Teman-teman, akhir-akhir ini saya sangat prihatin dengan teman-teman penghuni Asrama Sumatera Selatan di Jalan Purnawarman 57 Bandung. Ada pihak yang dengan dalih renovasi Asrama mengusir mahasiswa dengan mengerahkan preman. Berikut ini beritanya seperti dikutip dari Sriwijaya Pos 4 Desember 2012. Rumah peninggalan Belanda ini pernah sangat berjasa bagi saya ketika menyelesaikan kuliah di ITB tahun 1977 - 1983. Semoga kemelut ini berakhir dengan keberpihakan kepada teman-teman mahasiswa yang kurang mampu untuk tetap exist dan bisa menyelesaikan kuliahnya meskipun dengan biaya yang minim. Amin.
PALEMBANG, SRIPO — Sekitar 15 mahasiswa Sumsel yang kini menempuh ilmu di beberapa universitas yang ada di Bandung didatangi oleh enam pria bertubuh besar pada Senin (3/12) sejak pukul 08.30. Tanpa basa-basi, puluhan preman itu menyegel asrama dan memasang pagar seng supaya mahasiswa Sumsel tidak bisa menempati asrama tersebut. Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Sumsel, H Yusri Effendi yang dikonfirmasi mengaku belum mengetahui masalah itu. Namun ia memastikan, memang Sumsel memiliki asrama mahasiswa di Bandung. Untuk sementara, pihaknya akan mencari tahu mengenai kebenaran kabar yang mengatakan jika asrama mahasiswa Sumsel di Bandung itu diambil alih preman atas kehendak sebuah yayasan. “Kita memang punya asrama mahasiswa di Bandung. Tapi saya belum mendapat kabar tentang kondisi terakhir di sana. Nanti kita cek dulu, seperti apa masalah yang terjadi sebenarnya,” ujar Yusri. Sebelum melakukan penyegelan, preman itu meminta mahasiswa Sumsel untuk meninggalkan asrama itu. Mereka berdalih, asrama itu adalah milik Yayasan Batanghari Sembilan Bandung. “Kami orang Sumsel dan tidak memiliki kerabat di sini. Hanya asrama ini tempat kami tinggal. Jadi kalau diusir, kami mau tinggal dimana,” kata salah satu mahasiswa Sumsel, Ahmad Muhaimin. Berkat usaha keras dari mahasiswa yang tengah menempuh pendidikan Strata 1 dan Strata 2 itu, mereka bisa kembali menempati asrama. Hanya saja, rasa was-was tetap saja menghantui mereka karena keenam preman yang diduga datang atas perintah dari Yayasan Batanghari Sembilan Bandung itu masih bersiaga di luar asrama. Pagar seng dan segel juga belum dilepas oleh keenam preman itu. “Kami akan terus memperjuangkan asrama yang seharusnya ditempati oleh mahasiswa Sumsel itu. Mereka (BSB) tidak punya hak untuk menempati asrama tersebut,” kata Ahmad Muhaimin, salah satu mahasiswa Sumsel, sat dihubungi via telepon selulernya Senin (3/12) malam. Melihat preman masih berjaga di depan asrama, Ahmad bersama teman-temannya berniat mendatangi polisi. Dengan ditemani Ketua Himpunan Alumni Mahasiswa Sumsel Purnawarman 57 Bandung, M Tarmizi, Ahmad dan teman-temannya akan meminta pihak kepolisian bisa mengusir para preman itu. Mereka juga meminta supaya dijauhkan dari intimidasi dalam bentuk apa pun dari Yayasan BSB. “Mereka sudah kesekian kalinya meminta kami pergi dari asrama ini. Namun, baru hari ini mereka melakukan penyegelan dan memanggil preman untuk mengusir kami,” kata Ahmad dengan logat Palembangnya. Selain meminta bantuan polisi, Ahmad juga meminta Pemprov Sumsel untuk segera mensertifikasi asrama yang sekarang ia dan teman-temannya tempati. Rupanya, asrama itu belum memiliki sertifikat dan masih dimiliki oleh Pemkot Bandung. Jika Pemprov Sumsel sudah mensertifikasikan asrama itu, Ahmad dan teman-temannya bisa tenang. “Ini bukan untuk kami saja, tetapi untuk mereka yang nantinya akan menimpa ilmu di sini. Kan kasihan kalau mereka yang kurang mampu harus menyewa penginapan yang mahal demi menuntut ilmu di Bandung,” kata Ahmad. Namun, meski sudah diminta secara langsung, Ahmad dan teman-temannya belum kunjung mendapat realisasi dari Pemprov Sumsel. Pernah, sekitar enam bulan lalu, ada perwakilan dari Pemprov Sumsel untuk meninjau asrama. Namun, perwakilan itu hanya menjanjikan akan menidaklanjuti permintaan para mahasiswa dalam hal mensertifikasi asrama. Sayangnya, hingga saat ini, Ahmad dan teman-teman belum juga mendapat realisasinya. Sejarah Asrama Diceritakan Ahmad, asrama yang terletak di Jl Purnawarman No 57 Kelurahan Taman Sari Kecamatan Bandung Wetan Jabar itu sudah diperuntukkan oleh Pemkot Bandung untuk ditempati oleh mahasiswa sejak tahun 1954. Karena dulunya dimiliki oleh Yayasan Batanghari Sembilan Palembang (BSP), maka mahasiswa yang menempati asrama itu mayoritasnya mahasiswa Sumsel. “Tahun 1954, Yayasan BSP bubar dan sejak saat itu asrama ditempati oleh mahasiswa Sumsel hingga detik ini. Mereka yang menempati asrama ini adalah mahasiswa Sumsel yang kurang mampu, namun bisa berprestasi,” kata Ahmad. Seiring tahun berganti, mereka yang menempati asrama itu juga silih berganti. Yang sudah lulus dari kuliahnya pergi meninggalkan asrama berganti dengan mereka yang akan menjalani perkuliahan. Itu terus terjadi hingga saat ini. Tetapi rupanya, mahasiswa Sumsel yang dulu pernah menempati asrama itu diam-diam membentuk Yayasan BSB. Sejak tahun 2009, anggota Yayasan BSB meminta mahasiswa Sumsel yang menempati asrama itu untuk tidak lagi menempati asrama. Namun, merasa asrama adalah hak mereka, mahasiswa terus mempertahankan hingga saat ini. “Jadi, musuh kami juga sama-sama dari Sumsel. Mereka ini sudah lama tinggal di Bandung sehingga ingin memiliki secara penuh asrama ini,” kata Ahmad. Tidak seperti biasanya, asrama itu tidak memiliki pengurus tetap. Tiap tahunnya, mahasiswa Sumsel yang menempati asrama itu bergantian menunjuk pengurus asrama. Para pengurus inilah yang selanjutnya bertanggung jawab mengurusi administrasi asrama. Mulai dari pembayaran rekening listerik, PDAM, hingga biaya makan sehari-hari. “Bukan berarti pengurus tidak bayar. Kami bayar administrasi secara patungan sesama mahasiswa,” kata Ahmad. (cw6/trs)
0 Comments
Leave a Reply. |
OUR BLOG
Gunakan Search Box di pojok kanan atas halaman ini untuk mencari artikel. Categories
All
AuthorHelfia Nil Chalis:
Archives
April 2024
|