Oleh : Ahmad Khozinudin, Sastrawan Politik
Juru bicara Presiden Jokowi, Fadjroel Rachman, menanggapi pernyataan duo bersaudara pemimpin Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Edhie Baskoro Yudhoyono atau Ibas, yang mempertanyakan kemampuan negara menangani virus Corona. Fadjroel menegaskan, Jokowi sudah menjalankan kewajiban konstitusional untuk melindungi bangsa Indonesia dalam menangani pandemi COVID-19. Salah satunya dengan menerapkan PPKM darurat. Namun, jika dikaji lebih lanjut kebijakan PPKM Darurat bukan bentuk tanggung jawab Jokowi melainkan justru cara Jokowi untuk melempar tanggung jawab. Atau, dengan kata lain Jokowi cuci tangan dari tanggung jawab penanganan pandemi Covid-19, yang sejak awal tidak ditangani serius dan akhirnya berdampak mengerikan bagi bangsa Indonesia. Sikap 'cuci tangan' dan 'buang badan' Jokowi dapat dilihat dari sejumlah fakta sebagai berikut : Pertama, kebijakan penanganan pandemi yang diambil PPKM Darurat bukan Karantina Wilayah. Sehingga, Jokowi dapat lari dari tanggungjawab menjamin kebutuhan dasar orang dan pakan hewan ternak yang terdampak di wilayah Karantina yakni Jawa dan Bali. PPKM Darurat sejatinya adalah Karantina Wilayah yang dilakukan tanpa menunaikan tanggung jawab Pemerintah. Pemerintah hanya mengambil hak dan kewenangan untuk 'mengekang' masyarakat tanpa menunaikan kewajiban 'memberi makan' rakyat yang 'dikurung' dirumahnya. Kedua, untuk menerapkan PPKM Darurat Jokowi lempar tanggung jawab ke Mendagri dengan memerintahkan untuk menerbitkan Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 15 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Darurat Corona Virus Disease 2019 di Wilayah Jawa dan Bali atau PPKM Darurat Jawa-Bali, yang berlaku mulai tanggal 3 Juli 2021 sampai dengan tanggal 20 Juli 2021. Padahal, esensi dan substansi yang diatur dalam PPKM Darurat yang melibatkan TNI Polri adalah keadaan genting yang harus dinyatakan dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang yang merupakan produk Presiden. Semestinya, Jokowi tanggung jawab dalam menangani pandemi dengan keluarkan Perppu bukan perintahkan Mendagri keluarkan instruksi. Ketiga, Jokowi melempar tanggung jawab penanganan PPKM Darurat kepada Gubernur dan Bupati/Walikota se Jawa Bali, melalui Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 15 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Darurat Corona Virus Disease 2019 di Wilayah Jawa dan Bali. Itu artinya, Kepala Daerah (Gubernur, Bupati/Walikota) yang berada di garda terdepan menangani pandemi. Ini sama saja mengadu kepala daerah dengan rakyat. Akhirnya, yang dibenturkan di lapangan adalah Satpol PP dengan pedagang cilik. Keempat, Jokowi tugaskan Luhut Panjaitan untuk menjadi koordinator PPKM Darurat. Semestinya, jika Jokowi bertanggung jawab dia harus memimpin langsung program ini bukan melempar kepada Luhut. Akhirnya, kemarahan rakyat atas kacaunya penanganan PPKM darurat diarahkan ke Luhut bukan kepada Jokowi walau akhirnya rakyat juga sadar semua tanggung jawab ada pada Jokowi. Lalu, apakah model buang badan seperti ini yang disebut Fadjroel Rachman Jokowi bertanggungjawab ? Dimana letak Presiden Joko Widodo menjalankan kewajiban konstitusional 'Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa' ? Belum lagi, esensi PPKM Darurat melindungi bisnis dan proyek strategis nasional karena tetap dipertahankan 100 % berjalan, sementara Masjid dan Musholla ditutup. Dimanakah letak Kewajiban konstitusional untuk segenap rakyat Indonesia dari pandemi Covid-19 ? Wis Wayahe, sebaiknya Presiden Jokowi mengundurkan diri dari jabatannya. Selanjutnya, biarlah keseluruhan problematika bangsa ini diselesaikan anak bangsa lainnya.
0 Comments
Leave a Reply. |
OUR BLOG
Gunakan Search Box di pojok kanan atas halaman ini untuk mencari artikel. Categories
All
AuthorHelfia Nil Chalis:
Archives
April 2024
|