Setelah lama Densus tidak kerja, tak ada dar der dor, tak ada tangkap tangkapan, tak ada barang bukti 'yang terkait dengan Islam' atau setidaknya dengan organisasi atau ormas Islam, hari ini Densus kerja lagi. Itu artinya, anggaran cair lagi, berkah lagi, terserah masyarakat percaya atau tidak.
Bom meletup di Makassar, jelas menjadi 'berkah' bagi densus. Densus 88, bisa pamer aksi 'Gagah' dihadapan rakyat, walaupun letoy melawan Teroris OPM. Densus kembali dikabarkan meringkus terduga teroris di wilayah Condet, Jakarta Timur, Senin (29/3). Penangkapan infonya dilakukan usai Densus melakukan penggerebekan di Condet, tepatnya di Jalan Raya Condet Nomor 1, RT 005/RW 003, Kelurahan Bale Kambang, Kecamatan Kramat Jati, Jaktim. Bukti juga mulai dipamerkan, kali ini bukan al Qur'an yang dijadikan bukti, bukan kitab Jihad. Sekarang, bukti yang dipamerkan kaos FPI, LPI dan 212. Keren ! Untung saja, Celana Dalam Merk Ihing atau Sony tidak ikut dipamerkan sebagai bukti. Kaos Ronaldo atau Manchester City juga luput. Setelah ini, pasti akan ada nyanyian tentang jaringan ini dan itu, sel ini dan itu, ujungnya terkait ormas Islam dan tokohnya. Sidang tak boleh offline, alasan keamanan. Masyarakat tak boleh menyaksikan sidang di pengadilan, alasan keamanan pula. Lalu, narasi sepihak dari Inspektur Vijay Priya Amaraj, opsir pembohong akan menghiasi layar kaca. Pengamat bayaran, akan ngoceh tentang terorisme, bicara teori ini itu, buka jaringan ini itu, bicara motif dendam hingga pendirian negara Islam atau Khilafah. Perburuan 'teroris' dengan aksi tangkap-tangkapan akan meluas di sejumlah daerah, persis seperti film aksi di televisi. Ciri teroris berjenggot, celana cingkrang, jidat hitam, rajin sholat, suka ke masjid, alumni pesantren, praktik bekam dan jualan Habatus Sauda, akan jadi ramai lagi, sepertinya. Buzer rezim akan riuh ramai, sudah diawali dari sejak Bom Meletup di Makasar. Hardikan kepada Kadrun dan mendiskreditkan Islam, akan menjadi menu utama sosial media. Ruang sosial media menjadi riuh, dan secara sadar Islam kembali akan dipersoalkan. Luar biasa, 6 anggota laskar yang dibantai belum ada yang bertanggungjawab, kini akan mungkin berpotensi jatuh korban lagi dari umat Islam sebagai respons atas narasi 'War On Terorism' yang boleh juga meminjam istilah lain baik War On Radicalsm atau memerangi Ektremisme berbasis terorisme. Persis, seperti yang baru saja di tetapkan melalui Perpres No 7 tahun 2020 tentang RAN PE. Ya Allah, berat sekali ujian umat ini. Setelah puas dizalimi, kini dituduh sebagai biang Terorisme. Isu ini telah menjadikan umat Islam sebagai korban sekaligus Tertuduh. Selama ini, korban dari isu terorisme adalah umat Islam. Yang dituduh sebagai pelakunya juga umat Islam. lengkap sudah penderitaan umat ini. Padahal, Umat Islam lah yang paling banyak membayar pajak. Kenapa, uang pajak itu digunakan untuk menzalimi umat Islam ?
0 Comments
Bom Panci semakin populer dan pilihan favorite tukang panci, eh tukang bom-boman. Umat atau kelompok Islam selalu jadi tertuduh untuk kasus serupa. Sebelum diumumkan, ketika peristiwa terjadi, sudah diduga arah akan tertuju pada kelompok "teroris Islam". Seperti peliharaan yang telah diatur kapan munculnya.
Gereja Katedral Makassar yang jadi sasaran artinya sarat nuansa keagamaan. Tak ada hujan tak ada angin yang dikaitkan dengan konflik Islam-Kristen, ujug-ujug Gereja yang jadi sasaran. Apa salah dan masalah pada Gereja Katedral? Dipastikan tidak ada. Umat Islam tak ada kebencian pada Gereja beserta jamaatnya ini. Situasi normal-normal saja. Artinya pembawa bom itu justru dalam keadaan yang tidak normal. Haedar Nashir Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah menilai ini bukan soal agama tetapi rekayasa adu domba. Banyak kalangan menilai serupa, tak percaya pada spirit terorisme berbasis agama. Jika adapun maka itu artifisial atau buatan. Ini yang perlu dicari siapa pembuatnya. Dari dahulu tidak pernah ketemu si dalang, mungkin si dalang ada di tempat terang. Di depan hidung yang belang belang. Aneh aparat keamanan kita tak mampu menemukan dalang, selalu wayang-wayang yang itupun nyawanya pada melayang. Dapat dipastikan jejak dan operatornya sudah menghilang. Masuk lubang yang berdinding uang. Klasik cerita bom panci...duaar dengan obyek Gereja, cepat sekali teridentifikasi pelaku, beridentitas Islam. Betapa bodoh dan dungu si pelaku yang menunjukkan siapa dirinya. Pakai surat wasiat jihad segala. Teroris sejati semestinya melakukan penyamaran karena berorientasi pada hasil, misalnya korban itu jemaat, bukan satpam atau pejalan kaki. Dungu jika harus bersorban, berpeci, atau berjilbab. Yang dipastikan cerdas adalah koordinator atau pembujuk atau pemegang remote control. Pihak ketiga yang mempunyai sumber daya baik tenaga maupun dana. Ahli strategi yang mahir memotivasi, menggaransi, dan pastinya membohongi. Kalau lagi ruwet..duaaar. Ruwet kasus HRS yang terus ribut, ruwet pembunuhan enam laskar yang bergaung dan bersambung, ruwet pandemi yang menggerus uang hingga harus hutang, ruwet korupsi yang disorot oposisi. Ruwet perlu tidaknya jabatan tiga periode untuk melanggengkan kekuasaan, menggemukkan kroni, dan melindungi dinasti. Ruwet dan ribet. Umat Islam selalu mengerutkan dahi. Benarkah teroris berjuang untuk Islam ? Ketika Islam dihina, dinistakan, dan dimain-mainkan dengan keji oleh para tikus, ular, kelabang, kodok, dan kutu busuk seharusnya teroris pejuang Islam itu hadir berbuat, jika perlu menghabisi tikus, ular, kelabang, kodok dan kutu busuk tersebut. Tapi itu tak terjadi. Tak ada yang muncul. Artinya disadari bahwa memang teroris tersebut bukan berjuang untuk Islam, justru menghancurkan Islam dan mengadu domba umat Islam. Teroris itu tak lain adalah spesies yang satu komunitas dengan tikus, ular, kelabang, kodok, dan kutu busuk itu sendiri. Mereka adalah bagian dari penjahat umat, bangsa, dan negara. Kini kasus bom-boman datang lagi, aparat diharapkan profesional menangani, segera tangkap dan adili dalang, bukan wayang atau tukang gendang. Jangan cepat ditembak atau dibom, mereka yang dianggap terlibat tangkap hidup-hidup dan seret ke ruang pengadilan agar semua bisa mengikuti bahwa benar jaringan itu ada dan sang dalang segera dapat diketahui keberadaannya apakah di luar negeri, di hutan, di perbatasan, atau di markas sendiri. Selamat bekerja, rakyat mendukung kerja keras, kerja tuntas, dan kerja jelas. Bukan kerja bias dan bermain-main dalam kebijakan yang tidak waras. *) Pemerhati Politik dan Kebangsaan Bandung, 30 Maret 2021 |
OUR BLOG
Gunakan Search Box di pojok kanan atas halaman ini untuk mencari artikel. Categories
All
AuthorHelfia Nil Chalis:
Archives
April 2024
|