![]() Dikutip dari Faktakini.net yang mengutip kisah ini dari detiknews.com oleh Erwin Dariyanto, Samsudhuha Wildansyah, dikisahkan tentang salah satu korban kebiadaban G30S/PKI yaitu Letnan Jenderal M.T. Haryono. Berikut kisahnya. "Jenderal, keluar Jenderal! Ada perintah dari Istana supaya Jenderal segera datang!". Teriakan itu begitu lantang terdengar memecah kesunyian di sebuah rumah di Jalan Prambanan Nomor 8, Menteng, Jakarta Pusat pada Jumat dini hari, 1 Oktober 1965. Di kamar utama rumah tersebut, Mayor Jenderal Mas Tirtodarmo (MT) Haryono sontak terbangun. Ia lantas memerintahkan sang istri, untuk pindah ke kamar depan dan membawa anak-anaknya. Sementara prajurit Tjakrabirawa terus merangsek ke kamar utama seraya memberondong dengan tembakan. Beberapa prajurit Tjakra berhasil masuk ke dalam kamar. MT Haryono berusaha menghalau dua prajurit Tjakra yang masuk ke kamarnya. Dia berniat keluar kamar menuju kamar mandi. "Saya melihat ayah saya pada waktu pintu terbuka. Jadi pintu ditembak sampai hancur dan terbuka dan ayah saya merebut senjata dari gerombolan itu. Jadi itu gerombolan Tjakrabirawa. Ketika dia (MT Haryono) rebut senjata itu dia ditembak dari belakang kemudian saya lari," kata Rianto Nurhadi putra ke-3 Mayjen MT Haryono yang biasa dipanggil Riri kepada wartawan di Lapangan 1 Kostrad, Cijantung, Jaktim, Kamis (28/9) malam. MT Haryono pun roboh. Untuk memastikan bahwa sang jenderal telah meninggal, prajurit Tjakrabirawa membakar sebuah koran. Mereka kemudian menyeret jenazah Jenderal Haryono ke truk untuk dibawa ke Lubang Buaya di kawasan Halim, Jakarta Timur. Jenazah MT Haryono baru ditemukan 3 Oktober 1965 di sebuah sumur tua bersama lima jenderal lainnya, kemudian dimakamkan di TMP Kalibata. Dalam buku, "Kunang-kunang Kebenaran di Langit Malam" disebutkan bahwa, sebelum kepergian sang jenderal ke alam baka, keluarga merasakan beberapa pertanda. Isyarat itu antara lain, Jenderal Haryono tiba-tiba sering menyendiri dan melamun sambil mendengarkan musik klasik. Padahal biasanya saat mendengarkan musik klasik sambil menata tanaman anggrek di halaman belakang, dia selalu ditemani putri bungsunya, Enda Marina. Namun menjelang 1 Oktober 1965, Haryono justru meminta Enda menjauh saat ingin mendekatinya. "Kami merasakan kejanggalan tersebut dengan perasaan heran yang tertahan," tulis Babab dalam buku tersebut. Pertanda lainnya adalah, Ade Mirja Harjanti yang gelisah dan mengalami mimpi buruk. Beberapa jam sebelum prajurit Tjakrabirawa datang, Ade mimpi ayahya diculik. Walaupun Haryono berusaha melawan, namun sia-sia karena orang yang datang menculiknya banyak sekali. Enda pun terjaga dan ketakutan. Sang Ibu berusaha menenangkan Enda. Beberapa menit kemudian, mimpi Enda menjadi kenyataan. Sang ayah, gugur setelah melawan penculik pimpinan Sersan Bungkus. Helfia Nil Chalis www.HelfiaNet.com www.HelfiaGoOnline.com
0 Comments
Leave a Reply. |
OUR BLOG
Gunakan Search Box di pojok kanan atas halaman ini untuk mencari artikel. Categories
All
AuthorHelfia Nil Chalis:
Archives
August 2023
|