Berbaik Sangka Kepada TuhanKita semua tentu pernah melihat anak kecil yang mengambek karena ibunya melarangnya membeli eskrim. Kira-kira begitulah seringkali sikap kita kepada Tuhan disaat doa kita tidak dikabulkan atau disaat keinginan kita tidak dipenuhi. Padahal jika Tuhan menghendaki, pastilah Dia mampu menciptakan kita dengan serba cukup tanpa harus susah payah mencari nafkah. Tetapi Dia berkehendak lain. Tuhan telah berjanji memberikan kebebasan sepenuhnya kepada manusia selama di dunia sampai waktu tertentu dan Tuhan tidak pernah menyalahi janji Nya. Dia telah menetapkan satu hukum yang oleh manusia disebut sebagai hukum alam. Hukum ini tertulis dalam satu kitab nyata yang disebut Lauh Mahfudz. Mungkin dalam bahasa manusia modern ini yang disebut sebagai Science dan Technology. Tuhan menciptakan bumi dan langit dalam enam masa. Padahal Tuhan mampu menciptakannya dengan sekejap mata saja. Bagi Nya kalau menghendaki sesuatu terjadi cukup berkata: "Jadilah!" maka jadilah ia. Demikian juga dengan kejadian manusia yang berproses dari sejak lahir bayi hingga sekarang menjadi dewasa. Sejak terlahir kita sudah harus mengerahkan segenap daya dan upaya untuk bertahan hidup. Sejak bayi pula kita telah dihadapkan pada perjuangan antara hidup dan mati. Selagi bayi, kita sama sekali tidak berdaya menentukan nasib diri kita sendiri. Nasib bayi amat tergantung orang lain di sekitarnya terutama pada kasih sayang ibu, juga ayah, saudara-saudara kita, karib kerabat, handai taulan, tetangga dekat dan jauh. Mengapa Tuhan berkehendak demikian? Mungkin Tuhan ingin menguji manusia untuk melihat siapa diantara hamba Nya yang paling baik amalnya. Namun demikian Tuhan berjanji mendahulukan Kasih-sayang Nya daripada Amarah Nya. Dengan logika ini, maka seyogyanya Tuhan tidak mungkin membiarkan hamba Nya dalam kesulitan di dunia ini, tanpa menyediakan pertolongan. Dia juga tidak akan memberi hukuman kepada manusia di akhirat kelak kecuali setelah manusia diberi Nya petunjuk tentang bagaimana seharusnya menjalani hidup di dunia yang sesuai dengan keinginan Nya. Pertanyaannya adalah: bagaimana bentuk pertolongan Tuhan itu, kapan saat datangnya dan bagaimana Tuhan memberikan petunjuk-petunjuk Nya di dunia ini kepada manusia? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, saya ingin mengajak untuk mempelajarinya dari kisah-kisah teladan di dalam kitab-kitab suci. Kisah Nabi Ibrahim memberikan pelajaran kepada kita tentang bagaimana Tuhan memberikan petunjuk-petunjuk Nya kepada manusia di dunia ini. Nabi Ibrahim sebelum kenabiannya sangat gelisah mencari Tuhan. Ayahnya seorang pembuat dan penyembah patung yang dianggap oleh masyarakat di jaman itu sebagai 'tuhan' mereka. Nabi Ibrahim tidak percaya dan terus mencari Tuhan yang sebenarnya. Ketika memperhatikan matahari, dia merasa mungkin itu 'tuhan'nya, tetapi ketika matahari terbenam dia berkesimpulan pasti matahari bukanlah 'tuhan'nya. Saat memperhatikan bulan diapun merasa itu mungkin 'tuhan', namun saat bulan menghilang dia akhirnya berkesimpulan bahwa tidak mungkin dia bisa mendapatkan sendiri petunjuk mengenai 'tuhan'. Akhirnya Nabi Ibrahim mendapat kunjungan Jibril dan menerima wahyu tentang keesaan Tuhan. Jibril menyampaikan bahwa Tuhan Maha Esa, tidak ada satupun yang menyamai atau menyerupai Nya. Manusia tidak bisa melihat Tuhan tetapi Dia ada dan selalu memperhatikan perbuatan kita. Nabi Ibrahim mengemukakan keyakinannya kepada ayahnya tetapi ditolak. Iapun membuktikan keyakinannya dengan menghancurkan patung-patung kecil dan meninggalkan patung yang besar beserta kapak yang digunakannya. Ketika kaumnya mengadilinya dia mengatakan bahwa yang menghancurkan patung-patung kecil itu adalah patung besar itu. "Maka tanyakan saja kepada patung besar itu". Kaumnya mengatakan: "Kamu tahu patung itu tidak bisa berkata-kata". Ibrahim menjawab: "Lalu mengapa kamu menyembahnya dan menganggapnya sebagai tuhanmu?". Ibrahim akhirnya dibakar oleh umatnya namun dia diselamatkan Tuhan. Keyakinan Ibrahim diuji ketika selama tiga malam berturut-turut dia bermimpi yang dalam mimpinya dia menerima perintah Tuhan untuk menyembelih anaknya Ismail. Padahal Ismail anak kesayangannya yang baru berangkat remaja dan baru sempat ia kunjungi di Mekkah setelah ditinggalkannya sejak bayi di sana. Tetapi keyakinannya tidak goyah sedikitpun. Demikian juga keyakinan Ismail akan kebenaran ajaran yang disampaikan oleh ayahandanya bahwa itu memang datangnya dari Tuhan semesta alam. Jadi memperhatikan alam semesta memang bisa memberi kita petunjuk tentang Tuhan. Namun, sebagaimana Nabi Ibrahim akhirnya mengakui bahwa tanpa petunjuk langsung dari Nya tidak mungkin orang akan bisa mendapatkan petunjuk yang benar. Artinya, tidak cukup mengandalkan akal kita saja untuk mengenal Tuhan. Kita harus mempelajarinya dari kitab-kitab suci. Tuhan memang menurunkan petunjuk Nya melalui manusia-manusia pilihan di dunia ini yaitu para nabi-nabi dan rasul-rasul yang diabadikan dalam kitab-kitab suci dan riwayat turun temurun sejak manusia menghuni bumi ini. Kisah tentang Siti Hajar, istri kedua Nabi Ibrahim A.S. menginspirasi kita tentang kapan datangnya pertolongan Tuhan. Ketika itu Siti Hajar menggendong bayinya Ismail A.S yang kehausan di bukit pasir Safa. Siti Hajar berlari-lari kecil menuju bukit pasir Marwa karena melihat seperti ada air di sana. Ketika sampai di sana dia tidak menemukan air dan dia kembali ke Marwa karena dia melihat lagi seperti ada air di bukit Safa. Ini terjadi sampai 7 kali sehingga akhirnya belia kehabisan tenaga dan terduduk lemah sambil berdoa di bukit Safa. Tepat di ujung kaki Ismail berbaring tiba-tiba dia melihat mata air mengalir bening yang sampai sekarang tidak pernah berhenti mengalir sepanjang jaman dan sangat terkenal dengan sebutan Sumur ZAM-ZAM. Kisah ini memberikan pelajaran kepada kita bahwa pertolongan Tuhan pasti datang, tetapi hanya bila kita sudah mengerahkan segala daya upaya kita yang ada dengan maksimal dan apabila sudah disertai pula dengan doa dan kepasrahan kita menyerahkan urusan itu sepenuhnya kepada Nya. Dengan kata lain, pertolongan Tuhan tidak akan turun kalau kita hanya mengandalkan kemampuan kita semata. Sebaliknya juga pertolongan Tuhan tidak akan turun kalau kita hanya mengandalkan doa semata. Kisah Nabi Musa dan Fir'aun menginspirasi kita tentang Kasih Sayang Nya. Bahwasanya Tuhan senantiasa membimbing manusia agar mengikuti jalan Nya. Nabi Musa khusus diutus Tuhan untuk memperingatkan Fir'aun. Padahal saat itu Fir'aun demikian sombongnya sehingga merasa dirinya tuhan. Kalau Tuhan menghendaki, Dia bisa langsung membinasakan Fir'aun, tetapi tidak. Tuhan mengutus Nabi Musa untuk membujuk Fir'aun agar melepaskan kaum Nabi Musa dari penindasan dan mengajaknya untuk beriman. Tetapi Fir'aun dan pengikutnya tetap ingkar dan mengejar pengikut Nabi Musa sampai di perbatasan Laut Merah. Ketika pengikut Nabi Musa merasa mereka akan terkejar oleh pengikut Fir'aun, Nabi Musa dengan yakin mengatakan: "Tuhanku akan menolongku". Nabi Musa diperintahkan Tuhan memukulkan tongkatnya ke permukaan laut. Seketika itu laut terbelah dua dan kedua rombongan itu pun melanjutkan perjalanan ke seberang. Fir'aun dan rombongannya ditenggelamkan ketika Nabi Musa dan pengikutnya sudah sampai di seberang. Saat sakratul maut, Fir'aun sempat mengakui Tuhannya Nabi Musa tetapi tobatnya sudah tidak diterima. Tuhan menutup pintu tobat saat seorang dalam sakratul maut.
Dalam siklus hidupnya seorang manusia pasti akan mengalami: 1. peringatan, dan 2. ujian keimanan. Peringatan dari Tuhan sangat bersifat pribadi disesuaikan dengan karakter manusia itu maupun perbuatannya. Peringatan dari Tuhan bertingkat-tingkat dan akan semakin keras diberikan apabila orang itu selalu mengabaikan peringatan-peringatan Nya. Sampai pada satu ketika seorang yang selalu mengabaikan peringatan-peringatan itu akan dibebaskan Tuhan untuk berbuat sesuka hatinya. Semakin orang ini melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan petunjuk Tuhan, semakin senang hidupnya. Orang seperti ini memang diberi kesempatan menikmati kesenangan dunia karena akhiratnya sudah dipastikan Tuhan akan sengsara. Semoga kita tidak termasuk golongan yang seperti ini. Sebaliknya, seorang yang dekat dengan Tuhan akan mendapat teguran-teguran yang semakin halus dan ujian-ujian keimanan yang semakin tinggi kualitasnya. Semakin dekat dia dengan Tuhan, semakin peka pula dia terhadap teguran-teguran halus dari Tuhan dan semakin tinggi pula kualitas ujian keimanan yang diterimanya. Demikianlah, Tuhan senantiasa mendahulukan Kasih Sayang Nya kepada hamba Nya. Oleh karena itu seseorang yang berputus-asa atas rahmat Tuhannya tergolong sebagai seorang yang mengingkari sifat Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Sebaiknya dia meyakini bahwa dia tidak akan mendapatkan tantangan hidup yang diluar batas kemampuannya. Dia seyogyanya untuk selalu berbaik sangka atas perbuatan Tuhan terhadapnya, seburuk apapun keadaan yang ia rasakan. Dia sebaiknya ingat, bahwa bahkan Tuhan masih membujuk Fir'aun melalui Nabi Musa untuk diberi peringatan sebelum Tuhan memutuskan "tiada maaf bagimu". Bintuni, 9 November 2012 Helfia Nil Chalis www.helfia.net
0 Comments
Leave a Reply. |
OUR BLOG
Gunakan Search Box di pojok kanan atas halaman ini untuk mencari artikel. Categories
All
AuthorHelfia Nil Chalis:
Archives
April 2024
|