Ringkasan kisah serial 3: Seorang narapidana sejak kecil hidup tanpa agama dan terjerumus menjadi preman jalanan dan dipenjara di Penjara Clemens dan Hughes. Tantangan membaca tulisan Arab membuatnya membaca Qur'an dan mengalami peristiwa mengejutkan sehingga menyatakan masuk Islam. Lihat di sini selengkapnya. Ketika saya sampaikan berita baik ini kepada Fahmi, dia mengajak saya duduk dan bertanya apakah saya sudah yakin dengan keputusan saya. Ketika saya katakan iya, dia mulai mengajarkan saya tentang rukun iman dan mengajari saya tentang Islam. Ketika muslim lainnya melihat ini, beberapa menyemangati saya sementara lainnya, karena mengenal cara-cara saya, mengatakan mereka hanya membuang-buang waktu saja. Sewaktu saya belajar shalat, sebuah dunia yang sama sekali baru terbuka di hadapan saya yang belum pernah saya lihat sebelumnya. Di dalamnya ada kedamaian, kepuasan, dan yang paling penting, rasa kebercukupan. Kajian-kajian yang saya pelajari tentang tauhid (ke Maha Esa-an Tuhan) menyentuh jiwa saya. Dengan rahmat Allah, dan dengan pertolongan para muslim yang satu sel dengan saya, saya bisa belajar dengan cepat. Saya sudah siap untuk bersyahadat (pernyataan keyakinan di muka umum), tetapi masih ada satu masalah yang belum terselesaikan. Saya ingin memisahkan diri dari kelompok gang saya. Pada saat itu saya memiliki banyak reputasi, peringkat dan pengaruh dalam organisasi saya sehingga saya pikir tidak akan ada masalah kalau saya meninggalkannya. Ternyata saya salah. Mereka mengatakan bersamaan dengan pengetahuan ada tanggungjawab sehingga mereka menginginkan saya bertanggungjawab atas tindakan saya sehingga mereka membuat rencana untuk menghukum saya. Saya sudah memutuskan untuk mengundang rapat para pimpinan organisasi saya untuk memberitahukan apa yang telah saya lakukan dan mengapa. Saya tidak perlu melakukan itu sebenarnya, tetapi saya ingin mendahuluinya agar kepergian saya menjadi jelas. Saya sudah tahu rencana mereka menentangku tetapi dengan naif saya melangkah ke lapangan tempat rekreasi untuk menemui mereka. Allah mengatakan dalam Surah 3 (Ali Imran) ayat 54: "Orang-orang membuat tipu daya, dan Allah membalas tipu daya mereka itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya." Dalam rapat itu, beberapa narapidana yang mencoba memperoleh peringkat dalam organisasi mengusulkan agar saya harus digebuki atau dihabisi. Semuanya dibicarakan saat saya ada di sana. Saya marah, tetapi tidak kaget. Banyak orang di dalam penjara yang memandang Islam seperti hanya sekelompok geng lainnya. Jadi di mata teman-teman geng saya yang buta rohani menganggap saya berganti loyalitas dari satu geng ke geng lainnya. Ada satu orang yang meskipun begitu bisa membedakannya. Namanya Willie dan dia juga sangat liar. Jadi bayangkan kekagetan saya ketika dia berkata demikian: "Bagaimana bisa kita bahkan berkumpul di sini membicarakan kakak ini hanya karena dia ingin menyerahkan hidupnya kepada Tuhan?" Dia melanjutkan dengan mengingatkan jasa-jasa saya ketika membantu banyak di antara mereka yang hadir di pertemuan itu. Akhirnya mereka menyadari kebenaran apa yang disampaikan pemuda ini dan memutuskan membiarkan saya pergi tanpa hukuman apapun. Beberapa tahun kemudian, beberapa di antara mereka memeluk Islam dengan cara yang sama seperti yang saya lakukan. Allah menyentuh hati manusia dengan cara-cara yang tidak bisa kita pahami. Hanya belakangan kita baru mengerti rencana indah Sang Pencipta. Malam berikutnya saya mengucapkan syahadat di depan semua orang yang hadir dalam pengajian Islam itu. Saya tidak bisa menggambarkan perasaan cinta dan gembira yang saya alami ketika menyatakan keimanan saya secara terbuka. Meskipun saya sudah mengucapkan syahadat dalam setiap shalat selama bermingu-minggu, tetapi perasaan itu tidaklah sama. Rasanya seperti beban berat telah dilepaskan dari pundak saya. Untuk pertama kali dalam hidup saya, saya merasakan bebas. Seperti terlahir kembali. Kembali separti masa kanak-kanak dulu. Ini adalah awal yang baru. Saya tak tahu banyak ke mana perjalanan ini akan membawa diri ini, namun demikian saya senang mengikutinya.
(bersambung).....
0 Comments
Ringkasan kisah serial 2: Seorang narapidana yang sejak kecil hidup tanpa agama masuk penjara di Penjara Clemens dan dipindahkan ke Penjara Hughes. Perkenalannya dengan seorang pemuda membuatnya tertantang belajar bahasa Arab. Lihat di sini selengkapnya. Saya bertekad belajar bahasa Arab hanya untuk membuktikan kepada teman saya itu bahwa saya bisa. Dia mengajarkan kepada saya huruf-huruf Arab dan dalam waktu 20 menit saya sudah bisa menghapalnya. Perasaan senang karena keberhasilan itu luar biasa rasanya. Ketika melihat saya sudah bisa menghapalnya dia memberi saya daftar kata-kata yang saya harus pelajari sambil mengira bahwa saya tidak mungkin sanggup. Saya tidak menyalahkan dia karena berpikiran seperti itu - saya tahu bahwa saya pun juga berpikiran sama. Setelah mempelajari daftar kata-kata itu, saya berpikir bahwa saya memerlukan cara lain untuk belajar bahasa Arab. Saya sama sekali tidak menyangka kalau keputusan saya berikutnya akan mengubah hidup saya selamanya. Atas kemauan saya sendiri (atau mungkin juga terinspirasi), saya memutuskan meminta seorang muslim bernama Fahim sebuah salinan Al Qur'an, kitab suci umat Islam, agar saya bisa belajar bahasa Arab. Fahim berkata: "Atas kehendak Allah - kamu akan menjadi seorang muslim." Saya pikir tidak mungkinlah tetapi saya tetap berterimakasih kepadanya. Selanjutnya saya mencoba membaca tulisan Arab di dalam Al Qur'an. Selagi saya membacanya, beberapa perintah dan cerita dalam tulisan Qur'an menarik perhatian saya. Perintah dan cerita itu menyentuh hati saya dengan cara yang sulit untuk digambarkan dengan kata-kata, dan setelah beberapa bulan mempelajarinya, saya katakan kepada Fahim bahwa saya sedang berpikir untuk memeluk agama Islam. Dia menyemangati saya dan memberikan berbagai nasihat. Dalam mempelajari Qur'an itu saya membayangkan tingkah-laku tiga bersaudara Yakub, Wadi dan Karim. Tiga bersaudara inilah yang telah bertahan dari kebrutalan dan keputus-asaan hidup di penjara selama berpuluh tahun dan masih saja mereka menahan kepala mereka tetap tegak dengan pengetahuan bahwa semuanya berada dalam genggaman Allah. Tak perduli apapun yang diperbuat orang terhadap mereka, mereka memelihara keyakinannya dengan doktrin bahwa tidak ada daya dan upaya kecuali kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa yang sebenarnya, Allah. Jadi dengan pikiran seperti inilah saya melanjutkan perjalanan hidup.
Pertahanan terakhir bobol pada malam Jumat. Besok paginya saya seharusnya mengambil paket selundupan ilegal yang saya sudah tunggu-tunggu sejak lama. Ketika saya duduk di depan rumah malam itu, saya memutuskan untuk membaca Qur'an. Ketika saya buka bukunya, kata-kata dari sebuah ayat menarik perhatian saya, Surah 3 (Ali Imran) ayat 103: "....... dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk." Ayat ini mengguncang jiwa saya sehingga saya memutuskan untuk tidak pergi ke tempat rapat saya pagi harinya. Keesokan harinya, orang yang seharusnya saya temui ditahan. Saya demikian terkejut, sehingga melakukan sesuatu yang tidak pernah saya lakukan sejak kecil: berdoa. Saya memutuskan kemudian di sana bahwa saya ingin menyerahkan seluruh hidup saya untuk melakukan hal-hal yang baik dan menyenangkan Tuhan. (bersambung).... Ringkasan kisah serial 1: Seorang narapidana sejak kecil melepaskan diri dari hidup mengikuti ajaran agama yang dinilainya tidak masuk akal. Diapun terjerumus menjadi preman jalanan dan dipenjara di Penjara Clemens yang dikenal dengan julukan "Api Neraka". Lihat di sini selengkapnya. Saya meninggalkan Penjara Clemens Desember 1991 untuk dipindah ke Penjara Hughes di Gatesville, Texas agar bisa kuliah di sana. Setibanya di sana saya segera sadar lingkungannya yang sama sekali berbeda dengan di Penjara Clemens. Di Penjara Clemens penghuninya berusia hampir sama dengan saya. Di sini sebagian besar berusia 15 - 20 tahun lebih tua dari saya. Reputasi saya sudah terkenal di Penjara Hughes sebelum saya datang sehingga saya terpaksa menerimanya. Beberapa orang yang lebih tua dari saya mencoba mengingatkan, namun demikian kebiasaan seperti sewaktu di Penjara Clemens kembali terulang lagi di sini. Saya banyak berkelahi, mabuk-mabukan, dan melakukan apa saja untuk melawan aturan yang menurut saya bobrok. Ketika ayah saya meninggal dunia tahun 1993, hidup saya melorot tak terkendali. Di mata saya tak ada gunanya lagi hidup - satu-satunya sumber kemantapan diri telah hilang. Semasa itulah saya bertemu dengan tiga orang bersaudara. Seorang bernama Yakub, yang lain bernama Karim dan Wadi. Mereka bertiga adalah orang paling disiplin yang pernah saya kenal. Mereka muslim yang seluruh tujuan hidupnya hanyalah untuk menyenangkan Tuhan. Seringkali mereka mengundang saya menghadiri pengajian Islam, tetapi dengan status sebagai seorang gangster dan mental bobrok, saya menolaknya dan terus melanjutkan kebiasaan-kebiasaan buruk saya. Saat itu saya menganggap diri saya seorang Ateis. Satu-satunya hal yang saya sembah adalah kekuasaan. Satu-satunya yang saya percaya adalah diri saya sendiri. Dalam keadaan seperti itulah saya bertemu dengan seorang pemuda yang membuat saya terinspirasi untuk kembali ke satu hal yang hilang dalam hidup saya, yaitu: Tuhan. Ketika itu tahun 1995, dan saya bekerja di bagian dapur sebagai juru masak. Tugas saya adalah memastikan makanan yang disajikan sesuai standar dan setiap orang yang ada dalam daftar yang telah disetujui harus mendapatkan makanannya. Asisten saya seorang pemuda bernama Haywood. Dia seorang muslim dan memiliki nama muslim Mustafa. Kami bersahabat baik dan sering ngobrol mengenai segala hal: politik, pendidikan bahkan agama. Suatu hari ketika dia sedang belajar, saya bertanya apa yang sedang dibacanya. Dia menjawab, "Ini bukan tentang minum-minuman keras atau pembunuhan - kamu tidak akan tertarik." Saya terus mengganggu dia sampai akhirnya dia menunjukkan apa yang sedang dipelajarinya: dia sedang belajar sendiri bahasa Arab. Ketika dia bertanya apakah saya tahu apa itu? Saya menjawab, "saya tahu itu" tetapi dia tidak percaya. Saya beritahu dia bahwa saya pernah tahu itu tahun 1984. Saya katakan kepadanya bahwa saya bahkan bisa membacanya kalau saya diajari huruf-hurufnya saja. Dia menjawab: "NO WAY", sehingga saya mengajaknya taruhan tetapi dia mengatakan bahwa muslim dilarang berjudi.
(bersambung) Ketika saya masih berusia 11 tahun orang memberitahu saya bahwa orang Islam hanya menyembah satu Tuhan. Saya juga diberitahu mereka bahwa agama Islam hanya untuk orang kulit hitam dan selain orang kulit hitam tidak akan bisa menjadi muslim sejati. Semua ini kedengarannya aneh bagi saya. Saya dibesarkan dalam keluarga baptis dan saya diajarkan bahwa satu-satunya cara saya untuk selamat adalah dengan percaya Yesus sambil menyadari bahwa satu-satunya cara saya bisa berbicara dengan Tuhan adalah dengan menyembah Yesus. Saya diajari bahwa sebagai seorang anak saya terlahir dalam keadaan berdosa dan satu-satunya cara untuk mensucikan diri adalah melalui "darah Kristus". Ini semua membuat saya semakin bingung. Akhirnya saya tidak perdulikan semuanya. Jadilah saya di masa remaja tidak ke gereja, tidak ke mesjid ataupun ke institusi agama apapun juga. Saya mengabdikan diri untuk membangun masa depan duniawi saya. Saya khususkan diri saya untuk negara. Saya ikut pelatihan tentara cadangan di SMA dan maju pesat. Saya diajarkan bahwa tidak ada yang lebih terhormat dari pada memenuhi panggilan berjuang membela negara. Untuk mencapai idealisme ini saya berjuang mati-matian. Pada masa-masa itulah saya terperangkap menjadi anak jalanan. Saya dengan cepat dikenal sebagai preman yang disegani. Meskipun dihormati orang tetapi juga menyeret saya menuju jurang kehancuran. Pada tanggal 26 Agustus 1990 saya ditahan dan dituduh melakukan "penyerangan dengan senjata mematikan" dan "membantu pembunuhan". Terjadi kehebohan di kalangan teman-teman saya. Pada bulah September tahun itu juga tuduhan ditingkatkan menjadi "pembunuhan melibatkan konspirasi organisasi kriminal" dan "pembunuhan oleh organisasi kriminal". Saya kemudian dimasukkan ke sel isolasi karena dianggap mengancam keamanan negara. Pada tahun 1991 saya divonis penjara selama 20 tahun. Saya berharap saat itu saya seorang laki-laki dewasa, tetapi kenyataannya saya masih seorang bocah laki-laki yang bertingkah seolah-olah laki-laki dewasa. Jadi saya ketika itu dipaksa masuk ke dalam lingkungan yang tidak disapkan untuk saya. Pada tahun 1991 saya tiba di penjara pertama saya, Penjara Clemens di Brazoria, Texas. Penjara ini lebih dikenal dengan sebutan "api neraka". Partner petama saya memanggil saya dengan Mac-T. Dia langsung mencoba memaksakan aturan sel: 1) buka sepatu sebelum masuk sel, 2) bersihkan lantai sebelum keluar sel, 3) tidak boleh berisik saat dia sedang sembahyang. Saya pikir sebagai preman jagoan saya tidak perlu memperhatikan aturan-aturan itu. Akhirnya kami tidak bisa berada dalam satu sel lebih dari satu hari saja. Belakangan baru saya tahu bahwa dia seorang muslim. Segera setelah itu saya mulai mengikuti budaya penjara: berkelahi, mencuri, geng-gengan, dan mabuk-mabukan di setiap kesempatan. Apapun saya lakukan untuk melupakan hidup yang tersia-sia dan impian-impian yang hancur berantakan.
(bersambung .....) Aku membencinya, itulah yang selalu kubisikkan dalam hatiku hampir sepanjang kebersamaan kami. Meskipun menikahinya, aku tak pernah benar-benar menyerahkan hatiku padanya. Menikah karena paksaan orangtua, membuatku membenci suamiku sendiri. Walaupun menikah terpaksa, aku tak pernah menunjukkan sikap benciku. Meskipun membencinya, setiap hari aku melayaninya sebagaimana tugas istri. Aku terpaksa melakukan semuanya karena aku tak punya pegangan lain. Beberapa kali muncul keinginan meninggalkannya tapi aku tak punya kemampuan finansial dan dukungan siapapun. Kedua orangtuaku sangat menyayangi suamiku karena menurut mereka, suamiku adalah sosok suami sempurna untuk putri satu-satunya mereka. Ketika menikah, aku menjadi istri yang teramat manja. Kulakukan segala hal sesuka hatiku. Suamiku juga memanjakanku sedemikian rupa. Aku tak pernah benar-benar menjalani tugasku sebagai seorang istri. Aku selalu bergantung padanya karena aku menganggap hal itu sudah seharusnya setelah apa yang ia lakukan padaku. Aku telah menyerahkan hidupku padanya sehingga tugasnyalah membuatku bahagia dengan menuruti semua keinginanku. Di rumah kami, akulah ratunya. Tak ada seorangpun yang berani melawan. Jika ada sedikit saja masalah, aku selalu menyalahkan suamiku. Aku tak suka handuknya yang basah yang diletakkan di tempat tidur, aku sebal melihat ia meletakkan sendok sisa mengaduk susu di atas meja dan meninggalkan bekas lengket, aku benci ketika ia memakai komputerku meskipun hanya untuk menyelesaikan pekerjaannya. Aku marah kalau ia menggantung bajunya di kapstock bajuku, aku juga marah kalau ia memakai pasta gigi tanpa memencetnya dengan rapi, aku marah kalau ia menghubungiku hingga berkali-kali ketika aku sedang bersenang-senan g dengan teman-temanku. Tadinya aku memilih untuk tidak punya anak. Meskipun tidak bekerja, tapi aku tak mau mengurus anak. Awalnya dia mendukung dan akupun ber-KB dengan pil. Tapi rupanya ia menyembunyikan keinginannya begitu dalam sampai suatu hari aku lupa minum pil KB dan meskipun ia tahu ia membiarkannya. Akupun hamil dan baru menyadarinya setelah lebih dari empat bulan, dokterpun menolak menggugurkannya . Itulah kemarahanku terbesar padanya. Kemarahan semakin bertambah ketika aku mengandung sepasang anak kembar dan harus mengalami kelahiran yang sulit. Aku memaksanya melakukan tindakan vasektomi agar aku tidak hamil lagi. Dengan patuh ia melakukan semua keinginanku karena aku mengancam akan meninggalkannya bersama kedua anak kami. Waktu berlalu hingga anak-anak tak terasa berulang tahun yang ke-delapan. Seperti pagi-pagi sebelumnya, aku bangun paling akhir. Suami dan anak-anak sudah menungguku di meja makan. Seperti biasa, dialah yang menyediakan sarapan pagi dan mengantar anak-anak ke sekolah. Hari itu, ia mengingatkan kalau hari itu ada peringatan ulang tahun ibuku. Aku hanya menjawab dengan anggukan tanpa mempedulikan kata-katanya yang mengingatkan peristiwa tahun sebelumnya, saat itu aku memilih ke mal dan tidak hadir di acara ibu. Yaah, karena merasa terjebak dengan perkawinanku, aku juga membenci kedua orangtuaku. Sebelum ke kantor, biasanya suamiku mencium pipiku saja dan diikuti anak-anak. Tetapi hari itu, ia juga memelukku sehingga anak-anak menggoda ayahnya dengan ribut. Aku berusaha mengelak dan melepaskan pelukannya. Meskipun akhirnya ikut tersenyum bersama anak-anak. Ia kembali mencium hingga beberapa kali di depan pintu, seakan-akan berat untuk pergi. Ketika mereka pergi, akupun memutuskan untuk ke salon. Menghabiskan waktu ke salon adalah hobiku. Aku tiba di salon langgananku beberapa jam kemudian. Di salon aku bertemu salah satu temanku sekaligus orang yang tidak kusukai. Kami mengobrol dengan asyik termasuk salingmemamerkan kegiatan kami. Tiba waktunya aku harus membayar tagihan salon, namun betapa terkejutnya aku ketika menyadari bahwa dompetku tertinggal di rumah. Meskipun merogoh tasku hingga bagian terdalam aku tak menemukannya di dalam tas. Sambil berusaha mengingat-ingat apa yang terjadi hingga dompetku tak bisa kutemukan aku menelepon suamiku dan bertanya. “Maaf sayang, kemarin Farhan meminta uang jajan dan aku tak punya uang kecil maka kuambil dari dompetmu. Aku lupa menaruhnya kembali ke tasmu, kalau tidak salah aku letakkan di atas meja kerjaku.” Katanya menjelaskan dengan lembut. Dengan marah, aku mengomelinya dengan kasar. Kututup telepon tanpa menunggunya selesai bicara. Tak lama kemudian, handphoneku kembali berbunyi dan meski masih kesal, akupun mengangkatnya dengan setengah membentak. “Apalagi??” “Sayang, aku pulang sekarang, aku akan ambil dompet dan mengantarnya padamu. Sayang sekarang ada dimana?” tanya suamiku cepat, kuatir aku menutup telepon kembali. Aku menyebut nama salonku dan tanpa menunggu jawabannya lagi, aku kembali menutup telepon. Aku berbicara dengan kasir dan mengatakan bahwa suamiku akan datang membayarkan tagihanku. Si empunya Salon yang sahabatku sebenarnya sudah membolehkanku pergi dan mengatakan aku bisa membayarnya nanti kalau aku kembali lagi. Tapi rasa malu karena “musuh”ku juga ikut mendengarku ketinggalan dompet membuatku gengsi untuk berhutang dulu. Hujan turun ketika aku melihat keluar dan berharap mobil suamiku segera sampai. Menit berlalu menjadi jam, aku semakin tidak sabar sehingga mulai menghubungi handphone suamiku. Tak ada jawaban meskipun sudah berkali-kali kutelepon. Padahal biasanya hanya dua kali berdering teleponku sudah diangkatnya. Aku mulai merasa tidak enak dan marah. Teleponku diangkat setelah beberapa kali mencoba. Ketika suara bentakanku belum lagi keluar, terdengar suara asing menjawab telepon suamiku. Aku terdiam beberapa saat sebelum suara lelaki asing itu memperkenalkan diri, “Selamat siang, ibu. Apakah ibu istri dari bapak armandi?” kujawab pertanyaan itu segera. Lelaki asing itu ternyata seorang polisi, ia memberitahu bahwa suamiku mengalami kecelakaan dan saat ini ia sedang dibawa ke rumah sakit kepolisian. Saat itu aku hanya terdiam dan hanya menjawab terima kasih. Ketika telepon ditutup, aku berjongkok dengan bingung. Tanganku menggenggam erat handphone yang kupegang dan beberapa pegawai salon mendekatiku dengan sigap bertanya ada apa hingga wajahku menjadi pucat seputih kertas. Entah bagaimana akhirnya aku sampai di rumah sakit. Entah bagaimana juga tahu-tahu seluruhkeluarga hadir di sana menyusulku. Aku yang hanya diam seribu bahasa menunggu suamiku di depan ruang gawat darurat. Aku tak tahu harus melakukan apa karena selama ini dialah yang melakukan segalanya untukku. Ketika akhirnya setelah menunggu beberapa jam, tepat ketika kumandang adzan maghrib terdengar seorang dokter keluar dan menyampaikan berita itu. Suamiku telah tiada. Ia pergi bukan karena kecelakaan itu sendiri, serangan stroke-lah yang menyebabkan kematiannya. Selesai mendengar kenyataan itu, aku malah sibuk menguatkan kedua orangtuaku dan orangtuanya yang shock. Sama sekali tak ada airmata setetespun keluar di kedua mataku. Aku sibuk menenangkan ayah ibu dan mertuaku. Anak-anak yang terpukul memelukku dengan erat tetapi kesedihan mereka sama sekali tak mampu membuatku menangis. Ketika jenazah dibawa ke rumah dan aku duduk di hadapannya, aku termangu menatap wajah itu. Kusadari baru kali inilah aku benar-benar menatap wajahnya yang tampak tertidur pulas. Kudekati wajahnya dan kupandangi dengan seksama. Saat itulah dadaku menjadi sesak teringat apa yang telah ia berikan padaku selama sepuluh tahun kebersamaan kami. Kusentuh perlahan wajahnya yang telah dingin dan kusadari inilah kali pertama kali aku menyentuh wajahnya yang dulu selalu dihiasi senyum hangat. Airmata merebak dimataku, mengaburkan pandanganku. Aku terkesiap berusaha mengusap agar airmata tak menghalangi tatapan terakhirku padanya, aku ingin mengingat semua bagian wajahnya agar kenangan manis tentang suamiku tak berakhir begitu saja. Tapi bukannya berhenti, airmataku semakin deras membanjiri kedua pipiku. Peringatan dari imam mesjid yang mengatur prosesi pemakaman tidak mampu membuatku berhenti menangis. Aku berusaha menahannya, tapi dadaku sesak mengingat apa yang telah kuperbuat padanya terakhir kali kami berbicara. Aku teringat betapa aku tak pernah memperhatikan kesehatannya. Aku hampir tak pernah mengatur makannya. Padahal ia selalu mengatur apa yang kumakan. Ia memperhatikan vitamin dan obat yang harus kukonsumsi terutama ketika mengandung dan setelah melahirkan. Ia tak pernah absen mengingatkanku makan teratur, bahkan terkadang menyuapiku kalau aku sedang malas makan. Aku tak pernah tahu apa yang ia makan karena aku tak pernah bertanya. Bahkan aku tak tahu apa yang ia sukai dan tidak disukai. Hampir seluruh keluarga tahu bahwa suamiku adalah penggemar mie instant dan kopi kental. Dadaku sesak mendengarnya, karena aku tahu ia mungkin terpaksa makan mie instant karena aku hampir tak pernah memasak untuknya. Aku hanya memasak untuk anak-anak dan diriku sendiri. Aku tak perduli dia sudah makan atau belum ketika pulang kerja. Ia bisa makan masakanku hanya kalau bersisa. Iapun pulang larut malam setiap hari karena dari kantor cukup jauh dari rumah. Aku tak pernah mau menanggapi permintaannya untuk pindah lebih dekat ke kantornya karena tak mau jauh-jauh dari tempat tinggal teman-temanku. Saat pemakaman, aku tak mampu menahan diri lagi. Aku pingsan ketika melihat tubuhnya hilang bersamaan onggokan tanah yang menimbun. Aku tak tahu apapun sampai terbangun di tempat tidur besarku. Aku terbangun dengan rasa sesal memenuhi rongga dadaku. Keluarga besarku membujukku dengan sia-sia karena mereka tak pernah tahu mengapa aku begitu terluka kehilangan dirinya. Hari-hari yang kujalani setelah kepergiannya bukanlah kebebasan seperti yang selama ini kuinginkan tetapi aku malah terjebak di dalam keinginan untuk bersamanya. Di hari-hari awal kepergiannya, aku duduk termangu memandangi piring kosong. Ayah, Ibu dan ibu mertuaku membujukku makan. Tetapi yang kuingat hanyalah saat suamiku membujukku makan kalau aku sedang mengambek dulu. Ketika aku lupa membawa handuk saat mandi, aku berteriak memanggilnya seperti biasa dan ketika malah ibuku yang datang, aku berjongkok menangis di dalam kamar mandi berharap ia yang datang. Kebiasaanku yang meneleponnya setiap kali aku tidak bisa melakukan sesuatu di rumah, membuat teman kerjanya kebingungan menjawab teleponku. Setiap malam aku menunggunya di kamar tidur dan berharap esok pagi aku terbangun dengan sosoknya di sebelahku. Dulu aku begitu kesal kalau tidur mendengar suara dengkurannya, tapi sekarang aku bahkan sering terbangun karena rindu mendengarnya kembali. Dulu aku kesal karena ia sering berantakan di kamar tidur kami, tetapi kini aku merasa kamar tidur kami terasa kosong dan hampa. Dulu aku begitu kesal jika ia melakukan pekerjaan dan meninggalkannya di laptopku tanpa me-log out, sekarang aku memandangi komputer, mengusap tuts-tutsnya berharap bekas jari-jarinya masih tertinggal di sana. Dulu aku paling tidak suka ia membuat kopi tanpa alas piring di meja, sekarang bekasnya yang tersisa di sarapan pagi terakhirnyapun tidak mau kuhapus. Remote televisi yang biasa disembunyikanny a, sekarang dengan mudah kutemukan meski aku berharap bisa mengganti kehilangannya dengan kehilangan remote. Semua kebodohan itu kulakukan karena aku baru menyadari bahwa dia mencintaiku dan aku sudah terkena panah cintanya. Aku juga marah pada diriku sendiri, aku marah karena semua kelihatan normal meskipun ia sudah tidak ada. Aku marah karena baju-bajunya masih di sana meninggalkan baunya yang membuatku rindu. Aku marah karena tak bisa menghentikan semua penyesalanku. Aku marah karena tak ada lagi yang membujukku agar tenang, tak ada lagi yang mengingatkanku sholat meskipun kini kulakukan dengan ikhlas. Aku sholat karena aku ingin meminta maaf, meminta maaf pada Allah karena menyia-nyiakan suami yang dianugerahi padaku, meminta ampun karena telah menjadi istri yang tidak baik pada suami yang begitu sempurna. Sholatlah yang mampu menghapus dukaku sedikit demi sedikit. Cinta Allah padaku ditunjukkannya dengan begitu banyak perhatian dari keluarga untukku dan anak-anak. Teman-temanku yang selama ini kubela-belain, hampir tak pernah menunjukkan batang hidung mereka setelah kepergian suamiku. Empat puluh hari setelah kematiannya, keluarga mengingatkanku untuk bangkit dari keterpurukan. Ada dua anak yang menungguku dan harus kuhidupi. Kembali rasa bingung merasukiku. Selama ini aku tahu beres dan tak pernah bekerja. Semua dilakukan suamiku. Berapa besar pendapatannya selama ini aku tak pernah peduli, yang kupedulikan hanya jumlah rupiah yang ia transfer ke rekeningku untuk kupakai untuk keperluan pribadi dan setiap bulan uang itu hampir tak pernah bersisa. Dari kantor tempatnya bekerja, aku memperoleh gaji terakhir beserta kompensasi bonusnya. Ketika melihatnya aku terdiam tak menyangka, ternyata seluruh gajinya ditransfer ke rekeningku selama ini. Padahal aku tak pernah sedikitpun menggunakan untuk keperluan rumah tangga. Entah darimana ia memperoleh uang lain untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga karena aku tak pernah bertanya sekalipun soal itu.Yang aku tahu sekarang aku harus bekerja atau anak-anakku takkan bisa hidup karena jumlah gaji terakhir dan kompensasi bonusnya takkan cukup untuk menghidupi kami bertiga. Tapi bekerja di mana? Aku hampir tak pernah punya pengalaman sama sekali. Semuanya selalu diatur oleh dia. Kebingunganku terjawab beberapa waktu kemudian. Ayahku datang bersama seorang notaris. Ia membawa banyak sekali dokumen. Lalu notaris memberikan sebuah surat. Surat pernyataan suami bahwa ia mewariskan seluruh kekayaannya padaku dan anak-anak, ia menyertai ibunya dalam surat tersebut tapi yang membuatku tak mampu berkata apapun adalah isi suratnya untukku. Istriku Liliana tersayang, Maaf karena harus meninggalkanmu terlebih dahulu, sayang. maaf karena harus membuatmu bertanggung jawab mengurus segalanya sendiri. Maaf karena aku tak bisa memberimu cinta dan kasih sayang lagi. Allah memberiku waktu yang terlalu singkat karena mencintaimu dan anak-anak adalah hal terbaik yang pernah kulakukan untukmu. Seandainya aku bisa, aku ingin mendampingi sayang selamanya. Tetapi aku tak mau kalian kehilangan kasih sayangku begitu saja. Selama ini aku telah menabung sedikit demi sedikit untuk kehidupan kalian nanti. Aku tak ingin sayang susah setelah aku pergi. Tak banyak yang bisa kuberikan tetapi aku berharap sayang bisa memanfaatkannya untuk membesarkan dan mendidik anak-anak. Lakukan yang terbaik untuk mereka, ya sayang. Jangan menangis, sayangku yang manja. Lakukan banyak hal untuk membuat hidupmu yang terbuang percuma selama ini. Aku memberi kebebasan padamu untuk mewujudkan mimpi-mimpi yang tak sempat kau lakukan selama ini. Maafkan kalau aku menyusahkanmu dan semoga Tuhan memberimu jodoh yang lebih baik dariku. Teruntuk Farah, putri tercintaku. Maafkan karena ayah tak bisa mendampingimu. Jadilah istri yang baik seperti Ibu dan Farhan, ksatria pelindungku. Jagalah Ibu dan Farah. Jangan jadi anak yang bandel lagi dan selalu ingat dimanapun kalian berada, ayah akan disana melihatnya. Oke, Buddy! Aku terisak membaca surat itu, ada gambar kartun dengan kacamata yang diberi lidah menjulur khas suamiku kalau ia mengirimkan note. Notaris memberitahu bahwa selama ini suamiku memiliki beberapa asuransi dan tabungan deposito dari hasil warisan ayah kandungnya. Suamiku membuat beberapa usaha dari hasil deposito tabungan tersebut dan usaha tersebut cukup berhasil meskipun dimanajerin oleh orang-orang kepercayaannya. Aku hanya bisa menangis terharu mengetahui betapa besar cintanya pada kami, sehingga ketika ajal menjemputnya ia tetap membanjiri kami dengan cinta. Aku tak pernah berpikir untuk menikah lagi. Banyaknya lelaki yang hadir tak mampu menghapus sosoknya yang masih begitu hidup di dalam hatiku. Hari demi hari hanya kuabdikan untuk anak-anakku. Ketika orangtuaku dan mertuaku pergi satu persatu meninggalkanku selaman-lamanya , tak satupun meninggalkan kesedihan sedalam kesedihanku saat suamiku pergi. Kini kedua putra putriku berusia duapuluh tiga tahun. Dua hari lagi putriku menikahi seorang pemuda dari tanah seberang. Putri kami bertanya, “Ibu, aku harus bagaimana nanti setelah menjadi istri, soalnya Farah kan ga bisa masak, ga bisa nyuci, gimana ya bu?” Aku merangkulnya sambil berkata “Cinta sayang, cintailah suamimu, cintailah pilihan hatimu, cintailah apa yang ia miliki dan kau akan mendapatkan segalanya. Karena cinta, kau akan belajar menyenangkan hatinya, akan belajar menerima kekurangannya, akan belajar bahwa sebesar apapun persoalan, kalian akan menyelesaikanny a atas nama cinta.” Putriku menatapku, “seperti cinta ibu untuk ayah? Cinta itukah yang membuat ibu tetap setia pada ayah sampai sekarang?” Aku menggeleng, “bukan, sayangku. Cintailah suamimu seperti ayah mencintai ibu dulu, seperti ayah mencintai kalian berdua. Ibu setia pada ayah karena cinta ayah yang begitu besar pada ibu dan kalian berdua.” Aku mungkin tak beruntung karena tak sempat menunjukkan cintaku pada suamiku. Aku menghabiskan sepuluh tahun untuk membencinya, tetapi menghabiskan hampir sepanjang sisa hidupku untuk mencintainya. Aku bebas darinya karena kematian, tapi aku tak pernah bisa bebas dari cintanya yang begitu tulus. Alhamdulillah kita sudah memasuki tahun 2016 dalam keadaan sehat sejahtera. Sahabatku, kiranya di awal tahun 2016 ini kita semua bisa menyempatkan diri untuk memperbaiki niat kita dalam bekerja. Tentu saja kita bekerja demi kesejahteraan diri kita dan keluarga yang kita cintai. Meskipun begitu, perlu ditanamkan juga niat untuk turut bersumbangsih dalam memperbaiki keadaan masyarakat dan negara dalam setiap langkah kita. Lebih dari itu semua, marilah kita menanamkan niat untuk bekerja semata-mata dalam rangka mengharap rido Tuhan Pencipta diri kita dan semesta alam. Sebab apapun yang kita kerjakan akan sia-sia dan musnah, namun tidak demikian jika diniatkan untuk mencari rido Nya. Marilah kita mensyukuri segala keberuntungan dan kemudahan yang telah kita nikmati sepanjang tahun 2015. Sejatinya keberuntungan dan kemudahan itu bukanlah bisa kita nikmati begitu saja atau datang secara kebetulan. Kesemuanya tidaklah terlepas dari kerja yang sungguh-sungguh disertai kesabaran kita dalam menjalaninya serta limpahan rahmat dan karunia Sang Pencipta. Dengan semangat tahun baru 2016 saya mengajak sahabatku semua, ayo kita bekerja cerdas, bersungguh-sungguh, pantang menyerah, dan sabar dalam melakukan perbaikan di segala bidang. Selanjutnya mari kita berserah diri dan berdoa semoga kita kembali mendapatkan keberuntungan dan kemudahan dari Tuhan Yang Maha Kuasa dan berkuasa atas segala sesuatu. Ya Tuhan kami, terimalah amal kami. Anugerahkanlah kami kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Aamiin. Helfia Nil Chalis. www.HelfiaNet.com 12 NASIHAT DOKTER BERUSIA 103 TAHUN TENTANG KEHIDUPAN
Dr Shigeaki Hinohara merupakan salah satu dokter berpengalaman di Jepang dan di dunia. Dedikasi, pengalaman, dan pengetahuannya di bidang kesehatan tak perlu diragukan lagi. Kini, usianya lebih dari satu abad. Menurut Shigeaki, cara makan dan makanan yang dikonsumsi berpengaruh terhadap kesehatan seseorang, terutama untuk menjaga kesehatan tubuh agar mampu bekerja secara sempurna. Itu sebabnya, meski usianya sudah menginjak 103 tahun, dia masih mempunyai fisik yang prima dan tampak bugar. Dia juga berhasil menjaga berat badannya tetap ideal yaitu berada di kisaran angka 60 kg sejak berusia 30 tahun. Dilansir brilio.net dari O Zock, Kamis (13/8), berikut 12 nasihat Shigeaki Hinohara agar memiliki tubuh sehat dan panjang umur.
CIRI-CIRI KECERDASAN EMOSIONAL TINGGI
Kecerdasan emosional sangat penting bagi tiap individu dalam menunjang kesuksesan dan kebahagiaan mereka, baik di tempat kerja, pergaulan hingga kehidupan keluarga. Memiliki kecerdasan emosional yang tinggi akan membantu seseorang dalam bersikap praktis ketika di hadapkan pada suatu permasalahan. Berikut ini beberapa ciri-ciri mereka yang mempunyai kecerdasan emosional yang tinggi dari beberapa sumber terpercaya. Semoga bermanfaat untuk menjadi acuan dalam rangka pengembangan diri. 1. Fokus pada Hal-hal yang Positip Mereka yang memiliki kecerdasan emosional tinggi sadar bahwa percuma saja berlarut-larut dengan masalah. Fokus pada masalah tidak akan pernah membawa solusi, sebaliknya bersikap positip dalam menyikapi masalah akan membawa anda pada solusi yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan anda. Bersikap positip artinya anda percaya diri mampu menyelesaikannya dengan baik. Anda menganggap masalah yang ada sebagai kesempatan untuk lebih meningkatkan kemampuan diri. 2. Mereka yang Berpikiran Positip akan Berkumpul dengan Mereka yang Berpikir Positip pula. Orang-orang dengan kecerdasan emosional tinggi tidak akan menghabiskan banyak waktu dengan berkumpul bersama mereka yang suka mengeluh dan mengumpat. Mendengarkan keluh kesah dari mereka yang suka berpikir negatip hanya akan menghabiskan energi kita dengan sia-sia. Sebaliknya, berkumpul dengan orang yang memiliki pikiran positip dan penuh semangat akan membuat kita tertular juga. Dan inilah yang pada akhirnya akan meningkatkan kecerdasan emosional anda juga. 3. Orang dengan Kecerdasan Emosional Tinggi Selalu Assertive. Assertive adalah sebuah sikap tegas dalam mengemukakan suatu pendapat, tanpa harus melukai perasaan lawan bicaranya. Orang yang assertive sangat tahu betul kapan mereka harus bicara, kapan mereka harus mengemukakan suatu pendapat dan bagaimana cara yang tepat untuk memberikan sebuah solusi tanpa harus menggurui. Dan yang pasti mereka yang memiliki sikap assertive selalu berpikir terlebih dahulu sebelum bicara. 4. Mereka adalah Visioner yang Siap Melupakan Kegagalan di Masa Lalu Orang-orang dengan kecerdasan emosional yang tinggi akan sibuk memikirkan apa yang akan dilakukannya di masa depan dan segera melupakan kegagalan di masa lalu. Baginya kegagalan di masa lalu adalah sebuah pelajaran yang penting diambil untuk mengambil langkah yang lebih tepat di masa yang akan datang. 5. Mereka Tahu Cara Membuat Hidup Lebih Bahagia dan Bermakna Dimanapun mereka berada, apakah itu di tempat kerja, di rumah ataupun berkumpul dengan teman-teman, orang dengan kecerdasan emosional yang tinggi akan membawa kebahagiaan bagi sesamanya. Bahagia bagi mereka tidak harus berupa kekayaan. Bersyukur akan nikmat yang didapat hari ini dan membantu orang lain yang membutuhkan pertolongannya akan membuat mereka merasa bahagia dan bermakna. 6. Mereka Tahu bagaimana mengeluarkan Energi secara Bijak Mereka yang dikaruniai kecerdasan emosional tinggi, tahu bagaimana memanfaatkan energi mereka dengan bijak. Mereka tidak akan menghabiskan waktu untuk hal-hal yang tak berguna. Mereka akan fokus pada tindakan-tindakan yang akan membawa manfaat bagi sesamanya. 7. Terus Belajar dan Berkembang Mereka yang memiliki kecerdasan emosional tinggi sadar, bahwa apa yang ia ketahui saat ini masih belumlah apa-apa. Baginya, belajar bukanlah 12 tahun wajib belajar dan 4 tahun kuliah. Wajib belajar adalah seumur hidup. Mereka selalu terbuka akan hal-hal baru dan berani mencoba berbagai macam tantangan yang akan membuat mereka berkembang. Kritik dan saran dari orang lain akan dijadikan sebagai referensi baru dalam mengambil langkah dan keputusan di masa yang akan datang. www.HelfiaStore007.com www.HelfiaStore.com www.HelfiaNet.com "Dan Kami ciptakan dari air segala sesuatu yang hidup.” (Q.S. Al Anbiya:30) Dalam kitab-kitab tafsir klasik, ayat tadi diartikan bahwa tanpa air semua akan mati kehausan. Tetapi di Jepang, Dr. Masaru Emoto dari Universitas Yokohama dengan tekun melakukan penelitian tentang perilaku air. Air murni dari mata air di Pulau Honshu didoakan secara agama Shinto, lalu didinginkan sampai -5oC di laboratorium, lantas difoto dengan mikroskop elektron dengan kamera kecepatan tinggi. Ternyata molekul air membentuk kristal segi enam yang indah. Percobaan diulangi dengan membacakan kata, “Arigato (terima kasih dalam bahasa Jepang)” di depan botol air tadi. Kristal air kembali membentuk sebuah pola yang sangat indah. Lalu dicoba dengan menghadapkan tulisan huruf Jepang, “Arigato”. Kristal air membentuk pola dengan keindahan yang sama. Selanjutnya ditunjukkan kata “setan”, kristal berubah berbentuk buruk. Diputarkan musik Symphony Mozart, kristal muncul berbentuk bunga. Ketika musik heavy metal diperdengarkan, kristal hancur. Ketika 500 orang berkonsentrasi memusatkan pesan “peace” di depan sebotol air, kristal air tadi mengembang bercabang-cabang dengan indahnya. Dan ketika dicoba dibacakan doa Islam, kristal bersegi enam dengan lima cabang daun muncul berkilauan. Subhanallah. Dr. Emoto akhirnya berkeliling dunia melakukan percobaan dengan air di Swiss, Berlin, Prancis, Palestina, dan ia kemudian diundang ke Markas Besar PBB di New York untuk mempresentasikan temuannya pada bulan Maret 2005 lalu. Ternyata air bisa “mendengar” kata-kata, bisa “membaca” tulisan, dan bisa “mengerti” pesan. Dalam bukunya The Hidden Message in Water, Dr. Masaru Emoto menguraikan bahwa air bersifat bisa merekam pesan, seperti pita magnetik atau compact disk. Semakin kuat konsentrasi pemberi pesan, semakin dalam pesan tercetak di air. Air bisa mentransfer pesan tadi melalui molekul air yang lain. Barangkali temuan ini bisa menjelaskan, kenapa air putih yang didoakan bisa menyembuhkan si sakit. Dulu ini kita anggap musyrik, atau paling sedikit kita anggap sekadar sugesti, tetapi ternyata molekul air itu menangkap pesan doa kesembuhan, menyimpannya, lalu vibrasinya merambat kepada molekul air lain yang ada di tubuh si sakit. Tubuh manusia memang 75% terdiri atas air. Otak 74,5% air. Darah 82% air. Tulang yang keras pun mengandung 22% air. Air putih galon di rumah, bisa setiap hari didoakan dengan khusyu kepada Allah, agar anak yang meminumnya saleh, sehat, dan cerdas, dan agar suami yang meminum tetap setia. Air tadi akan berproses di tubuh meneruskan pesan kepada air di otak dan pembuluh darah. Dengan izin Allah, pesan tadi akan dilaksanakan tubuh tanpa kita sadari. Bila air minum di suatu kota didoakan dengan serius untuk kesalehan, insya Allah semua penduduk yang meminumnya akan menjadi baik dan tidak beringas. Rasulullah saw. bersabda, “Zamzam lima syuriba lahu”, “Air zamzam akan melaksanakan pesan dan niat yang meminumnya”. Barangsiapa minum supaya kenyang, dia akan kenyang. Barangsiapa minum untuk menyembuhkan sakit, dia akan sembuh. Subhanallah . Pantaslah air zamzam begitu berkhasiat karena dia menyimpan pesan doa jutaan manusia selama ribuan tahun sejak Nabi Ibrahim a.s. Bila kita renungkan berpuluh ayat Al Quran tentang air, kita akan tersentak bahwa Allah rupanya selalu menarik perhatian kita kepada air. Bahwa air tidak sekadar benda mati. Dia menyimpan kekuatan, daya rekam, daya penyembuh, dan sifat-sifat aneh lagi yang menunggu disingkap manusia. Islam adalah agama yang paling melekat dengan air. Shalat wajib perlu air wudlu 5 kali sehari. Habis bercampur, suami istri wajib mandi. Mati pun wajib dimandikan. Tidak ada agama lain yang menyuruh memandikan jenazah, malahan ada yang dibakar. Tetapi kita belum melakukan zikir air. Kita masih perlakukan air tanpa respek. Kita buang secara mubazir, bahkan kita cemari. Astaghfirullah. Seorang ilmuwan Jepang telah merintis. Ilmuwan muslim harus melanjutkan kajian kehidupan ini berdasarkan Al Quran dan hadis. Wallahu a’lam .. Tulisan tentang temuan "Bio Disc"Tentara Israel dalam sebuah pemakaman rekannya yang tewas di Gaza (naba.ps) dakwatuna.com – Gaza. Gencatan senjata akhirnya disepakati setelah Israel kewalahan dengan serangan-serangan roket pejuang Hamas di Gaza. Meski telah berlangsung lebih dari 50 hari ketika Israel menyerang Gaza, mereka tidak bisa menghadapi serangan-serangan roket dari gerakan perlawanan di Gaza, terutama serangan dengan menggunakan mortar Hawn. Karena itulah Israel melampiaskan kekesalannya dengan menyerang warga sipil, gedung-gedung apartemen, dan masjid. Seperti diberitakan Al-Araby Al-Jadid, Senin (25/8/2014) para pemimpin militer Israel mengakui tidak bisa menghadapi serangan mortar Hawn. Hamas dan gerakan perlawanan lain berhasil mengubah titik lemah menjadi titik kekuatan. Wilayah sekitar Jalur Gaza yang banyak diduduki pasukan darat Israel dengan tank-tank yang meluncurkan mortar ke arah dalam Gaza, ketika perang menjadi target serangan Hamas dengan mortar Hawn yang memang daya jangkaunya sangat dekat. Tempat berkumpulnya pasukan Israel dan juga pemukiman Yahudi menjadi target yang sangat mudah dijangkau. Apalagi teknologi pertahanan Israel, Iron Dome, tidak dirancang untuk menangkal serangan senjata seperti mortar Hawn. Sehingga wilayah itu menjadi wilayah terbuka bagi serangan Hamas dan gerakan perlawanan lainnya. Ketika itu tidak kurang dari 20 orang tentara Israel dari sekitar 60 orang tewas akibat serangan mortar ini. terakhir, departemen keamanan Israel juga sudah mengungsikan 400 keluarga di pemukiman dekat Jalur Gaza. Karena frustrasi dan gagal menghadapi serangan ini, Israel selama perang yang lalu secara sengaja menarget warga sipil, gedung apartemen, dan masjid-masjid di Gaza. Gedung apartemen terbesar dan tertinggi di Gaza mereka bom hingga roboh total. |
OUR BLOG
Gunakan Search Box di pojok kanan atas halaman ini untuk mencari artikel. Categories
All
AuthorHelfia Nil Chalis:
Archives
April 2024
|