Oleh Alief Bakhtiar Seri tulisan ini adalah cuplikan dari buku Alief Bakhtiar "Mutiara Kehidupan Berbalut Salju" yang bercerita tentang pengalamannya ketika bertugas di Hammerfest - Norwegia sewaktu masih bekerja di Seksi Laboratorium Badak LNG, Bontang, Kalimantan Timur. Bersama Tim Badak LNG ketika itu Alief ditugaskan bersama-sama Tim start-up pabrik LNG di Hammerfest - Norwegia. Berbagai kisah menarik kiranya sangat penting agar kita sebagai satu bangsa bisa belajar dari bangsa lain yang sudah lebih maju budayanya. Saya akan menerbitkan tulisan Alief ini dalam beberapa seri. Semoga bermanfaat. Helfia Nil Chalis. Bisnis Internet. KISAH - 9, SEBUAH ETOS KERJA Aku lupa namanya, tapi yang jelas, dia seorang wanita keturunan Rusia, yang bekerja sebagai pekerja cleaning service atau petugas kebersihan di kantor LNG Hammerfest – Norwegia. Kita sebut saja, namanya Diana. Aku kenal dengannya, karena hampir setiap hari aku lewat bagian depan kantor LNG Hammerfest, tempat dimana Diana bekerja. Beberapa kali, aku dan Diana saling tegur sapa. Tentunya, kita saling bertanya, dari mana asal negara kita masing – masing dan apa pekerjaan kita di LNG Hammerfest. Satu hal yang aku kagumi dari Diana bahwa dia tidak pernah merasa canggung atau bahasa keren-nya ’minder’ saat bercerita tentang pekerjaannya. Dengan bangga, Diana mengatakan dia sangat senang bisa bekerja di LNG Hammerfest sebagai petugas cleaning service. Walaupun dia seorang pekerja Kontrak, bukan pekerja Permanen LNG Hammerfest, namun Diana selalu semangat kalau sudah cerita tentang pekerjaannya. Hal itu yang menurutku agak berbeda dengan petugas cleaning service atau petugas kebersihan di tanah air. Biasanya kalau kita ajak mereka ngobrol, hampir tidak pernah mereka bercerita tentang pekerjaannya. Kadang mereka juga minder untuk komunikasi dengan kita sebagai pekerja Permanen. Padahal pekerjaan cleaning service adalah pekerjaan yang cukup berat dan sangat berpengaruh terhadap kenyamanan kerja di Perusahaan. Bayangkan saja, kalau tempat kerja kita kotor, rasanya tidak enak juga, kita bekerja. Dalam jangka panjang, bisa saja akan mempengaruhi produktifitas pekerja, kalau petugas cleaning service tidak bekerja dengan baik.
Kadang aku maklum dengan kondisi itu, karena memang pekerja cleaning service sering terkesan ’dianak tirikan’. Selain gajinya yang kecil, juga status pekerjanya, biasanya hanya sebagai pekerja Kontrak. Padahal kita tahu bahwa pekerjaan cleaning service, sifatnya adalah pekerjaan yang terus menerus, mulai dari Perusahaan berdiri sampai dengan Perusahaan tutup. Belum lagi tambahan pekerjaan yang kita berikan kepada pekerja cleaning service seperti ngantar surat, foto copy sampai dengan membuatkan teh atau kopi untuk kita. Wajarlah, nasib pekerja cleaning service di tanah air cukup merana, sudah gajinya kecil, tugasnya banyak banget. Padahal sesuai Undang – Undang Tenaga Kerja no. 13/2001, pekerjaan yang sifatnya terus menerus, semestinya, pekerjanya harus dipermanenkan, bukan malah di kontrakkan. Aku mulanya sempat ragu, apakah benar tentang semua yang diceritakan Diana kepadaku tentang pekerjaannya. Namun, lama kelamaan, aku perhatikan cara kerjanya sebagai petugas cleaning service sungguh luar biasa. Diana sebagai pekerja cleaning service, selalu semangat bekerja. Tentang etos kerjanya sudah tidak diragukan lagi. Diana tidak pernah berhenti bekerja kecuali waktu istirahat. Dia akan berhenti bekerja saat istirahat pagi sekitar jam 9.00 (30 menit), makan siang jam 12.00 (1 jam) dan istirahat sore sekitar jam 15.00 (30 menit). Padahal kalau mau, Diana bisa beristirahat sebentar saja di sela – sela pekerjaannya, kalau pas kecapean bekerja. Aku terhenyak melihat dia bekerja, aku terus terang kalah dengan Diana, kalau etos kerjaku dibandingkan dengannya. Saat bekerja-pun, Diana jarang terlihat sambil ngobrol dengan orang lain. Padahal kita tahu, pekerjaan cleaning service sangat memungkinkan untuk ngobrol dengan orang lain sambil bekerja. Jadi, kesannya, Diana itu orang yang sombong selama bekerja, tidak mau bicara atau komunikasi dengan orang lain. Dia kerja terus tanpa terlalu memperdulikan orang lain di sekitarnya. Tidak heran kalau lantai kantor LNG Hammerfest selalu licin, mengkilap dan bau wangi. Karena ada kotoran sedikit saja dari sepatu kita, dia akan cepat bersihkan. Termasuk juga kaca – kaca kantor yang selalu bersih, tanpa banyak debu menempel. Suatu hari, pernah aku menemukan dia sedang membersihkan sebuah jamban di toilet laki – laki. Caranya membersihkan jamban itu, sungguh membuat aku terharu. Dengan santainya, kedua lututnya diletakkan di lantai toilet, Diana membersihkan jamban atau tempat buang kotoran kita, dengan memakai sarung tangan karet dan kain lap. Bagian jamban yang di lap olehnya, tidak hanya bagian luarnya saja, tapi juga sampai bagian dalam jamban, yang mungkin kita akan ’jijik’ kalau tidak pakai sapu pembersih yang ada tangkainya. Diana, tanpa ’jijik’ dengan tangannya, mengelap bagian dalam jamban dan bagian yang sulit untuk dibersihkan dalam jamban tersebut. Rambutnya yang sebahu, hampir saja menyentuh air kotor yang ada dalam jamban itu. Pantas saja, kalau jamban dan toilet di kantor LNG Hammerfest selalu bersih sekali dan baunya wangi. Padahal mungkin puluhan orang dalam satu hari, menggunakan toilet yang ada disitu. Di tanah air, kita mencari toilet di kantor – kantor kadang sangat mudah, cukup menggunakan hidung, tidak usah mata. Penyebabnya, toilet kita sering kali bau sehingga baunya sampai keluar dan tercium oleh hidung kita. Penyebab salah satunya, karena memang pekerja cleaning service-nya mungkin kurang rajin membersihkannya. Kita memang sangat memimpikan pekerja cleaning service yang punya etos kerja seperti Diana. Pekerja cleaning service yang rajin akan membuat tempat kerja kita selalu bersih, wangi dan nyaman. Aku mencoba cari tahu, kenapa Diana bisa demikian besar kebanggaan, semangat dan etos kerjanya, padahal dia hanya seorang pekerja cleaning service dan pekerja Kontrak di LNG Hammerfest . Beberapa hal yang kujelaskan kemudian, mungkin bisa jadi penyebabnya. Penjelasan pertama adalah tidak ada kata meremehkan pekerjaan orang lain. Di LNG Hammerfest, sesama pekerja, baik Permanen maupun Kontraktor saling menghargai dan saling mendukung. Mereka semua merasa bahwa suksesnya pekerjaan kita, juga akan bergantung kepada pekerjaan orang lain. Semua jenis pekerjaan di Perusahaan adalah dibuat demi tercapainya tujuan yang ingin dicapai Perusahaan. Diana sebagai seorang pekerja cleaning service tidak merasa direndahkan oleh pekerja lain, bahkan dia selalu didukung oleh pekerja yang lain. Tegur sapa ketika bertemu, ngobrol santai dan makan bersama saat istirahat diantara semua pekerja baik Permanen dan Kontraktor adalah hal yang sangat penting. Kelihatannya sepele namun hal ini sangat penting. Bagi pekerja yang mungkin kurang beruntung, seperti Diana atau pekerja Kontrak misalnya, tidak akan merasa ’minder’ walaupun berkomunikasi dengan pimpinan LNG Hammerfest beserta jajaran stafnya. Pernahkah kita sebagai staf Perusahaan atau bahkan pimpinan Perusahaan menanyakan kabar keluarga para pekerja cleaning service di Perusahaan atau bahkan ingin tahu kesulitan apa yang sedang dialaminya ? Pertanyaan seperti ini adalah pertanyaan yang biasa ditanyakan kepada Diana di LNG Hammerfest. Penjelasan kedua adalah pekerja yang memerlukan kerja fisik yang besar, juga diberikan gaji yang cukup besar. Memang tidak sebesar pekerja Permanen di LNG Hammerfest, namun cukup kompetitif gaji yang diterima oleh pekerja Kontrak, yang harus mengeluarkan tenaga yang banyak seperti Diana. Memang negara Norwegia, kalau kuperhatikan, mungkin seperti negara semi sosialis. Gaji pekerja yang satu dengan yang lain baik di satu Perusahaan atau di lain Perusahaan, tidaklah jauh berbeda. Seorang insinyur dengan yang bukan insinyur, gajinya tidak banyak berbeda. Kepala Seksi Laboratorium LNG Hammerfest, Fred Archer, pernah cerita, kalau gajinya dia sebagai Kepala Seksi tidak berbeda jauh dengan analis, yang notabene, golongan pekerja yang paling rendah di Laboratorium. Penjelasan kedua ini sebenarnya juga menjawab, kenapa tukang batu atau gali tanah untuk pemasangan kabel di LNG Hammerfest gemuk – gemuk dan semangat sekali kerjanya. Termasuk juga para sopir bis, yang demikian sehat, gagah dan bangga sekali menjalankan pekerjaannya. Kupikir wajar saja, karena mereka memang diberikan gaji yang cukup atau dengan kata lain kesejahteraan hidup yang cukup. Mereka tidak pernah juga merasa bahwa pekerjaan mereka lebih rendah dari pada yang lain, karena memang sesama pekerja saling menghargai satu sama lain. Wajah – wajah pekerja kasar di Hammerfest cerah, secerah masa depan mereka yang terjamin. Kalau kita melihat kondisi pekerja di tanah air seperti cleaning service, tukang gali kabel, sopir dan banyak profesi lain, yang kadang harus banyak mengeluarkan keringat, upah atau gaji yang mereka terima masih jauh dari kebutuhan hidup layak. Wajah mereka kelihatan lelah sekali dan badannya rata – rata pasti kurus. Wajahnya yang lelah juga mungkin disebabkan memikirkan beban hidup yang pas – pas-an. Pemerintah dan banyak pengusaha kita, masih berkutat bagaimana menentukan Upah Minimum Regional (UMR) untuk para pekerja kita. Padahal sudah saatnya, kita harus mulai membicarakan Upah Hidup Layak (UHL), bukan lagi UMR. Kalau UMR saja, maka gaji yang diterima untuk makan minum dan sewa rumah saja belum tentu cukup untuk sebulan, lalu untuk pendidikan anak, dari mana uangnya ? Saya kadang berpikir, hanya kebesaran dan kasih sayang Allah SWT saja, pekerja dengan gaji UMR masih bisa bertahan hidup di sebuah era atau masa dimana semua kebutuhan pokok serba mahal dan biaya pendidikan yang cukup mencekik leher kita. Dengan menggunakan UHL maka kebutuhan primer seperti pangan, sandang, papan atau tempat tinggal termasuk pendidikan anak semestinya bisa terpenuhi dengan normal. Memang ini bukan tugas yang ringan buat Pemerintah dan Pengusaha, tetapi bukankah setiap ada kemauan, pasti ada jalan. Kita sekarang bisa melihat di tanah air, banyak Perusahaan kecil, justru mampu memberikan gaji yang lebih besar kepada para pekerjanya. Saya yakin, Allah SWT pasti akan melihat dan membantu kesungguhan kita dalam mewujudkan UHL. Kalau melihat sumber daya alam dan potensi manusia Indonesia, semestinya Pemerintah kita bisa merealisasikan UHL. Norwegia, walaupun kekayaan alamnya tidak seperti Indonesia adalah salah satu contoh negara maju yang mampu mensejahterakan rakyatnya. Tentu saja hal ini tidak terjadi dengan serta merta dalam semalam atau sim salabim. Tingkat korupsi yang sangat kecil, pajak yang cukup tinggi namun bisa dikembalikan lagi kepada rakyatnya dalam bentuk fasilitas pendidikan dan kesehatan gratis, infrastruktur jalan dan jembatan, pelabuhan yang bagus dan sebagainya serta satu hal lagi yang penting yakni Pemerintah yang mau mendengar suara rakyatnya. Semuanya itu mampu membuat Norwegia menjadi salah satu negara dengan income per kapita tertinggi di dunia. Teman Norwegia saya, Trine Sommerland, pernah cerita bahwa orang tuanya termasuk golongan masyarakat miskin di Norwegia, tetapi tolong jangan dibandingkan dengan negara lain. Penduduk miskin di Norwegia, juga masih punya rumah dan mobil yang cukup bagus. Kapan bangsa kita akan mencapai tingkat kehidupan seperti halnya bangsa Norwegia, mungkin 50 tahun lagi, 100 tahun lagi atau bahkan 1000 tahun lagi ? Sekarang kita sama – sama melihat bahwa pajak yang semestinya dipakai untuk mensejahterakan rakyat saja dikorupsi, bisa jadi memang bangsa Indonesia tidak akan pernah jadi bangsa yang makmur. Tetapi sekali lagi, semuanya itu hanya Allah SWT yang Maha Tahu. Helfia Nil Chalis. Bisnis Internet.
0 Comments
Leave a Reply. |
OUR BLOG
Gunakan Search Box di pojok kanan atas halaman ini untuk mencari artikel. Categories
All
AuthorHelfia Nil Chalis:
Archives
April 2024
|