Mega, engkau diatas awan apakah telah terbang lebih tinggi lagi dan tak mungkin kembali ke bumi ? Aku tak peduli, kau ada di Surga atau di Neraka. Tapi aku ingin, kepastian hadir mu tak lagi di Bumi.
Selama ini, engkau melangit, bertengger di atas awan dengan penuh kesombongan, tak pernah menurunkan hujan, hanya awan yang menggumpal yang tak juga memberikan faedah bagi tanaman. Mega, aku tak peduli lagi warna mu, apakah merah, kuning, hijau, atau hitam pekat. Aku juga tak mau lagi mendongak memandang mu di langit nan biru. Aku hanya ingin kepastian. Bilakah engkau akan kembali ? Apakah, sepinya langit pagi ini tanpamu, adalah pertanda kepergianmu ? Apakah, Mega-mega lain telah siap mengambil tahta di kandang banteng untuk menjadi penggembala wong cilik ? Mega, lihatlah! Segenap rakyat, telah terlanjur bahagia tentang mu. Jangan ubah kebahagiaan mereka, menjadi duka dengan kehadiran mu. Tetapi sempurnakan kebahagiaan mereka, dengan berlalu nya dirimu. Sejumlah banteng juga sudah saling mengasah tanduk, untuk menguasai kandang banteng. Ada yang naik, ada pula yang terlempar. Tak bisa mereka berdiam, melihat tahta dan singgasana kuasa ada di depan mata. Mega, pergilah bersama debu-debu di langit. Carilah kolong langit, agar engkau bisa menghindari bertemu dengan akherat, suatu fase kehidupan yang tak kau yakini. Mega, angin berhembus kencang. Hadir mu pasti terhempas, semua hanya soal waktu saja.
0 Comments
Leave a Reply. |
OUR BLOG
Gunakan Search Box di pojok kanan atas halaman ini untuk mencari artikel. Categories
All
AuthorHelfia Nil Chalis:
Archives
April 2024
|