Sadar atau tidak berawal dari keberadaan positioning POLRI langsung di bawah Presiden, Polisi dipersenjatai melebihi kekuatan senjata TNI oleh Presiden, dengan imbalan loyalitas buta Polisi pada Presiden, petaka awal terjadi kerusakan di tubuh POLRI.
Perselingkuhan Presiden dengan POLRI penyebab kewenangan dan kekuasaan POLRI bukan terkendali justru menjadi liar. Terjadi “Abuse of Power” oleh Polisi, menjadi kekuatan super body, menabrak siapapun yang berseberangan dengan kekuasaan, akibat Presiden telah memanjakan Polri melampaui peran , fungsi dan tupoksinya. Dalam UU nomor 2 thn 2002 tentang Kepolisian, tugas polisi itu hanya tiga : penegak hukum, menjaga kamtibmas, dan melayani, mengayomi, dan melindungi masyarakat. Telah masuk keranah politik sebagai pengaman presiden mengatasi / menindak siapapun yang berseberangan dan melawan kekuasaan. Konon peran politis ini sudah dirancang jarak jauh sejak Tito Karnavian sebagai Kapolri, bukan hanya sebagai kekuatan mengamankan suara hasil Pilpres tetapi memenangkan suara untuk kemenangan Presiden. Kata Bung Anton Permana : "imbalan politisnya Presiden menempatkan Polisi hampir di semua urusan negara. Di setiap departemen hampir ada Polisi, bulog, kumham, parekraf, atau ada empat puluh empat jabatan di isi polisi. Tito Karnavian sendiri langsung mendapatkan jatah sebagai Mendagri". "Lebih liar lagi tugas TNI seperti penanganan terorisme, saparatisme, pengamanan objek vital, pengamanan wilayah perbatasan juga di ambil alih Polisi. Padahal itu jelas dan tegas tugas TNI sesuai UU no 34 Tahun 2004." katanya lebih lanjut. Presiden tidak tanggung tanggung mengeluarkan Perpres No. 54 tahun 22 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 52 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kepolisian Negara Republik Indonesia. Untuk menambah kekuasaan Polri agar lebih luas karena tidak ada dalam UU Polisi. Padahal secara hirarki perundangan, Perpres itu di bawah Undang/Undang. Yang muncul di kemudian hari kekuasan Polisi merambah kemana mana : Polisi bertindak cepat mengkriminalisasi tokoh tokoh siapapun yang menentang dan berbeda pandangan dengan sang penguasa. Kriminalisasi ulama, begitu sadis cara menangani demo dengan kekerasan diluar perikemanusiaan. Bahkan dimana mana berperan sebagai body guard Oligarki, sebagai penjaga rampasan tanah jarahannya dari gangguan. Diduga kuat ikut mengamankan TKA asing khususnya dari China masuk berbondong bondong ke Indonesia. TNI dianak tirikan bahkan terkesan dilemahkan. TNI melalui binternya di amputasi, TNI masuk desa sebagai kemanunggalan TNI dan rakyat tidak terdengar lagi. Kewenangannya juga banyak di cabut atas nama kekuasaan. Presiden untuk mengamankan kekuasaan Presiden menempatkan POLRI sebagai body guard nya. Kesombongan POLRI membesar ketika merasa bahwa Polri langsung di bawah Presiden dan TNI di bawah kordinasi Kementrian Pertahanan. Presiden berdalih menambah kekuasaan POLRI adalah untuk memerankan POLRI perang melawan perang asymetris. Perang yg tidak tampak seperti; perang ideologi, perang ekonomi, perang dagang, perang pemikiran, sosial-budaya. Melebar mengamankan perjudian dan perdagangan narkoba dan perdagangan terlarang lainnya. Dampak ikutan akibatnya bukan keamanan yang tercipta justru kegaduhan, perpecahan dan kekacauan di masyarakat makin parah. Apa yang terjadi saat ini oknum kekuatan polisi yang menyalah gunakan kekuasaanya. *Muncullah polisi Sambo yang liar bersentuhan dengan praktek hitam melebar kemana mana*. Awal kejadian jelas akibat salah kelola kepolisian oleh presiden sendiri menempatkan polisi sebagai alat kekuasaan politik. Menempatkan dan memfungsikan Polisi dengan kekuasan yang sangat besar sebagai alat kekuasaan politik. Maka terjadilah saat ini skandal Polisi Sambo. Kebijakan Presiden memakan tuan Presiden sendiri. Perintah untuk secepatnya mengatasi kasus Sambo berlarut larut karena ternyata kasusnya memang sangat berat , karena penyakitnya sudah acut melebar kemana mana. Kasus Sambo menunjukkan bahwa pembusukan POLRI sudah sangat serius. Bahkan Sambo bukan satu satunya perusak institusi POLRI dugaan kuat ada bapak asuh di belakangnya. Republik ini adalah negara hukum dilihat dari kinerja POLRI sebagai penegak hukum, menjaga kamtibmas, dan melayani, mengayomi, dan Melindungi masyarakat, yang setia pada janjinya sebagai Bhayangkara Negara. telah dihianati , maka POLRI adalah malapetaka negara. Back to zero. Saatnya POLRI direformasi total atau Republik ini ambruk. Tiba saatnya negara harus secepatnya melakukan Reformasi Polisi sekarang . (Police Reform Now).
0 Comments
Leave a Reply. |
OUR BLOG
Gunakan Search Box di pojok kanan atas halaman ini untuk mencari artikel. Categories
All
AuthorHelfia Nil Chalis:
Archives
April 2024
|