Oleh Alief Bakhtiar Seri tulisan ini adalah cuplikan dari buku Alief Bakhtiar "Mutiara Kehidupan Berbalut Salju" yang bercerita tentang pengalamannya ketika bertugas di Hammerfest - Norwegia sewaktu masih bekerja di Seksi Laboratorium Badak LNG, Bontang, Kalimantan Timur. Bersama Tim Badak LNG ketika itu Alief ditugaskan bersama-sama Tim start-up pabrik LNG di Hammerfest - Norwegia. Berbagai kisah menarik kiranya sangat penting agar kita sebagai satu bangsa bisa belajar dari bangsa lain yang sudah lebih maju budayanya. Saya akan menerbitkan tulisan Alief ini dalam beberapa seri. Semoga bermanfaat. Helfia Nil Chalis. Ayo Mencari Uang di Internet. KISAH – 2, MUSIBAH BADAI SALJU Pagi ini, aku semangat sekali berangkat ke kantor, sebuah Laboratorium LNG. Cuaca pagi yang cerah, walaupun dingin, sekitar - 5 oC, menyertai suasana hati yang riang sepanjang perjalanan ke kantor. Siang ini, sekitar jam 10 pagi, aku akan pulang cepat dari kantor dan selanjutnya berangkat liburan ke Indonesia. Aku mendapat libur 2 minggu, setelah bekerja selama 6 minggu di Hammerfest LNG. Pengaturan kerjaku di Hammerfest LNG mengikuti ketentuan kontrak yang sudah aku sepakati dengan Statoil - perusahaan Minyak dan Gas Norwegia. Aku kerja 6 minggu di Hammerfest LNG dan libur 2 minggu di Indonesia. Biaya pulang ke Indonesia dan kembali ke Hammerfest ditanggung sepenuhnya oleh Statoil. Setelah sampai di kantor, teman – teman menyalamiku, mengucapkan selamat jalan. Tak lupa, mereka menitipkan salam hangat untuk keluargaku di tanah air. Betapa gembiranya hari ini, terbayang aku akan bertemu dengan keluarga dan makan masakan kesukaanku lagi. Walaupun ada di kantor, aku tak bekerja seperti biasanya, namun hanya membuka dan membalas email saja yang masuk ke inbox – ku. Manusia boleh punya keinginan tapi hanya Allah SWT yang menentukannya. Sekitar jam 9 pagi, Fred Archer, Kepala Laboratorium LNG, menyampaikan kepadaku bahwa telah terjadi badai salju. Akibatnya, lapangan terbang Hammerfest harus ditutup dan pesawat tidak boleh terbang atau mendarat. Aku segera menoleh ke jendela dan memang salju sedang turun dengan lebatnya. Badanku langsung lemas mendengar kabar buruk ini. Kubayangkan pagi tadi cerah sekali, tapi kenapa hanya selisih 2 jam saja, bisa terjadi badai salju. Aku mengerti kejadian alam ini setelah Fred Archer menjelaskannya kepadaku. Dia berkata, ”Cuaca yang cepat berubah itu karena memang Hammerfest terletak dekat dengan Kutub Utara!”. Sedih sekali hatiku saat itu, terbayang kecemasan keluargaku seandainya tahu ada badai salju menjelang kepulanganku ke Indonesia. Aku hanya terdiam, sambil berpikir apa yang harus aku lakukan, kalau sampai penerbanganku dari Hammerfest gagal hari ini. Aku juga berpikir, teman - temanku di kantor, pasti juga tidak akan bisa membantu memecahkan masalahku. Karena badai salju ini adalah kejadian alam, tidak bisa dikontrol oleh manusia. Akhirnya, aku pasrah saja kepada Allah SWT, terserah kapan aku bisa pulang ke Indonesia! Perjalanan dari Hammerfest ke Jakarta memang cukup melelahkan. Aku harus ganti pesawat sebanyak 4 kali. Pertama kali, aku harus naik pesawat dari Hammerfest ke Tromso. Kemudian, naik pesawat lagi ke Oslo, ibu kota Norwegia. Dari Oslo, aku melanjutkan lagi perjalanan ke Amsterdam, ibu kota Belanda. Setelah itu, aku naik pesawat lagi ke Jakarta dengan transit di Kuala Lumpur, Malaysia. Lama perjalanan dengan pesawat ke Jakarta dari Hammerfest kurang lebih 2 hari. Aku sadar akan apa yang terjadi kalau aku sampai tidak bisa berangkat tepat waktu dari Hammerfest. Semua tiket pesawatku bisa hangus alias tidak terpakai. Yang terpenting lagi, aku akan tertunda untuk bertemu keluargaku di tanah air. Disaat aku pasrah atas apa yang akan terjadi, kulihat Fred Archer sibuk berbicara dengan Leif Torre, Senior Analyst Laboratorium LNG. Aku tak mengerti apa yang mereka bicarakan. Maklumlah, aku tak paham bahasa Norwegia, yang dialeknya mirip - mirip dengan bahasa orang Belanda. Komunikasiku dengan teman - teman Norwegia atau negara lain di Hammerfest adalah bahasa Inggris. Sebentar kemudian, kulihat Fred sibuk telepon, entah kemana dan dengan siapa. Tetapi sepertinya pembicaraaannya cukup serius. Tak lama setelah selesai telepon, Fred Archer menemuiku. Aku berpikir mungkin dia mau menghiburku karena gagal berangkat ke Indonesia hari ini. Ternyata diluar dugaanku, Fred Archer menyampaikan sebuah informasi yang sangat melegakan hatiku. Informasi itu bisa diibaratkan seperti setetes air di tengah padang pasir! Informasi itu sangat membahagiakanku! Akhirnya aku bisa pulang ke tanah air hari ini dari Hammerfest! Fred Archer minta aku berangkat dari Hammerfest ke Alta dengan Leif Torre jam 11 siang dengan naik kapal cepat. Saat itu, aku baru tahu bahwa Leif Torre juga akan pergi ke Oslo hari ini untuk berlibur. Badai salju memang menghambat perjalanan pesawat dan bis antar kota, tetapi untuk perjalanan laut masih bisa dilewati dengan naik kapal cepat. Dari Alta, perjalanan ke Oslo bisa dilanjutkan dengan pesawat terbang. Fred Archer juga menyampaikan bahwa tiket pesawat dari Alta ke Oslo sudah diurus oleh petugas dari lapangan terbang Hammerfest. Ternyata diam - diam, Fred Archer sudah mengatur semua keperluanku dari Hammerfest sampai Oslo. Dengan suara terbata - bata karena suasana hati yang haru sekaligus gembira, kuucapkan banyak terima kasih atas bantuannya! Akhirnya dengan diantar teman kantor, aku dan Leif Torre naik kapal cepat jam 11 siang. Saat mau naik kapal, masalah serius muncul, karena aku tidak punya kartu kredit yang sesuai permintaan petugas kapal. Saat aku bingung, Leif Torre menyodorkan kartu kreditnya kepada petugas kapal untuk membayar tiketku. Aku bilang, uangnya akan aku ganti kalau sudah kembali lagi ke Hammerfest. Dengan bahasa halusnya, dia menolak usulanku. Dia berkata,”Tidak usah diganti uangku, Perusahaan akan mengganti semua uang yang dikeluarkan untuk membeli tiket kapalku!”. Aku hanya berpikir, ”Bagaimana bisa pengeluaran uang untuk orang lain akan dibayar oleh Perusahaan!”. Mungkin ini hanya caranya saja untuk menolak pengembalian uangnya olehku. Sepanjang perjalanan dengan kapal sampai Alta, kemudian check in pesawat di counter tiket sampai masuk ruang tunggu keberangkatan ke Oslo, Leif Torre selalu mendampingiku. Sepertinya dia khawatir, aku akan menemui kesulitan lagi. Saat aku mulai duduk, Leif Torre cerita bahwa jam terbang pesawatnya ke Oslo, berbeda dengan aku. Aku katakan padanya, hal itu tidak menjadi masalah. Aku bisa berangkat sendiri ke Oslo dari Alta. Setelah aku dan Leif Torre berpisah di ruang tunggu, aku merenung tentang pertolongan Allah SWT yang diberikan padaku pagi ini. Saat itu, kulihat salju juga sedang turun di Alta walaupun tidak selebat di Hammerfest. Traktor penyapu salju juga bolak – balik di landasan lapangan terbang untuk mengurangi tumpukan salju yang terus menebal. Saat aku lagi termenung, tiba – tiba aku disapa oleh seseorang, yang juga orang Norwegia. Dia memperkenalkan dirinya sebagai John, teman baik Leif Torre. Kebetulan tujuannya sama denganku, yakni ke Oslo dan akan satu pesawat denganku. Dia diminta oleh Leif Torre untuk menemaniku selama dalam perjalanan dari Alta ke Oslo. Rupanya, Leif Torre masih saja resah karena tidak bisa mengantarku sampai Oslo! Kebetulan, dia bertemu John, maka John yang diminta untuk menemaniku. Begitu pesawat mendarat di Oslo, aku berpikir akan segera berpisah dengan John. Aku harus ke Amsterdam dan dia akan tinggal di Oslo untuk bertemu keluarganya. Ternyata dugaanku sama sekali salah, John masih tetap mendampingiku saat check in pesawat di counter tiket sampai dengan aku masuk pintu ruang tunggu pesawat. Dia baru pergi setelah yakin bahwa semuanya berjalan lancar dan tidak ada masalah untukku. Sekali lagi, aku terpana akan kebaikan teman – temanku yang berkebangsaan Norwegia, Leif Torre dan John. Sambil menunggu pesawat berangkat ke Amsterdam, tak henti - hentinya aku bersyukur kepada Allah SWT atas pertolongannya. Yang Maha Kuasa telah melepasku dari badai salju di Hammerfest dan memberiku jalan pulang ke tanah air. Bahkan, aku tidak mengeluarkan uang sepeser pun mulai dari Hammerfest, Alta sampai Oslo. Aku rasanya malu dengan teman - teman Norwegiaku, Fred Archer, Leif Torre dan John. Mereka tahu kesulitanku, mereka mau menolongku tanpa diminta dan bahkan mereka mau menolongku sampai aku benar - benar terlepas dari semua masalahku. Pertolongan mereka tidak hanya sebatas pikiran dan tenaga, tapi juga uang. Walaupun kita telah dianugerahi oleh Allah SWT uang yang banyak, kita terkadang akan berpikir 2 sampai 3 kali kalau ada orang minta uang untuk membantu mengatasi kesulitannya. Mampukah kita berbuat seperti mereka, teman - teman Norwegia-ku, yang mau peduli dengan kesulitan orang lain dan membantunya sampai masalahnya selesai? Kalau Allah SWT memberikan kita jabatan, apakah kita tahu bahwa anak buah kita sedang kesulitan? Mampukah kita punya inisiatif membantunya tanpa diminta, tenaga, pikiran bahkan dengan uang kita? Apakah kita juga memonitor, sudahkah anak buah kita lepas dari masalah yang dihadapi? Kalau masalahnya belum selesai, apakah kita akan terus membantunya?
0 Comments
Leave a Reply. |
OUR BLOG
Gunakan Search Box di pojok kanan atas halaman ini untuk mencari artikel. Categories
All
AuthorHelfia Nil Chalis:
Archives
April 2024
|