Tulisan berikut ini disusun oleh Lisminto, teman saya sesama Alumni Teknik Kimia ITB angkatan 1977. Lisminto pernah meraih Penghargaan ASEAN Engineering Award tahun 1998 di Manila, Filipina, dan pemegang paten Pemurnian Aspal Buton dengan Metoda Ekstraksi Terbalik. Lisminto beranggapan Mak Eroh pantas meraih gelar insinyur. Mari kita simak pendapatnya berikut ini. Setelah 25 tahun lebih berkarya sebagai seorang Insinyur. Saya selalu teringat akan karya Mak Eroh. Ia bukan alumni ITB 77, bahkan bukan alumni sekolah apapun, sehingga berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia tidak berhak menyandang predikat Insinyur. Tetapi karena karyanya dalam bidang Engineering yang begitu spektakuler, ia menjadi layak bergelar Insinyur berdasarkan Colins- Dictionary. Sekedar mengingatkaan (bagi yang lupa), Mak Eroh adalah peraih penghargaan Kalpataru tahun 1990, atas karyanya membuat saluran air bawah tanah yang menembus bukit sepanjang lebih dari 5 km, untuk mengalirkan air kehidupan di daerah Tasikmalaya. Berkah dari saluran tersebut, beberapa desa yang sebelumnya dikenal daerah tandus berubah menjadi daerah subur yang berkecukupan air. Eloknya, dia mengerjakan proyek raksasa tersebut seorang diri, hanya sedikit mendapat bantuan suka rela dari anak cucunya. Tanpa sekolah insinyur, Mak Eroh telah mendemostrasikan dirinya sebagai insinyur paripurna melalui karyanya. Beberapa disiplin yang telah dicakupnya dalam karya tersebut antara lain Civil Engineering, Geologi, Hdrologi, Geodesi dll. Ia bertindak sebagai desainer dan kontraktor sekaligus. Didasari rasa kagum dan sekaligus ingin menjadikannya tauladan bagi sesama, pada kongres Persatuan Insinyur Indonesia (PII) 1989 di Hotel Indonesia Jakarta, saya mengusulkan kepada dewan penilai PII agar Mak Eroh diberikan Gelar Insinyur Kehormatan. Usul tentu ditolak oleh panitia, dan kemudian PII menetapkan Prof. Selo Sumardjan, Dr. Ibnu Sutowo dan pengusaha terkenal Sudwikatmono sebagai penerima gelar kehormatan. Kebesaran Mak Eroh terutama terletak pada keikhlasannya yang paripurna untuk berbuat demi kemaslahatan umat. Ia tidak membutuhkan prasyarat apapun untuk merealisasikan keyakinannya. Agak mengherankan, meski ia tidak pernah pakai sepatu, jejak langkahnya sama dengan iklan pabrik sepatu terkenal, “Just do it”. Keikhlasan dan Ibadah Menutup tulisan ini, saya teringat akan diskusi dua orang senior alumni yang membahas tentang berkarya di dunia dan mempersiapkan kehidupan setelah meninggal. Mereka sepertinya sedang bergiat di dua tempat yang berbeda, di satu sisi mendirikan yayasan sosial untuk mempersiapkan kehidupan di akhirat dan melakukan bisnis untuk kelangsungan hidup di dunia. Saya teringat akan pesan Emha Ainun Nadjib, yang intinya menyatakan bahwa “Pekerjaanku adalah ibadahku”. Dikutip dari Buku Kisah-kisah Sebuah Angkatan
0 Comments
Leave a Reply. |
OUR BLOG
Gunakan Search Box di pojok kanan atas halaman ini untuk mencari artikel. Categories
All
AuthorHelfia Nil Chalis:
Archives
April 2024
|