Ringkasan kisah serial 4: Seorang narapidana sejak kecil tidak mau beragama karena dinilainya tidak masuk akal, menjadi preman jalanan, dipenjara di Penjara Clemens, dipindahkan ke Penjara Hughes, dan masuk Islam di sana. Lihat di sini selengkapnya. Setelah menyatakan masuk Islam, beberapa bulan berikutnya saya belajar dengan tekun. Saya ingin belajar apapun yang ada tentang Islam. Saya dibantu oleh empat orang yang telah menjadi saudara saya karena Allah, yaitu Fahmi, Syafiq, Malik Ilmi, dan Ismail Syarif. Keempat saudara saya ini sangat penting peranannya dalam pertumbuhan spiritual dan intelektual Islam saya, dan saya berterimakasih setiap hari kepada Allah yang telah mengijinkan saya bertemu dengan mereka. Malik Ilmi dan Syarif mengajari mengenai bahasa Arab. Syafiq mengenai hadis (kebiasaan Rasulullah) dan dia tidak pernah melewatkan kesempatan berbagi sesuatu dengan saya. Fahmi adalah partner saya, orang kepercayaan dan penyemangat terbesar saya. Saya mulai dengan menggunakan kamus Arab/ Inggris untuk memahami tulisan Arab dalam Al Qur'an. Saya telah tersesat dan tertipu oleh terjemahan-terjemahan Bible seumur hidup saya, sehingga saya sangat skeptis terhadap terjemahan Kitab Suci Al Qur'an dari orang lain. Tujuan saya bukan hanya membaca dan menulis dalam bahasa Arab, tetapi juga bisa mengerti dan menterjemahkan sendiri kitab ini. Saya tidak punya guru, tetapi saya punya tekad, percaya dengan Kekuasaan Allah, dan kemauan untuk berhasil. Saya meluangkan waktu sampai 10 jam sehari belajar Surah 2 (Al Baqarah). Setelah saya mengenal kata-katanya saya hapalkan. Hal itu sulit dan proses panjang yang melelahkan secara fisik, mental, emosional dan spiritual terhadap diri saya. Sering saya berdoa kepada Allah untuk meringankan beban saya dalam belajar secara intensif ini. Saya melakukan ini sampai saya menemukan sebuah ayat di mana Allah mengatakan kepada orang-orang beriman bahwa Dia sekali-kali tidak menyulitkan dalam beragama (Surah 22 ayat 78). Ayat ini memberi saya semangat dan kekuatan untuk melanjutkan studi. Sehingga dalam waktu enam bulan setelah syahadat saya sudah bisa mengajar di kelas pemula bahasa Arab. Alhamdulillah. Setelah saya menjadi sadar secara spiritual, saya mulai mengerti pentingnya pengetahuan Islam yang benar. Dalam hadis dikatakan: "Tuntutlah ilmu walau sampai ke negeri Cina". Jadi tugas segera yang harus saya lakukan adalah mengumpulkan semua pengetahuan Islam dari semua sumber yang saya miliki. Saya mulai belajar buku-buku hadis. Saya menjadi tahu ke empat penulis hadis terkenal. Selanjutnya saya mencari pemahaman yang lebih dalam dan lebih baik mengenai dasar-dasar iman. Saya berusaha keras mengenal arti spiritual dari gerakan-gerakan shalat yang kami lakukan setiap hari. Saya juga mengarahkan ketertarikan pada penafsiran Qur'an tentang ilmu pengetahuan. Saya belajar tafsir Ibnu Katsir dan Jafar As Siddiq untuk memahami kajian yang berbeda-beda. Selanjutnya saya mengalihkan perhatian ke sejarah Islam sambil berusaha tidak membatasi diri pada pandangan penulis atau pendapat tertentu saja. Saya membaca karya Ibu Atsir, Muhammad Haykal, Al Amin Al Amili, dan Amir Ali. Semakin banyak saya mempelajari "Masa Keemasan" sejarah Islam, semakin tumbuh keyakinan saya tentang kemanusiaan di masa depan. Allah Yang Maha Tinggi, mengatakan dalam Kitab Nya, bahwa kita harus belajar dari pengalaman generasi yang telah mendahului kita. Dengan mempelajari tingkah laku umat (negara Islam) di masa lalu, kita lihat apa yang bisa capai dengan ketulusan dan ketergantungan diri kepada Allah. Begitu juga, saya mengakui apa akibatnya kalau umat tidak bersatu. Kebencian kecil dan dendam dapat menghancurkan kesatuan muslim. Dengan pengetahuan ini, saya kemudian berusaha untuk menginspirasi orang lain untuk membuka pikiran mereka untuk kebenaran dan memeluk Islam sepenuh hati tanpa keberatan apapun. Segera setelah itu saya diminta memberi ceramah di tempat pengajian kami. Saya mencoba menghindari topik dan diskusi yang sembrono untuk memberi pandangan yang jernih dan betul tentang Islam. Tujuan saya adalah untuk menetapkan dasar-dasar dan menjauhkan diri dari ideologi-ideologi yang terkotak-kotak. Sekali saya mulai bicara, Allah membukakan banyak pintu-pintu pengetahuan dan pemahaman. Saya masih terus fokus menyempurnakan pengetahuan bahasa Arab saya dan Ilmu-ilmu Pengetahuan Islam. Bulan Juli 1999 saya dipindahkan ke Penjara Beto di Palestine, Texas untuk melanjutkan kuliah. Setelah saya menetap, saya mulai mengajar bahasa Arab lagi namun kali ini di tingkat lanjut. Kiayai Islam di wilayah itu, Imam Abdullah Rasid meminta saya untuk mengurus masalah keislaman sehingga saya ditunjuk sebagai anggota majelis As Syura selama dua tahun. Pengalaman dan pengetahuan selama bekerja membantu Imam Rasid dan penggantinya Imam Omar Rakib membantu saya tumbuh tidak hanya secara mental tetapi juga membuat saya sadar tanggung jawab moral sebagai muslim. Tanggal 17 Juni tahun 2003, saya keluar dari penjara setelah hampir 13 tahun ditahan. Meskipun beberapa orang mengatakan hidup saya dalam penjara adalah kesia-siaan hidup dan potensi, saya melihatnya sebagai berkah dari Tuhan Yang Maha Penyayang. Saya sering menanyakan pada diri sendiri: "Apa jadinya kalau saya tidak pernah dipenjara?" Pertanyaan ini mengganggu saya setiap saat, sampai saya membaca Surah 64 ayat 11: "Tidak ada suatu musibahpun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu." Ayat ini membantu saya memahami bahwa masuknya saya ke penjara hanyalah ujian dari Allah. Ini membantu saya mengakui kesalahan saya dan merubah hidup saya. Meskipun saya kehilangan satu bagian dari hidup saya di dunia ini, insya Allah saya memperoleh bagian yang lebih besar di akhirat.
Tamat. Sumber: Islamicbulletin.org Diterjemahkan oleh: www.Helfianet.com
0 Comments
Leave a Reply. |
OUR BLOG
Gunakan Search Box di pojok kanan atas halaman ini untuk mencari artikel. Categories
All
AuthorHelfia Nil Chalis:
Archives
April 2024
|