Dengan dilandasi profesionalisme, soliditas dan sinergitas TNI POLRI siap mendukung penanggulangan paska Covid 19 dan pemulihan ekonomi nasional dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa menuju Indonesia Maju.
Hendaknya, tema Rapim Tahun ini, tidak hanya impian, wacana atau angan angan saja, apa lagi jika menyimpang, menyeleweng dan tidak berimplikasi sesuai UU dan doktrin yang ada. Bagi TNI yang berperan menjaga dan mempertahankan kedaulatan negara dan keselamatan rakyat, yang berpegang pada Sapta Marga, Sumpah Prajurit, 8 TNI wajib, serta POLRI yang menjamin melayani, mengayomi, melindungi rakyat dan penegakan hukum, yang juga berpedoman pada Tri Brata dan Sapta Prasetya Polri, hendaknya tidak sebatas basa basi belaka. Memang ada perbedaan sejarah antara TNI dan Polri, yang sama sama lahir dari rakyat, didukung oleh rakyat dan berjuang untuk rakyat. Sejak awal, TNI lahir dari pejuang, yang selanjutnya menjadi pejuang profesional dan profesional pejuang, yang dalam dinamika pergerakamnya berjuang bersama ulama, tokoh agama dan politikus, hingga mencapai dan memperoleh kemerdekaan. Sedangkan polisi, jauh lebih lama mewarisi ilmu dan cara kerja penjajah Belanda, melanjutkan produk produk hukum yang terus diperbaiki dan disempurnakan. Dan pada dinamikanya ABRI dipisah menjadi TNI dan POLRI di tahun 2000. Dalam perjalanan selanjutnya peransi POLRI lebih cepat diundangkan, yaitu sesuai UU no 2 tahun 2002, sedangkan TNI menyusul 2 tahun kemudian, tepatnya tertuang pada UU no 34 tahun 2004. Memang, dalam evaluasi terdapat hal hal yang positif, antara lain agar POLRI tidak terkontaminasi DARAH TEMPUR seperti TNI, namun ada juga hal hal negatif seperti kedudukan POLRI langsung dibawah Presiden, sedangkan TNI harus rela jadi anak Men Han, cucu Menkopolhukkam dan cicit Presiden. Jadi kagak usah heran, kenapa sejak itu, Polisi melesat maju berkembang, sedangkan TNI harus tertatih tatih mengejar ketinggalan. Lebih konyol, dalam pelaksanaan tugas Operasi Militer untuk Perang ( OMP ) dan Operasi Militer Selain Militer (OMSP ) oleh TNI dimana ada 13 macam jenis tugas yang seharusnya dilaksanakan oleh TNI, pada kenyataannya menjadi kabur dan nyaris didominasi oleh POLRI terutama dalam hal pencegahan, penindakan dan pemulihan TERORISME. Uniknya lagi, seakan tidak ada rasa risih dari Polri, serta tidak ada rasa terambil alih dari pihak TNI. Polisi merasa benar dan yakin akan kemampuan sendiri tanpa dibantu TNI ( TNI hanya sekedar sebagai pelengkap ), sehingga terkesan TNI mbebek Polisi, pada hal dalam aturannya, tentang mampu atau tidak mampu, berapa TNI yang ikut dilibatkan, berada ditangan Presiden. Tentang terorisme, yang terkait pemberontakan bersenjata dalam negeri menjadi domain TNI. Dengan pengertian lain, dalam OMSP, hanya pada tugas tugas kepolisian yang tidak mampu, itulah yang bisa dibantu TNI, semisal ketika Polisi tidak mampu menangani huru hara atau demo. Jadi, kembali pada peransi dan profesi TNI POLRI, marilah kita bercermin, bahwa mau tidak mau, suka tidak suka, TNI POLRI, disamping telah banyak berprestasi untuk negara ini, tidak kurang menonjol dalam tindakannya yang menyakiti hati rakyat, bahkan secara vulgar berpihak kepada penguasa, yang merugikan rakyat dan membahayakan negara. Bahkan ada indikasi, polisi sedang merasakan kebanggaan dan kebahagiaan memiliki senjata, yang kadang tak terkendali dar der dor ke siapa saja termasuk ke anggota TNI. Oleh karenanya, marilah kita, TNI, POLRI dan Rakyat, saling evaluasi dan koreksi diri, atas segala hal yang sudah dilakukan selama ini. Tidak menutup kemungkinan, kedudukan TNI POLRI harus disesuaikan ditinjau dari komando, kendali dan tugas yang dihadapi. ( Jakarta, 7 April 2021, Sugengwaras, pemerhati Pertahanan dan Keamanan Negara )
0 Comments
Leave a Reply. |
OUR BLOG
Gunakan Search Box di pojok kanan atas halaman ini untuk mencari artikel. Categories
All
AuthorHelfia Nil Chalis:
Archives
April 2024
|