Oleh Alief Bakhtiar Seri tulisan ini adalah cuplikan dari buku Alief Bakhtiar "Mutiara Kehidupan Berbalut Salju" yang bercerita tentang pengalamannya ketika bertugas di Hammerfest - Norwegia sewaktu masih bekerja di Seksi Laboratorium Badak LNG, Bontang, Kalimantan Timur. Bersama Tim Badak LNG ketika itu Alief ditugaskan bersama-sama Tim start-up pabrik LNG di Hammerfest - Norwegia. Berbagai kisah menarik kiranya sangat penting agar kita sebagai satu bangsa bisa belajar dari bangsa lain yang sudah lebih maju budayanya. Saya akan menerbitkan tulisan Alief ini dalam beberapa seri. Semoga bermanfaat. Helfia Nil Chalis. Bisnis Internet. KISAH – 10, KETIKA MASA TUA Hari ini, hari Sabtu. Salah satu hari yang aku sukai karena hari Sabtu, aku libur kerja. Setiap Sabtu, yang kulakukan biasanya olah raga jalan kaki ke kota atau naik gunung, belanja di mini super market Domus, memasak makanan kesukaanku, nyuci baju dan santai nonton TV. Yang aku paling senangi, kalau pas kebetulan salju turun pagi hari atau habis salju turun lebat pada malam harinya, aku jalan kaki naik gunung. Sepanjang perjalananku naik gunung, semuanya terlihat serba putih tertutup salju. Setelah sampai diatas gunung atau lebih tepatnya perbukitan, aku bisa menatap kota Hammerfest yang serba putih karena rumah – rumah dan gedung - gedungnya tertutup salju. Indah sekali kelihatannya, apalagi disekeliling kota Hammerfest adalah lautan yang berwarna biru tua sehingga kombinasi warna putih dan biru tua sangat serasi. Walaupun terasa sangat dingin udaranya, namun keindahan alam, anugerah Allah SWT, membuatku betah untuk berdiri lama – lama di puncak gunung. Nomor dua yang paling aku senangi adalah berjalan kaki saat salju turun dari tempat tinggalku ke pusat kota Hammerfest. Perjalanannya memang cukup lama yakni sekitar 1 jam dengan jalan kaki yang biasa saja. Mungkin orang – orang Hammerfest sendiri bingung karena kalau salju turun lebat, biasanya malah mereka senang tinggal di rumah. Maklumlah, udara yang dingin dan kadang angin yang cukup kencang, seringkali mengiringi turunnya salju. Justru kondisi seperti itu, aku keluar rumah dan jalan kaki ke kota. Rasanya badan ini nikmat sekali, khususnya mukaku, rasanya seperti dipijit – pijit oleh butiran – butiran salju itu. Walaupun jalan jauh, aku tidak pernah merasakan capek atau pegal – pegal pada kakiku. Penyebabnya mungkin karena suhu udara yang sangat dingin, yang kadang sering sampai dibawah 0 oC, adalah sangat bagus untuk menjaga kebugaran otot – otot kakiku. Beberapa kali aku jalan kaki ke kota, aku menemukan suatu perasaan yang lain dengan kota Hammerfest di hari Sabtu dan Minggu. Perasaan ini pasti tidak mungkin akan dirasakan oleh penduduk Hammerfest, karena hal ini sudah menjadi persitiwa biasa. Aku merasakan, kalau di tanah air, suasana hari libur di kota atau pusat kota, rumah makan dan tempat hiburan biasanya akan diisi oleh banyak anak – anak muda dan para suami istri beserta anak – anaknya. Orang tua yang lanjut usia ada tetapi jumlahnya tentu tidak banyak alias sedikit.
Tetapi di jalan – jalan kota Hammerfest atau pusat kotanya, rumah makan dan tempat – tempat santai di taman kota, ternyata banyak diisi oleh orang tua yang lanjut usia pada hari Sabtu dan Minggu. Padahal banyak juga diantara mereka, untuk berjalan saja, harus memakai tongkat. Namun mereka tetap semangat, seakan ikut bergembira merasakan hari libur. Dan yang agak membuatku tercengang adalah dandanan mereka modis sekali seperti mau menghadiri acara pesta atau acara resmi saja. Bagi para perempuannya, mereka merias wajahnya secantik mungkin dan membawa tas wanita yang bagus – bagus. Aku pernah mencoba sengaja mengikuti salah seorang perempuan lanjut usia pada hari Sabtu. Kebetulan perempuan itu baru saja keluar rumah, pada saat aku jalan melewati depan rumahnya. Pakaian perempuan itu cukup modis dengan memakai syal di lehernya sambil menyandang tas kulit wanita yang cantik di bahunya. Jangan ditanya bau parfumnya, harum sekali! Cuman karena perempuan itu sudah pakai tongkat kalau jalan, maka otomatis jalanku juga aku perlambat, untuk bisa mengikutinya di belakang. Setelah perempuan itu berjalan sekitar 20 menit dari rumahnya, kemudian dia mampir di mesin ATM. Rupanya dia akan mengambil uang, mungkin untuk makan dan belanja di kota. Setelah itu, dia melanjutkan perjalanan menuju ke sebuah hotel di tengah kota. Aku berpikir untuk apa, perempuan itu pergi ke hotel. Mungkinkah dia akan bertemu teman – temannya di hotel ? Ternyata dugaanku benar. Sudah banyak teman – temannya, yang juga lanjut usia menunggunya di tempat makan dalam hotel itu. Setelah saling bersalaman dan peluk cium dengan teman - temannya, perempuan itu duduk bergabung. Rupanya mereka semua berkumpul untuk makan bersama di sebuah hotel. Di sela – sela makan, mereka dengan gembira bercanda ria, ngobrol dan saling bercerita satu sama lain. Kelihatannya mereka asyik sekali dan pasti akan lupa sejenak kesulitan atau pekerjaan mereka di rumah. Yang agak mengherankan bagiku, saat melihat perempuan itu dan teman – temannya di hotel, sama sekali tidak terlihat ada anak – anak kecil yang mungkin cucunya atau mungkin anak – anaknya ikut menemani. Maklumlah yang namanya orang lanjut usia, kadang untuk duduk atau berdiri saja susah. Tapi mereka ini, mandiri banget, sama seperti kita yang masih muda saja. Kalau di tanah air, hampir selalu, bila bapak ibu kita yang sudah tua ingin pergi, paling tidak kita sebagai anaknya atau cucunya selalu ikutan. Kayaknya kita khawatir banget sama orang tua kita kalau nanti terjadi apa – apa di jalan, siapa yang akan menolongnya. Kadang aku berpikir, di Hammerfest, sungguh tega, anak – anak membiarkan orang tuanya, yang sudah lanjut usia untuk pergi jalan sendiri ke kota. Tapi, begitulah, kenyataannya di kota Hammerfest. Aku mendengar dari temanku, orang Norwegia, tapi lupa namanya, orang – orang yang lanjut usia di Norwegia memang diberikan semacam tunjangan berupa uang untuk menopang kehidupannya sehari - hari. Uang itu dikirimkan oleh Pemerintah Norwegia ke rekening bank-nya setiap bulan. Makanya perempuan yang aku ikuti tadi bisa leluasa untuk mengambil uang miliknya, kemudian makan bersama – sama teman - temannya pada hari Sabtu dan Minggu. Aku membayangkan nikmat juga, menjalani masa usia tua di Norwegia. Jadi kesimpulanku, apa yang kita alami di masa muda, tidak akan banyak berkurang, saat kita tua di Norwegia. Sambil makan burger dan coca cola, aku duduk di tengah taman kota Hammerfest. Di sekelilingku banyak juga orang lanjut usia selain tentunya anak – anak muda dan anak – anak kecil. Aku kebetulan masih punya orang tua, yang memang sudah termasuk lanjut usia. Jadi, apa yang harus aku lakukan untuk orang tuaku agar bisa hidup secara lebih mandiri dan nyaman seperti perempuan tua di Hammerfest tadi ? Aku mencoba menjawabnya dengan membayangkan perempuan yang aku ikuti tadi pagi. Jawaban pertama adalah perempuan tua itu mempunyai uang yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya termasuk mungkin kesenangannya di masa mudanya, yakni makan – makan bersama teman – temannya. Aku berjanji agar kedua orang tuaku cukup mempunyai uang untuk kehidupan sehari – harinya dan mungkin memenuhi beberapa keinginan yang biasa dilakukan pada masa mudanya. Aku akan bicarakan dengan adik – adikku agar kita bersama – sama mencukupi kebutuhan finansial atau keuangan orang tuaku. Adalah wajar, orang tuaku sudah lelah bekerja untuk menghidupi aku dan adik - adikku termasuk menyekolahkanku. Di saat mereka sudah tua, kini kewajibanku untuk membalas budi baiknya. Allah SWT sangat menyukai hambanya yang berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Hanya ironisnya di tanah air, aku terlalu banyak menemui kasus yang membuatku sangat prihatin. Banyak orang tua di tanah air, justru dimasa tuanya, banyak diminta uang oleh anak – anaknya yang notabene sudah dewasa atau sudah lulus kuliah dan bahkan sudah juga bekerja. Bagaimana hal ini bisa terjadi ? Kita sebagai anak kadang malah berfoya – foya menggunakan uang orang tua kita yang sudah lanjut usia. Bayangkan saja, ada seorang ibu yang sudah tua, pensiunan guru SD, uang pensiunnya yang kecil, hampir setiap bulan dimintai oleh anak – anaknya untuk memenuhi kebutuhan susu anaknya atau malah untuk melunasi hutang – hutangnya. Padahal anaknya itu juga seorang pekerja kantoran. Sang ibu, tentu saja dengan kasih sayangnya kepada anak, memberikan saja uang pensiunnya. Tapi tidakkah, sang anak tahu, mungkin ibunya dalam batinnya menjerit dan menangis, kapan penderitaan ini akan berakhir. Semestinya, kalau perlu, kita bekerja siang dan malam untuk memenuhi kebutuhan kita sendiri, tanpa harus mengganggu keuangan orang tua kita. Kita semestinya yang ngasih orang tua kita uang, bukan kita malah minta uang kepada mereka. Masih banyak lagi kasus yang lain di tanah air, yang tentunya membuat hati kita miris dan sedih. Aku sangat bersyukur kepada Allah SWT bahwa setelah lulus kuliah, saya tidak pernah minta uang kepada orang tuaku, sepeser-pun ! Jawaban kedua adalah perempuan tua yang tinggal di Hammerfest itu mempunyai kebebasan untuk melakukan keinginannya terutama bersosialisasi dengan teman – teman seusianya. Keinginan, dalam hal ini, tentu saja keinginan yang baik, bukan keinginan yang buruk. Aku akan mencoba memahami apa sebenarnya keinginan atau kesenangan orang tuaku dimasa mudanya. Aku akan berikan kebebasan kepada orang tuaku untuk mencapai keinginannya itu. Kalau memang senang bersilaturrahmi atau bertemu teman – teman seusianya dulu, aku akan bantu untuk memfasilitasinya. Aku ingin sering mengantarkannya untuk menemui teman – teman lamanya. Atau juga, aku akan undang teman – teman orang tuaku untuk bisa makan di rumah orang tuaku atau di rumah makan. Aku hanya kadang menyayangkan keadaan orang tua yang lanjut usia di tanah air. Di saat mereka sudah usianya lanjut, malah banyak pekerjaan kita, yang diberikan kepada kedua orang tua kita. Contoh sederhana adalah mengasuh anak – anak kita. Kita mestinya punya kewajiban utama mengasuh anak – anak kita, bukan malah dibebankan kepada orang tua kita. Aku sering melihat banyak orang tua yang sudah lanjut usia, kelihatan kecapekan mengatasi nakalnya anak – anak kita atau cucu - cucunya. Orang tua kita hampir tidak punya kesempatan untuk memenuhi keinginan dan kebebasannya, misalnya, menghadiri pengajian, kalau orang tua kita beragama Islam. Baru pergi sebentar saja, orang tua kita kadang sudah kita marahi. Kita kadang tega kepada orang tua kita sendiri dengan memarahinya, kalau ada pekerjaan yang tidak beres dilakukannya. Dimana letak balas budi kita sebagai anak yang telah dilahirkan oleh ibu kita, dibesarkan oleh kedua orang tua kita, tapi di masa tua mereka, justru kita menyakiti hati mereka. Orang tua kita, pastilah akan sayang kepada anak – anak kita atau cucu - cucunya, tapi janganlah kita jadikan orang tua kita seperti pembantu buat rumah tangga kita. Allah SWT akan sangat murka kalau kita berbuat seperti itu. Helfia Nil Chalis. Bisnis Internet.
0 Comments
Leave a Reply. |
OUR BLOG
Gunakan Search Box di pojok kanan atas halaman ini untuk mencari artikel. Categories
All
AuthorHelfia Nil Chalis:
Archives
April 2024
|