Oleh Alief Bakhtiar Seri tulisan ini adalah cuplikan dari buku Alief Bakhtiar "Mutiara Kehidupan Berbalut Salju" yang bercerita tentang pengalamannya ketika bertugas di Hammerfest - Norwegia sewaktu masih bekerja di Seksi Laboratorium Badak LNG, Bontang, Kalimantan Timur. Bersama Tim Badak LNG ketika itu Alief ditugaskan bersama-sama Tim start-up pabrik LNG di Hammerfest - Norwegia. Berbagai kisah menarik kiranya sangat penting agar kita sebagai satu bangsa bisa belajar dari bangsa lain yang sudah lebih maju budayanya. Saya akan menerbitkan tulisan Alief ini dalam beberapa seri. Semoga bermanfaat. Helfia Nil Chalis. Bisnis Internet. KISAH - 8, SEBUAH MATA UANG Hammerfest, walaupun bukan sebuah kota besar di Norwegia, atau mungkin lebih tepatnya sebuah kota kecil di Norwegia, namun fasilitasnya sangat lengkap dan sangat modern. Mulai dari bank, ATM (Automatic Teller Machine), pertokoan, restaurant, museum, pelabuhan, lapangan terbang, tempat rekreasi, bengkel, pom bensin, dealer motor dan mobil sampai tempat pelabuhan perikanan ada di Hammerfest. Semuanya itu dibuat dengan menggabungkan teknologi maju namun tetap mempertahankan tradisi dan budaya bangsa Norwegia. Berbicara tentang pertokoan, ada sebuah mini super market di Hammerfest, yang sangat aku sukai, kalau aku belanja keperluanku setiap minggunya. Nama mini super market itu adalah Domus. Walaupun ukurannya tidak terlalu besar, tapi lengkap sekali jualannya. Makanan, minuman ringan seperti juice, fanta, coca cola sampai minuman keras, beras, sayuran, buah – buahan, bumbu – bumbu dari Norwegia, Cina sampai Thailand, ikan asin, chocolate, baju, gunting, potongan kuku, pembalut wanita dll. dijual setiap harinya di Domus. Pokoknya sangat lengkap untuk kebutuhan kita sehari – hari. Penataan barang – barang yang dijual itu, yang buat aku betah, rapih banget, bersih dan enak dipandang mata. Di Domus ini juga, kadang aku beli oleh – oleh untuk keluargaku di tanah air, kalau aku mau liburan ke tanah air. Kalau sudah masuk Domus, waktu sepertinya cepat sekali, padahal mungkin sudah berjam – jam, aku melihat – lihat barang yang dijual dan memilih belanjaan-ku. Yang biasanya aku beli sebenarnya tidak banyak, hanya untuk mengurangi rasa bosan, makan makanan yang disediakan Perusahaan setiap hari-nya. Maklumlah, masakan di LNG Hammerfest, rasanya kalau tidak asin, manis atau tidak ada rasa sama sekali alias hambar. Bumbu masak tidak digunakan sama sekali pada makanan yang dimasak di LNG Hammerfest. Cara masaknya hanya 2 macam, kalau tidak direbus, pasti dipanggang dan jangan berharap bisa menemukan makanan yang digoreng. Memang semua makanan itu sehat sekali, tidak berminyak alias tidak banyak kolesterol-nya, tapi kalau makan setiap hari seperti itu, sebagai orang Indonesia, bosan juga.
Karena belanjaku sifatnya hanya sebagai pelengkap makananku saja, maka yang aku beli hampir setiap minggunya adalah beras, kalau lagi kebetulan habis di kamarku, kemudian telur, minyak goreng, garam dan bumbu – bumbu dari negara Asia seperti Thailand termasuk camilan. Kebetulan di kamarku, disediakan kompor listrik dan perlengkapan untuk memasak sehingga aku bisa masak sendiri. Hikmah positif-nya, aku jadi punya hobi baru memasak makanan, tentu saja masakan yang mudah seperti menanak nasi, goreng telur dan nasi goreng, tentu rasanya aku buat sesuai lidah Indonesia-ku. Kalau 5 hari saja tidak makan nasi, aku mulai bingung ingin sekali makan nasi. Maklumlah, menu utama orang Norwegia setiap hari adalah kentang dan roti, bukan nasi seperti kita di tanah air. Uang untuk belanja di Domus, aku harus menggunakan mata uang Norwegia - Krone. Kebetulan ada beberapa ATM di sekitar Domus, jadi aku cukup bawa saja ATM Bank Mandiri milikku, kemudian aku bisa mengambil uang dari ATM. Tentunya, uang yang keluar dari ATM adalah uang Krone, setelah uang rupiah tabungan Mandiri punyaku dikonversikan ke mata uang Norwegia - Krone. Selain aku bawa ATM Bank Mandiri, kadang aku juga bawa mata uang Dollar Amerika, kalau aku belanja ke Domus. Sebenarnya hanya untuk jaga – jaga saja, kalau mesin ATM-nya rusak, aku bisa menukarkan mata uang Dollar dengan mata uang Krone di bank sekitar Domus. Satu kelemahanku saat mau belanja ke Domus adalah hanya mengandalkan mesin ATM dan bank di sekitar Domus. Kadang, aku tidak memikirkan bagaimana kalau ATM-nya rusak dan bank juga sedang tutup. Tentunya, aku tidak bisa mengambil uang Krone cash dari ATM dan tidak bisa juga menukarkan uang Dollar Amerika- dengan mata uang Krone. Semestinya, aku mengambil uang Krone yang cukup untuk belanja 1 bulan, daripada harus mengambil uang Krone cash di ATM setiap mau belanja ke Domus. Dengan demikian, aku tidak perlu lagi ke ATM atau bahkan ke Bank untuk menukarkan uang. Tapi, sebenarnya, caraku ini, punya tujuan untuk penghematan karena harga – harga di Hammerfest termasuk sangat mahal bila dibandingkan dengan di tanah air. Bayangkan saja, satu bungkus mie instant dari Thailand seperti Indomie di Indonesia, harganya sekitar 15 ribu rupiah. Kalau aku punya uang Krone banyak, bisa saja aku tergoda untuk membawanya semua atau paling tidak bawa uang dalam jumlah yang banyak, sehingga bisa habis dalam satu kali belanja di Domus. Ternyata kelemahanku ini terbukti membuatku kerepotan pada suatu hari, sehingga aku bingung untuk membayar belanjaanku di Domus. Pada suatu minggu yang cerah, senang sekali hatiku, karena aku bisa jalan kaki saja dari Apartemenku ke Domus. Kalau jalannya santai, maka sekitar 1 jam aku akan sampai ke Domus. Kalau belanjaan-ku terasa ringan dan cuacanya cerah, maka pulangnya aku senang jalan kaki saja. Tapi kalau belanjaan-ku rasanya berat dibawa maka pulangnya, biasanya naik bis perusahaan yang melayani rute LNG Hammerfest ke kota pulang pergi. Seperti biasanya, sebelum belanja, aku mengambil uang dulu di ATM secukupnya. Kemudian aku masuk Domus dan mulai memilih belanjaan-ku. Mungkin saking asyiknya berbelanja sehingga tanpa kusadari, terlalu banyak belanjaan yang aku ambil. Setelah kurang lebih 1 jam berbelanja, aku segera antri di kasir untuk membayar belanjaanku. Setelah tiba giliranku, kasir mulai menghitung belanjaanku, namun hatiku mulai berdebar – debar ketika melihat jumlah belanjaanku, yang ternyata total harganya, jauh melebihi uang yang aku bawa. Aku segera berpikir antara mau mengembalikan sebagian belanjaanku agar uangku cukup untuk membayarnya atau aku bilang sama kasir agar aku diberi kesempatan mengambil uang dulu di ATM agar bisa membayar semua barang belanjaan milikku. Akhirnya, aku pilih alternatif yang kedua, yakni mengambil uang lagi di ATM. Pertimbanganku, malu rasanya kepada kasir dan orang lain yang juga lagi berbelanja di Domus, sepertinya aku tidak bisa menghitung jumlah barang belanjaan-ku sendiri. Dalam hatiku, mungkin mereka akan kasih komentar, ”bawa uang sedikit, maunya belanja yang banyak, apa kata dunia”. Segera saja, aku minta ijin ke kasir untuk mengambil uang ke ATM. Setelah aku tiba di tempat ATM, kucoba satu ATM, ternyata ATM-nya lagi tidak berfungsi alias out of service. Kucoba lagi ATM sebelahnya, ternyata sama juga, tidak berfungsi. Aku kemudian membaca sebuah tulisan di kaca dekat ATM bahwa ”Semua ATM di Hammerfest sore ini lagi ada masalah, harap maklum”. Pantas saja, kucoba beberapa ATM, semua hasilnya sama, tidak bisa dipakai. Saat aku bingung dengan ATM yang tidak berfungsi, aku ingat bahwa aku punya uang Dollar Amerika di dompet. Tapi kemudian, aku ingat, bahwa hari ini, hari minggu, percuma saja uang Dollar-ku tidak bisa ditukar ke mata uang Norwegia – Krone di bank. Semua bank pasti tutup pada hari Minggu. Akhirnya, aku menyerah pada kondisi saat itu, mungkin lebih baik aku kembalikan saja sebagian belanjaan-ku, agar uang Krone yang aku bawa, akan cukup untuk membayarnya. Resikonya, mungkin sedikit malu kepada kasir, tidak apa – apa, tapi inilah mungkin keputusan yang terbaik. Saat aku mau keluar dari ruangan ATM, tiba – tiba ada orang tua, mungkin umurnya sudah di atas 50 tahun, menyapaku dengan ramah. Aku tahu orang tua itu karena ada di ruangan ATM bersamaku, walaupun sepertinya dia tidak berniat mengambil uang di ATM. Mungkin dia sekedar berteduh saja di ruangan ATM yang hangat, sambil menanti bis kota. Memang cuaca saat itu, hujan salju, dingin sekali dan angin agak kencang. Ruangan ATM yang biasa aku pakai ini, memang dekat dengan halte bis kota. Kalau kita menunggu bis di halte dengan cuaca seperti saat ini, memang pasti akan sangat kedinginan. Dengan sedikit kaget, aku balik menjawab sapaan orang tua itu dengan ramah, walaupun pikiranku agak kalut karena tidak bisa mengambil uang dari ATM. Orang tua itu mengatakan bahwa dia ingin menawarkan bantuan kepadaku kalau aku ingin menukarkan uang Dollar milikku dengan uang Krone miliknya. Aku tersentak sekejap mendengar tawarannya. Ini pasti pertolongan dari Allah SWT untukku. Namun aku juga bingung menerima tawarannya, bagaimana tidak, aku tidak tahu berapa kurs Dollar Amerika saat itu bila ditukar dengan mata uang Norwegia - Krone. Masalah ini, kusampaikan saja padanya, namun dia tersenyum mengatakan padaku, berapapun kurs Dollar Amerika terhadap Krone menurut perhitunganku, tidak masalah baginya, kata orang tua itu. Orang tua ini luar biasa, biasanya kalau aku menukar uang rupiah dengan mata uang asing atau sebaliknya, pastilah aku tidak mau rugi sepeserpun. Saat ini, aku menghadapi orang tua dari Norwegia, yang bersedia rugi demi membantu orang lain, yang bukan bangsanya dan dia sama sekali tidak khawatir ditipu olehku. Akhirnya, kuberikan saja beberapa Dollar Amerika milikku kepadanya dan dia menyerahkan uang Krone miliknya sesuai dengan perhitunganku. Sebenarnya, orang tua itu bisa saja rugi, karena aku mendengar bahwa mata uang Norwegia saat ini, lagi menguat terhadap Dollar Amerika. Namun, orang tua itu, lagi – lagi mengatakan tidak apa – apa rugi sedikit, yang penting katanya, dia bisa menolong kesulitanku. Setelah mengucapkan terima kasih, aku segera berlari ke Domus untuk membayar belanjaanku dengan mata uang Norwegia - Krone. Karena hujan salju semakin lebat, aku memutuskan pulang ke apartemenku dengan bis perusahaan yang melewati Domus. Di kaca bis, sepertinya aku terbayang, wajah orang tua tadi, yang dengan ikhlas membantu kesulitanku. Mungkin dia memperhatikanku, sejak masuk ruangan ATM, mencoba mengambil uang di ATM dan gagal, terus mencoba lagi dengan ATM yang lain, dan gagal lagi. Mungkin juga perubahan wajahku atau tingkal lakuku, yang memang seperti orang yang lagi kebingungan, tidak bisa mengambil uang di ATM. Dia pasti berpikir, aku lagi butuh uang sekali saat itu. Karena kebetulan, wajahku, wajah orang Asia, biasanya mungkin selalu ada uang Dollar di dompetnya, walaupun sedikit. Karena itu, tepat sekali penawarannya kepadaku, yaitu menukar mata uang Dollar Amerika milikku dengan mata uang Norwegia – Krone miliknya. Sampai beberapa hari kemudian, aku masih saja teringat akan kebaikan orang tua itu. Semoga saja, aku bisa selalu meniru kebaikannya untuk memahami kesulitan orang lain dan tanpa diminta, segera bisa menawarkan bantuan kepadanya. Aku lalu teringat dengan sebuah acara TV swasta di tanah air, kalau aku kebetulan bisa menontonnya, pasti hampir selalu basah mataku. Aku ingin rasanya menangis, melihat bagaimana sulitnya seseorang yang lagi ditimpa kesulitan hidup, di tanah air yang kita cintai ini, minta tolong kepada orang lain untuk membantu mengatasi kesulitannya. Di acara TV itu, kesulitan orang yang ditampilkan bisa bermacam – macam, misalnya tidak bisa membayar sekolah anaknya, tidak punya beras untuk dimasak di rumahnya, suaminya sedang sakit keras, suaminya lagi menganggur dsb. Namun ketika orang yang kesulitan tadi, minta tolong kepada orang lain, misalnya untuk membeli kain sarungnya agar bisa beli beras untuk hari itu, lama sekali, bahkan lebih dari 24 jam, baru bisa menemukan orang lain yang mau membeli sarungnya. Dan luar biasanya dalam acara TV itu, biasanya yang menolong, juga sebenarnya orang yang kehidupan sehari – harinya, juga susah. Jadi, orang susah menolong orang susah juga. Dimana letak kepedulian orang – orang yang diberikan Allah SWT sedikit, cukup atau bahkan banyak kemampuan ekonominya, untuk sensitif dengan kesulitan orang lain dan mau membantunya ? Kita lihat saja di acara TV itu, orang yang punya motor, mobil bahkan rumah yang bagus, sulit sekali diminta bantuannya, bahkan kesannya mengusir orang yang minta bantuan itu. Saya hanya khawatir bahwa kita hidup di dunia, terlalu sayang kepada uang atau harta kita, namun harta atau uang kita, malah akan mencelakakan kita di kehidupan akhirat nanti. Kalau harta atau uang kita bisa sebagian kita dermakan untuk membantu saudara – saudara kita yang kesulitan di dunia, harapannya sebagai orang yang beragama, harta atau uang kita itu akan terus menemani kita dan memberikan kebahagiaan kepada kita setelah tidak hidup lagi di dunia ini. Helfia Nil Chalis. Bisnis Internet.
0 Comments
Leave a Reply. |
OUR BLOG
Gunakan Search Box di pojok kanan atas halaman ini untuk mencari artikel. Categories
All
AuthorHelfia Nil Chalis:
Archives
April 2024
|