
Bicara tentang Monas, apa yang disampaikan oleh Rocky Gerung di sebuah acara ILC TV One bahwa Monas adalah monumen akal sehat kiranya sangatlah pas menggambarkan keadaan kami malam itu. Bagi sebagian kecil sahabat muslim kami dianggap berlebih-lebihan, tetapi bagi kami inilah bentuk pemeliharaan akal sehat dari kami umat Islam Indonesia yang sedang dilanda perusakan aqidah, ideologi dan akal sehat secara massive. Kesadaran inipun barulah muncul ketika seorang pejabat arogan lepas kendali melecehkan Al Qur'an Surah Al Maidah ayat 51 tentang keharusan memilih pemimpin dari kalangan muslimin sendiri. Sebagian kecil dari kami masih merasa tidak ada yang salah dengan ucapan orang ini. Ketika kami menuntut ditegakkannya keadilan terhadap orang ini ternyata pembelaan dari rezim yang berkuasa demikian massive sehingga hampir saja tidak berhasil keadilan ditegakkan.
Berkumpulnya umat Islam di Monas tahun 2018 pada tanggal 2 Desember kali ini ternyata dihadiri oleh lebih banyak orang dibandingkan saat pertama kali Aksi Damai 212 diselenggarakan yakni 2 Desember 2016. Ketika itu berbagai upaya menakut-nakuti mulai dari himbauan sampai upaya repressive dilakukan oleh aparat pemerintah dan kepolisian seperti merazia bis, melarang pengusaha transportasi mengangkut jamaah. Namun ternyata tidak menyurutkan semangat umat Islam untuk hadir dalam Aksi Bela Islam atau Aksi Damai 212 itu. Bahkan sebuah pesantren di Ciamis berjalan kaki long march untuk bisa hadir di Monas ketika itu.
Dalam pertemuan 212 tahun 2018 kali inipun upaya penggembosan tetap kuat meskipun terkesan ditutup-tutupi. Mungkin belajar dari pengalaman sebelumnya ketika dilarang justru membuat masyarakat semakin bersemangat untuk berpartisipasi. Tetapi upaya seperti pembatalan bis yang tiba-tiba, berita-berita tentang penyusupan, tentang persiapan pengamanan oleh pihak aparat kepolisian yang lebih tepat dikatakan sebagai persiapan perang, sampai dengan pemutusan signal handphone di area Monas menjelang acara sampai dengan menjelang usainya acara. Namun semua gagal menggembosi aksi 212 tahun 2018 ini. Aksi 212 dicibir justru semakin bergejolak.

Usai shalat Tahajjud dan shalat Subuh berjamaah panitia mengajak jamaah berzikir dan bershalawat yang disambut seluruh jamaah dengan antusias. Lantunan zikir dan shalawat dari seluruh jamaah menggetarkan jiwa dan perasaan. Tiba-tiba kami merasa memiliki saudara seiman yang siap saling membelam saling menyayangi bahkan siap saling ingat mengingatkan. Ketika serombongan jamaah bergerak ke depan ada yang tanpa sadar menginjak rumput dengan spontan diingatkan dengan teriakan: "Tolong jangan injak rumputnya". Langsung disambut yang lain dengan berkelakar: "Injak cebong aja, jangan injak rumputnya".

Di langit terlihat banyak drone berseliweran. Ketika salah satu drone bermanuver di atas kami, spontan para jamaah berdiri seraya mengibarkan bendera tauhid dan mengacungkan ibu jari dan telunjuk. Seorang kakek secara demonstratif mengeluarkan bungkusan tebal uang dalam lembaran 2 ribuan yang jumlah keseluruhannya mungkin tidak kurang dari 5 juta rupiah. Sang kakek memasukkan seikat demi seikat uangnya ke dalam kotak amal 212 sambil meneriakkan takbir. Terakhir sang kakek bertakbir tiba-tiba gigi palsunya copot yang membuat jamaah tertawa meskipun mereka sadar si kakek hanya berpura-pura.


Sambutan dilanjut dengan sambutan-sambutan yang disampaikan antara lain oleh DPP FPI, dan Anies Baswedan. Selain mengingatkan pentingnya untuk memenangkan partai-partai Hizbullah, Anies mengingatkan pentingnya sebuah proses politik, bahwa betapa tanpa kekerasan bisa menghentikan reklamasi yang dianggap mustahil sebelumnya. Beberapa hal yang sebelumnya dianggap mustahil seperti DP nol rupiah, dan menutup tempat-tempat maksiat bisa terlaksana.
Dalam sambutannya Anies Baswedan juga menyampaikan bahwa Monas pertama kali digunakan pada September 1945. Ketika itu berkumpulnya masyarakat dalam upaya menghadirkan kemerdekaan. Monas bukan milik sekelompok orang. Pertemuan ini bukan sekedar berbeda tetapi di tempat ini hadir persatuan. Persatuan yang bukan didatangkan orang lain tetapi hasil inisiatip kita yaitu dalam rangka tuntutan untuk menghadirkan keadilan dan kesetaraan.
Akhirnya Anies yg mendapat julukan Gubernur Indonesia itu menghimbau hadirin untuk dari Monas menebarkan kedamaian dan keadilan di negeri ini. Menebarkan ketertiban yang mempesona dunia bagi anak-anak dan cucu-cucu kita.
Sambutan demi sambutan berlangsung dari Ketua MPR Zulkifli Hasan, Prabowo Subianto, Ustadz Bachtiar Nasir dan Tengku Zulkarnain. Ustd Tengku Zulkarnain dalam sambutannya mengatakan: "Kita bukan mau NKRI bejat yg halalkan LGBT. Kita mau NKRI baldatun toiyibaatun warobbun ghofur". Panitia juga memberitahu kehadiran Fadly Zon dan Yusuf Matta dan beberapa tokoh nasional lainnya. Tak terasa jam sudah pukul 9 lewat.
Acarapun berlanjut dengan pemberian penghargaan millenial award kepada 12 orang yang antara lain mujahid cilik Cecep yg berjalan kaki dari Ciamis menghadiri Aksi 212 tahun 2016 dan hafidz cilik, atlit yudo yg mempertahankan jilbabnya, termasuk Nisya Saban dan dr. Gamal yang menyampaikan dalam sambutannya agar jangan sia siakan masa muda. Mereka generasi muda yg memberikan inspirasi bagi anak muda lainnya

HRS menyampaikan bahwa penegakan ayat suci di Indonesia adalah juga amanah konstitusi republik ini. Pancasila sebagai dasar negara pasal 1 UUD 45 merupakan sebuah konsensus nasional bahwa dasar negara adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Maka dalam kehidupan beragama, berbangsa dan bernegara harus selalu merujuk pada kitab suci. Indonesia negara beragama tanpa paksaan. Negara tauhid yang melindungi semua agama. Indonesia bukan ateis, komunis atau liberal dan sekuler yang anti syariat agama.
Kondisi Indonesia dalam 5 tahun terakhir ini ada gerakan sistematis yang ingin menghancurkan kehidupan beragama. Pembiaran aliran sesat, penistaan agama dan pembiaran kezaliman dan ketidakadilan telah berlangsung sedemikian sehingga terkesan ada sikap suka-suka dari penguasa.
Acara ditutup dengan pidato cucu pendiri NU dan Muhammadiyah disusul dengan beberapa orasi dari Habib Hanif dan Habib Bahar bin Smith. Sebuah lagu lucu mengkritik pemerintah yang dianggap sebagai tukang bohong: "Astaghfirullah... punya Presiden si Tukang Bohong."
Perkiraan lebih dari 10 juta orang hadir di Aksi Damai 212 Tahun 2018 ini. Hanya satu televisi nasional yaitu TV One yang berani menyiarkannya. Hal ini memperjelas posisi pers nasional yang mengorbankan prinsip-prinsip jurnalistik yg baik demi mempertahankan sebuah rezim penguasa.