Ketika saya masih berusia 11 tahun orang memberitahu saya bahwa orang Islam hanya menyembah satu Tuhan. Saya juga diberitahu mereka bahwa agama Islam hanya untuk orang kulit hitam dan selain orang kulit hitam tidak akan bisa menjadi muslim sejati. Semua ini kedengarannya aneh bagi saya. Saya dibesarkan dalam keluarga baptis dan saya diajarkan bahwa satu-satunya cara saya untuk selamat adalah dengan percaya Yesus sambil menyadari bahwa satu-satunya cara saya bisa berbicara dengan Tuhan adalah dengan menyembah Yesus. Saya diajari bahwa sebagai seorang anak saya terlahir dalam keadaan berdosa dan satu-satunya cara untuk mensucikan diri adalah melalui "darah Kristus". Ini semua membuat saya semakin bingung. Akhirnya saya tidak perdulikan semuanya. Jadilah saya di masa remaja tidak ke gereja, tidak ke mesjid ataupun ke institusi agama apapun juga. Saya mengabdikan diri untuk membangun masa depan duniawi saya. Saya khususkan diri saya untuk negara. Saya ikut pelatihan tentara cadangan di SMA dan maju pesat. Saya diajarkan bahwa tidak ada yang lebih terhormat dari pada memenuhi panggilan berjuang membela negara. Untuk mencapai idealisme ini saya berjuang mati-matian. Pada masa-masa itulah saya terperangkap menjadi anak jalanan. Saya dengan cepat dikenal sebagai preman yang disegani. Meskipun dihormati orang tetapi juga menyeret saya menuju jurang kehancuran. Pada tanggal 26 Agustus 1990 saya ditahan dan dituduh melakukan "penyerangan dengan senjata mematikan" dan "membantu pembunuhan". Terjadi kehebohan di kalangan teman-teman saya. Pada bulah September tahun itu juga tuduhan ditingkatkan menjadi "pembunuhan melibatkan konspirasi organisasi kriminal" dan "pembunuhan oleh organisasi kriminal". Saya kemudian dimasukkan ke sel isolasi karena dianggap mengancam keamanan negara. Pada tahun 1991 saya divonis penjara selama 20 tahun. Saya berharap saat itu saya seorang laki-laki dewasa, tetapi kenyataannya saya masih seorang bocah laki-laki yang bertingkah seolah-olah laki-laki dewasa. Jadi saya ketika itu dipaksa masuk ke dalam lingkungan yang tidak disapkan untuk saya. Pada tahun 1991 saya tiba di penjara pertama saya, Penjara Clemens di Brazoria, Texas. Penjara ini lebih dikenal dengan sebutan "api neraka". Partner petama saya memanggil saya dengan Mac-T. Dia langsung mencoba memaksakan aturan sel: 1) buka sepatu sebelum masuk sel, 2) bersihkan lantai sebelum keluar sel, 3) tidak boleh berisik saat dia sedang sembahyang. Saya pikir sebagai preman jagoan saya tidak perlu memperhatikan aturan-aturan itu. Akhirnya kami tidak bisa berada dalam satu sel lebih dari satu hari saja. Belakangan baru saya tahu bahwa dia seorang muslim. Segera setelah itu saya mulai mengikuti budaya penjara: berkelahi, mencuri, geng-gengan, dan mabuk-mabukan di setiap kesempatan. Apapun saya lakukan untuk melupakan hidup yang tersia-sia dan impian-impian yang hancur berantakan.
(bersambung .....)
0 Comments
Leave a Reply. |
OUR BLOG
Gunakan Search Box di pojok kanan atas halaman ini untuk mencari artikel. Categories
All
AuthorHelfia Nil Chalis:
Archives
April 2024
|