Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H.
Advokat, Aktivis Pejuang Khilafah Sejak awal, saya tak terlalu berharap pada Komnas HAM. Kasus Siyono, cukuplah sebagai bukti bahwa betapa rekomendasi hasil penyelidikan Komnas HAM tak bertaji. Karena itu, sejak awal saya konsisten mendorong dibentuknya Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) untuk menyelidiki kasus kematian 6 anggota laskar FPI. Tetapi hasil penyelidikan Komnas HAM yang beredar ditengah masyarakat terkait penembakan 6 laskar FPI, benar-benar sangat mengecewakan. Lebih buruk, dari ekspektasi yang saya prediksi. Saya kira, rekomendasi Komnas HAM akan memberikan simpulan adanya pelanggaran HAM berat, sehingga sejumlah pasal pidana sebagaimana diatur dalam UU No 26 tahun 2000 bisa diaktivasi. Ternyata, Komnas HAM hanya mengaktivasi pelanggaran HAM biasa, sebagaimana diatur dalam UU Nomor 39 tahun 1999. Sebaiknya, Umat Islam tak terkesima tentang temuan Komnas HAM terkait adanya penembakan aparat terhadap 6 Anggota Laskar FPI. Tanpa penyelidikan Komnas HAM, tembakan itu diakui oleh polisi. Jangan pula larut dalam hingar bingar adanya pelanggaran HAM sebagaimana dikatakan Komnas HAM. Tapi apa tindak lanjut terhadap hal itu ? Ini yang perlu dikaji secara mendalam. Karena itu, publik harus mencermati rekomendasi yang dibuat Komnas HAM. Apakah, rekomendasi itu bisa menjadi jembatan antara, untuk menuntut pelaku sebagai pelaku kejahatan HAM berat sehingga bisa dituntut hingga pidana mati. Atau, akan sekedar menjadi rekomendasi banci yang tidak bisa ditindaklanjuti oleh penegak hukum. Dalam hasil Rekomendasi Komnas HAM, terdapat 4 (empat) rekomendasi utama, yakni : Pertama, Komnas HAM menyatakan Peristiwa tewasnya 4 (empat) orang Laskar FPI merupakan kategori dari pelanggaran HAM. Oleh karenanya, Komnas HAM merekomendasikan kasus ini harus dilanjutkan ke penegakan hukum dengan mekanisme pengadilan Pidana guna mendapatkan kebenaran materiil lebih lengkap dan menegakkan keadilan. Komnas HAM hanya menyebutkan dengan nomenklatur "Pelanggaran HAM" dan bukannya "Pelanggaran HAM berat". Itu artinya, jaksa kelak hanya akan mengaktivasi pasal pidana sebagaimana diatur dalam UU Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM. Hal mana, berdasarkan ketentuan pasal 1 angka 6, yang menyatakan : "Pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian, membatasi, dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-undang ini, dan tidak mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku." Padahal, dalam ketentuan UU Nomor 39 tahun 1999 tidak ada satupun klausul ketentuan pasal pidana. UU ini, hanya mengatur tentang hak, kewajiban, dan tanggung jawab HAM serta mengatur kewenangan Komnas HAM. Adapun rezim pelanggaran HAM berat, diadopsi dalam ketentuan UU Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Peradilan HAM, sebagaimana disebutkan dalam ketentuan pasal 1 angka 2 disebutkan : "Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat adalah pelanggaran hak asasi manusia sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini." Sementara, ada dua jenis pelanggaran HAM berat yang diatur dalam pasal 7. Yakni Pelanggaran hak asasi manusia yang berat meliputi : a. kejahatan genosida; b. kejahatan terhadap kemanusiaan Selanjutnya, dalam Pasal 8 dirinci Kejahatan genosida sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama, dengan cara:
Jadi, rekomendasi Komnas HAM yang hanya menyebutkan telah terjadi "pelanggaran HAM" dan tidak menyebut adanya "pelanggaran HAM berat", kendati peristiwa itu telah merenggut 6 nyawa anggota kelompok FPI, akan berkonsekuensi tidak dapat mengaktifkan ketentuan pidana sebagaimana diatur dalam pasal 36 dan 37 UU Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Peradilan HAM. Jadi, rekomendasi Komnas HAM anti klimaks, banci, tidak bisa digunakan untuk meyeret pelaku ke meja pengadilan HAM dan dituntut dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama 25 (dua puluh lima) tahun dan paling singkat 10 (sepuluh) tahun. Apalagi frasa "penegakan hukum dengan mekanisme pengadilan Pidana guna mendapatkan kebenaran materiil lebih lengkap dan menegakkan keadilan" bisa saja ditafsirkan akan diproses pidana dalam ranah peradilan umum. Itu artinya, kasus ini bisa jadi akan mengulangi kasus Novel Baswedan. Dimana, pelaku hanya akan diberikan hukuman sekedarnya. Belum lagi, yang dipersoalkan Komnas HAM hanya 4 laskar FPI. Seolah, Komnas HAM membenarkan pembunuhan terhadap 2 laskar FPI. Ini sejalan, dengan narasi yang selama ini disampaikan kepolisian. Kedua, Komnas HAM meminta untuk mendalami dan melakukan penegakan hukum terhadap orang-orang yang terdapat dalam dua mobil avanza hitam B 1739 PWQ dan avanza silver B 1278 KJD. Ini menunjukkan, ada aktor lain diluar kendali negara. Hal itu menunjukkan, ada 'Negara diatas Negara'. Dan saya ragu, keberadaan orang-orang yang terdapat dalam dua mobil avanza hitam B 1739 PWQ dan avanza silver B 1278 KJD tidak diketahui Negara. Ketiga, Komnas HAM meminta agar mengusut lebih lanjut kepemilikan senjata api yang diduga digunakan oleh Laskar FPI. Ini rekomendasi aneh. Tupoksi Komnas HAM itu hanya untuk menyelidiki dan menyimpulkan adanya peristiwa yang diduga pelanggaran HAM. Apa urusannya, Komnas HAM memberi rekomendasi terkait kepemilikan senjata api? Kalaupun ada, itu hanya pada penelaahan fakta, bukan rekomendasi Komnas HAM. Rekomendasi ini, lebih mengkonfirmasi Komnas HAM telah menjadi 'Jubir' Kepolisian dan bukannya Penyelidik Pelanggaran HAM sebagaimana diatur dalam UU Nomor 39/1999. Keempat, Komnas HAM meminta proses penegakan hukum, akuntabel, objektif dan transparan sesuai dengan standar Hak Asasi Manusia. Saya terus terang ragu dan tidak percaya para pelaku diseret ke pengadilan HAM apalagi disanksi dengan hukuman sebagai pelanggaran HAM berat sebagaimana saya jelaskan. Rasanya, semakin perih saja menunggu proses penyelidikan yang panjang, jika akhirnya rekomendasi Komnas HAM hanya seperti ini. Sekali lagi, hal ini justru mengkonfirmasi ide HAM itu ide absurd. Pelanggaran HAM akan diproses dan ditegakkan secara ketat, jika korbannya bukan umat Islam. Namun, jika korbannya umat Islam, sepertinya tontonan seperti ini akan jamak ditemui.
0 Comments
Leave a Reply. |
OUR BLOG
Gunakan Search Box di pojok kanan atas halaman ini untuk mencari artikel. Categories
All
AuthorHelfia Nil Chalis:
Archives
April 2024
|