Oleh Alief Bakhtiar Seri tulisan ini adalah cuplikan dari buku Alief Bakhtiar "Mutiara Kehidupan Berbalut Salju" yang bercerita tentang pengalamannya ketika bertugas di Hammerfest - Norwegia sewaktu masih bekerja di Seksi Laboratorium Badak LNG, Bontang, Kalimantan Timur. Bersama Tim Badak LNG ketika itu Alief ditugaskan bersama-sama Tim start-up pabrik LNG di Hammerfest - Norwegia. Berbagai kisah menarik kiranya sangat penting agar kita sebagai satu bangsa bisa belajar dari bangsa lain yang sudah lebih maju budayanya. Saya akan menerbitkan tulisan Alief ini dalam beberapa seri. Semoga bermanfaat. Helfia Nil Chalis. Bisnis Internet. KISAH - 13, BUKAN KAMBING HITAM Senangnya bekerja di Laboratorium LNG Hammerfest adalah adanya rasa kebersamaan yang kuat atau gotong royong dalam mengerjakan sampel analisis rutin dan non rutin. Terkadang sampel analisis yang ada di Laboratorium sangat banyak sehingga tidak bisa ditangani segera oleh analis yang biasa mengerjakannya. Pada saat itu, maka siapa saja di Laboratorium, entah itu Kepala Seksi, Kimiawan, analis yang lain, biasanya tanpa diminta, akan segera membantu pekerjaan analis yang ’kebanjiran’ sampel tsb. Suatu hari, aku ingat hari itu - hari Jum’at, cukup banyak sampel analisis di Laboratorium, sehingga semua teman – temanku mulai sibuk semuanya dengan pekerjaan analisis-nya. Ada satu jenis analisis, yang belum bisa dikerjakan karena keterbatasan pekerja di Laboratorium, yaitu Kebutuhan Oksigen Biologis (BOD : Biological Oxygen Demand) untuk sampel air dari buangan kilang LNG. Segera saja, aku bantu temanku yang biasa mengerjakannya analisis BOD tsb. Aku sebenarnya kurang bisa mengerjakan analisis BOD namun aku yakin akan bisa mengerjakan sampel air tsb. Tahapan kerja yang belum aku tahu, bisa aku lihat dalam buku panduan analisis-nya. Akhirnya, aku mulai sibuk mengerjakan sampel air itu untuk analisis BOD. Aku sebenarnya juga heran dengan teman – teman Norwegia ini, mereka itu sangat percaya dengan kemampuan orang lain dalam hal analisis. Mereka tidak pernah menanyakan apakah saya sudah pernah melakukan analisis ini atau belum. Saling percaya itulah, yang membuat aku nyaman bekerja di Laboratorium LNG. Aku bisa belajar tentang berbagai analisis yang baru buatku, tanpa dibayangi ketakutan seandainya aku berbuat salah. Salah satu tahapan analisis BOD adalah mendinginkan sampel air yang sudah ditambahkan bahan kimia yang diperlukan pada suhu 20 oC selama 5 hari. Untuk keperluan itu, sampelnya harus dimasukkan ke pendingin yang bisa diatur suhunya. Setelah semua sampel air-nya aku masukkan ke dalam lemari pendingin maka aku mengatur suhu pendingin itu sebesar 20 oC. Sayangnya, angka yang tertera dalam indikator suhu pendingin sudah mulai setengah buram. Tapi aku tetap yakin bahwa telah benar mengatur suhu-nya pada 20 oC. Aku tidak memperhatikan lagi bahwa indikator suhu itu bisa positif (plus : +), artinya diatas 0 oC dan bisa juga negatif (minus : -), artinya dibawah 0 oC. Jadi semestinya aku mengaturnya pada suhu postif 20 oC (+ 20 oC). Kecerobohanku adalah tidak menanyakan dulu kepada teman analis yang lain, yang biasa memakainya, apakah aku sudah benar mengatur suhunya atau belum. Setelah selesai memasukkan semua sampel air ke dalam pendingin, aku bersiap – siap untuk pulang. Jam saat itu sudah menunjukkan hampir jam 16.00 sore hari. Hari itu aku merasa senang sekali, karena besoknya adalah hari libur, yaitu hari Sabtu. Dengan riang gembira, kemudian aku pulang ke Dormitori dengan naik bis perusahaan. Aku sungguh yakin bahwa apa yang aku lakukan hari ini, yaitu analisis COD, telah benar sesuai dengan prosedur analisis yang ada. Karena banyak kegiatanku di hari libur Sabtu dan Minggu, aku sama sekali melupakan pekerjaan di Laboratorium selama satu minggu ini. Setelah menikmati hari istirahatku di Sabtu dan Minggu, tibalah hari Senin, dimana aku harus mulai bekerja lagi di Laboratorium. Seperti biasa di hari Senin, rasa malas menghinggapi diriku pagi itu, saat mulai naik bis di depan Dormitori menuju tempat kerjaku. Pada saat, aku datang ke Laboratorium, aku lalu segera teringat bahwa aku mendinginkan sampel air di lemari pendingin. Setelah aku meletakkan tas ransel-ku di meja kerja, aku segera pergi untuk melihat sampel air yang sedang didinginkan. Betapa terkejutnya aku, ternyata sampel air yang berjumlah sekitar 10 botol itu, lenyap, sudah tidak ada di lemari pendingin. Kemana hilangnya sampel air itu atau siapa yang usil mengambilnya, pikirku saat itu. Aku cukup panik saat itu karena aku tahu bahwa kalau sudah selesai analisis BOD, hasilnya harus segera diinformasikan kepada Operation Team LNG Hammerfest. Akhirnya, aku pergi menemui Kepala Seksi Laboratorium, Fred Archer, untuk melaporkan hilangnya sampel air tsb. Setelah mendengar laporanku, Fred Archer, hanya tersenyum, sambil mengatakan biarlah sampel air itu hilang, tidak menjadi masalah. Aku sungguh heran dibuatnya, bagaimana bisa, sampel analisis-nya hilang, sepertinya Fred Archer malah tenang – tenang saja. Padahal dia sebagai Kepala Seksi harus segera melaporkan hasil analisis BOD kepada Operation Team LNG Hammerfest, kalau analisisnya sudah selesai. Kemudian, Fred Archer, memintaku duduk manis dan dia berjanji akan menjelaskan kehilangan sampel tsb. Dia dengan ramahnya, menanyakan kepadaku, apakah aku sudah benar mengatur suhu pendingin itu positif 20 oC (+ 20 oC). Kujawab spontan bahwa aku yakin telah benar mengatur suhunya sebesar positif 20 oC (+ 20 oC). Tapi kemudian Fred Archer menjelaskan bahwa ada analis yang bekerja lembur di hari minggu, menemukan bahwa semua sampel air dalam botol yang aku dinginkan tumpah sampai keluar dari lemari pendingin. Setelah dicek suhu lemari pendingin, ternyata bukan positif 20 oC (+ 20 oC) melainkan minus 20 oC (- 20 oC). Akibatnya, semua sampel air memuai karena terlalu dingin dan memecahkan botol sampel yang dipakai. Kemudian, semua tumpahan sampel air termasuk botol yang pecah, segera dibersihkan oleh analis itu. Mendengar penjelasan Fred Archer, aku duduk termenung sembari minta maaf akan kejadian itu. Kujelaskan juga kepadanya, memang sebenarnya, aku agak ragu saat mengatur suhu pendingin itu, karena memang angkanya sudah agak buram dan tanda positif negatif-nya sudah hampir tidak kelihatan lagi. Namun semuanya sudah terjadi sehingga tidak ada gunanya menyesalinya. Aku sadar bahwa kecerobohanku telah menyusahkan orang lain sehingga semestinya hasil analisis BOD bisa segera dilaporkan, terpaksa harus diulang lagi analisis-nya. Sikap Fred Archer, yang lemah lembut, menyampaikan penjelasannya, sungguh membuat aku malu. Tidak ada kata – katanya, yang membuatku menjadi ”kambing hitam” atas peristiwa itu. Peristiwa yang terjadi itu, sepertinya peristiwa yang biasa saja, tidak perlu dibuat menjadi suatu kepanikan. Sepertinya aku tidak dianggap bersalah telah menyebabkan peristiwa itu. Sekali lagi, tidak ada yang di ”kambing hitamkan” atas peristiwa itu. Namun sikap yang bijak dari Fred Archer itu justru meluluh lantakkan hati dan pikiranku bahwa aku kemudian sadar sesadar – sadarnya akan kesalahanku. Kuakui sejujurnya bahwa aku memang salah atau ceroboh. Setelah keluar dari ruangan Fred Archer, kemudian aku bertemu dengan teman – teman Norwegia-ku yang lain. Mereka dengan ramah menyapaku dan menanyakan apa saja kegiatanku di hari Sabtu dan Minggu. Mereka seolah – olah tidak tahu akan peristiwa yang terjadi pada hari minggu itu. Padahal aku yakin, sebagian mereka pasti tahu akan peristiwa di hari minggu itu. Sepertinya, mereka secara langsung atau tidak langsung menghiburku agar segera melupakan kesalahanku dengan tidak menyinggung atau menanyakan sama sekali tentang peristiwa hari minggu itu. Teman – temanku pasti tahu bahwa aku tentu masih dibebani oleh rasa bersalah yang mendalam, namun dengan sikap baik teman – temanku, hari Senin itu aku tetap bisa bekerja dengan normal. Sore harinya, setelah pulang kerja, aku duduk dalam kamarku menghadap ke laut sambil merenungkan kejadian Senin siang ini. Memang tidak banyak atasan atau teman kerja, yang mampu membangkitkan rasa bersalah kita dengan cara – cara yang bijaksana sekaligus menghibur kita agar kita jangan terlalu larut dalam rasa bersalah itu. Rasa bersalah yang berlebihan kadang bisa membuat kita menjadi frustasi, yang akhirnya malah merugikan diri kita sendiri termasuk teman – teman kita. Dari banyak pengalamanku di tanah air, kalau kita tahu bahwa kita salah atau ceroboh dalam pekerjaan sehingga terjadi peristiwa yang merugikan perusahaan dan orang lain, maka yang kita lakukan adalah biasanya berbohong kepada atasan dan teman – teman kita. Kita buat sedemikian rupa situasinya atau alasannya sehingga orang lain-lah yang salah atau ceroboh, kita yang benar. Kenapa kita lakukan hal yang jelek itu, karena kalau kita mengaku salah maka bukannya kita dibantu untuk memperbaiki kesalahan itu di masa datang tapi malah kita dijadikan ”kambing hitam” atas peristiwa yang terjadi. Akibatnya, kita kadang mendapatkan ”caci maki” atau ”sumpah serapah” dari atasan kita atau teman – teman kita sendiri. Kesalahan kita ini, kadang juga dijadikan senjata untuk menjelek – jelekkan kita di suatu saat nanti atau bahkan digunakan untuk tujuan negatif lainnya seperti mutasi atau pemecatan kalau kita sebagai pegawai. Dengan demikian yang timbul dalam hati kita, bukannya janji untuk mau memperbaiki kesalahan kita tetapi malah dendam kepada atasan dan teman – teman kita, yang sok usil menjelek – jelekkan kita atas sebuah kesalahan. Aku berjanji dalam hati untuk meniru apa yang telah dilakukan oleh Fred Archer dan teman – teman Norwegia-ku agar budaya ”kambing hitam” atas sebuah kesalahan bisa dihilangkan dari diriku. Adanya kesalahan dari seseorang apalagi teman kerja, tidaklah perlu dibesar – besarkan atau kalau perlu malah disembunyikan. Namun dengan cara bijaksana dan tutur kata yang lembut, teman kita atau bahkan atasan kita yang bersalah tadi dibangkitkan gairah atau semangat untuk bisa memperbaiki kesalahannya dan tidak mengulanginya di masa datang. Helfia Nil Chalis. Bisnis Internet.
0 Comments
Leave a Reply. |
OUR BLOG
Gunakan Search Box di pojok kanan atas halaman ini untuk mencari artikel. Categories
All
AuthorHelfia Nil Chalis:
Archives
April 2024
|