Oleh Alief Bakhtiar Seri tulisan ini adalah cuplikan dari buku Alief Bakhtiar "Mutiara Kehidupan Berbalut Salju" yang bercerita tentang pengalamannya ketika bertugas di Hammerfest - Norwegia sewaktu masih bekerja di Seksi Laboratorium Badak LNG, Bontang, Kalimantan Timur. Bersama Tim Badak LNG ketika itu Alief ditugaskan bersama-sama Tim start-up pabrik LNG di Hammerfest - Norwegia. Berbagai kisah menarik kiranya sangat penting agar kita sebagai satu bangsa bisa belajar dari bangsa lain yang sudah lebih maju budayanya. Saya akan menerbitkan tulisan Alief ini dalam beberapa seri. Semoga bermanfaat. Helfia Nil Chalis. Bisnis Internet. Helfia Store. KISAH – 15, SENANGNYA IKAN SUNGAI Cerita ini sebenarnya berasal dari teman Indonesia-ku, yang juga sama – sama bekerja di Hammerfest LNG. Sebut saja namanya Budi. Beda dengan aku yang mempunyai spesialisasi kimia dan bekerja di Laboratorium LNG, Budi ini seorang insinyur instrumentasi dan bekerja di Departemen Pemeliharaan (Maintenance). Kantor kami berdekatan dalam satu gedung, hanya saja aku di lantai 1 dan Budi berkantor di lantai 2. Karena sama – sama dari Indonesia dan kantornya berdekatan, aku sering ngobrol berdua dengannya pada jam kerja atau kebetulan pada jam makan siang. Budi ini, kuakui memang pintar orangnya, jadi kalau aku tanya tentang apa aja, sepertinya pasti bisa dijawabnya.
Pada suatu sore, saat pulang kerja, aku dan Budi kebetulan bertemu di depan kantor Hammerfest LNG untuk sama – sama pulang naik bis ke Dormitori, tempat tinggal kita berdua. Budi cerita bahwa dia ingin mengajak anak – anaknya mancing di sungai sekitar Hammerfest pada saat hari libur Sabtu atau Minggu. Katanya, anak - anaknya hobi banget memancing ikan. Menurut informasi dari teman Norwegia-nya, sungai di sekitar Hammerfest banyak ikannya. Karena itulah, Budi sangat tertarik untuk mancing bersama anak – anaknya. Aku sebenarnya juga tertarik untuk ikut memancing bersamanya, tapi karena pergi mancingnya akan bersama – sama keluarganya, maka aku jadi agak segan untuk ngomong keinginanku ini. Lebih dari 5 hari setelah pembicaraan tentang mancing itu, aku tidak pernah bertemu lagi dengan Budi. Mungkin dia sedang sibuk sekali, sehingga sering pulang agak malam. Namun akhirnya, pada suatu sore, saat pulang kerja, aku dan Budi ketemu lagi di depan kantor LNG Hammerfest. Seperti biasanya, sambil menunggu bis datang, aku menanyakan tentang acara mancingnya bersama keluarga. Dengan semangatnya, dia bercerita bahwa memancing ikan di sungai Hammerfest, berbeda dengan di tanah air. Aku langsung berpikir dalam hati, dimana bedanya, yang namanya mancing di dunia manapun, pasti akan sama saja. Teknik dan peralatan mancingnya serta umpannya, mungkin saja berbeda disesuaikan dengan jenis ikan yang akan dipancing. Ternyata, pikiranku, memang sama sekali salah. Budi melanjutkan ceritanya, bahwa setelah dia membeli peralatan mancing di sebuah toko maka ada beberapa persyaratan yang dipenuhi agar bisa memancing di sungai Hammerfest. Syarat pertama, dia harus mendaftarkan diri ke perkumpulan (club) memancing di Hammerfest. Kemudian syarat kedua, Budi juga harus membayar sejumlah uang sebagai iuran anggota perkumpulan itu. Uang ini akan dipakai untuk melakukan pelestarian ikan – ikan yang ada di sungai agar tidak cepat habis alias punah. Selain kedua syarat itu, jumlah ikan yang boleh dipancing juga dibatasi. Mendengar penjelasan Budi, aku termenung, ternyata, mancing di sungai Hammerfest, tidak gampang seperti di tanah air. Memang cara yang dibuat oleh Pemerintah Kota Hammerfest, sangat bagus untuk melestarikan ikan di sungainya. Makanya tak heran kalau sungai di Hammerfest ikannya tetap saja banyak, walaupun mungkin sudah bertahun – tahun jadi tempat pemancingan. Sungainya juga bersih dari sampah – sampah, karena memang ada dana khusus untuk pelestarian ikan di sungai. Alangkah senangnya, jadi ikan di sungai Hammerfest, celotehku kepada Budi saat bis datang menjemput kami berdua pulang ke Dormitory. Kalau di tanah air, dimana sungai, aku ingin mancing, disitulah aku bisa langsung mancing. Tidak ada yang melarangnya. Berapapun jumlah ikan yang aku dapat, tidak menjadi masalah. Tidak ada jumlah batasan ikan yang boleh aku pancing. Akibatnya, sangat jelas, banyak sungai di tanah air, sekarang sudah susah mendapatkan ikan kalau kita mancing disitu. Tentunya, makin sedikitnya ikan di sungai kita, tidak hanya disebabkan oleh banyaknya orang mancing tetapi juga cara orang kita menangkap ikan di sungai seperti pakai bom ikan, dijala atau pakai setrum listrik. Cara – cara menangkap ikan seperti ini, sama sekali tidak bisa dilakukan di sungai Hammerfest. Hal lain yang sangat besar pengaruhnya terhadap jumlah ikan di sungai kita adalah adanya pencemaran limbah industri. Banyak industri begitu saja membuang limbah yang berbahaya dan beracun ke sungai tanpa dilakukan pengolahan limbah sebelumnya. Kalaupun ada unit pengolah limbah di industri – industri di tanah air, belum tentu unit itu bisa berfungsi dengan baik untuk mengolah limbah. Memang mengolah limbah industri itu memerlukan biaya yang besar. Namun biaya itu sebenarnya sangat tidak sebanding dengan dampak pencemaran yang ditimbulkan akibat limbah yang berbahaya itu. Bahkan hebatnya lagi, saat hujan lebat, dimana jumlah air di sungai menjadi sangat banyak, adalah saat yang tepat untuk membuang limbah berbahaya dari industri. Harapannya, limbah yang berbahaya tadi, akan diencerkan oleh air hujan. Padahal cara seperti ini tidak dibenarkan oleh peraturan lingkungan hidup di negara kita. Payahnya lagi di negara kita, pengawasan lingkungan dan penegakan hukum pelanggaran lingkungan khususnya perairan sangat lemah. Tak aneh, ketika aku pulang kampung, tak lagi kutemui banyak ikan di sungai atau di sawah seperti dulu aku kecil.
0 Comments
Leave a Reply. |
OUR BLOG
Gunakan Search Box di pojok kanan atas halaman ini untuk mencari artikel. Categories
All
AuthorHelfia Nil Chalis:
Archives
April 2024
|