Eramuslim.com, by Mochamad Toha. Koran.tempo.co menulis, Rest Area Km 50 Jalan Tol Jakarta-Cikampek, Senin dinihari, 7 Desember lalu. Hampir semua mata tertuju pada Chevrolet Spin yang melaju tanpa ban kiri depan. Brak.
Minibus itu lalu menabrak Toyota Corolla di akses keluar area rehat. Dalam hitungan detik, sejumlah pria bersenjata mengepung mobil yang belakangan diketahui sebagai kendaraan pengawal Habis Rizieq Shihab tersebut. Dua orang di Chevrolet Spin itu diperkirakan telah tewas dan empat orang lainnya ditangkap. Itu merupakan jam terakhir hidup mereka. Sekitar pukul 03.00, enam jenazah anggota Front Pembela Islam tersebut tiba di Rumah Sakit Polri di Kramat Jati, Jakarta. Seorang saksi di Rest Area Km 50 menceritakan penangkapan tersebut kepada Tempo. Dia melihat tiga orang ditelungkupkan di aspal. Salah satunya kemudian mendapat tendangan di kepala. “Sebelum ditendang, kedengaran suara ‘ampun, Pak’,” kata dia kepada tim liputan Tempo di sebuah kota di luar Jakarta, Rabu dinihari lalu. Tidak mudah baginya untuk menceritakan kesaksian itu. Sebab, identitas setiap pedagang area rehat itu dicatat polisi, sementara pengelola meminta mereka tutup mulut. Dengan bantuan seorang perantara, Tempo membutuhkan lebih dari sepekan untuk meyakininya agar bersedia diwawancarai dengan rekaman suara dan video. Beberapa keterangan yang memperkuat kesaksian tidak kami tuliskan karena dapat mengarah pada pengungkapan identitas saksi. Sejumlah pertanyaan kami ajukan berulang-ulang pada waktu terpisah dan jawabannya konsisten. Menurut saksi, polisi berseragam serba hitam memeriksa telepon seluler banyak orang di Rest Area Km 50 malam itu untuk memastikan tidak ada foto dan rekaman video. Aparat, termasuk yang berbaju sipil, berada di lokasi itu sekitar tujuh jam sebelum penangkapan. Berikut petikan wawancara Tempo: Apa yang membuat Anda melihat ke arah mobil korban? Pas mobil lewat, kaget, karena ada suara kretek-kretek. Suara pelek kena aspal. Terus nabrak mobil di depannya. Jeger. Dikira ada tabrakan. Langsung semua berkumpul di situ. Anda mendekat? Ya. (Saksi mendeskripsikan posisi dan dekatnya jarak dia dari mobil tersebut). Apa yang pertama Anda lihat? Pas saya lihat, sudah pada tiarap. Berapa orang? Yang saya lihat tiga. Mereka masih hidup? Yakin masih hidup. Apa yang membuat Anda yakin? Karena bergerak. Gerakannya bagaimana? (Menolehkan kepala ke kanan-kiri) Meleng-meleng karena waktu itu gerimis. Posisi tangan korban? Tangan ditindih badan. Dua-duanya. Selain tiga orang itu, Anda melihat apa? Saya melihat pas mengeluarkan satu orang lagi. Kayaknya udah meninggal itu. Orang itu penumpang minibus? Orang yang dari dalam mobil. Di pintu belakang kiri. Kenapa menyebut dia meninggal? Dia enggak gerak. Bagaimana cara petugas mengeluarkan? Ditarik. Bagian belakang atau depan badan? Belakang. Seluruh badan dikeluarkan? Saya melihat yang dikeluarkan setengah badan. Lalu dilepas. Kepalanya jatuh ke aspal. Hanya melihat satu korban meninggal? Kawan saya melihat ada lagi. Di pinggir kursi sopir. Tapi enggak dikeluarin. Apa hal lain yang petugas lakukan di mobil itu? Saya melihat mereka mengeluarkan senjata. Celurit sama samurai. Jam berapa peristiwa terjadi? Setengah satu. Lewat jam 12. Dengar suara tembakan? Tidak. Tapi kawan saya dengar. Dia bilang dua kali, habis mobil berhenti. Kawan saya melihat pas masuk, mobil itu sudah hancur. Bagian depan, kiri, kanan, sudah rusak. Di depannya, ada mobil. Jadi nabrak dan berhenti. Kawan saya juga melihat mobil itu dibuntuti. Penguntitnya berhenti jauh di belakang. Arah dari pintu masuk, di sebelah kiri jalan. Teman Anda juga melihat tiga orang ditelungkupkan? Kawan saya melihat empat. Karena sudut pandang beda dan gelap. Berapa lama mereka diminta tiarap? Kira-kira lebih dari 30 menit. Lama-lah. Sampai bete juga nunggunya. Tiga atau empat orang itu tidak berubah posisi selama 30 menit? Saat mereka tiarap, saya lihat ada yang kepalanya ditendang. Satu orang. Sebelum ditendang, kedengeran suara “Ampun, Pak.” Anda melihat saat korban dipindahkan ke mobil? Pas dimasukin mobil, saya enggak lihat. Tapi saya lihat dua orang jalan jongkok sambil (menempatkan kedua tangan di belakang kepala). Jaraknya lumayan dari tempat kejadian. Berapa orang? Saya lihat dua. Kawan saya melihat tiga. Seorang lagi kepalanya kayak diperban gitu sebelum dimasukin ke mobil. Mereka diborgol? Tidak. Mengapa Anda mengatakan petugas telah berada di lokasi sebelum kejadian? Mereka ada sejak (Ahad, 6 Desember) sore, menjelang magrib. Pas wudu mau salat magrib, senjatanya diselempangin di punggung. Apa warna seragamnya? Hitam-hitam. Anda yakin mereka bukan cuma sedang mampir? Kalau pengunjung, enggak bakal lama di situ. Apa yang mereka lakukan selama tujuh jam itu? Teman saya melihat mereka ngopi. Ditanya, ada kegiatan apa? Dijawab yang baju hitam, “Lihat saja entar. Pokoknya spesial.” Mereka ikut dalam pengepungan? Yang bawa laras panjang itu menjaga biar enggak ada yang berkerumun. Orang-orang yang mau mendekat diusir. Pas mau akhir penangkapan kayak razia gitu. Enggak boleh rekam video. Enggak boleh ada foto. Handphone dilihat sampai ke galerinya. Berapa orang yang memeriksa telepon? Saya lihat dua orang yang baju hitam itu. Semua pedagang diperiksa teleponnya? Tidak. Yang dekat lokasi saja. Sampai rombongan pergi, saya masih mendengar mereka memeriksa HP. Sekitar jam berapa rombongan polisi meninggalkan lokasi? Tidak tahu. (Majalah Tempo edisi 14 Desember 2020 menuliskan polisi beranjak dari Rest Area KM 50 sekitar pukul 01.30). Polisi pergi secara berombongan.? Berurutan. Satu-satu. Sering menyaksikan polisi menangkap orang di Rest Area KM 50.? Baru pertama kali. Polisi menyebutkan empat korban ditembak akibat melawan petugas di Kilometer 51+200. Anda mendengar letusan senjata sesaat setelah polisi berangkat? Enggak ada. Teman Anda mendengar? ”Tidak.” Operasi Spesial “Lihat saja entar. Pokoknya spesial”. Kutipan jawaban aparat berseragam hitam-hitam yang menunggu selama 7 jam di Rest Area Km 50 itu, menunjukkan bahwa operasi “penyergapan” pengawal HRS tersebut sudah direncanakan sebelumnya. Apalagi melibatkan aparat berseragam hitam-hitam (diduga dari satuan Brimob). Setidaknya mereka bertugas untuk mengamankan TKP dan “menjaga biar enggak ada yang berkerumun. Orang-orang yang mau mendekat diusir”. Seorang teman pedagang mendengar dua kali suara tembakan di Rest Area Km. “Dia bilang dua kali, habis mobil berhenti. Kawan saya melihat pas masuk, mobil itu sudah hancur,” ujar saksi kepada Tempo. Berarti, penembakan itu terjadi sesaat setelah mobil Chevrolet Spin berhenti di Rest Area Km 50. Boleh jadi, dua pengawal HRS itu tewas di dalam mobil. Diduga, ban mobil kiri depan itu ditembak jauh sebelum memasuki Rest Area Km 50. Adanya satuan berseragam hitam-hitam di Rest Area Km 50 sejak Minggu sore, 6 Desember 2020 dan pernyataan “pokoknya spesial” tersebut menunjukkan bahwa Rest Area Km 50 itu dipersiapkan untuk “operasi spesial” atas rombongan HRS. Dan, di Rest Area Km 50 itu pula, empat pengawal HRS lainnya diketahui masih hidup. Di mana mereka dieksekusi oleh “OTK” yang belakangan diketahui ternyata aparat Kepolisian? Versi Bareskrim Polri, di dalam mobil karena melawan. Sekitar pukul 03.00, enam jenazah anggota Front Pembela Islam tersebut tiba di Rumah Sakit Polri di Kramat Jati, Jakarta. Berdasar tulisan Tempo pula, rombongan petugas meninggalkan Rest Area Km 50 sekitar pukul 01.30. Namun, jika benar mereka ditembak di dalam mobil petugas, seharusnya saat Rekonstruksi, mobil ini dihadirkan. Dan, setidaknya bisa jadi barang bukti, kecuali dilakukan di tempat lain. Bercak darah selama 2,5 jam menuju RS pasti ada yang tercecer. “Anda mendengar letusan senjata sesaat setelah polisi berangkat? Enggak ada. Teman Anda mendengar? Tidak,” tulis Tempo. Berarti eksekusi terhadap empat pengawal HRS lainnya ini dilakukan “bukan di dalam” mobil. Apalagi ada bekas siksaan. Sangat tidak mungkin korban disiksa setelah ditembak tepat di area jantung. Yang mungkin adalah mereka disiksa dulu, setelah itu barulah ditembak. (FNN) Penulis wartawan senior fnn.co.id
0 Comments
Leave a Reply. |
OUR BLOG
Gunakan Search Box di pojok kanan atas halaman ini untuk mencari artikel. Categories
All
AuthorHelfia Nil Chalis:
Archives
April 2024
|