Oleh Alief Bakhtiar Seri tulisan ini adalah cuplikan dari buku Alief Bakhtiar "Mutiara Kehidupan Berbalut Salju" yang bercerita tentang pengalamannya ketika bertugas di Hammerfest - Norwegia sewaktu masih bekerja di Seksi Laboratorium Badak LNG, Bontang, Kalimantan Timur. Bersama Tim Badak LNG ketika itu Alief ditugaskan bersama-sama Tim start-up pabrik LNG di Hammerfest - Norwegia. Berbagai kisah menarik kiranya sangat penting agar kita sebagai satu bangsa bisa belajar dari bangsa lain yang sudah lebih maju budayanya. Saya akan menerbitkan tulisan Alief ini dalam beberapa seri. Semoga bermanfaat. Helfia Nil Chalis. Bisnis Internet. KISAH – 11, TUGAS PARA BAPAK Ini adalah sekelumit kisah kekagumanku pada bapak – bapak, yang kebetulan punya anak di Hammerfest. Seperti biasanya, dihari libur seperti Sabtu atau Minggu, aku sering main ke toko – toko yang ada di kota Hammerfest. Aku betah sekali masuk toko – toko disana, selain barang – barang yang dijual bagus – bagus kualitasnya, penataan barangnya sangat baik. Dan ini yang aku paling suka, kita sebagai pembeli tidak terlalu diikuti oleh penjaga toko kemana – mana. Penjaga toko di Hammerfest ’cuek – cuek’, kecuali kita mau bertanya atau akan beli barang belanjaan, mereka dengan ramah sekali melayaninya. Pengalamanku belanja di tanah air, kalau kita melihat – lihat barang – barang yang dijual, seringkali selalu diikuti oleh penjaga toko itu. Jadi, kadang, mau melihat dan milih – milih barang jadi agak ’kikuk’. Beberapa kali aku mampir ke toko buku dan toko mainan anak, kulihat suatu suasana yang berbeda dengan toko buku dan toko mainan di tanah air. Hatiku bertanya, ini toko – toko, isinya banyak bapak – bapak dan anak – anak melulu. Mereka sedang beli buku, mainan atau bahkan hanya melihat – lihat saja. Para bapak juga sibuk menggendong anak – anak mereka, mengajaknya bermain sambil memilih jenis mainan yang diinginkan oleh anaknya. Rasanya senang banget melihat para bapak dengan kasih sayangnya, menggendong, berguling – guling di lantai, mengajak anak – anak mereka bermain. Kalau ada yang menangis, dengan sabarnya, para Bapak itu menghibur anak – anaknya agar berhenti menangis. Bahkan dalam sejumlah kesempatan, aku melihat para bapak ini, membawa anak – anaknya ke toko di Hammerfest dengan menggunakan kereta bayi, bukan digendong. Mungkin pemandangan ini, yakni para bapak mendorong kereta bayi di jalan atau trotoar, pasti jarang kita lihat di tanah air. Dalam hati kecilku, alangkah enaknya, jadi para ibu di Hammerfest saat hari – hari libur seperti Sabtu dan Minggu. Mereka tidak perlu mengasuh anak – anaknya, karena para bapak yang akan mengambil tugas mengajak anak – anaknya jalan – jalan dan bermain. Tapi ternyata, apa yang aku rasakan di hati kecilku, salah sama sekali. Ternyata para ibu di hari libur, mengerjakan banyak pekerjaan rumah yang tidak bisa tertangani selama seminggu seperti membersihkan rumah, mencuci mobil, memasak dan pekerjaan rumah lainnya. Kebanyakan para ibu di Hammerfest adalah juga pekerja, baik formal maupun informal, namun dalam kesehariannya, sebagai ibu yang baik, mereka juga tetap mengurus anak – anaknya. Jadi maklum saja, kalau kemudian, banyak pekerjaan rumah yang tidak bisa dikerjakan pada hari – hari biasa, maksudnya bukan hari libur. Pekerjaan rumah tangga yang belum bisa dikerjakan itu, kemudian dikerjakan pada hari – hari libur. Rumah tangga di Hammerfest jarang sekali memperkerjakan pembantu karena memang gaji pembantu di Hammerfest cukup tinggi. Karena itu, pekerjaan rumah tangga, harus ada kerja sama yang baik antara suami dan istri untuk bisa membereskannya. Makanya, yang aku lihat para bapak ’momong’ anak – anaknya di toko buku dan toko mainan pada hari libur, adalah hal biasa di Hammerfest. Tapi bagi kita yang di tanah air, bisa saja hal ini menjadi luar biasa, kalau bisa banyak terjadi di tanah air. Sementara, para bapak main dengan anaknya di luar rumah, para ibu pada sibuk di rumah. Hal ini semestinya bisa menjadi contoh bagi kita, yang sudah berumah tangga. Pembagian tugas yang jelas dan ada kebersamaan yang tulus antara suami dengan istri untuk sama – sama mengerjakan pekerjaan rumah tangga dan mengurus anak.
Pernah suatu saat, aku ingat, hari itu Senin pagi di Laboratorium LNG Hammerfest, aku lihat celana panjang yang dipakai Fred Archer, Kepala Seksi Laboratorium, berlumuran cat. Aku agak heran juga, kenapa celana panjangnya bisa kena cat. Lalu aku tanyakan saja, kenapa celananya bisa terkena banyak cat. Dia cerita kalau, hari liburnya, dia pakai celana itu untuk mengecat rumahnya bersama – sama istrinya. Saya bilang, kenapa tidak minta bantuan tukang cat saja, untuk mengecat rumahnya. Dengan spontan, dia menjawab, bayaran alias upah tukang cat di Hammerfest itu mahal sekali. Ternyata, sekali lagi, aku temukan kebersamaan suami istri dalam mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Kalau kita pikir, pekerjaan ngecat rumah, sebenarnya pekerjaannya laki – laki, karena diperlukan tenaga yang lumayan berat. Namun istri Fred Archer, dengan senang hati membantu suaminya, mengecat rumah. Hikmah dari cerita singkat di Hammerfest ini adalah sebenarnya tidak ada perbedaan peran para bapak atau suami dan para ibu atau istri dalam mengurus pekerjaan rumah tangga dan anak – anak kita. Kita, yang hidup di tanah air, kadang sering membedakan pekerjaan rumah tangga berdasarkan aturan – aturan yang sebenarnya tidak perlu. Pekerjaan ini harus dilakukan oleh para ibu atau istri, sedangkan pekerjaan itu harus dilakukan oleh para bapak atau suami. Akibatnya, sering saya temui, para ibu yang letih dan kepayahan mengurus pekerjaan rumah tangga sehari – hari termasuk anak. Pernah juga saya temui, beberapa bapak yang juga merasakan kelelahan karena setelah pulang kerja, masih harus mengerjakan pekerjaan rumah tangga, yang tidak bisa dikerjakan para ibu atau istrinya. Kita mungkin harus mulai latihan untuk bisa mengerjakan pekerjaan rumah tangga yang ringan atau bahkan agak berat, yang biasa dilakukan oleh para ibu atau istri kita. Istri kita pun juga mulai latihan untuk bisa mengerjakan pekerjaan rumah tangga yang biasa dilakukan oleh para bapak atau suami. Dengan demikian antara suami dan istri memungkinkan untuk bisa membantu satu sama lain seperti yang dilakukan oleh Fred Archer tadi, yakni mengecat rumah bersama – sama dengan istrinya. Kalau memang istri kita sudah kecapekan sekali mengurus anak – anak seharian, bolehlah sesekali kita memasak untuk istri dan anak kita. Karena memang kita sudah belajar atau berlatih untuk bisa memasak. Jadi dengan demikian pekerjaan istri kita juga terbantu, sehingga istri kita pun tidak terlalu kelelahan dalam mengurus pekerjaan rumah tangga. Sebaliknya, istri kita juga tangkas dalam hal mencuci mobil, sehingga kalau kita kecapaian kerja di kantor, istri kita bisa bantu untuk cuci mobil. Istri juga sudah tidak canggung lagi mencuci mobil karena sudah sering ikut membantu suami untuk mencuci mobil. Kesimpulannya, dalam pekerjaan rumah tangga dan mengurus anak, sebenarnya tidak ada pekerjaan milik para bapak atau suami dan tidak ada pekerjaan milik para ibu atau istri. Yang ada adalah pekerjaan rumah tangga dan mengurus anak adalah pekerjaan bersama antara para bapak atau suami dan para ibu atau istri. Suami dan istri harus saling bantu – membantu atau gotong royong untuk menyelesaikan pekerjaan rumah tangga dan mengurus anak. Karena kalau sampai terjadi kelelahan, entah itu suami atau istri, karena melakukan pekerjaan rumah tangga dan anak maka hal ini akan memicu adanya ketidak harmonisan sebuah rumah tangga. Helfia Nil Chalis. Bisnis Internet.
0 Comments
Leave a Reply. |
OUR BLOG
Gunakan Search Box di pojok kanan atas halaman ini untuk mencari artikel. Categories
All
AuthorHelfia Nil Chalis:
Archives
April 2024
|