Kesaksian Pak Budi Prasetyo berikut ini mengingatkan kita betapa rawannya kondisi Indonesia ketika dilanda krisis moneter tahun 1997 - 1998. Kisah ini adalah kelanjutan dari kisah-kisah beliau sebelumnya (Lihat di sini: Awal, Lanjutan-1, Lanjutan-2, Lanjutan-3). Krisis moneter melanda Indonesia Dua hari kami berada di Hongkong, sebelum kemudian melanjutkan perjalanan ke Singapura. Pertemuan terakhir kami dengan investor, kami hanya diberi waktu 5 menit untuk menerangkan tentang kinerja Indosat dan situasi Indonesia secara umum, alasan investor itu adalah sedang ada situasi genting dipasar modal karena perkembangan situasi politik di Indonesia. Setelah selesai pertemuan kami bergegas ke Bandara Hongkong untuk bersiap terbang ke Singapura, masih dengan tanda tanya tentang apa yang terjadi di Jakarta. Ketika itu hasil kontak ke Jakarta mengabarkan bahwa demonstrasi makin meluas, namun pemerintah masih dapat mengendalikan situasi. Namun demikian sewaktu kami mendarat di Singapura pada malam harinya, staf Indosat yang berjaga di Singapura mengabarkan terjadinya penembakan mahasiswa Trisakti oleh aparat keamanan di Indonesia dan saat ini di Jakarta diterapkan jam malam. Dengan hati risau kami membahas situasi yang berkembang di Indonesia, dan direksi akhirnya memutuskan untuk tetap meneruskan roadshow. Karena untuk pulang ke Jakarta, keadaan tidak memungkinkan akibat adanya kerusuhan yang terjadi di Jakarta. Kami hanya bisa berdoa, mudah-mudahan Allah selalu melimpahkan lindungannya kepada keluarga kami di Jakarta. Presiden Suharto mengundurkan diri dan digantikan Presiden Habibie Sejak peristiwa penembakan di Trisakti, pertanyaan dalam pertemuan-pertemuan dengan investor berubah dari pertanyaan tentang perusahaan menjadi pertanyaan tentang kondisi Indonesia dan proses suksesi kepemimpinan nasional. Benar-benar seperti mengulangi kembali materi penataran P4 yang diikuti ketika baru mulai bekerja dulu. Semua pertanyaan tersebut berkelanjutan sampai hari terakhir kami roadshow di London, pagi hari jam 4 pagi kami menyaksikan di televisi pernyataan pengunduran diri presiden Suharto dan pengangkatan Presiden Habibie. Hari itu, semua pertanyaan dari investor berubah dari pertanyaan P4, kembali menjadi pertanyaan tentang perusahaan, kinerja dan pengaruh perubahan pemerintahan bagi Indosat. Sungguh suatu pengalaman yang sangat mendebarkan, karena the roadshow must go on, tapi juga khawatir atas keluarga di Indonesia karena ketidakberdayaan untuk berada kembali di Indonesia dan melindungi mereka. Sekembali kami dari roadshow, kami banyak diceritakan oleh rekan-rekan Indosat mengenai pengalaman mereka harus tinggal di kantor sampai dua hari lebih, untuk menjaga kantor dan tetap mengoperasikan peralatan telekomunikasi internasional, supaya Indonesia tidak terisolasi dari dunia internasional. Kisah di Era reformasi – kasus deviden Indosat Sukses tidak selalu berhampir kepada Indosat, hambatan pun mendekati Indosat. Paska krisis moneter tahun 1997, walaupun dari segi keuntungan perusahaan kinerja Indosat sangatlah baik, namun Indosat harus mengalami kejadian yang sangat memalukan dari segi tata kelola perusahaan. Kejadiannya berawal dari RUPS tahun 1998, dimana pada saat itu pemerintah karena kondisi keuangan negara, menghendaki pembayaran deviden yang lebih tinggi dari kebiasaan deviden Indosat yang 35%. Namun demikian pemerintah dengan Meneg BUMN Tanri Abeng, melalui Dirjen Pembinaan BUMN, pak Bacelius Ruru, juga memberikan kemudahan bagi Indosat untuk mencicil pembayaran deviden itu dua kali, sehingga diharapkan dapat meringankan beban arus kas Indosat. Saat itu rupanya secara operasional Indosat telah memisahkan deviden indosat hak pemerintah tersebut dalam suatu rekening sementara dan dikelola secara terpisah dari keuangan Indosat. Kebijakan tersebut sebenarnya tidak merupakan suatu masalah selama pengelolaanya transparan dan mendapatkan ijin dari pemilik dana, namun dengan kurs rupiah-dolar Amerika Serikat yang berfluktuasi dengan tajam, kebijakan pengelolaan dana yang dikaitkan dengan permainan valas bukanlah kebijakan keuangan yang konservatif. Apalagi dana yang dipergunakan bermain valas ini, peruntukannya adalah pembayaran deviden milik pemerintah, dimana semua dana milik pemerintah penggunaannya diatur dalam undang-undang keuangan negara. Suatu hari menjelang akhir tahun 1998, beberapa surat kabar mengeluarkan artikel mengenai dana milik pemerintah di Indosat yang dikelola secara tidak benar oleh oknum Indosat. Menghadapi berita tersebut, langsung perdagangan saham Indosat terpengaruh. Oleh karena tugas saya sebagai penanggung jawab transparansi operasional Indosat kepada pasar modal, saya berinisiatif untuk mencari klarifikasi kepada manajemen Indosat mengenai berita surat kabar tersebut. Situasi Indosat saat itu sebenarnya sudah sedikit berubah karena adanya reformasi di Indonesia. Didalam Indosat sendiri, terjadi banyak pergolakan dan terbentuk kelompok-kelompok dengan agenda masing-masing. Pergolakan Internal dan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik Pada intinya rekan-rekan di Indosat merasa terkhianati dengan adanya informasi tentang tata kelola perusahaan yang tidak sesuai dengan jiwa Indosat selama ini. Semua pihak secara berani menuntut tanggung jawab manajemen atas kejadian yang terjadi di Indosat. Klarifikasi saya kepada manajemen menghasilkan informasi bahwa berita di surat kabar itu tidak benar, dan saya dijanjikan untuk mendapatkan penjelasan tertulis yang berkaitan dengan rekening dana dari bank pada jam 10.00 yang berupa data- data otentik dari pihak Bank. Setelah data tersebut saya terima dari manajemen, sesuai dengan tugas, saya mengirimkan klarifikasi kepada Bappepam, US-SEC, BEJ, BES dan NYSE tentang informasi yang diterima dari manajemen Indosat berkaitan dengan masalah tata kelola perusahaan tersebut. Penjelasan yang diberikan ternyata tidak meredam bergulirnya situasi ini, sehingga akhirnya manajemen Indosat dipanggil ke Kejaksaan Agung. Dalam pemanggilan pertama manajemen Indosat mewakilkan kepada dua pejabat setingkat GM, sebelum akhirnya bersedia diperiksa. Kemudian rekan-rekan di direktorat keuangan juga mendapat giliran untuk diperiksa oleh Kejaksaan Agung. Walaupun direksi juga diperiksa, namun salah satu direktur hanya beberapa kali hadir memenuhi panggilan pemeriksaan, sebelum akhirnya menghilang dari Jakarta. Dalam pemeriksaan tersebut, saya berusaha secara konsisten mendampingi teman-teman dari direktorat keuangan yang diperiksa oleh Kejaksaan Agung. Sedangkan rekan saya sesama GM hanya dua kali mendampingi, sebelum akhirnya tidak bersedia lagi, karena dia merasa bahwa Indosat tidak bisa mengelak dari tuduhan melakukan korupsi uang pemerintah. Kondisi di Indosat semakin memburuk Pemerintahan Indonesia setelah era Reformasi mengalami berbagai perubahan. Presiden Habibie digantikan oleh Presiden Abdurrahman Wahid pada bulan Oktober 1999. Bapak Laksamana Sukardi diangkat menjadi Menteri BUMN. Namun jabatan Menteri BUMN tidak lama dipegang oleh Laksamana. Dampak dari pergantian- pergantian Menteri BUMN ini juga berdampak pada perubahan- perubahan pimpinan di Indosat. Situasi Indosat sendiri sangat bergejolak, banyak dokumen internal yang tiba-tiba bisa dikirimkan ke kejaksaan agung oleh rekan-rekan dari Indosat sendiri. Sampai akhirnya waktu rekan dari divisi perbendaharaan diperiksa dan menerangkan prosedur keuangan di Indosat, saat itu yang dipermasalahkan adalah kepemilikan rekening penampung dana deviden milik pemerintah, sebuah fax masuk yang memberikan penjelasan semua surat-menyurat saat pembukaan rekening dan lain-lain. Dimana bukti-bukti yang dilampirkan sangat berbeda dengan bukti resmi yang dulu pernah saya serahkan kepada otoritas bursa. Saat itu saya menyadari bahwa memang ada kesalahan dalam tata kelola perusahaan di Indosat. Rekan dari direktorat keuangan yang sudah sangat tertekan, karena rupanya memang disuruh menceritakan hal-hal yang mereka tidak ketahui, akhirnya mengatakan bahwa semua itu adalah perintah dari direktur keuangan. Pemerintah turun tangan dan adakan RUPS Pemerintah sebagai pemegang saham mayoritas akhirnya tidak tinggal diam dan memerintahkan Indosat untuk menggelar Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Luar Biasa. Tim saya akhirnya dalam waktu 28 hari mempersiapkan prosedur formal pelaksanaan RUPS yang akhirnya mengganti direksi Indosat dengan Tim baru, dimana dalam tim ini terdapat rekan dari Telkom menjadi direktur keuangan. Situasi Indosat yang penuh dengan intrik menyebabkan bebarapa rekan kemudian memutuskan untuk berkarya diluar Indosat, walaupun masih menjadi pegawai Indosat, antara lain rekan Devi-TI-77, Auliana-EL82 dan masih banyak lagi. Tim Direksi baru hanya bertahan 6 bulan sebelum digantikan dengan tim baru pada RUPS tahun 2000. RUPS tahun 2000 bagi tim saya merupakan salah satu RUPS yang tersulit yang pernah dilakukan, karena semua acara hampir dikatakan masih tentatif, termasuk pengangkatan Direksi baru Indosat. Sampai jam 11.00 tim belum menerima susunan Direksi Indosat yang baru, padahal RUPS akan dimulai jam 13.00. Jam 11.30 akhirnya daftar nama Direksi diterima oleh tim RUPS bersamaan dengan hadirnya para pejabat kementrian BUMN yang bertindak sebagai kuasa pemegang saham pemerintah di Indosat. Pada saat itu Menteri BUMN sudah dijabat oleh Bapak Dr Rozy Munir bukan bapak Laksamana Sukardi lagi. Dipromosikan menjadi Direktur Pengembangan Ternyata dalam susunan direksi baru Indosat dari lima posisi direksi, hanya 2 posisi dipegang oleh jajaran Indosat, sedang 3 posisi lainnya dipegang oleh karyawan aktif Telkom yang dikaryakan di Indosat. Komposisi direksi ini membuat sebagian besar karyawan Indosat terperangah, karena tidak pernah dibayangkan oleh mereka bahwa Indosat akan dipimpin oleh rekan-rekan mereka yang berasal dari Telkom. Pada kesempatan itu saya memperoleh amanah menjadi Direktur Pengembangan Perusahaan. Tugas tim direksi pada saat ini adalah untuk melakukan konsolidasi dan memulihkan kekacauan yang sudah terjadi, sekaligus tetap menjalankan bisnis normal Indosat seperti tidak pernah terjadi sesuatu pada Indosat. Kondisi internal Indosat memang sangat memprihatinkan. Dampak dari kasus deviden Indosat adalah tidak dihormatinya institusi lembaga direksi oleh serikat pekerja. Hubungan kerja yang belum pulih ini bertambah runyam dengan adanya tiga karyawan aktif Telkom di jajaran direksi dan komisaris utama Indosat. Sikap curiga dari karyawan atas kondisi ini dan munculnya desas-desus tentang rencana akuisisi Indosat oleh Telkom tidak membantu pemulihan situasi internal Indosat. Menyusun cetak biru menjadi perusahaan Telekomunikasi yang kompetitif Menghadapi situasi seperti ini, sebagai penanggung jawab pengembangan perusahaan akhirnya saya kembali mencoba untuk melihat posisi Indosat dalam industri telekomunikasi di Indonesia. Hasil analisa sementara saya saat itu adalah sebenarnya posisi Indosat sangat rentan bila ditinjau dari sisi kemandirian dan kelangsungan bisnisnya. Di sisi lain, pemerintah mempunyai rencana untuk merestrukturisasi industri telekomunikasi supaya menjadi lebih kompetitif. Kesempatan ini kemudian saya pergunakan untuk melobi Dirjen Postel supaya Indosat diberikan kesempatan untuk menjadi operator jasa telekomunikasi dasar nasional bersama dengan Telkom. Alhamdulillah, tawaran Indosat itu disambut baik oleh Dirjen Postel sehingga kemudian mulailah digulingkan wacana untuk menjalankan cetak biru struktur industri telekomunikasi nasional baru yang akan merubah situasi industri dari monopoli ke kompetisi. Perundingan-perundingan dilakukan antara pemerintah, Indosat dan Telkom. Sementara itu wacana lain yang isinya adalah Telkom akan mengakuisisi Indosat tetap juga bergulir, alasannya adalah efisiensi nasional dari sumber daya telekomunikasi. Tingkat perundinganpun makin meninggi sampai akhirnya mencapai Menko Ekuin, yang waktu itu dijabat oleh Rizal Ramli, ITB angkatan 1973 yang juga salah satu aktivis penyusun buku putih tahun 1978, turut menjadi fasilitator atas rencana pemerintah untuk merubah struktur industri telekomunikasi nasional yang monopoli menjadi lebih kompetitif. Perjanjian Telkom dan Indosat Akhirnya setelah pemerintah menyetujui dimulainya implementasi kerangka industri telekomunikasi nasional, sesuai dengan cetak biru telekomunikasi nasional Indonesia, maka berundinglah Indosat dengan Telkom. Indosat selain didampingi oleh konsultan hukum Assegaf dan Partner juga didampingi oleh penasehat keuangan Danareksa, CSFB dan Rothchild, sedangkan Telkom didampingi oleh konsultan hukum HHP dan didampingi oleh penasehat keuangan Salomon Brothers. Mulailah perundingan panjang dan melelahkan antara Indosat dan Telkom, dimana dalam sela-sela kesibukan tersebut saya masih menyempatkan diri untuk menunaikan ibadah Haji pada tahun 2001. Akhirnya pada bulan Maret 2001, Indosat dan Telkom sepakat untuk melaksanakan penyelesaian kepemilikan silang pada anak-anak perusahaan milik bersama dengan nilai kontrak jual-beli senilai US$ 1,5 milyar dan merupakan kontrak telekomunikasi nasional terbesar di Indonesia pada saat itu. Dalam perjanjian itu Indosat memperoleh saham Telkom di Satelindo, Lintas Arta dan aset Telkom di Divre 4 Jawa Tengah dengan jumlah pelanggan sekitar 400.000 sst. Sedangkan Telkom memperoleh saham Indosat di Telkomsel. Penandatangan perjanjiannya dilakukan di Hotel Regent (sekarang Four Seasons) lewat tengah malam dimana Indosat diwakili oleh saya dan Telkom diwakili oleh Kristiono. Serikat karyawan Telkom dan Serikat Pekerja Indosat mulai bergerak Kewajiban selanjutnya adalah melaporkan kepada institusi bursa di Indonesia dan Amerika Serikat dan merencanakan RUPS untuk menyetujui kesepakatan tersebut. Semua ini bukan hal yang mudah, karena setelah tersebarnya berita bahwa Indosat membeli Satelindo dan Divre 4 Jawa Tengah, serikat karyawan Telkom (SEKAR) mulai bergerak untuk tidak menyetujui pengambil-alihan Divre 4 oleh Indosat dan juga serikat pekerja (SP) Indosat, tidak menyetujui pembelian Satelindo. Demo dan intimidasi dari SEKAR dan SP Indosat pun merebak, puncaknya pada saat RUPS Indosat, 60 bis karyawan Divre 4 Telkom berdemonstrasi ke gedung Indosat. Sebenarnya apa yang dilakukan oleh Indosat saat itu adalah menjalankan strategi pengembangan masa depan, karena keyakinan bahwa bisnis Sambungan Langsung Internasional (SLI) dengan pelanggan yang diperoleh lewat perpanjangan tangan Telkom, tidak akan bisa bertahan terhadap tantangan perkembangan teknologi telekomunikasi, oleh karena itu Indosat harus memiliki pelanggannya sendiri. Bersamaan dengan itu Indosat juga menerima tambahan lisensi, yaitu lisensi untuk penyelenggaraan layanan telepon seluler GSM 1800 MHz yang kemudian dikembangkan oleh Indosat dengan nama IM3 dan lisensi lainnya untuk pengembangan jaringan lokal pelanggan Indosat dengan teknologi CDMA yang kemudian dikembangkan menjadi layanan StarOne. Ikuti kisah Pak Budi Prasetyo selanjutnya bagaimana dia dituduh KKN dengan keluarga Cendana dalam kisah Lanjutan-5.
0 Comments
Leave a Reply. |
OUR BLOG
Gunakan Search Box di pojok kanan atas halaman ini untuk mencari artikel. Categories
All
AuthorHelfia Nil Chalis:
Archives
April 2024
|