PUSARA
Dini hari, tujuh desember dua ribu duapuluh, tragedi kemanusiaan terjadi lagi di negeri tercinta. Enam pemuda tewas di terjang timah panas aparat penegak hukum. Misteri kematian belum terungkap karena gelapnya awan ketidakpastian. Luka yang dalam, menusuk sanubari pencinta kejujuran dan keadilan. Di tengah kegelapan dan kepedihan nurani yang terluka, pelangi pagi yang muncul di hari pemakamanmu, berbisik lembut: “Berhentilah bersedih, apa yang melukaimu, memberi berkah kepadamu. Hanya dalam kegelapanlah pelita hatimu berpendar terang, terangi jalan menuju tempat tinggal Pemilik Keadilan. “Dalam kegaluan hati yang menuntut kejujuran dan keadilan, kau kan sadar anak-anak muda itu telah menyemaikan cinta di hatimu, cinta akan kejujuran dan keadilan. Penaka mawar nan harum mewangi sepanjang hari. begitulah hati yang penuh cinta pada kejujuran dan keadilan. Duri tidak bisa memenjarakannya karena cinta membuat duri menjadi tak bertaji”. O kawan, Saat, secara virtual, kulihat jazatmu di turunkan ke liang lahat aku tidak meratapi kepergianmu. Aku tahu kau tidak mati dan tidak pernah meninggalkan orang-orang yang mencintai kejujuran dan keadilan. Kau tidak mati, kau hidup di sisi Kekasihmu. Kau telah sampai di keabadian cinta lebur dalam dekapan hangat Sang Kekasih. Kau bahagia dengan karunia yang diberikan Kekasihmu, bebas dari rasa takut dan sedih. Pusara bisu di Mega Mendung kelihatannya seperti akhir. Batas yang memisahkan kau dan orang-orang pencinta kejujuran dan keadilan. Pusara itu tampak seperti mentari senja yang tenggelam. Tapi bagi mu ia adalah fajar menyingsing yang melaluinya kau dapat menatap wajah Sang Kekasih tersenyum indah padamu. Saat kematian menjemputmu, itulah saat jiwamu bebas. Terbang tinggi ke langit rahasia kembali ke rumah Sang Kekasih. Lepas dari cengkraman raga dengan segala dukanya. Kau tidak lagi hidup dalam raga dan jiwa. Kini kau hidup dalam balutan cinta Yang Maha Pengasih. Waktu kupergi meninggalkan kau sendiri di pusara, tak ada ucapan selamat tinggal untukmu karena kutahu, pusara hanya tirai , di baliknya taman surga nan abadi. Kau tidak pernah pergi, kawan. Tidak pernah tiada. Kau selamanya ada karena pusaramu ada di tempat terindah di bumi yaitu di hati pencinta kejujuran dan keadilan. -------------------------- Bandung 9 Desember 2020 Safwan Hadi. Refleksi surah Ali Imran 169- 170.
0 Comments
Leave a Reply. |
OUR BLOG
Gunakan Search Box di pojok kanan atas halaman ini untuk mencari artikel. Categories
All
AuthorHelfia Nil Chalis:
Archives
April 2024
|