Oleh Alief Bakhtiar Seri tulisan ini adalah cuplikan dari buku Alief Bakhtiar "Mutiara Kehidupan Berbalut Salju" yang bercerita tentang pengalamannya ketika bertugas di Hammerfest - Norwegia sewaktu masih bekerja di Seksi Laboratorium Badak LNG, Bontang, Kalimantan Timur. Bersama Tim Badak LNG ketika itu Alief ditugaskan bersama-sama Tim start-up pabrik LNG di Hammerfest - Norwegia. Berbagai kisah menarik kiranya sangat penting agar kita sebagai satu bangsa bisa belajar dari bangsa lain yang sudah lebih maju budayanya. Saya akan menerbitkan tulisan Alief ini dalam beberapa seri. Semoga bermanfaat. Helfia Nil Chalis. Ayo Mencari Uang di Internet. KISAH – 5 , SANG POLISI WANITA Aku sungguh tak menyangka suatu saat bisa merasakan bekerja di perusahaan Minyak dan Gas Norwegia, Statoil. Terus terang, saat aku berangkat bersama ketiga temanku dari Indonesia ke Norwegia, banyak kusimpan pertanyaan atau mungkin lebih tepatnya disebut kecemasan. Apakah aku bisa beradaptasi di sana? Apakah aku bisa bekerja sama dengan orang Norwegia? Apakah kalau ada masalah, ada banyak orang bisa membantuku? Kusadar bahwa aku bukan bekerja di kota besar Norwegia, tapi aku akan bekerja di sebuah kota kecil, yang bernama Hammerfest. Disitulah, letak kilang LNG Hammerfest milik Statoil, tempat dimana aku akan bekerja. Kucoba lihat peta, ternyata kota itu terletak paling utara di Norwegia, bahkan dekat dengan Kutub Utara. Aku hanya berdoa saja kepada Allah SWT agar diberikan kemudahan untuk bekerja di kota yang sudah pasti, akan sangat dingin. Setelah hampir seminggu bekerja di Hammerfest LNG, aku dipanggil oleh petugas personalia, namanya Merethe, di kantornya. Merethe, orang asli Hammerfest, bergelar Sarjana Hukum dari Amerika dan yang jelas, sangat ramah kepada siapapun. Intinya, besok aku diminta ke kantor Polisi untuk mendaftarkan diri sebagai penduduk baru yang bekerja di Hammerfest. Tentu saja, setelah aku mendapatkan Surat Ijin Kerja dari Kepolisian, Polisi Hammerfest akan punya tanggung jawab juga melindungiku selama aku bekerja di Hammerfest. Ternyata aku tidak akan sendirian ke kantor Polisi, tapi ketiga temanku dari Indonesia juga ikut. Merethe menemani kami semua untuk pengurusan Surat Ijin Kerja di kantor Polisi Hammerfest. Setelah antri dengan tertib, aku mendapatkan beberapa lembar formulir untuk diisi. Aku mulai menyadari pentingnya kehadiran Merethe sebagai penterjemah, karena memang petugas polisi, yang kebetulan Polisi Wanita atau Polwan, kurang bisa berbahasa Inggris. Selain itu, formulir yang aku isi, banyak kalimat - kalimatnya memakai bahasa Norwegia. Setelah selesai mengisi semua formulir yang diberikan, segera kukembalikan formulir itu kepada petugas Polwan. Dengan senyum ramah, dia menerimanya dan memberitahuku bahwa Surat Ijin Kerja dari Kepolisian akan selesai 3 hari lagi. Jam 9 pagi, 3 hari kemudian, aku diminta mengambil Surat Ijin Kerjaku. Ucapan Polwan itu sempat membuatku merenung, ”Apakah benar Surat Ijin Kerjaku bisa diambil 3 hari lagi, tepat pada jam 9 pagi?” Maklumlah, pengalamanku di tanah air, sangat sulit untuk menentukan, jam berapa urusanku di Kepolisian akan bisa selesai. Misalnya saja, urusan perpanjangan SIM dan STNK kendaraanku. Hampir tidak bisa aku mengetahui, pada jam berapa SIM dan STNK kendaraanku akan selesai di proses di Kepolisian! Selesai urusan dengan kantor Polisis, hari - hari berikutnya, aku lalui dengan kesibukanku yang cukup padat di Laboratorium LNG. Tanpa terasa 3 hari telah berlalu, aku teringat akan Surat Ijin Kerjaku yang harus aku ambil di Kepolisian hari ini. Tapi karena kesibukanku, aku berpikir, nanti sajalah sebelum makan siang, jam 11-an, aku akan ke kantor Polisi. Tanpa kusadari, aku telah meremehkan ucapan petugas Polwan, yang mengatakan jam 9 pagi, aku bisa mengambil ijin kerjaku di Kepolisian. Tepat jam 9.10 pagi, Merethe tergopoh - gopoh datang menemuiku di Laboratorium LNG. Aku berpikir pasti ini ada hal penting yang akan disampaikan kepadaku. Karena baru kali ini, Merethe datang ke Laboratorium LNG menemuiku. Biasanya, kalau ada hal yang ingin disampaikan padaku, dia akan telepon dan minta aku datang ke kantornya. Dengan wajah agak tegang, Merethe menegurku, ”Kenapa jam 9 pagi, kamu tidak pergi ke kantor polisi untuk mengambil Surat Ijin Kerja-nya?”. Aku terkejut dan merasa sangat tidak enak hati menerima teguran itu. Biasanya Merethe sangat ramah, namun kali ini, dia kelihatan agak kesal denganku. Merethe menjelaskan bahwa petugas Polwan barusan meneleponnya, menanyakan kenapa aku belum muncul di Kantor Polisi untuk mengambil Surat Ijin Kerjaku. Rupanya karena telepon itu, Merethe kelihatan kesal padaku. Dia kesal karena aku tidak menepati janji dengan petugas Polwan di Kepolisian. Kemudian, tanpa banyak bicara lagi dengan Merethe, aku minta ijin kepada Kepala Laboratorium LNG untuk segera pergi ke Kantor Polisi. Tak lupa, aku minta maaf kepada Merethe atas keteledoranku pagi ini. Sesampainya di Kantor Polisi, ternyata benar, Surat Ijin Kerjaku sudah selesai. Teguran kedua, aku terima dari petugas Polwan, bahwa semestinya aku tidak terlambat mengambil Surat Ijin Kerjaku. Tak ada lagi kata - kata keluar dari mulutku, kecuali minta maaf padanya. Dengan tersenyum, segera dia berikan Surat Ijin Kerjaku termasuk Pasporku. Ternyata aku juga baru tahu, bahwa untuk pengurusan Surat Ijin Kerja dari Kepolisian tidak dipungut biaya sepeser pun! Aku berpikir, aku yang bukan warga negara Norwegia saja, diperlakukan demikian baiknya, apalagi warga negara Norwegia sendiri! Sepanjang perjalananku dari kantor Polisi ke Laboratorium LNG, aku hanya membayangkan betapa nyamannya, kalau semua urusanku dengan kantor Pemerintah, entah itu, Kelurahan, Kecamatan, Kepolisian, Imigrasi dsb. di tanah air bisa seperti ini. Semuanya bisa serba tepat waktu dan bila perlu, tidak ada pungutan atau biaya sama sekali. Kita sebagai warga negara sudah taat membayar pajak, semestinya semua biaya administrasi, entah itu, KTP, Surat Kelahiran, Surat Kawin, SIM dsb. bisa ditanggung oleh Pemerintah. Kita sebagai warga negara punya hak untuk dilayani dengan sebaik - baiknya oleh aparatur Pemerintah. Namun prakteknya di tanah air, sangat sulit untuk mendapatkan pelayanan dari aparatur Pemerintah dengan tepat waktu, dibuat serba mudah urusannya dan bahkan tanpa biaya sama sekali. Sekarang mulai banyak Instansi di tanah air yang memasang pengumuman tentang berapa lama waktu untuk pengurusan sebuah Surat Keterangan dan jumlah biaya yang diminta. Tetapi sekali lagi, pengalamanku mengatakan semuanya itu hanyalah slogan saja, semuanya perlu waktu yang lebih lama, berbelit - belit dan terkadang ada tambahan biaya sana sini! Aku sebenarnya bingung apa penyebabnya semua itu. Mungkin karena banyaknya penduduk Indonesia atau tidak efisiennya aparatur Pemerintah kita. Mungkin juga ada oknum aparatur yang ingin mengambil keuntungan finansial alias duit dari pelayanan yang diberikan ke masyarakat. Padahal jumlah aparatur Pemerintah kita sudah sangat banyak dan diberikan gaji yang cukup layak. Darimana gaji mereka kalau bukan dari uang rakyat seperti pajak! Mungkin saat ini adalah mimpi buatku, dimana akan ada sebuah kejadian tentang pelayanan aparatur Pemerintah. Misalnya, pegawai Kecamatan atau Kelurahan menelponku, ”Pak Alief, ini KTP-nya sudah jadi, tolong segera diambil! Tidak usah bawa uang karena biayanya sudah ditanggung Negara!” Helfia Nil Chalis. Belajar Bisnis Internet.
0 Comments
Leave a Reply. |
OUR BLOG
Gunakan Search Box di pojok kanan atas halaman ini untuk mencari artikel. Categories
All
AuthorHelfia Nil Chalis:
Archives
April 2024
|