Oleh Alief Bakhtiar Seri tulisan ini adalah cuplikan dari buku Alief Bakhtiar "Mutiara Kehidupan Berbalut Salju" yang bercerita tentang pengalamannya ketika bertugas di Hammerfest - Norwegia sewaktu masih bekerja di Seksi Laboratorium Badak LNG, Bontang, Kalimantan Timur. Bersama Tim Badak LNG ketika itu Alief ditugaskan bersama-sama Tim start-up pabrik LNG di Hammerfest - Norwegia. Berbagai kisah menarik kiranya sangat penting agar kita sebagai satu bangsa bisa belajar dari bangsa lain yang sudah lebih maju budayanya. Saya akan menerbitkan tulisan Alief ini dalam beberapa seri. Semoga bermanfaat. Helfia Nil Chalis. Helfia Store. Helfia Network. Tentang Pekerja KontrakKalau kita tanya diri kita sendiri, teman – teman kita bahkan orang tua kita, pekerjaan mana yang akan dipilih, pekerjaan dengan status pekerja permanen atau status pekerja kontrak? Rasanya kalau kita orang Indonesia, mayoritas pasti akan memilih pekerjaan dengan status pekerja permanen. Walaupun gajinya hanya cukup untuk hidup sehari – hari alias mepet dan sulit untuk menabung, tidak apa – apa. Apalagi misalnya, ada uang pensiun seperti halnya pegawai negeri, pasti kita akan kita pilih jadi pegawai negeri saja. Untuk apa jadi pekerja kontrak, masa depannya tidak pasti!
Pendapat mayoritas masyarakat kita di tanah air tentang pekerja permanen adalah wajar – wajar saja. Pekerja permanen akan merasa aman dari pemutusan hubungan kerja (PHK) selama kita bekerja dengan baik. Bahkan pegawai negeri yang bolos kerja berbulan – bulan, tidak juga dipecat! Pegawai negeri saat ini sepertinya sudah bisa menikmati gaji dan fasilitas yang lumayan di tanah air. Tentunya ini akan semakin menjadikan pegawai negeri sebagai primadona pencari kerja untuk bisa bekerja sebagai pegawai negeri. Tentang pekerja permanen dan pekerja kontrak, temanku Norwegia, seorang Manager di LNG Hammerfest, ternyata punya pendapat yang lain. Kalau kita memang profesional atau ahli dalam bidangnya, kenapa takut jadi pekerja Kontrak. Seandainya kontrak kita habis, maka akan banyak pihak yang akan memperkerjakan kita lagi. Di Hammerfest, tenaga Kontrak dibayar mahal sekali atau beberapa kali lipat dari pekerja permanen per jam-nya. Tapi memang syaratnya harus benar – benar profesional atau ahli dalam bidang yang kita geluti. Apapun itu pekerjaannya, mau tenaga kebersihan, tukang kayu, tukang batu, pembantu rumah tangga sampai insinyur, asalkan benar – benar profesional, maka akan banyak orang atau Perusahaan yang mengontraknya. Karena itu, teman – temanku dari Hammerfest kurang mau memperkerjakan pembantu di rumahnya karena memang gaji pembantu mahal di Hammerfest. Pendapat temanku itu berkaitan dengan keinginanku untuk tetap bekerja di Hammerfest setelah kontrak kerjaku berakhir dengan Statoil. Temanku mengatakan, peluang kerja di Hammerfest atau Norwegia sebenarnya banyak namun mungkin sebagian besar lowongannya adalah untuk pekerja Kontrak. Aku sebagai orang Indonesia bilang, kalau pekerja kontrak, aku nggak mau! Istriku dan orang tuaku mungkin akan pusing kalau aku hanya pekerja Kontrak! Bayanganku, kalau namanya pekerja kontrak, masa depannya pasti suram. Karena aku kebayang pekerja Kontrak di tanah air, yang gajinya kecil dan minim fasilitas seperti kesehatan dan tidak ada pensiun. Sebenarnya kalau kita yakin bahwa kita ini profesional maka bekerja kontrak di luar negeri akan sangat menguntungkan sekali. Apu punya cukup banyak teman yang jadi pekerja kontrak di luar negeri, mereka merasa senang. Karena gaji mereka rata – rata dalam dollar Amerika, sehingga cukup kerja kontrak 1 tahun saja, bisa dipakai untuk hidup dengan layak selama 5 tahun di tanah air. Jadi bisa dihitung secara sederhana, kalau aku sebagai pegawai negeri harus bekerja selama 30 tahun untuk bisa hidup layak sampai pensiun, temanku yang pekerja kontrak di luar negeri, cukup bekerja selama 6 tahun saja, setelah itu dia ongkang – ongkang kaki, santai selama 24 tahun! Memang permasalahan di tanah air adalah rendahnya gaji atau kesejahteraan tenaga kerja Kontrak. Mungkin saja ini disebabkan karena rendahnya keahlian atau tingkat profesionalitas yang rendah dari pekerja kita. Bisa juga, pengusaha, instansi Pemerintah atau Swasta yang memperkerjakan tenaga kontrak, memang tidak mau membayar dengan gaji yang layak untuk menopang kehidupan mereka. Pemerintah seharusnya segera turun tangan untuk membantu memperbaiki tingkat kesejahteraan para tenaga kerja kontrak itu. Tentunya termasuk, meningkatkan keahlian dan ketrampilan tenaga kerja kontrak tsb. Sepertinya saat ini, Pemerintah hanya fokus memperbaiki gaji pegawai negeri, TNI dan Polri saja. Saking semangatnya memperbaiki gaji mereka, aku baca di koran, Menteri Keuangan, mengatakan saat ini, Pemerintah kesulitan harus membayar gaji, fasilitas dan pensiun pegawai negeri. Bagaimana bisa kita bersaing dengan negara tetangga kita, kalau anggaran negara setiap tahunnya, 60 % sampai 70 % hanya dipakai untuk anggaran rutin alias membayar gaji pegawai. Hanya 30 % yang akan dipakai untuk membangun sebuah bangsa yang terdiri dari lebih 13 ribu pulau! Semestinya Pemerintah tidak perlu banyak – banyak merekrut pegawai negeri. Apalagi sekarang, teknologi komputer dan mesin sudah sangat maju. Peran manusia sudah bisa banyak digantikan oleh komputer atau mesin. Di LNG Hammerfest, untuk mengurusi training ratusan pekerja, hanya ada 1 orang saja pegawainya. Semua materi training sudah ada dalam komputer. Peserta training tinggal masuk ke ruang komputer atau pakai komputernya sendiri, bisa ikut training yang diinginkannya. Dimana gurunya atau pengajar trainingnya? Guru atau pengajarnya ada dalam komputer tsb, jadi trainingnya pun tidak perlu ditunggui oleh pegawai training. Begitu selesai training, lalu ikut ujian di komputer itu, kalau lulus, bisa langsung di print sertifikatnya. Mudah bukan! Yang perlu dikembangkan oleh Pemerintah sekarang adalah Sektor Swasta. Bagaimana menciptakan agar industri dan pertanian bisa berkembang dengan baik. Mereka bisa kuat menghadapi globalisasi seperti sekarang ini. Pekerja swasta baik tenaga kerja permanen dan kontrak diberikan gaji atau kesejahteraan yang layak. Para pekerja diikutkan jaminan kesehatan dan diberikan pensiun. Para pekerja di sektor swasta ini, yang sebenarnya menghidupkan roda perekonomian negara. Karena mereka inilah yang menghasilkan produk, yang kita butuhkan untuk kehidupan seperti makanan, minuman, bahan bangunan, minyak, gas termasuk juga jalan, pelabuhan dsb. Lain dengan pegawai negeri, mereka sebenarnya hanya sebagai pelayan masyarakat, jadi produk yang dihasilkan yaitu jasa. Jasa untuk masyarakat, agar masyarakat bisa punya KTP, Kartu Kelahiran, pintar, sehat, aman tinggal di rumahnya dsb! Untuk masalah tenaga kerja Kontrak, Undang – Undang no 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, sebenarnya sudah mengaturnya. Hanya pekerjaan yang sifatnya sementara saja, misalnya proyek pembangunan jalan, kegiatan studi pembangunan dsb, yang bisa memakai pekerja Kontrak. Tetapi untuk pekerjaan yang sifatnya terus menerus, pekerjanya tidak boleh pekerja kontrak tapi harus pekerja permanen. Pekerja kebersihan sebenarnya harus jadi pekerja permanen karena yang namanya kebersihan, pasti akan terus menerus diperlukan selama Perusahaan itu ada. Sama halnya juga dengan tenaga kerja Satpam atau pengamanan Perusahaan. Mereka ini akan terus diperlukan selama Perusahaan itu beroperasi. Hanya saja di tanah air, demi alasan ekonomis atau ingin mendapatkan keuntungan yang banyak, Perusahaan banyak mengontrakkan pekerjaan yang sifatnya terus menerus seperti petugas kebersihan dan pengamanan tadi. Pekerja Kontrak pun semestinya menjadi pekerja permanen pada Kontraktor tsb apabila sudah bekerja selama 3 tahun berturut – turut sesuai Undang – Undang no 13/2003. Prakteknya, pekerja kontrak itu kemudian diakali, yaitu setelah 1 tahun kerja, kontrak kerja mereka diputus dulu. Lalu kemudian teken kontrak yang baru lagi, untuk 1 tahun berikutnya. Selesai kontrak 1 tahun, diputus lagi, begitu seterusnya. Akibatnya, banyak pekerja Kontrak, yang bisa bekerja lebih 20 tahun secara terus menerus, tanpa pernah menjadi pekerja permanen di Perusahaan atau Kontraktor. Ini sungguh kondisi yang ironis di tanah air, yang pada saat bersamaan, Pemerintah berkoar – koar selalu meningkatkan kesejahteraan para pekerja! Di Hammerfest atau Norwegia, jangankan pekerja Kontrak, pembantu rumah tangga saja, diatur berapa minimal gaji yang harus diterima oleh mereka oleh Pemerintah. Ada sangsi yang tegas bagi orang yang memperkerjakan pembantu tapi tidak mau membayar sesuai aturannya. Di Indonesia, walaupun sudah ada Upah Minimum Regional (UMR), prakteknya banyak sekali pekerja atau pembantu rumah tangga yang dibayar dibawah UMR. Lalu kapan pekerja kita akan sejahtera seperti Norwegia, kalau sepertinya Pemerintah selalu lebih berpihak pada Pengusaha atau orang – orang yang berduit? Aku mungkin akan titip sebuah pesan kepada anakku, yang mungkin akan hidup pada masa 50 tahun kedepan. Pesanku, bunyinya begini, ”Nak, tolong sampaikan ke Bapak yang sudah di alam kubur, apakah pekerja khususnya pekerja Kontrak di Indonesia sudah bisa sejahtera atau belum setelah 50 tahun bapak meninggal?” Jujur saja, aku tidak yakin bahwa mayoritas pekerja Indonesia khususnya pekerja kontrak, akan menjadi lebih baik dari sekarang kalau cara penanganannya oleh Pemerintah masih seperti sekarang. Walaupun itu 50 tahun yang akan datang! Waktu aku bekerja di Kalimantan Timur, temanku sudah punya masa kerja lebih 25 tahun, tapi tidak pernah bisa menjadi pekerja permanen Perusahaan itu! Tragis!
1 Comment
SUWARIS
9/25/2013 11:02:51 am
Pak Alief ini persis apa yg Bapak tulis ini kami alami pekerja kontrak dengan predikat penyandang pekerja teladan selama 3 thn di PT Badak dari 02-Januari-1984 s/d 01-Sept-2013 (29 Tahun-8 Bln) tdk ada sama sekali uang jasa sesuai undang2 yg ada dan berlaku
Reply
Leave a Reply. |
OUR BLOG
Gunakan Search Box di pojok kanan atas halaman ini untuk mencari artikel. Categories
All
AuthorHelfia Nil Chalis:
Archives
April 2024
|