan sendiri, apa yang akan terjadi di jalan raya, tanpa adanya lampu pengatur lalu lintas.
Kalau kita ngomong, kondisi lalu lintas di Jakarta atau kota – kota metropolitan di tanah air, ada sebuah ironi. Ironinya adalah kadang lampu lalu lintas sudah menyala hijau, berarti kendaraan kita sudah boleh jalan. Tapi faktanya, tidak bisa langsung jalan alias macet. Bagaimana tidak macet, karena banyak kendaraan di perempatan, dimana lampu lalu lintasnya merah, tetap saja menerobos jalan. Sungguh tidak mudah membuat masyarakat untuk tertib dalam berlalu lintas. Aku akui bahwa sejak kecil, tidak pernah diajarkan tentang tertib berlalu lintas baik di rumah atau di sekolah. Begitu dewasa, aku cuma tahu arti lampu lalu lintas, merah, kuning dan hijau serta sedikit simbol – simbol lalu lintas di jalan. Memang sebaiknya, kita sebagai orang tua dan guru di sekolah, secara perlahan – lahan, terus menerus memberikan contoh dan penjelasan tentang tertib berlalu lintas di jalan. Tujuannya, cuma satu, yaitu kita akan terbiasa untuk selalu tertib dalam berlalu lintas di jalan raya, yang sebenarnya bukan jalan milik kita saja, tapi juga milik orang lain. Masalah berlalu lintas sebenarnya adalah masalah budaya. Budaya untuk mau tertib mengikuti aturan yang ditetapkan dan menghormati pengendara kendaraan yang lain termasuk pejalan kaki. Kalau di tanah air, kita harus menambahkan penghormatan kita terhadap pedagang dan pengemis di lampu lalu lintas atau di perempatan jalan. Selama bangsa kita, mayoritas penduduknya tidak mau tertib untuk mengikuti aturan yang ditetapkan, maka kemacetan yang parah pasti akan terjadi dimana – dimana, tidak hanya di kota metropolitan, di kota besar bahkan di kota – kota kecil di Indonesia. Apalagi kota itu adalah salah satu kota tujuan wisata, pasti akan macet terutama hari – hari libur. Karena itu, budaya tertib berlalu lintas tidak serta merta tumbuh dengan sendirinya, harus ada pembinaan secara terus menerus sejak kecil hingga dewasa. Aku sungguh kagum dengan kota Hammerfest, yang ukuran kotanya, kalau di Indonesia, mungkin termasuk kota sedang. Kalau di tanah air, jangankan kota sedang, kota kecilpun pasti punya lampu lalu lintas. Kondisi ini berbeda dengan Hammerfest, sama sekali, aku belum menemui sebuah lampu lalu lintas satu pun. Aku sebenarnya juga heran, kenapa tidak ada lampu lalu lintas di Hammerfest padahal jumlah mobil, bis, sepeda motor dan sepeda termasuk pejalan kaki cukup banyak jumlahnya. Jawabannya baru aku tahu setelah hampir sebulan aku tinggal di Hammerfest. Hampir setiap hari libur, sabtu dan minggu, aku jalan – jalan atau naik bis ke pusat kota Hammerfest. Kuperhatikan, kalau ada orang mau menyeberang jalan maka mobil yang akan berhenti pada jarak sekitar 10 m dari orang yang mau menyeberang itu, agar memberi kesempatan kepada pejalan kaki untuk bisa menyeberang jalan. Mobil atau motor yang lewat juga sepertinya mengikuti batas kecepatan yang ditentukan oleh rambu – rambu lalu lintas yang ada di jalan. Mobil atau kendaraan yang akan belok di setiap perempatan, pasti akan berhenti dulu. Setelah melihat sebelah kanan dan kirinya aman dari kendaraan lain yang lewat, barulah mobil atau kendaraan itu berjalan lagi untuk membelok. Mobil yang satu dengan mobil yang lain tidak ada yang saling menyalip, kecuali mobil di depannya berhenti atau belok ke jalan lain. Para pengendara mobil atau kendaraan di Hammerfest seperti berlomba – lomba untuk memberikan kesempatan orang lain untuk lewat dengan aman. Selama aku tinggal di Hammerfest lebih dari 6 bulan, belum pernah aku mendapatkan berita ada kecelakaan mobil atau kendaraan disana. Sekali lagi, aku kadang hanya termangu – mangu di pinggir jalan, sambil bertanya dalam hati, kenapa lalu lintas di Hammerfest bisa sedemikian tertib tanpa adanya lampu pengatur lalu lintas, yang merah, hijau dan kuning itu. Satu hal yang aku tidak pernah dengar di jalan raya Hammerfest ketika aku jalan – jalan atau naik bis di kota Hammerfest. Apa itu, yakni bunyi suara klakson mobil atau motor. Bukankah di tanah air, bunyi klakson mobil atau motor hampir selalu ada di jalan – jalan yang kita lalui. Rupanya, orang – orang di Hammerfest sedemikian hati – hatinya, jangan sampai membuat pengendara lain kaget atau merasa terganggu akibat klakson mobil atau motor kita. Kalau kita di tanah air, terlambat sedikit saja jalan, kalau lampu lalu lintas sudah hijau, maka klakson akan bertubi – tubi ditujukan ke kita. Aku tersenyum kalau mengingat hal ini, bisa kita bayangkan, bahwa sebenarnya klakson mobil tidak diperlukan lagi kalau kita tinggal di Hammerfest. Karena itu, wajar saja, berdasarkan survei tahun 2010 di sebuah surat kabar nasional, Norwegia merupakan negara yang paling aman dan nyaman untuk tinggal. Sikap untuk saling menghormati privasi orang lain sangat tinggi termasuk berlaku sopan santun di jalan raya. Saya juga mendengar bahwa memang penegakan hukum lalu lintas di Norwegia sangat kuat. Kalau kita mengendarai mobil atau motor, sampai menabrak orang maka SIM (Surat Ijin Mengemudi) kita akan dicabut oleh polisi dan seumur hidup, kita tidak akan bisa lagi memperoleh SIM. Artinya, seumur hidup, kita tidak bisa lagi mengendarai mobil atau motor kita karena kita tidak punya SIM. Selain itu, kalau kita melakukan banyak pelanggaran lalu lintas, maka dendanya akan dikumpulkan semua di kantor polisi. Denda itu harus dibayar kalau kita harus mengurus penggantian STNK (Surat Tanda Nomor Kendaraan) atau SIM. Bisa saja kita bayangkan, berapa banyak denda yang harus dibayar selama 5 tahun sesuai umur STNK kendaraan kita, kalau misalnya hampir tiap hari kita melanggar peraturan lalu lintas. Kalau kita melanggar peraturan lalu lintas di tanah air, maka masih banyak mendengar cerita bahwa pembayaran dendanya bisa diatur dengan petugas polisi di jalan raya. Benar atau tidak, mungkin hanya kita masing – masing yang tahu. Kemudian apakah uang denda itu, masuk ke kas negara atau tidak, kita juga tidak tahu. Sebenarnya UU (Undang – Undang) Lalu Lintas atau Peraturan Pemerintah tentang Tertib Lalu Lintas sudah bagus isinya. Namun, implementasi UU atau Peraturan Pemerintah itu kadang masih sangat lemah di lapangan. Para sopir bis yang ugal – ugalan di jalan raya, jarang sekali yang ditindak oleh polisi atau kalau perlu, ditangkap dan dijebloskan ke penjara. Karena sopir yang ugal – ugalan itulah, angka kematian di tanah air akibat kecelakan lalu lintas menjadi nomor 2 setelah penyakit jantung. Hukuman atas pelanggaran lalu lintas oleh polisi atau hakim di pengadilan jarang sekali memberikan efek jera buat pengemudi yang nakal. Kalau sudah begini, apakah masyarakat salah kalau kemudian memberikan hukuman atau main hakim sendiri untuk pengemudi bis atau truk yang ugal – ugalan, yang sering menabrak orang lain yang menyeberang jalan atau naik motor misalnya ? Oleh Alief Bakhtiar Seri tulisan ini adalah cuplikan dari buku Alief Bakhtiar "Mutiara Kehidupan Berbalut Salju" yang bercerita tentang pengalamannya ketika bertugas di Hammerfest - Norwegia sewaktu masih bekerja di Seksi Laboratorium Badak LNG, Bontang, Kalimantan Timur. Bersama Tim Badak LNG ketika itu Alief ditugaskan bersama-sama Tim start-up pabrik LNG di Hammerfest - Norwegia. Berbagai kisah menarik kiranya sangat penting agar kita sebagai satu bangsa bisa belajar dari bangsa lain yang sudah lebih maju budayanya. Saya akan menerbitkan tulisan Alief ini dalam beberapa seri. Semoga bermanfaat. Helfia Nil Chalis. Bisnis Internet. Helfia Store. KISAH – 15, SENANGNYA IKAN SUNGAI Cerita ini sebenarnya berasal dari teman Indonesia-ku, yang juga sama – sama bekerja di Hammerfest LNG. Sebut saja namanya Budi. Beda dengan aku yang mempunyai spesialisasi kimia dan bekerja di Laboratorium LNG, Budi ini seorang insinyur instrumentasi dan bekerja di Departemen Pemeliharaan (Maintenance). Kantor kami berdekatan dalam satu gedung, hanya saja aku di lantai 1 dan Budi berkantor di lantai 2. Karena sama – sama dari Indonesia dan kantornya berdekatan, aku sering ngobrol berdua dengannya pada jam kerja atau kebetulan pada jam makan siang. Budi ini, kuakui memang pintar orangnya, jadi kalau aku tanya tentang apa aja, sepertinya pasti bisa dijawabnya.
Pada suatu sore, saat pulang kerja, aku dan Budi kebetulan bertemu di depan kantor Hammerfest LNG untuk sama – sama pulang naik bis ke Dormitori, tempat tinggal kita berdua. Budi cerita bahwa dia ingin mengajak anak – anaknya mancing di sungai sekitar Hammerfest pada saat hari libur Sabtu atau Minggu. Katanya, anak - anaknya hobi banget memancing ikan. Menurut informasi dari teman Norwegia-nya, sungai di sekitar Hammerfest banyak ikannya. Karena itulah, Budi sangat tertarik untuk mancing bersama anak – anaknya. Aku sebenarnya juga tertarik untuk ikut memancing bersamanya, tapi karena pergi mancingnya akan bersama – sama keluarganya, maka aku jadi agak segan untuk ngomong keinginanku ini. Lebih dari 5 hari setelah pembicaraan tentang mancing itu, aku tidak pernah bertemu lagi dengan Budi. Mungkin dia sedang sibuk sekali, sehingga sering pulang agak malam. Namun akhirnya, pada suatu sore, saat pulang kerja, aku dan Budi ketemu lagi di depan kantor LNG Hammerfest. Seperti biasanya, sambil menunggu bis datang, aku menanyakan tentang acara mancingnya bersama keluarga. Dengan semangatnya, dia bercerita bahwa memancing ikan di sungai Hammerfest, berbeda dengan di tanah air. Aku langsung berpikir dalam hati, dimana bedanya, yang namanya mancing di dunia manapun, pasti akan sama saja. Teknik dan peralatan mancingnya serta umpannya, mungkin saja berbeda disesuaikan dengan jenis ikan yang akan dipancing. Ternyata, pikiranku, memang sama sekali salah. Budi melanjutkan ceritanya, bahwa setelah dia membeli peralatan mancing di sebuah toko maka ada beberapa persyaratan yang dipenuhi agar bisa memancing di sungai Hammerfest. Syarat pertama, dia harus mendaftarkan diri ke perkumpulan (club) memancing di Hammerfest. Kemudian syarat kedua, Budi juga harus membayar sejumlah uang sebagai iuran anggota perkumpulan itu. Uang ini akan dipakai untuk melakukan pelestarian ikan – ikan yang ada di sungai agar tidak cepat habis alias punah. Selain kedua syarat itu, jumlah ikan yang boleh dipancing juga dibatasi. Mendengar penjelasan Budi, aku termenung, ternyata, mancing di sungai Hammerfest, tidak gampang seperti di tanah air. Memang cara yang dibuat oleh Pemerintah Kota Hammerfest, sangat bagus untuk melestarikan ikan di sungainya. Makanya tak heran kalau sungai di Hammerfest ikannya tetap saja banyak, walaupun mungkin sudah bertahun – tahun jadi tempat pemancingan. Sungainya juga bersih dari sampah – sampah, karena memang ada dana khusus untuk pelestarian ikan di sungai. Alangkah senangnya, jadi ikan di sungai Hammerfest, celotehku kepada Budi saat bis datang menjemput kami berdua pulang ke Dormitory. Kalau di tanah air, dimana sungai, aku ingin mancing, disitulah aku bisa langsung mancing. Tidak ada yang melarangnya. Berapapun jumlah ikan yang aku dapat, tidak menjadi masalah. Tidak ada jumlah batasan ikan yang boleh aku pancing. Akibatnya, sangat jelas, banyak sungai di tanah air, sekarang sudah susah mendapatkan ikan kalau kita mancing disitu. Tentunya, makin sedikitnya ikan di sungai kita, tidak hanya disebabkan oleh banyaknya orang mancing tetapi juga cara orang kita menangkap ikan di sungai seperti pakai bom ikan, dijala atau pakai setrum listrik. Cara – cara menangkap ikan seperti ini, sama sekali tidak bisa dilakukan di sungai Hammerfest. Hal lain yang sangat besar pengaruhnya terhadap jumlah ikan di sungai kita adalah adanya pencemaran limbah industri. Banyak industri begitu saja membuang limbah yang berbahaya dan beracun ke sungai tanpa dilakukan pengolahan limbah sebelumnya. Kalaupun ada unit pengolah limbah di industri – industri di tanah air, belum tentu unit itu bisa berfungsi dengan baik untuk mengolah limbah. Memang mengolah limbah industri itu memerlukan biaya yang besar. Namun biaya itu sebenarnya sangat tidak sebanding dengan dampak pencemaran yang ditimbulkan akibat limbah yang berbahaya itu. Bahkan hebatnya lagi, saat hujan lebat, dimana jumlah air di sungai menjadi sangat banyak, adalah saat yang tepat untuk membuang limbah berbahaya dari industri. Harapannya, limbah yang berbahaya tadi, akan diencerkan oleh air hujan. Padahal cara seperti ini tidak dibenarkan oleh peraturan lingkungan hidup di negara kita. Payahnya lagi di negara kita, pengawasan lingkungan dan penegakan hukum pelanggaran lingkungan khususnya perairan sangat lemah. Tak aneh, ketika aku pulang kampung, tak lagi kutemui banyak ikan di sungai atau di sawah seperti dulu aku kecil. |
OUR BLOG
Gunakan Search Box di pojok kanan atas halaman ini untuk mencari artikel. Categories
All
AuthorHelfia Nil Chalis:
Archives
April 2024
|