Seandainya Pemerintah yang pada waktu itu dipimpin oleh Megawati Sukarno Putri bertahan tidak menerima penawaran harga jual gas alam cair (LNG) LNG Tangguh kepada Fujian, Cina, mungkin sampai sekarang LNG Tangguh tidak pernah ada. Mengapa? Pada waktu itu harga LNG ditentukan oleh pembeli (buyer market). Proyek LNG Tangguh ketika itu harus bersaing dengan proyek LNG Train-I di Bontang, Kalimantan Timur. Sebuah persaingan tidak sebanding karena LNG Tangguh harus membangun segalanya dari nol tidak seperti LNG Badak di Bontang yang memang sudah ada lebih dulu. Namun kemudian ketika tahun 2001 produksi gas pemasok ke LNG Badak turun drastis maka kita kehilangan opsi membangun LNG Train-I. Sejak harga LNG melonjak jauh di atas harga kontrak disebabkan kenaikan harga minyak internasional (dari semula dibawah $30 per barrel menjadi di atas $100) sudah beberapa kali Indonesia berupaya menegosiasi ulang harga kontraknya dengan Fujian, Cina. Upaya pertama berhasil menaikkan harga kontrak dari $2,7 menjadi $3,3 per juta BTU. Alhamdulillah terhitung tanggal 1 Juli 2014 Pemerintah telah berhasil menegosiasi ulang menjadi $8,63. Menteri ESDM Jero Wacik mengatakan bahwa gas alam cari dari Tangguh di Papua yang dikelola British Petroleum (BP) memang mengekspor ke Fujian, Tiongkok dan Amerika Serikat sejak tahun 2002 ketika harga minyak dunia masih US$ 26 per barel, sehingga harga jual gas Tangguh adalah US$ 2,7 per mmbtu. Harga ini pernah diubah ketika harga minyak dunia mencapai US$ 38 per barel, sehingga menjadi US$ 3,3 per mmbtu. Jero Wacik mengatakan usai rapat dengan Presiden SBY di kantor Presiden, Senin 30 Juni 2014: "Presiden SBY pernah bertemu dengan Presiden Tiongkok yang dulu, kita juga mencoba menghilangkan patokan harga JCC-nya itu, kemarin akhirnya logikanya sudah tidak cocok harga JCC sekarang 100 dolar per barel, masa masih tetap dipakai US$ 38 per barel, ini tidak adil". Awalnya penghitungan harga gas alam cair itu adalah 5,25% x Japan Crude Coctail (JCC) + 1,35, dengan harga JCC dipatok maksimal US$26 per barel. Adapun formula yang dipakai sekarang adalah 0,065 JCC + 1,5, dengan harga JCC mengikuti harga yang berlaku sekarang. Selama ini, meski harga minyak dunia telah menembus US$100 per barel, Indonesia tak menikmati kenaikan harga gas LNG dari ekspor ke Fujian karena ada batas atas JCC. Dengan perhitungan harga gas alam cair yang baru disepakati ini maka, apabila harga JCC mencapai US$100 per barel, harga gas Blok Tangguh US$8 per juta Btu, dan apabila harga JCC US$110, maka harga gas Blok Tangguh ke Fujian adalah US$8,65 per juta Btu. Pemerintah mengklaim hasil renegosiasi ini akan menambah pendapatan bagi negara menjadi sebesar US$20,9 miliar, jauh lebih tinggi dari kesepakatan awal yang hanya US$5,2 miliar. Prestasi yang dicapai menjelang berakhirnya pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono ini patut kita apresiasi. Selama ini harga gas Blok Tangguh ke Fujian ini selalu menjadi perhatian karena dinilai terlalu rendah. Saat harga internasional mencapai US$18 per juta Btu, harga gas Blok Tangguh hanya berkisar US$3,3 per juta Btu karena terikat perjanjian pembelian gas tersebut. Meskipun begitu, harga gas alam cair sebesar US$8 per juta Btu ini sebenarnya masih lebih rendah dari harga gas untuk industri domestik. Saat ini harga LNG berada di kisaran US$15 - US$18 per juta Btu, sedangkan harga gas industri US$10 per juta Btu. Jadi masih ada kesempatan bagi kita melakukan negosiasi ulang lagi untuk memperoleh harga yang pantas mengikuti harga pasar LNG dunia. Sumber: Detik.com dan Koran.Bisnis.com
0 Comments
Leave a Reply. |
OUR BLOG
Gunakan Search Box di pojok kanan atas halaman ini untuk mencari artikel. Categories
All
AuthorHelfia Nil Chalis:
Archives
April 2024
|