Penangkapan tiga da'i pagi ini menimbulkan kehebohan di masyarakat. Di grup grup wa beredar pertanyaan mengapa tiga da'i muda yang terkenal itu ditangkap?
Seperti diketahui tiga da'i itu adalah ustadz Farid Okbah, Dr Zain an Najah dan Dr Anung Hamad. Mereka bertiga terkenal dengan da'i yang pro konstitusi. Da'i yang terkenal dengan perjuangannya secara damai. Sebagaimana banyak umat Islam di tanah air, mereka menginginkan Islam dapat mewarnai tanah air dengan cara konstitusional. Ceramah-ceramah dan buku-buku yang ditulis ketiga da'i itu sepengetahuan saya, tidak ada yang menyuruh aksi terorisme. Mereka memang menginginkan terbentuknya masyarakat yang Islami di tanah air. Mereka bisa digolongkan dai yang menyerukan militanisme bukan terorisme. Dalam kasus ini, Kepolisian RI atau Densus 88 perlu berbenah diri. Jangan samakan dai-dai yang bergerak dengan damai ini, dengan para aktor teroris. Jangan samakan mereka yang menyeru pada kehidupan Islam ini dengan para aktor yang menghalalkan perjuangan dengan kekerasan atau pengeboman. Mestinya dai-dai itu diperlakukan sebagaimana para tertuduh dalam KUHP. Dipanggil baik-baik dan diminta keterangannya. Bukan ditangkap dengan menggunakan UU Anti Terorisme yang bisa ditangkap sewaktu-waktu, tanpa penjelasan kepada masyarakat. Pak polisi, ini zaman internet. Zaman keterbukaan. Bukan zaman ketertutupan atau zaman kegelapan. Masyarakat, pingin tahu dengan cepat ketika polisi menangkap seseorang disertakan dengan penjelasan. Bukan asal main tangkap dan geledah, tanpa keterangan. Bagaimana citra polisi akan baik kalau caranya seperti ini? Ketiga da'i itu terkenal membawa pengajaran-pengajaran yang baik di masyarakat. Mereka adalah ustadz atau guru. Mereka sering memberi pengajian di pesantren, masjid, perumahan dan lain-lain. Polisi harusnya menyadari pentingnya peran guru di masyarakat. Sekali lagi bila cara Densus 88 seperti ini dalam menangkap para ustadz, maka citra Densus atau polisi di mata masyarakat akan terus memburuk. Maka di grup-grup wa terlihat banyak masyarakat setuju pernyataan Fadli Zon, bahwa Densus 88 harus dibubarkan. Menurut Fadli, karena kini sudah tidak masanya lagi war on terror. Fadli juga menyatakan bahwa Densus cenderung Islamofobia. Terhadap kritikan anggota DPR yang terkemuka ini harusnya Densus berbenah diri. Dan mengevaluasi diri, apakah benar atau tidak tindakannya selama ini cenderung Islamofobia. Kritikan banyak fihak adalah kenapa Densus hanya menyasar kaum Muslim dan tidak mau bergerak memberantas gerakan teror OPM di Papua, perlu dijadikan evaluasi diri. Walhasil, penangkapan tiga da'i oleh Densus ini harusnya juga tokoh-tokoh ormas Islam bersuara. Bila ada da'i yang dizalimi, tokoh-tokoh Islam membisu, menunjukkan semangat ukhuwah Islamiah yang lemah. Padahal ukhuwah ini adalah jalan menuju kemuliaan Islam. Dengan ukhuwah, maka kaum Islamofobia tidak berani bertindak zalim kepada umat Islam. Tapi bila tokoh-tokoh Islam diam ketika ada da'i yang dizalimi, maka kaum Islamofobia akan bersorak sorai dan terus melakukan kezaliman. Seperti kata ulama besar Sayid Qutb," Jika anda melihat keaniayaan terjadi, bila Anda mendengar orang-orang yang teraniaya menjerit, lalu anda tidak menemui umat Islam disana untuk menentang ketidakadilan itu, 'menghancurkan' orang yang aniaya itu, maka Anda boleh langsung curiga apakah umat Islam itu ada atau tidak. Tidak mungkin hati-hati yang menyandang Islam sebagai aqidahnya, akan rela untuk menerima ketidakadilan sebagai sistemnya." Semoga Allah SWT senantiasa melindungi dai-dai kita yang kini ditahan polisi. Wallahu azizun hakim. II Nuim Hidayat, Dosen Akademi Dakwah Indonesia Depok
0 Comments
Leave a Reply. |
OUR BLOG
Gunakan Search Box di pojok kanan atas halaman ini untuk mencari artikel. Categories
All
AuthorHelfia Nil Chalis:
Archives
April 2024
|