Sekali lagi, tegaknya Negara karena tegaknya Hukum, tegaknya Hukum karena tegaknya Aparat hukum (polisi, jaksa, hakim, advokad dan pengelola LP). Hukum yang beresensi aturan yang harus dipatuhi dan larangan yang tidak boleh dilanggar, yang bersifat mengikat, serta sanksi tegas bagi si pelanggar hukum yang bersifat memaksa, harus diterapkan dengan sejujur jujurnya, sebenar benarnya dan seadil adilnya. Apabila semua ini dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen, niscaya tidak terjadi bela yang bayar dan mengabaikan yang benar. Marilah kita runut beberapa peristiwa yang terjadi belakangan ini. Mulai penusukan Syech Ali Jaber yang ditengarai akibat perbuatan orang gila dan tidak terungkap dalangnya. Penanganan kasus koruptor Joko Chandra yang melibatkan beberapa oknum Jendral Polisi, ada pelayanan / jamuan istimewa oleh seorang jaksa terhadap calon terpidana yang tercemooh. Penangkapan terhadap para aktifis KAMI yang disekap hebat dan dipertontonkan dalam keadaan tangan diborgol. Kelalaian dan kecerobohan oknum Intel polisi yang ketahuan menyamar, menyusup, menerobos, memfitnah, membuat gaduh, kacau dan memalukan. Begitu represifnya penanganan dan pengejaran terhadap para pendemo, yang membuat korban penduduk terkena gas air mata. Semua ini bisa memunculkan ketidak percayaan masyarakat terhadap aparat, yang bisa ditafsir membuat cara cara onar dalam mencegah dan memberantas keonaran. Bagaimana tidak ? Ini fakta ! Bahkan dalam kasus pelanggaran pembuatan RUU HIP / BPIP, yang jelas jelas mengubah Pancasila, dasar negara, yang di inisiatori PDIP yang ber AD/ART, serta bervisi-misi menyimpang dari Pancasila 18 Agustus 1945, yang bukan materi delik aduan, ketika ada yang lapor, ditolak dengan alasan harus ada pengaduan masyarakat (padahal ini kewajiban polisi, seandainya tidak ada laporan dari masyarakat), Terus mau dibawa kemana arah polisi kita ? Apakah polisi hanya sebagai alat penguasa ? Atau seharusnya sebagai alat negara ? Benarkah rakyat diam ? Ketakutan terhadap kiprah polisi yang sudah hebat ini ? Salah besar ! Tidak ada yang perlu ditakuti untuk Polisi, apa lagi dibenci ! Jika anda mencintai polisi kita, berkatalah jujur, benar dan obyektif seperti anda menginginkan polisi kita yang jujur, benar dan adil. Polisi punya referensi, polisi punya tolok ukur dan polisi tidak ngawur dalam bertindak! Namun sebagaimana manusia biasa, bisa lalai, ceroboh, khilaf atau terpaksa patuh, tunduk dan taat kepada atasan. Jadi...marilah kita saling evaluasi diri, untuk perbaikan, agar negara ini tidak selalu gaduh, bahkan bisa terjaga dan terpeligara kondusifitasnya Bahkan ada yang sangat urgent, terkait keputusan MA yang mengillegalkan kemenangan Presiden Jokowi sewaktu pilpres 2019. Tak habis pikir, negara yang sudah merdeka 71 tahun ini, masih bungkam terhadap putusan lembaga tinggi negara yang memfonish tidak syahnya seorang presiden yang mengelola negara ini. Tidak satupun menteri termasuk Menkopolhukam dan Menkum HAM, merasa risih atas kasus ini, seakan menganggap semua rakyat bodoh dan akan menerima apa adanya. Saya juga heran terhadap para pakar dan praktisi hukum yang bersikap membiarkan masalah ini. Pertanyaannya... Beranikah para pakar dan praktisi hukum, tak terkecuali para penegak hukum termasuk polisi mengangkat ulang kasus ini? Bagaimana menyikapi keputusan MA yang mengillegalkan kemenangan Jokowi dalam Pilpres 2019, yang lebih belakangan dari keputusan MK yang memenangkan Jokowi dalam pilpres itu? Logikanya lebih diapresiasi dan harus diutamakan demi hukum. Saya tidak yakin jika semuanya acuh tak acuh terkait masalah ini. Bagaimanapun, bangsa Indonesia harus punya rasa malu terhadap bangsa lain, karena dipimpin oleh seorang presiden palsu, presiden bodong... (Jika keputusan MA disikapi sebagai hal yang mengikat menurut hukum). Jadi wajar saja, jika sang palsu atau sang bodong itu tidak bisa mendengar, menampung dan memutuskan suara jeritan rakyatnya. Lebih konyol lagi jika menulis seperti ini akan dikenai UU ITE dengan alasan penghinaan terhadap presiden. Hanya orang gila yang berani menghina presiden, dan hanya orang gila juga yang mau dipimpin presiden palsu / bodong. Jadi silahkan saja kalau mau meng UU ITE kan saya, jika bersiap saya tuntut balik, saya perkarakan dan saya pidanakan! Jadi... marilah kita semua janganlah menjadi bangsa yang lemah, bangsa yang asal nurut dan bangsa yang tidak punya prinsip. Oleh karenanya, keberanian dalam menyikapi kesewenang wenangan, ketidak adilan dan persekongkelan yang mengkhianati bangsa selayaknya terus kita perjuangkan dengan penuh tanggung jawab sesuai konstitusi dan aturan yang belaku. Jangan hanya teriak keras, Merdeka! Indonesia! Pancasila! Namun tak memiliki nyali keberanian untuk menegakkan kebenaran dan keadilan. Saya ingin memotivasi bangsaku, bukan untuk memprovokasi. Saya hanya ingin mengkritisi bukan untuk menghina. Agar bangsa ini tidak stagnan dan phobia terhadap keadaan yang merugikan bangsa. Agar kita membiasakan satunya kata dengan perbuatan, baik rakyat, abdi negara, pejabat negara maupun kepala negara. Kemajuan dan kemakmuran bangsa, akan berubah dan tercapai, jika kita mau berpikir, berbuat dan berani menegakkan.kebenaran dan keadilan. Bangunlah dan bangkitlah bangsaku, dari mimpi indahmu.... Akankah dan bisakah TNI POLRI kita, sebagai dinamisator dan stabilisator kemajuan? Kerjakan mulai sekarang! (Sugeng waras, 22 oktober 2020) Helfia Nil Chalis www.HelfiaNet.com www.HelfiaGoOnline.com
0 Comments
Leave a Reply. |
OUR BLOG
Gunakan Search Box di pojok kanan atas halaman ini untuk mencari artikel. Categories
All
AuthorHelfia Nil Chalis:
Archives
April 2024
|